
Bagian Kedua
B. NABI MUHAMMAD SAW DALAM PERJANJIAN BARU 
Bab 11
ISLAM DAN AHMADIYAH DIUMUMKAN OLEH PARA MALAIKAT
Dua peristiwa istimewa telah tercatat 
oleh dua orang Pengabar Injil (Evangelist) dalam hubungannya dengan 
kelahiran Nabi Jesus Kristus a.s. Pengabar Injil Mattai (Matius) telah 
meninggalkan bagi kita sebuah ceritera mengenai ziarah yang indah dari 
Magi, yang dibimbing oleh bintang dari Persi ke palung di Betlehem, di 
mana terbaring Jesus yang baru saja dilahirkan, yang mereka "puja" dan 
mereka beri hadiah-hadiah yang melimpah berupa emas, mirah, dan 
wangi-wangian. Bahan ceritera yang disingkatkan dari peristiwa sejarah 
atau ceritera fiksi tentang "Orang Bijak" dari Timur itu pada dirinya 
adalah suatu legenda bohong yang terdiri dari setengah lusin keajaiban, 
yang gereja Kristen sendirilah yang mampu menciptakan dan 
mempercayainya. Gereja telah mempertahankan nama Magi itu, yang 
dikepalai oleh Raja Caspar, "diilhami oleh Tuhan," dan mengetahui bahwa 
bayi kecil di Betlehem itu ialah Tuhan, Domba dan Raja, dan karena itu 
mereka menawarkan wewangian seperti kepada tuhan, mirah untuk 
penguburannya sebagai korban, dan emas sebagai kekayaan kerajaan! Dan 
bahwa ahli-ahli sihir Zoroaster atau ahli-ahli nujum Kaldea, melalui 
ramalan dan petunjuk, melintasi seluruh jarak ke Jeruzalem, dan disitu 
bintang itu menghilang tak terlihat lagi; bahwa penguasa Herod yang 
memerintah orang Yahudi dan penduduk Jeruzalem bergemetaran saat 
mendengar berita kelahiran seorang raja baru; bahwa hanya sebuah pasal 
yang kacau dalam tulisan-tulisan Nabi Micah (v.2) dapat memecahkan 
masalah lokalitas di mana kelahiran Jesus itu telah berlangsung; dan 
akhirnya bahwa para astrolog diberi tahu oleh Tuhan dalam mimpi agar 
tidak kembali ke Herod, adalah benar-benar beberapa keajaiban indah yang
 hanya takhayul orang-orang Kristen dapat menelannya. Rombongan kerajaan
 dari peziarah itu melanjutkan perjalanan ke Betlehem yang hanya 
beberapa mil jaraknya dari Jeruzalem, dan, bintang penunjuk yang lalu 
itu muncul lagi dan membimbing mereka hingga bintang itu berhenti tepat 
di atas tempat di mana bayi itu lahir. Kecepatan yang luar biasa dengan 
mana perjalanan jauh dari Persia ke Betlehem diakhiri sementara bayi itu
 masih ada di kandang (Lukas ii. 4 – 7) menunjukkan arti penting 
keajaiban itu.
Keajaiban lain yang berhubungan dengan 
kelahiran Jesus Kristus adalah kenyataan, atau suatu fiksi, bahwa 
sesudah semua demonstrasi di istana Herod itu dan dalam kelas-kelas para
 terdidik di Jeruzalem, tidak ada seorangpun yang mengetahui tempat 
tinggal Keluarga Suci itu; dan bahwa kebodohan yang misterius ini 
menyebabkan pembantaian oleh Herod atas ratusan bayi-bayi di Betlehem 
dan sekitarnya. Keajaiban terakhir namun bukan yang terkecil yang 
disindirkan dalam narasi ini adalah dipenuhinya ramalan lain dari 
Jeremiah ( xxxi. 15), di mana Rahil digambarkan sebagai telah menangis 
dan meratapi pembunuhan atas kaum Ephraim di Ramah dan bukan Betlehem, 
dan ini, juga tujuh ratus tahun yang lalu, ketika keturunan Rahil 
dideportasi ke Asiria sementara dia sendiri telah meninggal jauh sebelum
 Yakub yang adalah suaminya berpindah ke Mesir! Matius yang sendirian di
 antara para ahli arsip dan sejarah kuno mengetahui peristiwa ini, tidak
 menceriterakan kepada kita apa kesan Raja Caspar dan para ahli 
bintangnya sesudah kunjungan mereka ziarah ke palung Betlehem. Yakinkah 
atau tidakkah mereka bahwa anak Maryam itu adalah seorang raja? Jika 
mereka dibujuk bahwa Jesus adalah seorang raja, mengapa bahwa kemudian 
Persia menindas agama Kristen hingga Persia memeluk agama Islam dalam 
abad ke tujuh? Tidak benarkah bahwa orang Persia tidak menerima cahaya 
dan informasi mengenai Jesus orang Nazareth dari para ahli sihir, namun 
hanya dari tentara Muslim yang dikirim oleh Kalifah kedua Umar?
Bukan maksud saya untuk sekaligus 
mengingkari kebenaran kunjungan beberapa orang Magi dari Timur ke ruang 
bawah tanah Jesus, tetapi semata-mata untuk menunjukkan keserakahan atau
 ambisi gereja untuk membesar-besarkan peristiwa biasa dalam kehidupan 
Jesus Kristus dan untuk memperagakan di dalamnya beberapa karakteristik 
supernatural.
Perisitwa lain yang sama indahnya yang 
berkaitan dengan artikel kita sekarang ini dicatat oleh Pengabar Injil 
Lukas ( ii. 1 – 20). Beberapa penggembala sedang mengamati kawanan 
gembalaannya di sebuah lapangan dekat Betlehem pada malam hari ketika 
Jesus dilahirkan di sebuah palung. Seorang malaikat mengumumkan 
kelahiran "Tuhan Penyelamat," dan tiba-tiba sekelompok malaikat 
menampakkan diri di langit dan menyanyikan dengan keras lagu ini:
Kemuliaan bagi Tuhan di Tempat Tertinggi,
Dan damai di bumi,
Dan di antara manusia itikad baik. (Ayat 14)
Dan damai di bumi,
Dan di antara manusia itikad baik. (Ayat 14)
Lagu malaikat yang tenar ini, dikenal 
dengan "Gloria in excelsis deo" dan dinyanyikan dalam semua gereja 
sacerdotal selama perayaan sakramen, adalah sayang sekali hanya sebuah 
terjemahan kabur dari teks Yunani, yang sama sekali tidak dapat dianggap
 bisa diyakini atau bernilai kebenaran, karena lagu itu tidak 
menunjukkan kepada kita kalimat aslinya dalam bahasa yang para malaikat 
melantunkannya dan yang dimengerti oleh para gembala Ibrani itu. Bahwa 
tuan rumah langit menyanyikan lagu gembira mereka dalam bahasa 
sipengggembala, dan bahwa bahasa itu bukan bahasa Yunani tetapi bahasa 
asli Ibrani – atau lebih baik Aramiah – adalah suatu kenyataan yang 
diakui. Dalam Kitab-Kitab Suci semua asma Allah, malaikat, sorga, para 
nabi, dan sebagainya, diungkapkan kepada kita dalam lidah orang Semit 
(Ibrani, Aramiah, Arab); dan untuk membayangkan bahwa mahluk langit itu 
menyanyikan lagu dalam bahasa Yunani kepada gembala Yahudi yang bodoh di
 daerah sekitar Betlehem sama artinya dengan percaya bahwa sekelompok 
malaikat semacam itu, di cakrawala di atas bukit-bukit tanah Kurdistan, 
menyanyikan sebuah lagu yang sama dalam bahasa Jepang untuk dicernakkan,
 atau ditebak, oleh beberapa penggembala Kurdistan!
Penampakan seorang malaikat kepada 
gembala sederhana dari Betlehem dan pengumuman tentang kelahiran seorang
 Nabi Besar pada malam hari itu, dan mendengar seruan Hallelujah para 
malaikat saja dan bukan oleh pendeta dan penulis yang sombong, adalah 
salah satu dari keajaiban yang tak terhitung yang dicatat dalam sejarah 
bangsa Israel. Tidak ada apa-apa dalam ceritera itu yang bisa dianggap 
sebagai suatu sifat yang begitu kontradiktif untuk membeberkan ceritera 
itu menjadi hal yang luar biasa. Seorang malaikat dapat menampakkan 
dirinya kepada seorang nabi atau kepada seorang pemuja Tuhan yang suci 
dan menyampaikan wasiyat Tuhan kepadanya di hadapan orang lain, namun 
sangat tidak nampak bagi mereka. Para gembala yang baik itu mempunyai 
hati dan kepercayaan yang baik, karena itu mereka itu dianggap pantas 
untuk suatu kurnia suci. Jadi dari sudut pandang agama tidaklah ada 
apapun yang tidak kompatibel atau yang tidak mungkin dalam peristiwa 
yang indah ini seperti dicatat oleh Lukas. Pengarang ceritera ini 
memperagakan artikulasi yang memiliki ketepatan yang tinggi, dia bijak 
dan berhati-hati dalam pernyataannya, dan dalam seluruh Injil dia 
mempergunakan gaya bahasa Yunani yang sangat bagus. Dengan 
mempertimbangkan kenyataan bahwa dia menulis bukunya lama sesudah 
kematian para apostel semuanya, dan bahwa dia telah meneliti dengan 
sangat seksama banyak sekali karya-karya mengenai Jesus dan Injilnya, 
tampaknya sangat mungkin bahwa dia sadar akan adanya legenda Magi dan 
menahan dirinya dari memasukkan hal itu ke dalam bukunya sendiri 1)
Dalam empat ayat pertama yang mengawali 
Injil ketiga ini disebutkan dengan tepat bahwa para apostel yang dia 
sebut sebagai "saksi dan utusan Tuhan," telah tidak menuliskan sendiri 
ceritera-ceritera tentang Gurunya dan ajarannya, namun hanya melalui 
tradisi telah meneruskan ceritera itu secara lisan kepada para 
pengikutnya atau penggantinya. Juga dengan jelas disebutkan bahwa sumber
 yang dipergunakan oleh Lukas untuk penyusunan Injilnya adalah berbagai 
"ceritera" yang dibuat oleh orang-orang yang telah mendengar 
ceritera-ceritera itu telah dinarasikan oleh para apostel dan 
orang-orang lainnya yang telah menyaksikan peristiwa dan doktrin itu, 
dan bahwa pengarang dengan sangat penuh perhatian telah meneliti semua 
ceritera itu dan memilih hanya yang sedemikian yang dia anggap benar dan
 patut dipercaya. Lebih lanjut tampak lebih jelas dengan pengakuan Lukas
 sendiri, yang dengan mudah dapat disimpulkan dari "Pendahuluan", bahwa 
dia mengklaim dirinya tidak menerima wahyu langsung apapun, juga dia 
tidak memberikan atribut apapun berupa karakter yang inspirasional ke 
dalam bukunya. Juga dengan aman dapat diasumsikan bahwa Injil pertama 
dan keempat belum ditulis ketika Lukas melakukan kompilasi narasinya 
sendiri, atau bahwa dia tidak melihat Injil pertama dan keempat 
tersebut; karena tidak mungkin dia telah dapat berspekulasi untuk 
menyeimbangkan atau menyangkal Injil yang ditulis oleh dua apostel, 
Matius dan Yohanes.
Observasi singkat ini yang dapat dilipat
 gandakan harus meyakinkan setiap pembaca yang tidak berpihak bahwa apa 
yang disebut "Empat Injil" tidak memperagakan tanda-tanda yang penting 
yang tidak bisa tidak harus ada pada setiap Kitab Suci yang mengklaim 
dirinya suatu inspirasi suci.
Gereja telah mempercayai bahwa pengarang
 Injil ketiga adalah tabib Lukas (Kolose iv. 14) yang menemani Paul 
dalam perjalanan misinya dan bersamanya sebagai tawanan di Roma ( 2 
Timotius iv. 11; Filemon 24, dsb). Tetapi di sini bukan tempatnya untuk 
membicarakan masalah pengarang buku itu, juga hal-hal ganjil lainnya 
yang penting. Cukup kiranya untuk mengatakan bahwa Lukas telah mencatat 
beberapa ceritera ibarat yang indah dan ajaran dari Sang Guru Suci, 
seperti ceritera ibarat "Orang Samaritan yang baik" ( x. 25 - 37); 
"Orang Kaya yang Serakah" ( xii. 15 –21); orang Farisi dan Publikan yang
 merasa benar sendiri ( xiii. 9 – 18); Ketekunan dalam berdo’a ( xi. 1 
–13); Domba yang hilang, Mata uang yang hilang, Anak laki-laki yang 
boros ( xv.); Orang kaya dan Lazarus yang miskin ( xvi. 19 – 31); kutu 
janda yang miskin ( xxi. ); suami yang jahat ( xx. 9 – 16); hakim yang 
tidak adil ( xviii. 1 – 8); Konversi Zacchaeus ( xix. 1 – 10); dan 
beberapa lainnya lagi. Namun yang terpenting di antara semua isi Injil 
ketiga adalah nyanyian malaikat yang menjadi judul dari studi dan 
kontemplasi kita saat ini.
Nyanyian ini seperti laiknya seluruh isi
 Perjanjian Baru tidak disajikan kepada kita dalam bahasa asli dengan 
mana lagu itu dinyanyikan, tetapi hanya dalam versi Yunani; dan Tuhan 
sendiri mengetahui sumber dari mana Pengabar Injil (Evangelist) kita 
menyalinnya, menterjemahkannya, atau semata-mata menarasikannya dari 
kabar angin.
Mungkinkah bahwa Nabi Jesus atau 
apostelnya tidak meninggalkan sebuah Injil yang sesungguhnya dan otentik
 dalam bahasa dengan mana Injil itu diwahyukan? Kalau ada sebuah Injil 
sebenarnya yang semacam itu, apa jadinya dengan Injil itu? Siapa yang 
menghilangkannya? Apakah itu dimusnahkan? Dan oleh siapa dan kapan? 
Pernahkah Injil itu diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani atau bahasa 
asing lainnya? Mengapa gereja tidak telah menyimpan untuk kita teks asli
 dari Injil yang sebenarnya, atau terjemahannya? Bila jawaban untuk 
pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah negatif , maka kita memberanikan 
untuk bertanya sebuah serial pertanyaan yang sama pentingnya; yaitu, 
mengapa apostel dan pengabar Injil bangsa Yahudi ini tidak menuliskannya
 dalam bahasanya sendiri tetapi semuanya dalam bahasa Yunani? Di mana 
nelayan Shimon Kipha (Simon Peter), Yohannan (Yohanes), Ya’kub (James), 
dan orang publikan Matius telah belajar bahasa Yunani agar dapat menulis
 satu serial Kitab-Kitab Suci? Jika anda berkata: "Ruh Suci telah 
mengajarkan mereka," maka anda membuat diri anda semata-mata bahan 
tertawaan. Ruh Suci bukanlah seorang guru tata bahasa dan bahasa. Akan 
diperlukan wahyu lain untuk menerangkan alasan atau kebijakan mengapa 
Ruh Suci harus membuat wahyu dalam bahasa Yahudi kepada seorang Israel 
dari Nazareth, lalu menyebabkannya untuk dimusnahkan, dan akhirnya 
mengajarkan bahasa Yunani kepada setengah lusin orang-orang Yahudi dan 
memberikan inspirasi kepada mereka masing-masing untuk menulis sebagian 
dari wahyu yang sama dengan gaya dan caranya sendiri!
Jikalau diperdebatkan bahwa Injil dan 
Epistles (surat-surat yang dibuat oleh salah seorang sahabat nabi Isa - 
pent.) telah ditulis agar berguna bagi orang-orang Yahudi yang tersebar,
 yang mengetahui bahasa Yunani, kami memberanikan untuk mencari 
keterangan: Manfaat apa saja yang dapat diraih oleh orang-orang Yahudi 
yang tersebar itu dari Perjanjian Baru; dan mengapa sebuah salinan 
daripadanya tidak telah dibuat untuk orang-orang Yahudi Palestina dalam 
bahasa mereka sendiri, mengingat kenyataan bahwa Jeruzalem adalah pusat 
Agama baru itu, dan Yakobus, "saudara laki-laki Tuhan Jesus" (Galatia i.
 19). adalah Presiden atau Kepala Gereja dan bertempat tinggal di situ 
(Kisah Para Rasul xv.; Galatia ii. 11 – 15, dsb.).
Akan menjadi usaha sia-sia yang sangat 
menyedihkan untuk menemukan satupun ceritera ibarat, ramalan atau pesan 
tentang Jesus yang diungkapkan dalam bahasanya sendiri. Sinode Nicea 
harus dianggap bertanggung jawab secara kriminil selamanya sebagai 
satu-satunya penyebab kehilangan yang tak dapat diperbaiki atas Injil 
Suci dalam teks bahasa aslinya Aramiah.
Adalah cukup jelas alasan mengapa saya 
begitu gigih mendesakkan keharusan mutlak untuk preservasi yang lengkap 
utuh atas firman-firman Allah yang diwahyukan; itu disebabkan karena 
hanya dokumen semacam itulah yang dapat dipertimbangkan sebagai 
terpercaya dan sah. Sebuah terjemahan, tidak peduli betapapun setia dan 
mampunya terjemahan itu mungkin telah dilakukan, tidak pernah dapat 
memelihara kekuatan yang tepat dan pengertian yang benar seperti 
terkandung dalam kalimat-kalimat dan ungkapan-ungkapan dalam bahasa 
aslinya. Setiap versi pasti tidak luput dari kemungkinan dipersoalkan 
dan dikritik. Keempat Injil ini misalnya, adalah bahkan bukan sebuah 
terjemahan, tetapi justru adalah teks asli dalam bahasa Yunani; dan yang terburuk daripadanya ialah keempat Injjil itu telah dikorupsi dengan adanya interpolasi kemudian.
Nah, di hadapan kita ada sebuah nyanyian
 suci, tanpa diragukan pastilah sudah dinyanyikan dalam dialek Semit, 
namun seperti adanya itu, telah disajikan kepada kita dalam versi bahasa
 Yunani. Tentu saja kita sangat ingin tahu kalimat-kalimatnya dalam 
bahasa aslinya dengan mana lagu itu telah dinyanyikan. Di sini saya 
meminta perhatian yang serius dari para pembaca akan padanan (ekivalen) 
yang tepat untuk sebuah istilah dalam bahasa Semit yang diterjemahkan ke
 dalam bahasa Yunani dengan "eudokia" dan diterjemahkan
 ke dalam bahasa Inggris dengan "good will." Nyanyian itu terdiri dari 
tiga bait. Subyek dalam bait pertama adalah Allaha (bahasa Aramiah), diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani dengan "Theos". Subyek dalam bait kedua adalah Shlama (bahasa Aramiah) dan diterjemahkan dengan "Eiriny"
 dalam bahasa Yunani. Dan subyek dalam bait ketiga adalah "eudokia" 
dalam bahasa Yunani, dan diterjemahkan oleh Vulgate (Injil dalam bahasa 
Latin - Pent.) dengan "Bona voluntas" serta oleh Pshittha (al-Basit) dengan "Sobhra Tabha" (diucapkan sovra tava).
Kedua versi itu (Vulgate dan Pshittha) 
yang telah diikuti oleh semua versi lainnya, telah gagal untuk 
menyampaikan arti dan pengertian yang sebenarnya dari kalimat "eudokia,"
 dan dengan sendirinya bait kedua dan ketiga tetap menjadi tidak berarti
 dan bahkan tanpa pengertian, jika bukan bahkan kedua-duanya tidak 
benar. Kekecewaan yang mungkin kita rasakan karena tidak mendapatkan 
kalimat yang tepat dari nyanyian sorgawi ini dalam bentuk aslinya, namun
 kita tak usah putus asa dalam usaha kita untuk menemukan dan 
mendapatkan pengertian yang sebenarnya yang terkandung dalam lagu itu.
Karenanya kita akan melanjutkan untuk 
menemukan arti etimologis yang sebenarnya dari kalimat dalam bahasa 
Yunani "Eiriny" dan "Eudokia" itu dan tafsir serta pengertian yang 
sesungguhnya lagu-lagu pujian malaikat itu.
Tafsir orang Kristen untuk "Eiriny" dan "Eudokia" adalah salah dan sama sekali tidak dapat dipertahankan.
Menurut interpretasi atas nyanyian ini 
oleh semua gereja Kristen dan sekte, kepercayaan akan kesucian Jesus 
Kristus, kepercayaan dalam penebusan dosa dan api neraka melalui 
kematiannya di atas tiang salib, dan kepercayaan untuk mengadakan 
komunikasi yang terus menerus dengan Ruh Suci, membawa "kedamaian" dan 
ketenangan ke dalam hati, dan membuat orang beriman menghibur terhadap 
masing-masing "good will," kebajikan dan saling mengasihi. Sejauh ini 
interpretasi ini telah diterima secara umum oleh kelompok Sakramen dan 
Pengabar Injil. Tetapi mereka tidak berhenti pada tiga pokok utama ini, 
dan dengan sangat hati-hati juga; karena sejauh itu tidak ada perdamaian
 umum dan tidak ada rekonsiliasi, tidak ada persetujuan dan persatuan, 
tidak ada good will dan saling mengasihi yang dirasakan di antara 
mereka. Lalu mereka saling berpisah dan mencoba cara lain untuk menjamin
 "perdamaian" dan "good will" ini. Kaum Sakramen bersikeras pada 
kepercayaan terhadap tujuh sakramen dan banyak dogma-dogma yang baik 
akal sehat maupun doktrin Jesus yang sederhana tidak dapat 
menenggangnya. Gereja, yang telah dibersihkan dengan darah Penebus dosa 
melalui air baptis yang telah disucikan secara misterius, telah menjadi 
Pengganti dari Domba dan tubuhnya; gereja, yang adalah tubuh dari Domba 
itu, memberi makan tubuhnya dengan roti dan anggur yang telah diberkati 
secara misterius, dan di transubstansikan ke dalam darah dan daging yang
 sebenarnya dari Pengantin Pria. Pengantin Wanita – Gereja – memiliki 
ketaatan tertentu terhadap "hati suci" Jesus, Maryam, dan Santo Jusuf; 
terhadap empat belas tingkat atau rumah Penyaliban; terhadap patung dan 
gambar dari ratusan orang-orang kudus dan syuhada; terhadap ribuan 
tulang belulang atau sisa-sisa dari orang-orang kudus dan syuhada yang 
otentik maupun yang fiktif; dan memuja air yang sudah diberkati persis 
seperti kepada Tuhan Yang Maha Kuasa! Namun tetap saja tidak ada 
kedamaian; semua dosa, yang serius atau tidak, harus diakui di hadapan 
seorang pendeta; dan itu adalah suatu kemutlakan bahwa si pendosa 
memperoleh dari "bapa spiritual" itu sesuatu yang memberikan rasa damai 
dan tenang dalam hatinya, dan memenuhinya dengan good will!!!
Kalau kita kembali kepada kelompok 
evangelikal dari berbagai aliran dan doktrin, kita akan menemukan mereka
 sedang mencoba untuk mendapatkan kedamaian internal melalui do’a 
langsung kepada tiga pribadi dari ketuhanan masing-masing secara 
individual – sekarang kepada Jesus, lain kali ke ruh Suci, lalu ke Bapa –
 dengan mata tertutup, tetapi dengan isyarat dan gerak-gerak oratorikal;
 dengan membaca Injil, dan dengan amalan-amalan lainnya secara pribadi 
maupun umum; dan kemudian mereka percaya bahwa mereka dipenuhi dengan 
Ruh Suci dan dalam kedamaian! Tetapi saya yakinkan para pembaca bahwa 
orang-orang Kristen "yang sangat menyesal" ini, yang melalui ketaatan 
mereka yang dibuat-buat atau yang sungguh-sungguh, berpura-pura telah 
memperoleh "kedamaian" dan telah memiliki "good will" terhadap 
tetangganya, mereka itu bukannya menjadi orang-orang yang patuh, lembut 
hati dan bersifat damai dengan sesamanya sebagaimana halnya Sang Guru 
yang ditirukannya, tetapi bahkan menjadi orang yang luar biasa penuh 
dengan syak wasangka dan amat sangat tidak toleran. Apakah dia seorang 
yang ortodoks atau heterodoks, ketika seorang Kristen keluar dari gereja
 di mana dia telah "ikut bergabung" dalam "Lord’s Communion" (Perjamuan 
Makan Bersama Tuhan, atau sakramen) yang mereka sebut dengan Institution
 of the Eucharist" atau "Lembaga Ekaristi" 2)
 mereka menjadi begitu fanatik yang hipokritikal (penuh kepalsuan) dan a
 sosial seperti misalnya lebih suka ketemu seekor anjing daripada dengan
 seorang Muslim atau Yahudi, karena mereka (Muslim dan Yahudi) itu tidak
 percaya akan trinitas dan dalam "Perjamuan Makan Malam Tuhan." Saya 
tahu hal itu. Saya biasa dalam keadaan sentimen seperti itu ketika saya 
masih seorang pendeta Katholik. Semakin banyak saya memikirkan diri 
saya, spiritual, suci dan tidak berdosa, semakin saya menjadi benci 
kepada orang-orang yang menyimpang (the heretics), terutama mereka yang 
tidak mempercayai trinitas.
Ketika ummat Kristen, terutama pendeta 
dan para pastor menjadi bersemangat dan fanatik dalam ketaatan dan 
amalan-amalan mereka yang aneh, mereka menjadi sangat terlalu 
terangsang, mengamuk, dan ofensif terhadap musuh-musuh agama mereka! 
Tunjukkan kepada satu orang Katholik, Schismatic atau seorang santo yang
 heretikal (menyimpang) sesudah Konsili Nicea, yang bukan seorang tiran,
 apakah itu dalam tulisannya, atau khotbahnya, atau dalam amalannya 
terhadap mereka yang dia anggap menyimpang (heretics). Inkuisisi Romawi 
adalah suatu kesaksian yang abadi terhadap pemenuhan (penggenapan) atas 
nyanyian evangelikal ini "Damai di atas bumi dan good will di antara 
sesama manusia!"
Jelas bahwa kedamaian sejati tidak dapat
 didapat dengan cara-cara buatan. Hanya ada tiga cara yang dapat 
memberikan kedamaian sejati dan sempurna; yaitu, 3) keyakinan yang mantap tak tergoyahkan akan Keesaan Allah yang mutlak; 4) penyerahan dan kepasrahan yang sempurna kepada Kehendak SuciNya; dan 5)
 meditasi dan kontemplasi yang berulang kali mengenai Allah. Orang yang 
sudah menjalani tiga cara ini adalah benar-benar seorang Muslim yang 
sesungguhnya dan praktis, dan kedamaian yang dia peroleh dengan cara itu
 adalah sejati dan tidak buatan. Dia menjadi orang yang memiliki 
toleransi, jujur, adil, dan bertenggang rasa; tetapi pada saat yang sama
 sangat siap untuk berjuang dengan segala kesungguhan dalam 
mempertahankan semua yang berkaitan dengan kemuliaan Allah dan 
kehormatannya sendiri bila terancam atau diserang. Jelaslah bahwa 
memperoleh kedamaian yang sempurna ini diwujudkan dengan keimanan 
batiniah dan penyerahan yang tegas kepada Sang Pencipta, dan bukan 
dengan amalan dan ritual lahiriah yang demonstratif. Amalan dan ritual 
semacam itu akan bermanfaat kepada kita hanya bila iman itu murni, dan 
penyerahan diri itu sukarela dan tanpa syarat.
Tetapi pastilah para malaikat itu telah 
tidak menyanyikan lagu itu untuk menghormati kedamaian pribadi atau 
individual, yang bagaimanapun terbatas secara komparatif pada sejumlah 
kecil orang-orang alim; tidak juga malaikat itu melakukan hal itu untuk 
memuji perdamaian universal yang imajiner, yang akan berarti perlucutan 
senjata atas bangsa-bangsa dan suatu penghentian perang dan permusuhan. 
Tidak; tidak satupun dari kedua macam kedamaian atau perdamaian itu yang
 merupakan obyek dari lagu itu. Kedamaian spiritual itu adalah suatu 
ketenangan hati dan kesadaran yang dikurniakan oleh Allah sebagai suatu 
penghargaan dan pemberkatan hanya kepada orang-orang beriman yang hanya 
sedikit yang telah membuat kemajuan besar dalam ketaatan dan kehidupan 
spiritual, dan mencintaiNya, di atas segalanya, dan mengorbankan 
cinta-cinta lainnya untuk kecintaanNya.
Juga bukan suatu perdamaian sosial atau 
politik untuk orang-orang Israel, karena sejarah selama dua puluh abad 
ini menunjukkan kebalikannya. Karena itu tidak mungkin malaikat itu 
telah menyanyi dan mengumumkan sebuah perdamaian yang tak pernah dapat 
diwujudkan atau dicapai. Maka pada satu sisi sesuai dengan kenyataan 
sejarah yang berturut-turut, dan mengingat pentingnya peristiwa itu 
maupun daerah di mana pengumuman yang istimewa ini telah dibuat, kita 
dipaksa, pada sisi lain, untuk menyimpulkan bahwa "perdamaian di
 muka bumi" ini tidak lain dan tidak bukan ialah kebangkitan Kerajaan 
Allah di atas bumi yang semakin mendekat, yaitu Islam. Bahasa Yunani "Eiriny" dalam bahasa Semit berarti "Shalom," – "Shlama," dan "Islam." Itulah kesemuanya.
Penyebutan "sejumlah besar sekali tuan 
rumah malaikat" memberikan pada lagu itu suatu sifat martial atau yang 
berhubungan dengan kejayaan. Benarlah itu merupakan petunjuk tunggal 
tentang kegembiraan pada bala tentara yang tergabung pada Kerajaan 
Langit, yang bermanfaat bagi sekutu mereka yang akan datang yang 
termasuk dalam Kerajaan Tuhan di atas bumi, yang mana bayi yang baru 
dilahirkan di Betlehem adalah Pengabar Injil dan Utusan yang terbesar.
Dalam berbagai peristiwa dalam rangka 
artikel ini, kita telah menerangkan bahwa Shalom dalam pengertiannya 
yang nyata dan praktis berarti sebuah agama yang baik, mantap, aman, 
terhormat, dan jalan damai, berhadapan dengan agama yang jahat, buruk, 
berbahaya, merusak, dan jalan yang membawa kepada penderitaan dan 
kehancuran. Dalam pengertian inilah bahwa Allah dalam wasiyatNya melalui
 nabi Yesaya ( xiv ) keapda Cyrus, memakai kata "Shalom" sebagai sinonim
 dengan kebaikan berhadapan dengan kejahatan. Ini adalah penafsiran 
tentang Islam yang tepat secara harfiah, etimologis, moral dan praktis, 
sebagai satu agama sejati , Kerajaan Allah yang amat berkuasa di atas 
bumi, dengan hukum dan petunjuk-petunjuknya yang tetap dan mantap 
terttulis dalam Al Qur’an.
Di luar Islam, yang secara harfiah Islam
 berarti "membuat perdamaian", penafsiran-penafsiran lain atau 
perdamaian imajiner adalah tidak cocok dengan pengertian di mana 
"Eiriny" dipergunakan dalam lagu malaikat yang penuh kejayaan itu. Dalam
 pengertian Islami kata itu bahwa Jesus Kristus dalam khotbah besarnya 
di bukit bersabda: "Diberkati orang-orang Muslim (secara harfiah berarti
 "pembuat perdamaian"); karena mereka akan disebut "Anak-Anak Tuhan" 
(Matius v. 9) 7) Dan perdamaian imajiner itulah yang disangkal oleh Nabi Jesus Kristus ketika beliau berseru:
 "Janganlah mengira bahwa aku datang untuk membawa damai di atas bumi; 
aku datang tidak untuk membawa damai tetapi sebuah pedang" (Matius x. 34
 – 36); atau seperti yang diungkapkan Lukas: "Aku datang untuk membakar 
bumi … Kamu kira bahwa aku datang untuk membawa perdamaian? Aku katakan,
 tidak; tetapi perpecahan … (Lukas xii. 49 -53).
Kedua pernyataan Jesus yang penting 
sekali dan saling bertentangan akan tetap sebagai teka teki, kecuali 
jika "Eiriny" itu ditafsirkan dalam pengertian agama Islam, karena kalau
 tidak demikian akan merupakan kerusakan yang tak dapat diperbaiki yang 
gereja Kristen telah melakukan komitmen dengan menerima Injil ini 
sebagai "Kalimat-Kalimat Tuhan yang diinspirasikan."
Bab 12
"EUDOKIA " BERARTI "AHMADIYEH" 
(Lukas ii. 14)
Untuk menterjemahkan sebuah masterpiece 
dari seorang penulis terkemuka dari versi bahasa asing jika orang itu 
meninggalkan tulisan-tulisan lainnya tetapi dalam bahasanya sendiri, 
akan tidak sangat sulit. Karena dengan begitu penterjemah itu dapat 
mempelajari jiwa, alasan-alasan teknis, dan ungkapan-ungkapan dalam 
karyanya, dan berusaha sebaik mungkin menurut kemampuannya untuk 
menterjemahkan buku itu kembali ke dalam bahasa aslinya. Tetapi seberapa
 jauh dia akan berhasil adalah suatu masalah yang hanya seorang 
penterjemah yang berkemampuan dapat memutuskan dan menentukannya. Sama 
saja halnya, apabila ada paling tidak sepasang surat atau tulisan Santo 
Lukas dalam bahasa Ibrani, kitab Injilnya secara komparatif dapat 
diterjemahkan dengan lebih sedikit kesulitan ke dalam bahasa selain 
daripada apa yang kini sudah dapat dilakukan. Namun sayang bahwa hal 
sedemikian itu bukanlah masalahnya. Karena tiada apapun yang tersisa 
dari tulisan-tulisan kuno dalam bahasa yang dipakai Jesus dari mana 
Santo Lukas menterjemahkan lagu malaikat itu; juga dia sendiri tidak 
meninggalkan kepada kita sebuah kitab lain dalam dialek Semit.
Agar saya menjadi lebih baik dimengerti,
 dan agar para pembaca yang berbahasa Inggris lebih baik menghargai arti
 penting yang luar biasa dari masalah ini, saya memberanikan untuk 
menantang para sarjana dalam literatur Inggris dan Perancis untuk 
menterjemahkan kembali sebuah buku drama karya Shakespeare dalam editi 
Perancis ke dalam bahasa Inggris tanpa melihat teks asli yang berbahasa 
Inggris, dan untuk menunjukkan kelembutan dan keelokan (grace and 
elegance) karya aslinya juga.
Ahli filsafat Muslim yang besar Ibn Sina
 (Avicenna) menulis dalam bahasa Arab, dan beberapa dari bukunya 
kemudian diterjemahkan kembali dari bahasaf Latin ke bahasa Arab karena 
yang asli telah hilang. Apakah reproduksi ini merupakan teks yang persis
 sama karya Aristotle Muslim ini? Pastilah tidak!
Dalam artikel sebelum ini dalam serial 
ini, mengenai "Eiriny" kita telah membicarakan masalah penterjemahan ini
 hingga batas tertentu; dan kita tidak menjumpai kesulitan untuk 
menemukan ekivalen dalam bahasa Ibrani dari "Shalom", karena 
kedua-duanya identik baik dalam Septuagint maupun dalam teks Ibrani. 
Namun kata Yunani "Eudokia" tidak demikian halnya, sebaik pengetahuan 
saya, dalam versi Septuagint, dan sangatlah sukar untuk menemukan 
ekivalen atau sinonim dalam bahasa aslinya. Santo Barnabas tidak 
menyebutkan nyanyian malaikat dan ceritera tentang Gembala dari Betlehem
 itu dalam Injilnya; demikian pula Synoptic lainnya atau surat-surat 
dalam Perjanjian Baru.
Bahasa Yunani modern sering menggunakan 
kata "Eudokia" dan "Eudoxia" untuk kata sebutan feminin; dan kedua kata 
benda ini terdiri dari dua unsur: "eu" dan "dokeo" dari yang terakhir 
disebut itu diturunkan "doxa" yang berarti "kemuliaan" atau "pujian" dan
 sebagainya.
Untuk menemukan kata asli dalam bahasa 
Semit dalam lagu yang didengar dan diceriterakan oleh gembala yang saleh
 itu, dan yang pengabar Injil Lukas memformulakannya sebagai "Eudokia", 
kita dipaksa untuk menyelidiki dan menjejaki dengan benar dari akar kata
 dalam bahasa Yunani dan derivasinya. Namun sebelum melakukan itu, 
adalah perlu untuk memberikan kritik dan menunjukkan versi-versi yang 
salah yang telah melingkari arti Eudokia yang sebenarnya dan menutupi 
kabar kenabiannya terhadap Ahmad atau Muhammad.
Ada dua versi utama dalam Perjanjian 
Baru dari teks Yunani, yang satu berasal dari yang disebut bahasa 
"Syriac," dan yang lain dalam bahasa Latin. Keduanya menyandang judul 
yang sama pentingnya yaitu "Simplex" atau "Simple" yang keduanya berarti
 "Pshittha" dan "Vulgate". Terdapat bahan informasi yang baru tentang 
kedua versi kuno yang terkenal itu yang pasti memalukan bagi para ahli 
sejarah Kristen yang paling terpelajar dan ahli-ahli teologi yang paling
 dogmatik. Namun untuk saat ini cukup kiranya untuk mengatakan bahwa 
versi Aramiah (1) yang disebut Pshittha adalah lebih 
tua daripada Vulgate yang dalam bahasa Latin. telah diketahui secara 
umum bahwa Gereja Roma untuk selama empat abad pertama tidaklah memiliki
 Kitab-Kitab Sucinya atau Liturgy dalam bahasa Latin tetapi dalam bahasa
 Yunani. Sebelum Konsili Nicea tahun 325 M, Canon dari kitab-kitab 
Perjanjian Baru belum selesai (completed) atau lebih baik (sudah) mapan 
(established).Ada beberapa lusin Injil dan Surat-Surat (Epistles) yang 
membawa beberapa nama apostel yang berbeda-beda dan sahabat-sahabat 
Jesus lainnya, yang oleh berbagai masyarakat Kristen dianggap sebagai 
suci, tetapi buku-buku itu ditolak oleh Konsili Nicea sebagai palsu.
Karena tempat kedudukan atau pusat 
bahasa dan pelajaran bahasa Syria adalah Orhai, yaitu Edessa, dan tidak 
pernah Antiokia, di sinilah buku-buku Perjanjian Baru itu diterjemahkan 
dari bahasa Yunani sesudah Konsili Nicea yang terkenal dengan nama 
buruknya itu.
Penelitian dan studi yang mendalam mengenai literatur dan sejarah Kristen masa awal akan menunjukkan bahwa pendeta-pendeta pertama dari Injil adalah orang-orang Yahudi yang berbahasa Aramiah atau Syriac kuno.
 Apakah "Injil" ini adalah sebuah dokumen yang tertulis, atau sebuah 
doktrin yang tidak tertulis atau sebuah agama yang diajarkan dan 
disiarkan secara lisan, adalah suatu masalah tersendiri dan terletak di 
luar ruang lingkup pembicaraan kita saat ini. Namun satu hal adalah 
pasti dan betul ada dalam batas-batas pokok pembicaraan kita ini, yaitu 
orang-orang Kristen masa awal itu melakukan upacara keagamaan mereka 
dalam bahasa Aramiah. Itu adalah bahasa yang umum dipergunakan oleh 
orang-orang Yahudi, Syria, Funisia, Kaldea dan Asiria. Nah sekarang 
menjadi jelas bahwa orang-orang Kristen yang termasuk dalam 
bangsa-bangsa yang berbahasa Aramiah pastilah lebih memilih membaca buku
 dan berdo’a dalam bahasa mereka sendiri, dan dengan sendirinya berbagai
 Injil, Surat-Surat, buku-buku do’a, dan liturgi ditulis dalam bahasa 
Syria. Bahkan orang Armenia sebelum mereka ciptakan alfabet mereka 
sendiri dalam abad kelima, telah mempergunakan huruf Syria.
Pada pihak lain, orang-orang 
yang telah berpindah agama yang bukan orang Yahudi dari ras Semit 
(non-Semitic gentile) ke "jalan baru" membaca Perjanjian Lama dalam 
versi bahasa Yunani dari "Seventy." Dengan begitu para sarjana filsafat 
Yunani dan mantan pendeta "agama" mitologi Yunani, sekali telah 
mengalami perubahan agama ke keyakinan yang baru dan dengan Septuagint 
di hadapan mereka, dapat saja tidak mengalami kesukaran dalam 
memproduksi "Perjanjian Baru" sebagai pelengkapan atau kelanjutan dari 
Perjanjian Lama.
Bagaimana Injil yang sederhana 
dari Utusan Allah dari Nazareth itu telah menjadi sumber dari dua alam 
pikiran Semitik dan Hellenistik yang kuat dan berlaku saat itu; dan 
bagaiman alam pikiran Yunani yang politeistik itu akhirnya melibas 
kepercayaan monoteistik Semit di bawah Kaisar Yunani-Latin yang 
tiranikal, dan di bawah Uskup-Uskup Trinitarian dari Byzantium dan 
Romawi yang paling tidak toleran dan penuh ketakhayulan, adalah semua 
itu merupakan titik saat-saat ekstrim untuk studi yang mendalam oleh 
sarjana-sarjana Muslim.
Lalu ada masalah-masalah mengenai 
kesatuan keyakinan, tentang doktrin, dan tentang teks yang telah 
diungkapkan. Untuk selama lebih dari tiga abad Gereja Kristen tidak 
mempunyai Perjanjian Baru seperti bentuknya sekarang yang kita lihat. 
Tidak satupun gereja-gereja Semit maupun Yunani, demikian pula Antiokia,
 Edessa, Byzantium dan Romawi yang memiliki semua buku dari Perjanjian 
Baru, juga tidak memiliki empat Injil itu sebelum Konsili Nicea. Dan 
saya heran bagaimana gerangan atau apa jadinya kepercayaan Kristen itu 
yang hanya memiliki Injil Lukas, atau Markus, atau Yohanes, mengenai 
dogma-dogma perihal Eucharist, Pembaptisan, Trinitas, konsep ajaib 
tentang Jesus, dan beberapa lusin dogma dan doktrin lainnya! Pshittha 
versi Syria tidak memuat apa yang disebut "Yang Penting-Penting" 
("Essential") atau "Kalimat-Kalimat Dogma" ("Institutional Words") yang 
kini masih ada dalam Injil Lukas ( xxii. 17, 18, 19). Dua belas ayat 
terakhir dari enam belas pasal dari Injil kedua tidak diketemukan dalam 
manuskrip kuno Yunani. Apa yang disebut "Do’a Tuhan" (Matius vi. 9; 
Lukas xi. 2) tidak dikenal oleh pengarang –pengarang Injil kedua dan 
keempat. Pada kenyataannya banyak ajaran penting yang dimuat dalam satu 
Injil tidak diketahui oleh Gereja yang tidak memiliki Injil itu. 
Akibatnya ialah bahwa tidak mungkin dapat ada keseragaman dalam 
pemujaan, disiplin, otoritas, keyakinan, perintah-perintah, dan hukum 
dalam masa awal gereja, persis seperti sekarang yang juga tidak ada. 
Semua yang dapat kita kumpulkan dari literatur tentang Perjanjian Baru 
adalah bahwa orang-orang Kristen dalam era apostel memiliki Kitab-Kitab 
Suci Yahudi sebagai Injil, dengan Injil yang berisi wahyu yang 
sebenarnya yang diturunkan kepada Jesus, dan bahwa substansinya persis 
sama seperti ketika dinyatakan dalam "Nyanyian Malaikat" ("Seraphic 
Canticle") yaitu ,ISLAM dan AHMADIYEH. Misi khusus yang ditugaskan oleh 
Allah kepada NabiNya Jesus adalah untuk mengembalikan atau merubah 
orang-orang Yahudi dari kepercayaan yang menyimpang dan salah mengenai 
Al Masih keturunan Daud (Davidic Messiah), dan untuk meyakinkan mereka 
bahwa Kerajaan Tuhan di muka bumi yang mereka harapkan bukanlah datang 
dari Al Masih keturunan Daud, tetapi keturunan keluarga Ismail yang 
bernama AHMAD, yang ekivalen sebenarnya dari namanya telah dituliskan 
dalam Injil Yunani dalam bentuk "Eudoxos" dan "Periclytos" dan bukan 
"Paraclete" seperti diciptakan oleh gereja. Dengan sendirinya bahwa 
"Periclyte" itu akan merupakan salah satu pokok pembicaraan utama dalam 
serial artikel ini. Namun apapun arti dari "Paraclete" (Yohanes xiv. 16,
 26; xv. 26; dan xvi. 7) atau kartografi etimologis-nya, tetap ada 
kebenaran yang bersinar yang ditinggalkan oleh Jesus sesudahnya dan 
sebuah agama yang belum selesai untuk dilengkapkan dan disempurnakan 
oleh apa yang dilukiskan oleh Yohanes atau Yahya (ubi supra) dan Lukas( 
xxiv. 49) sebagai "Ruh" (Spirit). "Ruh" ini bukan Tuhan, yang ketiga 
dari tiga dalam trinitas ketuhanan, tetapi Ruh Suci dari Ahmad, yang 
telah ada seperti Ruh para Nabi lainnya di Sorga (cf Injil Barnabas). 
Jika Ruh Jesus, berdasarkan kesaksian seorang apostel, Yohanes ( xvii. 
5, dsb), telah ada sebelum beliau menjadi manusia, orang-orang Muslim 
juga dapat dibenarkan seratus persen untuk mempercayai telah adanya Ruh 
Nabi Muhammad saw berdasarkan kesaksian seorang apostel juga, Barnabas! 
Dan mengapa tidak? Karena masalah ini akan dibicarakan dalam artikel 
berikutnya, untuk saat ini semua yang ingin saya tanyakan kepada gereja 
Kristen adalah ini: Apakah semua gereja Kristen di Asia, Afrika, dan 
Eropah memiliki Injil keempat sebelum Konsili Nicea? Bila jawabannya 
meyakinkan adanya, berdo’alah, bawalah bukti-bukti anda; bila jawabannya
 adalah sebaliknya, maka harus diakui bahwa sebagian besar orang Kirsten
 tidak mengetahui apa-apa tentang "Paraclete" – nya Santo Yohanes, 
sebuah kata yang dikorupsi yang tidak berarti baik "penghibur" 
(comforter) ataupun "perantara" (mediator) atau tidak berarti apapun! 
Hal ini pastilah suatu tuduhan yang serius dan menyedihkan terhadap 
agama Kristen.
Namun kembali pada pokok persoalan. 
Pshittha telah menterjemahkan kata "Eudokia" dalam bahasa Yunani (Orang 
Yunani membacanya "Ivdokia," atau mungkin mengucapkannya "Ivthokia") 
seperti halnya "Sobhra Tabha" (diucapkan: "Sovra Tava"), yang berarti 
"harapan baik" (good hope) atau " antisipasi yang baik" (good 
anticipation); sedang sementara itu di pihak lain Latin Vulgate (Injil 
dalam bahasa Latin) telah menterjemahkan "Eudokia" sebagai "Bona 
Volunta" atau "good will" – "itikad baik".
Tanpa takut saya menantang semua pakar 
atau sarjana Yunani, jika mereka berani, untuk menentang saya bila saya 
menyatakan bahwa para penterjemah buku-buku versi Syria dan Latin telah 
membuat kesalahan yang serius dalam interpretasi mereka atas kata 
"Eudokia." Bagaimanapun harus saya akui bahwa saya dengan berhati-hati 
tidak dapat menyalahkan para penterjemah itu yang dengan kesengajaan 
telah merusakkan arti istilah dalam bahasa Yunani ini; karena saya 
menyadari bahwa kedua versi itu mempunyai sebuah dasar yang tidak 
signifikan untuk membenarkan terjemahan mereka masing-masing. Namun 
meskipun demikian, haruslah dicatat bahwa mereka dengan begitu telah 
kehilangan pengertian ramalan dan arti yang sesungguhnya dari 
perbendaharaan kata bahasa Semit ketika mereka merubahnya ke dalam kata 
dalam bahasa Yunani "Eudokia."
Ekivalen yang tepat dan harfiah dari 
"good hope" dalam bahasa Yunani bukan "eudokia," tetapi "eu elpis" atau 
agaknya "euelpistia." Eksposisi dari ‘evelpistia" (pengucapan yang benar
 dalam bahasa Yunani) cukup untuk membuat Pshittha diam. Istilah yang 
persis dan pasti yang sama untuk "bona volunta" dalam bahasa Latin atau 
"good will" dalam lidah Yunani pastilah bukan "eudokia," tetapi 
"euthelyma." Dan penjelasan yang singkat namun mematikan ini sekali lagi
 adalah sebuah bantahan yang mencukupi kepada para pendeta dari Vatikan,
 dari Phanar (Konstantinopel), dan dari Canterbury, yang melagukan 
"Gloria in Excelsis" ketika mereka merayakan sebuah Misa atau melakukan 
sakramen lainnya.
- ETIMOLOGI DAN PENGERTIAN "EUDOKIA"
 - pendapat atau kepercayaan
 - dogma, prinsip, doktrin, dan
 - anticipasi atau harapan.
 - ETIMOLOGI DARI BENTUK BAHASA IBRANI MaHMaD DAN HiMDaH, DAN PENGERTIANNYA
 - Hamad. Kata kerja in yang terbuat dari tiga konsonan yang penting "hmd" dan umum bagi semua dialek Semit, di manapun dalam Tulisan Suci dari bangsa Ibrani menunjukkan arti: mendambakan, jatuh cinta, rindu akan, senang dan gembira dalam," ("to covet, fall in love, long for, take pleasure and delight in") dan "bergairah sekali" ("to desire ardently"). Mereka yang mengetahui bahasa Arab akan dengan sendirinya mengerti arti yang komprehensif dari kata "Shahwat" yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan "lust, cupidity, ardent desire, and appetite." Begitulah arti dan pengertian yang tepat dari kata kerja "hamad" dalam Kitab Suci Ibrani. Salah satu dari perintah dari "Sepuluh Perintah" (Dacalogue) dari Taurat atau Hukum mengandung pasal yang berikut ini: "Lo tahmod ish reikha" artinya "Engkau tidak boleh merindukan isteri tetanggamu" ("Thou shalt not covet the wife of thy neighbour") - Exodus xx. 17).
 - Hemed. sebagai substantif dalam kedudukan maskulin, dan "Himdah" dalam kedudukan feminin, mempunyai arti: "nafsu, gairah, keenakan, kesenangan, obyek kerinduan dan kegairahan, kecantikan" ("lust, desire, pleasantness, delight, object of longing and desire, loveliness") – Hagai ii. 7; Jeremiah xxv. 34, dsb.).
 - MaHMaD, MaHaMoD (Ratapan i. 7, 10; ii. 4, dsb.), bentuk-bentuk partisip ini berasal dari kata kerja "hamad" dan berarti "paling didambakan, menyenangkan, mengenakkan, lezat, menarik, mulia, dicintai" ("most covetable, delightful, pleasant, delicious, charming, precious, beloved")
 - Karena itu akan diamati bahwa kata dalam bahasa Yunani "eudokia" harus merupakan representasi harfiah dari substantif dalam bahasa Ibrani HiMDaH, dan bahwa keduanya berarti: "kesenangan, keenakan, kenikmatan yang baik, gairah, kecantikan, kemuliaan," ("delight, pleasantness, good pleasure (bon plaisir), desire, loveliness, preciousness") dan beberapa kata sinonim lainnya.
 
Sekarang marilah kita melanjutkan usaha memberikan arti yang sebenarnya dari "Eudokia".
Sisipan depan yang bersifat kata sifat 
"eu" menunjukkan "baik, baik atau sehat, lebih , paling " ("good, well, 
more, most,") seperti dalam kata "eudokimeo" yang berarti "dihargai, 
disetujui, dicintai" ("to be esteemed, approved, loved,") dan "untuk 
mendapatkan kemuliaan" ("to acquire glory"); "eudokimos" berarti "sangat
 dihargai, paling terkenal dan mulia" ("very esteemed, most renowned and
 glorious"); "eudoxos" berarti "paling termasyhur dan mulia" ("most 
celebrated and glorious"); "eudoxia" berarti "seorang yang terkenal, 
kemasyhuran" ("celebrity, renown"). Substantif dalam bahasa Yunani 
"doxa" yang dipergunakan dalam kata majemuk "orthodox". "doxology" dan 
sebagainya, berasal dari kata kerja "dokeo." Setiap siswa literatur 
berbahasa Inggris mengetahui kata "doxa" berarti "kemuliaan, kehormatan,
 kemasyhuran" (" glory, honor, renown"). Terdapat banyak ungkapan dalam 
pengarang-penganrang klasik Yunani di mana "doxa" dipergunakan untuk 
menunjukkan "kemuliaan" ("glory"); "Peri doxis makheshai" berarti 
"berjuang untuk kemuliaan" ("to fight for glory"). Seorang orator Athena
 yang terkenal Demosthenes "lebih menyukai kemuliaan daripada kehidupan 
yang tenang" ("preferred glory to a tranquil life"), "kemuliaan yang 
sama dengan kemuliaan para dewa" ("glory equal to that of the gods"). 
Saya menyadari kenyataan bahwa "doxa", meskipun jarang, dipergunakan 
untuk menunjukkan
Namun pada umumnya pengertiannya yang 
umum dan komprehensif adalah "kemuliaan" ("glory"). Sebenarnya, bagian 
pertama dari Canticle diawali dengan "Doxa (Glory) bagi Allah Yang Maha 
Tinggi."
Dalam "Dictionnaire Grec - Francais" - 
kamus bahasa Yunani – Perancis (diterbitkan dalam tahun 1846 di Paris 
oleh R.C. Alexandre) kata "eudokia" diterjemahkan sebagai 
"bienveillence, tendresse, volunte, bon plaisir," ("benevolence, tender,
 goodwill, good pleasure") dan sebagainya; dan pengarangnya memberikan 
"dokeo" sebagai akar kata dari "doxa" dengan berbagai arti dan 
pengertiannya seperti telah saya sebutkan di atas.
Orang-orang Yunani yang ada di 
Konstantinopel yang saya mempunyai beberapa kenalan di antara para 
guru-gurunya, sementara sependapat mengartikan "eudokia" dengan 
"kegembiraan, kecantikan, kesenangan, dan keinginan" ("delight, 
loveliness, pleasantness, and desire"), juga mengakui bahwa kata itu 
berarti "seorang yang termasyhur, terkenal, keterhormatan" ("celebrity, 
renown, honourability") dalam pengertian aslinya sekaligus.
Saya yakin bahwa jalan satu-satunya 
untuk mengerti arti dan semangat Injil adalah untuk mempelajarinya dari 
sudut pandang yang Islami. Hanya dengan begitu kemudian bahwa sifat yang
 sesungguhnya dari Wahyu Suci dapat dimengerti, dihargai dan dicintai. 
Juga hanya kemudian bahwa unsur-unsur yang lancung, palsu, dan heterogen
 di dalamnya dapat diketemukan dalam ciri-cirinya yang paling hitam dan 
dihilangkan. Dan dari sudut pandang inilah bahwa saya menyambut baik 
kata dalam bahasa Yunani "Eudokia" yang dalam pengertian yang sebenarnya
 dan harfiah dengan sangat mengagumkan sesuai dengan "Mahmad, Mahamod, 
Himdah" dan "Hemed" dalam bahasa Ibrani yang begitu sering dipergunakan 
dalam Perjanjian Lama.
Bahwa bentuk dalam bahasa Arab untuk 
"MuHaMmaD" dan bentuk dalam bahasa Ibrani "MaHMaD dan MaHaMoD berasal 
dari satu kata kerja atau akar kata yang sama, dan bahwa keduanya, 
meskipun ada sedikit perbedaan ortografi antara keduanya, mempunyai satu
 asal dan pengertian yang umum sedikitpun tidak diragukan sama sekali. 
Saya telah memberikan pengertian dari bentuk-brentuk dalam bahasa Ibrani
 sebagaimana orang Yahudi dan para lexicografer telah memahaminya.
Nah, dari yang tersebut di atas itu akan
 diperoleh pengertian bahwa ekivalen yang sesuai dengan MaHaMoD dalam 
bahasa Ibrani tidak bisa lain daripada "eudoxos" yang adalah obyek dari 
kegairahan dan kerinduan, yang paling menyenangkan, mengenakkan dan 
didambakan, dan yang paling mulia, disetujui, dicintai, dan dihargai.
Bahwa di antara anak-anak Adam nama 
Muhammad harus telah diberikan untuk pertama kalinya hanya kepada anak 
Abdullah dan Aminah di kota Mekkah, adalah suatu keajaiban yang unik 
dalam sejarah agama-agama. Tak mungkin ada alat yang artifisial, usaha, 
atau pemalsuan dalam hal ini. Orang tuanya dan saudara-saudaranya adalah
 orang-orang yang "fitr" lurus tetapi tidak tahu apa-apa tentang ramalan
 dalam Kitab-Kitab Suci Ibrani atau Kristiani mengenai seorang Nabi 
besar yang dijanjikan untuk datang mengembalikan dan mendirikan agama 
Islam. Pilihan mereka akan nama Muhammad atau Ahmad tidak dapat 
diterangkan sebagai suatu kejadian yang bertepatan atau peristiwa yang 
kebetulan. Hal itu sudah barang tentu suatu takdir Tuhan dan karena 
ilham.
Apakah penyair-penyair dan ahli-ahli 
sastra Arab telah memelihara atau tidak memelihara pengertian kuno dari 
partisip pasif bahasa Ibrani dari bentuk pi’el dari kata kerja hamad, 
saya tidak mempunyai sarana apapun untuk membuktikan dengan satu atau 
cara lainnya. Namun bentuk partisip pasif dalam bahasa Arab dari 
konjugasi pi’el dari kata kerja hammida adalah Muhammad, dan bahwa kata 
yang sama himmid dalam bahasa Ibrani adalah Mahmad atau Mahamod. 
Pertalian antara kesamaan dan identitas kedua bentuk itu tidak dapat 
dipermasalahkan.
Dengan setia saya telah mereproduksikan 
pengertian dari bentuk-bentuk dalam bahasa Ibrani seperti telah 
diberikan oleh para lexicografer dan penterjemah. Namun pengertian 
intrinsik atau spiritual dari "Himdah" dan "Mahamod" adalah: "pujian dan
 pantas untuk dipuji, seorang yang termasyhur dan dihormati, kemuliaan 
dan mulia" ("praise and praiseworthy, celebrity and celebrated, glory 
and glorious"). Karena di antara mahluk dan benda yang diciptakan, apa 
yang dapat "lebih mulia, terhormat, terkenal, dan terpuji daripada yang 
paling didambakan dan dirindukan" ("more glorious, honorable, 
illustrious, and praised than that which is most coveted and desired"). 
Di dalam pengertian praktis inilah bahwa Al Qur’an mempergunakan kata 
"hamdu" dari mana kata Ahmad dan Muhammad berasal, dan "hamdu" adalah 
kata yang sama dengan "hemed" dalam bahasa Ibrani. Kemuliaan Nabi 
Muhammad saw melampaui kemuliaan mahluk lainnya yang manapun, seperti 
dilukiskan oleh Daniel ( vii 0, dan dalam wahyu Allah: "Law la ka lama 
Khalaqna ‘l-Aflaka" yang artinya: " Kalau bukan karena engkau, kalau 
bukan karena engka (wahai Muhammad yang tercinta), Kami tidak telah 
menciptakan dunia" (atau langit). tetapi kehormatan dan kemuliaan yang 
tertinggi yang diberikan oleh Allah kepada UtusanNya yang paling 
dihargai adalah bahwa beliau diperintahkan untuk mendirikan dan 
menyempurnakan agama Allah yang sejati, yang bernama "Islam," yang 
seperti nama Nabi Muhammad saw memiliki begitu sangat banyak pengertian 
yang menghibur dan menyehatkan: "damai, jaminan, keamanan, ketenangan, 
keselamatan" ("peace, security, safety, tranquility, salvation") dan 
"Kebaikan" berhdapan dengan "Kejahatan"; tambahan lagi pengertian 
penyerahan diri dan kepasrahan kepada Kehendak Allah. Visi dengan mana 
Gembala yang saleh dihormati dalam peristiwa kelahiran Jesus Kristus 
adalah tepat dan menguntungkan. Karena seorang Misionaris besar Allah, 
seorang Evangelis Islam telah dilahirkan. Karena Jesus adalah Utusan 
dari Kerajaan Allah, demikian pula Injilnya adalah suatu Introduksi 
kepada Al Qur’an. Kebangkitan Jesus adalah permulaan suatu era baru 
dalam sejarah agama dan moral. Beliau sendiri bukan "Mahamod" yang harus
 datang sesudahnya untuk menghancurkan Yang Jahat dan Kerajaan 
Penyembahan Berhala di Tanah jang Dijanjikan. "Binatang Keempat" 
kekuasaan Romawi yang kuat, masih bertumbuh dan melebarkan daerah 
taklukannya. Jeruzalem, dengan kuil dan kependetaan yang indah, akan 
dihancurkan oleh Binatang itu. Jesus "datang kepada kaumnya sendiri; 
tetapi kaumnya itu tidak sudi menerimanya." Dan mereka di antara 
orang-orang Yahudi yang menerima beliau dijadikan "anak-anak Kerajaan" 
tetapi sisanya tersebar di seluruh dunia. Kemudian diikuti oleh sepuluh 
penindasan yang mengerikan di bawah Kaisar Romawi yang penyembah berhala
 yang telah memahkotai ribuan orang dengan tiara kesyahidan; dan 
Constantine Agung dan pengganti-penggantinya dibenarkan untuk menumpas 
orang-orang yang beriman sesungguhnya pada Keesaan Allah. Kemudian 
adalah Nabi Muhammad saw – bukan tuhan atau anak tuhan, tetapi "Anak 
Manusia yang mulia, didambakan, yang paling terkenal, Bar Nasha yang 
sempurna" yang harus datang dan menghancurkan Binatang itu.
Bab 13
YAHYA PEMBAPTIS MENGUMUMKAN TENTANG SEORANG NABI YANG SANGAT BERKUASA
John Pembaptis atau Yahya Pembaptis, 
menurut ceritera empat orang Pengabar Injil, adalah sepupu dan hidup 
semasa dengan Jesus, hanya kira-kira enam bulan lebih tua daripada 
Jesus. Al Qur’an tidak menyebutkan apa-apa tentang kehidupan dan karya 
Nabi ini kecuali bahwa Tuhan melalui para malaikat, telah memberitahu 
ayahnya Zakariya: "Allah menyampaikan kabar gembira kepadamu tentang 
(lahirnya) Yahya. Yang membenarkan sebuah Kalimat dari Allah. Seorang 
yang mulia, suci. Seorang Nabi di antara orang yang saleh." (Q.3 : 39). 
Tidak ada yang diketahui tentang masa bayinya, kecuali bahwa beliau 
seorang dari Nazareth yang hidup di belantara, memakan belalang dan madu
 liar, menutup tubuhnya dengan secarik kain dari bulu onta, yang diikat 
dengan korset kulit. Diyakini beliau termasuk dalam sebuah sekte agama 
Yahudi yang disebut "Essenes" dari siapa telah dikeluarkan "Ibionites" 
orang-orang Kristen awal yang karakteristik utamanya adalah menahan diri
 dari kenikmatan dunia. Sebenarnya istilah yang deskriptif dalam Al 
Qur’an tentang Nabi pertapa ini ialah "hasura" yang berarti "suci" dalam
 pengertian semua kata – menunjukkan bahwa beliau menjalani sebuah 
kehidupan membujang yang penuh kesucian, kemiskinan dan kesalehan. 
Beliau tidak terlihat dari masa awal mudanya hingga beliau seorang 
laki-laki dewasa dalam usia 30 tahun atau lebih, ketika beliau memulai 
misinya berdakwah tentang penyesalan dosa dan pembaptisan 
pendosa-pendosa yang menyesal dengan air. Banyak orang tertarik datang 
ke belantara Judea untuk mendengarkan khotbah Nabi baru yang berapi-api;
 dan orang-orang Yahudi yang menyesal itu dibaptis oleh beliau 
diperairan sungai Jordan. Beliau mencela orang-orang Farisi dan para 
Pendeta yang berpendidikan tetapi fanatik, dan mengancam orang-orang 
Saduki yang terpelajar tetapi rasional dengan pembalasan yang akan 
datang. Beliau menyatakan bahwa beliau membaptis mereka hanya dengan air
 saja sebagai simbol pemurnian hati dengan penyesalan. Beliau 
mengabarkan bahwa akan datang sesudah beliau seorang Nabi yang akan 
membaptis mereka dengan Ruh Suci dan api; yang akan akan mengumpulkan 
gandumnya ke dalam lumbung dan membakar sekam dengan api yang tidak 
terpadamkan.
Selanjutnya beliau menyatakan bahwa 
beliau yang akan datang sesudahnya sampai titik tertentu lebih superior 
daripadanya sendiri dalam kekuasaan dan martabat yang Yahya Pembaptis 
mengakui tidak pantas atau tidak berharga untuk membungkuk membukakan 
tali kasutnya. Hal itu terjadi dalam salah satu dari kegiatan 
pembaptisan oleh Yahya Pembaptis bahwa Jesus orang Nazareth juga datang 
dan masuk ke dalam air sungai Jordan dan dibaptis oleh Nabi Yahya 
seperti orang-orang lain. (Markus i. 9) dan Lukas (iii.21) yang 
menceriterakan pembaptisan Jesus oleh Yahya Pembaptis ini tidak 
mengetahui ucapan Yahya Pembaptis dalam masalah ini seperti disebut 
dalam Matius (iii), di mana dinyatakan bahwa Pembaptis itu berkata 
kepada Jesus: "Akulah yang perlu dibaptis olehmu, dan engkau datang 
kepadaku?" Kepada ucapan mana Jesus menjawab: "Marilah kita menggenapkan
 kebenaran"; dan kemudian beliau membaptis Yahya. Sinoptik menyebutkan 
bahwa ruh nubuah datang kepada Jesus dalam bentuk seekor burung merpati 
pada saat beliau keluar dari air, dan sebuah suara terdengan berkata: 
"Inilah anakKu yang tercinta, dengan siapa Aku merasa senang."
Injil Keempat (Yohanes) tidak mengetahui
 apapun tentang Jesus yang dibaptis oleh Yahya; namun menceriterakan 
kepada kita bahwa Pembaptis itu ketika melihat Jesus berseru: "Lihatlah 
Domba Tuhan itu," dan sebagainya (Yohanes i.). Injil Keempat ini 
berpura-pura bahwa Andrew adalah murid Pembaptis, dan sesudah 
meninggalkan gurunya membawa saudara laki-lakinya Simon kepada Jesus 
(Yohanes i.) – sebuah ceritera yang tanpa malu bertentangan dengan 
pernyataan dari Pengabar Injil yang lain (Matius iv. 18-19; Markus i. 
16-18). Dalam Injil Santo Lukas ceritera itu sama sekali lain; di sini 
Jesus mengenal Simon Peter sebelum dia dijadikan murid (Lukas iv. 
38-39); dan keadaan yang menyebabkan Sang Guru menerima anak-anak 
laki-laki Junus dan Zebedee sebagai muridnya adalah sama sekali asing 
bagi Pengabar Injil itu (Lukas iv. 1-11). Keempat Injil dari kaum Gereja
 Trinitarian itu berisi banyak pernyataan yang bertentangan tentang 
dialog antara dua Nabi yang bersepupu itu. Dalam Injil Keempat kita baca
 bahwa Pembaptis itu tidak mengetahui siapa Jesus itu adanya hingga 
sesudah beliau dibaptis, ketika Ruh yang berupa sebuah burung merpati 
turun dan bertengger padanya (Yohanes i.); sementara itu Santo Lukas 
berceritera kepada kita bahwa Pembaptis itu, ketika masih sebuah foetus 
atau janin dalam kandungan ibunya, mengenal dan memuja Jesus, yang juga 
adalah sebuah janin yang lebih muda dalam perutnya Maryam (Lukas i. 44).
 Lalu kita diberitahu lagi bahwa Pembaptis itu ketika ada di penjara, di
 mana beliau dipotong kepalanya (Matius xi. xiv), tidak mengetahui sifat
 sebenarnya dari misi Jesus!
Terdapat indikasi yang misterius 
tersembunyi dalam pertanyaan yang diajukan oleh para pendeta dan kaum 
Levi kepada Nabi Yahya. Mereka bertanya pada Pambaptis: "Apakah anda itu
 Al Masih? Apapah anda Eliyah?" Dan ketika beliau menjawab: "Bukan!" 
mereka berkata: "Kalau anda bukan Al Masih dan juga bukan Eliyah, dan 
juga bukan Nabi itu, mengapa anda membaptis?" (Yohanes i.). Karena itu 
akan dicatat bahwa, menurut Injil Keempat itu, Yahya Pembaptis itu 
bukanlah Al Masih, bukan pula Eliyah dan bukan pula Nabi itu! Dan saya 
memberanikan diri untuk bertanya kepada Gereja Kristen, yang percaya 
bahwa yang telah memberikan inspirasi semua pernyataan yang bertentangan
 ini adalah Ruh Suci, yaitu yang ketiga dari tiga tuhan, siapa lalu yang
 dimaksudkan oleh pendeta-pendeta Yahudi dan kaum Levi itu dengan "And 
that Prophet"? Jika tidak, maka apa manfaat duniawiyah dari Injil yang 
penuh kepalsuan dan interpolasi ini? Sebaliknya bila anda mengetahui 
siapa Nabi itu, mengapa anda diam seribu bahasa?
Dalam kutipan di atas (Yohanes i.) 
dengan jelas disebutkan bahwa Pembaptis itu berkata bahwa beliau bukan 
seorang Nabi; sementara Jesus diceriterakan sebagai telah berkata: "tak 
ada laki-laki yang dilahirkan oleh semua wanita yang lebih besar 
daripada Yahya" (Matius xi.). Benarkah Jesus telah membuat pernyataan 
sedemikian itu? Apakah Yahya Pembaptis itu lebih besar dari Ibrahim, 
Musa , Daud dan Jesus sendiri? Dan dalam hal apa beliau lebih superior 
dan lebih agung? Kalau kesaksian Jesus tentang anak Zakariya ini otentik
 dan benar, maka keagungan dari "Pemakan Belalang di dalam belantara" 
itu hanya dapat berarti dalam hal kezuhudannya atas dunia dan segala 
isinya, pengingkaran terhadap dirinya sendiri, dan mencegah dirinya dari
 dunia dengan segala kemewahan dan kenikmatannya; keinginannya yang 
membara untuk mengajak orang-orang untuk menyesali dosa; dan berita 
baiknya tentang "Nabi itu."
Atau seperti apa yang akan dikatakan 
oleh gereja, bahwa keagungan beliau karena beliau adalah sepupu, hidup 
semasa dengan dan menyaksikan Jesus? Nilai dan keagungan seseorang 
ataupun seorang Nabi dapat ditentukan dan dihargai melalui karyanya. 
Kita sama sekali tidak tahu apa-apa tentang jumlah orang-orang yang 
telah dikonversikan (pindah agama) melalui dakwah dan pemurnian dengan 
pembatisan oleh Yahya. Tidak juga kita diberi tahu mengenai akibat 
konversi pada sikap orang-orang Yahudi yang menyesali dosa itu terhadap 
"Domba Tuhan."
Kristus dikatakan sebagai telah 
menyatakan bahwa Yahya Pembaptis adalah inkarnasi dari Nabi Eliyah 
(Matius xi. 14, xvii. 12; Lukas i. 17), sedangkan Yohanes dengan jelas 
berkata pada perutusan orang-orang Yahudi bahwa beliau bukan Eliyah, 
bukan Kristus, juga bukan Nabi itu (Yohanes i.).
Dari Injil yang penuh dengan pernyataan 
yang berlawanan dan saling menyangkal itu, dapatkah seseorang membuat 
sebuah kesimpulan yang benar? Atau dapatkah seseorang itu mencoba untuk 
menemukan kebenaran? Tuduhan itu adalah luar biasa menyedihkan dan 
serius, karena orang-orang yang tersangkut di dalamnya bukan mahluk 
kebanyakan yang mortal (bisa mati) seperti kita sendiri, tetapi dua 
orang Nabi yang keduanya diciptakan di dalam kandungan oleh Ruh dan 
terlahir dengan penuh keajaiban – yang satu tidak mempunyai ayah, sedang
 yang lain orang tuanya adalah orang-orang yang sudah tua bangka yang 
steril dan mandul. Urgensi dari tuduhan itu bahkan lebih serius bila 
kita sampai pada mempertimbangkan sifat dari dokumen di mana 
pernyataan-pernyataan yang bertentangan itu termuat. Para penceritera 
itu adalah para Pengabar Injil, orang-orang yang disangkakan sebagai 
mendapat inspirasi dari Ruh Suci, dan catatan-catatan mereka dianggap 
sebagai sebuah wahyu! Namun di situ ada kebohongan, sebuah pernyataan 
palsu, atau suatu pemalsuan disatu tempat. Eliyah (Elias/Ilyas) 
dikatakan akan datang sebelum "Nabi itu" (Matius iv. 5, 6); Jesus 
mengatakan: "Yahya adalah Eliyah"; dan Yahya mengatakan: "Aku bukan 
Eliyah," dan ini adalah Kitab Suci yang sakral dari ummat Kristen yang 
telah membuat kedua pernyataan yang positif dan sekaligus juga negatif!
Adalah mutlak tidak mungkin mendapatkan 
kebenaran, agama yang sejati, dari Injil-Injil ini, kecuali jika mereka 
dibaca dan diteliti dari sudut pandang Islami dan secara Unitarian. 
Hanyalah kemudian bahwa kebenaran itu dapat disimpulkan dari kepalsuan, 
yang otentik dibedakan dari yang palsu. Semangat dan iman Islam 
sendirilah yang dapat menyaring Injil dan membuang sekam atau sampah dan
 kesalahan dari halaman-halamannya. Sebelum lebih jauh melanjutkan 
dengan menunjukkan bahwa Nabi yang dinubuahkan oleh Pembaptis itu tidak 
dapat lain selain daripada Nabi Muhammad saw, saya harus meminta 
perhatian serius dari pembaca artikel saya terhadap satu atau dua hal 
penting berikut ini.
Pertama, dapat dicatat bahwa orang-orang
 Muslim sangat menghormati dan memuliakan semua Nabi, terutama mereka 
yang nama-namanya disebut dalam Al Qur’an, seperti Yahya (John) dan Isa 
(Jesus); dan mempercayai bahwa para apostel dan murid Jesus adalah 
orang-orang kudus. Namun karena kita tidak mempunyai tulisan-tulisan 
mereka yang asli dan tidak telah dicemari, dengan sendirinya kita tidak 
dapat membayangkan sekejappun adanya kemungkinan bahwa salah satu dari 
kedua Pemuja Allah yang agung ini telah saling mempertentangkan diri.
Hal lain yang penting untuk dicatat 
adalah Injil Barnabas dengan sangat berarti diam seribu bahasa tentang 
Yahya Pembaptis. Injil ini yang tidak pernah menyebut nama Yahya, 
meletakkan nubuahnya tentang "Nabi yang lebih berkuasa" itu di mulut 
Jesus Kristus. Di situlah Kristus, ketika sedang berbicara tentang Ruh 
Nabi Muhammad saw sebagai telah diciptakan sebelum Ruh semua Nabi, telah
 berkata bahwa begitu mulia saat ketika beliau datang (sehingga) Jesus 
akan menganggap dirinya sendiri sebagai tidak berharga untuk berjongkok 
dan membuka tali kasutnya.
"Penyeru" agung di belantara itu, dalam 
rangka khotbah kepada banyak orang, biasa berseru dengan keras dan 
mengatakan: "Aku baptiskan engkau dengan air kepada penyesalan dan 
keampunan dosa. Namun ada seorang yang datang sesudah aku yang lebih 
kuasa daripada aku, yang tali kasutnya aku tidak pantas untuk 
membukanya; beliau akan membaptis engkau dengan Ruh dan api." 
Kalimat-kalimat ini telah diceriterakan dengan berbeda oleh para 
Pengabar Injil, namun semuanya mengandung pengertian yang sama tentang 
rasa hormat yang tertinggi dan perhatian mengenai kepribadian yang 
mengagumkan dan kemuliaan yang penuh keagungan dari Nabi yang sangat 
berkuasa yang dinubuahkan di dalam kalimat-kalimat itu. Kalimat dari 
Pembaptis ini sangat deskriptif tentang cara ketimuran yang berkaitan 
dengan keramah tamahan dan kehormatan yang dianugerahkan kepada seorang 
tamu yang mulia. Pada saat tamu itu melangkah masuk, tuan rumah atau 
salah satu dari anggota keluarga itu bergegas menyambut dan membukan 
kasutnya, dan mengawalnya ke sebuah sofa atau bantal duduk. Bila tamu 
itu meninggalkan rumah itu hal yang sama berupa tindakan yang penuh 
hormat itu diulangi; dia dibantu mengenakan kasutnya, tuan rumah 
berjongkok mengikatkan tali kasutnya.
Apa yang ingin dikatakan oleh Yahya 
Pembaptis adalah bahwa seandainya beliau itu harus menjumpai Nabi yang 
mulia itu, beliau pastilah akan menganggap dirinya sendiri sebagai tidak
 pantas menerima kehormatan membongkok untuk membuka tali kasutnya. Dari
 penghormatan yang oleh Pembaptis telah diberikan sebelum kedatangan 
"Nabi itu" (paid beforehand) satu hal yang pasti: bahwa Nabi yang 
dinubuahkan dikenal oleh semua Nabi sebagai Adon mereka, Tuan mereka, 
Sultan mereka; bila tidak demikian maka seseorang yang begitu terhormat,
 Utusan Allah yang suci dan tidak berdosa seperti Yahya itu, pastilah 
tidak akan telah membuat pengakuan dengan rendah hati sedemikian itu.
Nah kini tinggallah tugas untuk 
menentukan identitas dari "Nabi itu." Karena itu artikel ini harus 
dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
- Nabi yang dinubuahkan itu bukan Jesus Kristus; dan
 - Nabi yang dinubuahkan itu adalah Muhammad.
 
Setiap orang mengetahui bahwa gereja 
Kristen telah selalu menganggap Yahya Pembaptis sebagai seorang bawahan 
Jesus, dan bentaranya. Semua komentator Kristen menunjuk Jesus sebagai 
obyek kesaksian dan nubuah dari Yahya.
Meskipun bahasa para Pengabar Injil 
telah dirusak oleh para interpolator kearah itu, namun kecurangan atau 
kesalahan tidak dapat selamanya lepas dari mata yang menyelidik dari 
seorang pengritik dan seorang peneliti yang tidak berpihak. Jesus tidak mungkin sebagai obyek dari kesaksian Yahya, karena:
- 
Preposisi "sesudah" (after) itu jelas mengecualikan Jesus dari Nabi yang dinubuahkan. Keduanya (Yahya dan Jesus – Pent.) adalah hidup dalam satu masa dan dilahirkan dalam satu tahun yang sama. "Beliau yang datang sesudah aku" kata Yahya, "lebih kuat daripada aku." Kata "sesudah" ini menunjukkan masa datang itu ada pada jarak yang tidak terbatas (indefinite); dan dalam bahasa pernubuahan hal itu menyatakan satu putaran masa atau lebih. Sangat termasyhur di kalangan para Sufi dan mereka yang menjalani kehidupan spiritual dan seorang yang melakukan kontemplasi bahwa setiap putaran, yang dianggap sama dengan lima atau enam abad, akan muncul Jiwa Seorang Yang Termasyhur yang agung yang dikelilingi oleh beberapa satelit yang muncul di beberapa bagian dunia, dan memperkenalkan gerakan keagamaan dan sosial yang agung yang berlangsung untuk beberapa generasi sampai seorang Nabi lain yang bersinar, yang disertai oleh murid-murid dan para sahabat yang banyak, muncul dengan reformasi dan pencerahan yang monumental. Sejarah agama yang sejati, dari Nabi Ibrahim hingga Muhammad saw, dengan demikian dihiasi dengan peristiwa-peristiwa yang membuka era baru di bawah Nabi Ibrahim, Musa, Daud, Zorobabel, Jesus dan Muhammad saw. Masing-masing era baru itu ditandai dengan isyarat-isyarat karkateristik yang khusus. Masing-masing membawa kemajuan dan kemudian memudar dan berkarat sampai munculnya seorang termasyhur lain pada adegan itu, dan seterusnya ke bawah hingga bangkitnya Yahya, Jesus dan Apostel satelit (Nabi Muhammad saw ? – Pent.).
 - 
Bukanlah Jesus yang dimaksudkan oleh Yahya, karena jika itu adalah masalahnya maka beliau pasti sudah mengikuti Jesus dan menyerahkan dirinya kepadanya sebagai seorang murid dan bawahannya. Namun hal itu bukan persoalannya. Sebaliknya kita dapati beliau berkhotbah dan membaptis, menerima pemula dan murid-murid, menghukum Herod demi kebaikan, mencela hirarki orang-orang Yahudi, dan meramalkan kedatangan seorang Nabi lain "yang lebih berkuasa" daripada dirinya, tanpa sedikitpun memperhatikan kehadiran sepupunya di Judea atau Galilee.
 - 
Meskipun gereja Kristen telah menjadikan Jesus sebagai seorang tuhan atau seorang anak tuhan, kenyataan bahwa beliau telah dikhitan seperti setiap orang Israel, dan dibaptis oleh Yahya seperti seorang Yahudi kebanyakan, membuktikan bahwa masalahnya adalah justru kebalikannya. Kalimat-kalimat yang dipertukarkan antara Pembaptis dan yang dibaptis di perairan sungai Jordan tampak sebagai suatu interpolasi atau suatu hal yang umum karena kalimat-kalimat itu bertentangan dan bersifat menipu. Jika benar Jesus sebagai orang yang diramalkan oleh Pembaptis sebagai "yang lebih berkuasa" dari dirinya sendiri, yang dengan begitu beliau "tidak pantas untuk membungkuk dan membuka ikatan tali kasutnya," dan bahwa "beliau akan membaptis dengan Ruh dan api," maka tidak ada keperluannya ataupun logikanya bahwa Jesus telah dibaptis oleh orang yang lebih rendah dari dirinya di sungai seperti orang Yahudi kebanyakan yang menyesali dosa! Ungkapan Jesus: "Akan bijaksana bagi kita untuk menggenapi semua keadilan," adalah tidak dapat difahami. Mengapa dan bagaimana "semua keadilan" akan diwujudkan oleh mereka jika Jesus telah dibaptis? Ungkapan ini sama sekali tidak berarti apa-apa. Hal itu disebabkan entah karena interpolasi atau sebuah klausul telah dengan sengaja dihilangkan. Inilah suatu kejadian yang menyediakan dirinya sendiri untuk dipecahkan dan diinterpretasikan oleh semangat Islam. Dari sudut pandang orang Islam, satu-satunya logika dalam ungkapan Jesus ini adalah bahwa Yahya melalui mata seorang Sufi, merasakan sifat nubuah yang ada pada orang Nazareth itu, dan mengiranya untuk sementara sebagai Nabi Akhir Allah yang Agung, dan akibatnya menarik diri untuk membaptiskannya; dan bahwa itu terjadi hanya sesudah Jesus mengakui identitasnya sendiri bahwa beliau mengizinkan untuk membaptisnya.
 - 
Kenyataan bahwa Yahya selagi ada di penjara mengirimkan muridnya kepada Jesus dan bertanya: "Apakah anda Nabi itu yang akan datang, atau haruskah kita menunggu yang lain lagi?" jelas sekali menunjukkan bahwa Pembaptis tidak mengetahui anugerah tentang nubuah pada diri Jesus hingga beliau mendengar, ketika ada dalam penjara, tentang keajaibannya. Kesaksian Matius ini ( xi.3) bertentangan dengan dan membatalkan ceritera dalam Injil Keempat (Yohanes i.) di mana disebutkan bahwa Pembaptis itu ketika melihat Jesus, berseru: "Lihat Domba Tuhan yang menghapuskan dosa dunia itu!" Pengabar Injil yang keempat itu tidak mengetahui apapun tentang kesyahidan yang kejam atas Yahya (Matius xiv; Markus vi. 14-29).
 - 
Yahya Pembaptis tidak mungkin menjadi bentara Jesus Kristus dalam arti di dalam mana gereja menafsirkan misinya. Beliau diperkenalkan kepada kita oleh Injil sebagai "suara yang berseru keras di tengah belantara," sebagai penggenapan dari pasal dalam Yesaya (xl.3), dan sebagai bentara Jesus Kristus atas otoritas Nabi Malakhi (Malakhi iii. 1). Untuk menyatakan bahwa misi atau tugas Pembaptis adalah menyiapkan jalan untuk Jesus – yang terdahulu dalam kapasitasnya sebagai seorang bentara dan yang kemudian dalam kapasitasnya sebagai Penakluk yang berjaya yang datang "tiba-tiba ke kuilnya", dan di sana mendirikan agamanya "Shalom" dan menjadikan Jeruzalem dengan kuilnya lebih mulia daripada sebelumnya (Hagai ii. 8) – adalah sama dengan mengakui kegagalan total atas seluruh permasalahan.
 
Yahya mendapatkan bangsanya sudah 
bekerja keras di bawah penindasan kejam Romawi, dengan Herod mereka yang
 jahat dan prajurit-prajurit yang kafir. Beliau menyaksikan orang-orang 
Yahudi yang bodoh diselewengkan oleh seorang pemimpin agama yang 
koruptif dan sombong, Kitab Suci Injil dirusak dan diganti dengan 
literatur nenek moyang yang penuh takhayul. Beliau melihat bahwa 
orang-orang itu telah kehilangan harapan untuk diselamatkan, kecuali 
bahwa Nabi Ibrahim, yang adalah bapak bangsa mereka, mau menyelamatkan 
mereka. Beliau memberi tahu mereka bahwa Nabi Ibrahim tidak menghendaki 
mereka sebagai anak-anaknya, karena mereka itu tidak berharga bagi 
seorang ayah yang seperti Nabi Ibrahim itu, tetapi bahwa "Tuhan dapat 
membangkitan anak-anak bagi Ibrahim dari batu-batu ini" (Matius iii.). 
Kemudian mereka memiliki harapan yang samar-samar akan datangnya Al 
Masih, seorang dari keturunan keluarga Daud, yang mereka nantikan waktu 
itu, seperti juga mereka kini menantikannya, untuk datang dan 
mengembalikan kerajaan Daud di Jeruzalem.
Nah, ketika utusan orang Yahudi dari 
Jeruzalem itu bertanya: "Apakah anda Al Masih itu?" dengan marah beliau 
memberikan jawaban negatif terhadap pertanyaan ini maupun pertanyaan 
berikutnya. Hanya Tuhan sendiri mengetahui omelan dan teguran apa yang 
telah mereka dengar dari uncapan-ucapan marah Nabi Suci dari Belantara 
yang gereja atau sinagog dengan hati-hati tidak membiarkan omelan dan 
teguran itu muncul dalam bentuk tulisan.
Dengan mengesampingkan hal-hal yang 
berlebih-lebihan, yang terbukti telah ditambahkan kepada Injil-Injil, 
kami sepenuhnya percaya bahwa Pembaptis memperkenalkan Jesus sebagai Al 
Masih yang sejati, dan memberi nasehat orang banyak untuk mematuhinya 
dan mengikuti perintahnya dan Injilnya. Tetapi dengan jelas beliau 
mengatakan kepada orang-orang itu bahwa ada seorang terkenal lain yang 
agung dan yang terakhir yang begitu mulia dan dihargai di hadapan Allah 
yang Yahya tidak pantas untuk membuka tali kasutnya.
Dari sudut pandang Islam dan kaum 
Unitarian, adalah suatu kemustahilan moral bahwa seorang Pembaptis 
seperti Yahya Pembaptis, yang digambarkan Al Qur’an sebagai "Sayyidan, 
Master wa Hasuran, suci, dan seorang Nabi dari fihak yang lurus" harus 
menggunakan ungkapan-ungkapan yang bersifat kafir (paganish expression) 
tentang Jesus Kristus (Domba Tuhan – Pent.). Sifat dan esensi sebenarnya
 dari misi Yahya adalah untuk berdakwah tentang pertobatan dosa, yaitu 
bahwa setiap orang itu bertanggung jawab atas dosanya dan harus 
menanggungnya, atau menghilangkannya sendiri dengan menyesali dosa atau 
bertobat. Pembaptisan itu hanya penyucian dari luar saja atau pemandian 
sebagai sebuah simbol pengampunan dosa, namun hal itu ialah kontribusi, 
pengakuan (kepada Tuhan, dan kepada dia yang terluka karena dosa itu, 
jika secara mutlak perlu) dan sebuah ikrar untuk tidak mengulanginya 
lagi, yang dapat menghilangkan dosa itu. Jika Jesus itu "Domba Tuhan" 
untuk menghilangkan dosa dunia, maka khotbah Yahya akan menjadi – Tuhan 
melarang! – tidak masuk akal dan tidak berarti apa-apa! Tambahan lagi 
Yahya yang lebih baik daripada yang lainnya telah mengetahui bahwa 
kalimat semacam itu (jika keluar – Pent.) dari bibirnya pasti akan telah
 menyebabkan – seperti sudah selalu demikian halnya – suatu kesalahan 
yang tidak dapat diperbaiki yang pasti akan menodai dan merusak bentuk 
gereja Kristus secara keseluruhan. Akar dari kesalahan yang telah 
menodai agama gereja itu harus dicari dan ditemukan dalam bisnis 
"vicarious sacrifice" (pengorbanan yang dilakukan untuk orang lain? – 
Pent.) yang tak masuk akal ini! Apakah "Domba Tuhan" itu telah menghapus
 dosa dari dunia ini? Lembaran-lembaran hitam "sejarah eklesiastikal" 
dari gereja-gereja yang telah menyeleweng ("heretical") yang manapun 
yang banyak sekali dan bersikap bermusuhan akan menjawab dengan sebuah 
kata "TIDAK" yang besar! "Domba-domba" dalam kotak-kotak pengakuan dosa 
dapat berceritera kepada anda melalui keluhan mereka di bawah beban 
besar dari dosa-dosa yang beraneka ragam yang dilepaskan dari bahu 
mereka yang , sekalipun (ada) ilmu pengetahuan dan sivilisasi mereka, 
ummat Kristen membuat dosa-dosa lebih mengerikan, pembunuhan, pencurian,
 berlebih-lebihan dalam banyak hal, perzinaan, perang, penindasan, 
perampokan, dan keserakahan yang tidak pernah terpuaskan untuk 
menaklukkan dan uang daripada dosa-dosa seluruh manusia dijadikan satu.
Bagaimanapun satu hal adalah benar 
seperti benarnya dua tambah dua sama dengan empat – bahwa keseluruhan 
proyek, sesuai dengan pandangan yang berlebihan dari ummat Kristen, 
membuktikan kegagalan total. Karena dari sudut pandang yang manapun kita
 meneliti penafsiran oleh gereja, kegagalan itu tampak jelas. Sebaliknya
 daripada menerima pangerannya di Jeruzalem di Pintu Gerbang Kuil dengan
 mengenakan tiara dan kemurnian hati, di tengah seruan-seruan ekstatik 
orang-orang Yahudi, bentara itu menerimanya, telanjang seperti dia 
sendiri, di tengah sungai Jordan; dan kemudian memperkenalkannya, 
sesudah mencelupkan tuannya ke dalam air, kepada khalayak sebagai 
"Lihatlah, inilah Al Masih itu!" atau "ini ialah Anak Tuhan!" atau 
"lihatlah Domba Tuhan!" sama saja berarti semata-mata menghina 
orang-orang Israel atau menghujat; atau semata-mata memperolok Jesus 
maupun membuat dirinya sendiri bahan ejekan.
Karakter sebenarnya dari misi asetik 
yang keras, dan arti sejati dari khotbahnya, sekaligus telah disalah 
fahami oleh gereja, tetapi dimengerti oleh para pendeta Yahudi dan 
"casuist" (kelompok orang yang irasional) yang dengan keras kepala 
menolaknya. Saya akan menangani soal ini dalam artikel yang akan datang,
 dan menunjukkan bahwa sifat dari misi Yahya maupun obyek dari wasiyat 
Kristus kepada orang-orang Yahudi adalah sangat berbeda dengan apa yang 
gereja berpura-pura mempercayainya.
Bab 14
NABI YANG DIRAMALKAN OLEH PEMBAPTIS PASTILAH NABI MUHAMMAD SAW 
Ada dua pernyataan yang berarti tentang 
Yahya Pembaptis yang dibuat oleh Jesus Kristus, namun dicatat dalam 
suatu cara yang misterius. Pernyataan yang pertama tentang Pembaptis itu
 ialah bahwa Yahya diperkenalkan kepada dunia sebagai reinkarnasi dari 
Eliyah dari Perjanjian Lama. Misteri dengan mana sebutan ini diliput 
terdiri dari hal berdiam diri Kristus yang berarti mengenai identitas 
orang yang diharapkan akan diungkapkan oleh Eliyah secara resmi dan 
memperkenalkannya kepada dunia sebagai Nabi Terakhir. Bahasa Jesus dalam
 hal ini sangat luar bisa tidak jelas, bermakna ganda (ambiguous), dan 
misterius. Jika Yahya itu Eliyah, seperti dinyatakan dengan jelas dan 
tanpa takut, lalu mengapa orang itu yang bentaranya ialah Eliyah tidak 
disebut dengan jelas dan tanpa takut? Jika Jesus adalah "Utusan Dalam 
Perjanjian (Covenant)" dan Dominator - terjemahan Vulgate untuk "Adon" 
yang bahasa Ibrani - (Malakhi iii. 1), mengapa dia tidak secara terbuka 
mengatakannya begitu? Jika dia dengan berani menyatakan bahwa itu 
bukan dia sendiri tetapi seorang Nabi lain yang adalah "Dominator" 
tersebut, maka sesungguhnya pastilah sebuah tangan kriminal telah 
menghapus dan mengganti kalimat-kalimat Jesus itu dari Injil yang asli.
 Dalam semua peristiwa, adalah Injil-Injil itu yang harus bertanggung 
jawab atas makna ganda dan ketidak jelasan. Tak dapat digambarkan 
kecuali sebagai pengrusakan setani (diabolical) atas teks yang telah 
menyesatkan milyaran orang Kristen selama begitu banyak abad. Jesus, 
apapun yang beliau percaya sebagai yang beliau wakili, harus, untuk 
mengatakan paling tidak, telah menunjukkan dirinya sendiri sebagai orang
 yang berterus terang (straightforward), dan telah dengan berterus 
terang berkata: "Yahya adalah Eliyah yang telah diutus sebagai seorang 
bentara untuk menyiapkan jalan bagiku!" Atau jika itu bukan masalahnya, 
maka beliau pasti sudah membuat pernyataan berikut: "Yahya adalah Eliyah
 yang telah diutus untuk menyiapkan jalan bagi Nabi Muhammad saw." 
Barangkali ini sebagai akibat kecintaan Jesus untuk kegandaan makna 
(ambiguity). Sebenaryalah ada beberapa kejadian – seperti diceriterakan 
dalam Injil – di mana Jesus memberikan sebuah jawaban atau membuat 
sebuah pernyataan yang tidak jelas and sama sekali tidak bisa 
dimengerti. Dengan mengesampingkan hal ketuhanannya (his godhead), 
sebagai seorang Nabi, tidak, bahkan sebagai seorang guru, beliau 
diharapkan sebagai guru dan pemimpin yang berterus terang.
Pernyataan yang lain bahkan diliputi 
dengan misteri yang lebih pekat. "Tiada laki-laki yang dilahirkan dari 
seorang wanita yang lebih besar daripada Yahya Pembaptis," kata Jesus, 
"tetapi yang terkecil di Kerajaan Sorga adalah lebih besar daripada 
Yahya." Apakah Jesus bermaksud untuk mengajarkan kepada kita bahwa Yahya
 Pembaptis dan semua Nabi dan orang-orang beriman ada di luar Kerajaan 
Tuhan? Siapakah yang "terkecil" yang "lebih besar" daripada Yahya, dan 
dengan sendirinya daripada semua orang-orang Tuhan yang ada sebelum 
Pembaptis? Apakah Jesus bermaksud dengan "terkecil" itu dirinya 
sendiri, atau "yang terkecil" diantara orang-orang Kristen yang telah 
dibaptis? Tidak mungkin itu dirinya sendiri, karena pada masanya 
Kerajaan itu belum lagi berdiri di muka bumi ini; kalau itu dia sendiri,
 maka dia tidak dapat menjadi "yang terkecil" di dalamnya, karena dia 
adalah pendirinya. Gereja-gereja, atau lebih tepat setiap gereja, 
ortodoks atau heterodoks, dari sudut pandang mereka sendiri yang janggal
 – telah menemukan pemecahan yang sangat kompleks atau tidak masuk akal 
untuk masalah ini; dan pemecahan masalah itu ialah bahwa orang Kristen 
"yang terkecil" yang telah dicuci dengan darah Jesus – melalui sakramen 
pembaptisan menurut keyakinan Sacerdotal, atau melalu regenerasi tertenu
 menurut takhayul Pengabar Injil – menjadi "lebih besar" daripada 
Pembaptis dan semua bala tentara yang terdiri dari orang laki-laki 
maupun perempuan yang suci, termasuk di dalamnya Nabi Adam, Nuh, 
Ibrahim, Musa, Daud, Eliyah, Daniel dan Yahya Pembaptis! Dan alasan atau
 bukti dari akuan (claim) yang fantastik ini ialah bahwa orang-orang 
Kristen betapapun berdosanya, bodohnya, rendahnya, miskinnya dia itu 
mungkin, asalkan dia memiliki keyakinan pada Jesus sebagai 
Penyelamatnya, mempunyai hak istimewa yang Nabi-Nabi suci 
menginginkannya namun tidak bisa menikmati hak itu. Hak istimewa ini 
tidak terhitung banyaknya; pemurnian dari dosa asal melalui pembaptisan 
Kristen; pengetahuan tentang "Trinitas Yang Suci" (!!! hasha, 
astaghfirullaah! – Allah melarang dan semoga mengampuninya); pemberian 
makan kepada tubuh dan darah Jesus dalam Sakramen Eucharist; kelembutan 
dalam membuat salib; hak istimewa atas kunci Sorga dan Neraka yang 
diserahkan kepada Sovereign Pontiff (Paus atau Uskup yang berkuasa?) dan
 ekstasi yang luar biasa dari kaum Puritan, Quaker, Brethren, dan semua 
sekte yang disebut Nonconformist yang, masing-masing menurut caranya 
sendiri, sementara mengaku berhak atas hak istimewa dan prerogatif, 
semua sepakat bahwa setiap orang Kristen yang baik itu pada Hari 
Kebangkitan akan menjadi gadis perawan dan menyediakan dirinya sebagai 
pengantin wanita dari "Domba Tuhan"!
Tidakkah anda berpikir bahwa orang-orang
 Kristen benar untuk mempercayai bahwa "yang terkecil" di antara mereka 
"lebih besar" daripada semua Nabi? Tidakkah anda berpendapat bahwa 
seorang biarawan Patagonia yang kokoh kekar dan seorang biarawati 
penjara dari Paris adalah lebih tinggi daripada Adam dan Hawa, karena 
misteri dari Trinitas itu disingkapkan kepada orang-orang yang 
kebingungan ini dan tidak kepada orang tua pertama kita yang hidup di 
Sorga Allah sebelum mereka jatuh? Atau, tidakkah anda berpikir bahwa 
keyakinan sejenis ini adalah paling tidak menarik dan paling tidak 
pantas dalam masa puncak ilmu pengetahuan lanjut dan sivilisasi? 
Menyatakan bahwa seorang pangeran Inggris atau seorang yatim piatu negro
 "lebih besar" daripada Yahya Pembaptis karena mereka orang-orang 
Kristen, setidak-tidaknya, adalah penuh rasa kebencian!
Meskipun demikian semua kepercayaan dan 
iman yang bermacam-macam itu berasal dari Perjanjian Baru dan dari 
kalimat-kalimat yang diletakkan di mulut Jesus dan para apostelnya. 
Tetapi untuk kita orang Muslim ada kilau cahaya yang menarik yang 
tertinggal dalam Injil; dan itu cukup bagi kita untuk menemukan 
kebenaran tentang Jesus yang sesungguhnya dan sepupunya Yohannan 
Ma’mdana atau Yahya Pembaptis.
YAHYA PEMBAPTIS MERAMALKAN NABI MUHAMMAD SAW
- 
Menurut kesaksian Nabi Jesus, tidak ada seorang laki-laki yang dilahirkan seorang perempuan yang pernah lebih besar daripada Yahya Pembaptis. Tetapi "yang terkecil" di dalam Kerajaan Sorga lebih besar daripada Yahya. Perbandingan yang dibuat oleh "Ruh Tuhan" (Ruhu’llah = Jesus) itu adalah antara Yahya dan semua Nabi sebelumnya sebagai opsir dan administrator Kerajaan Sorga . Kini secara kronologis Nabi yang terakhir akan menjadi yang terkecil dari antara semuanya, dia akan menjadi junior-nya dan yang termuda. Kata "zira" dalam bahasa Aramiah, seperti dalam bahasa Arab "saghir" berarti "sedikit atau kecil (little), anak muda kecil (small young)." Versi Pshittha (Injil dalam bahasa Syriac) memakai kata "zira atau z’eira" sebagai lawan kata "rabba" untuk "besar, tua atau lama" (great, old). Setiap orang Kristen akan mengakui bahwa Jesus bukanlah Nabi "yang terakhir," dan karenanya tidak mungkin Jesus "yang terkecil." Bukan saja para Apostel yang dianugerahi dengan kemampuan meramal, tetapi juga banyak orang suci lainnya dalam masa apostel mendapat anugerah hal serupa menurut kitab Kejadian xi. 27-28; xiii. 1; xv. 32; xxi. 9-10, dsb.)!
 - 
Yahya Pembaptis mengenal Nabi Muhammad saw sebagai superior dan lebih berkuasa daripada dirinya. Ungkapan berarti yang diucapkan kepada khalayak Yahudi, "Dia yang datang sesudah aku" mengingatkan para penulis, Farisi dan ahli hukum mereka akan ramalan kuno dari nenek moyang mereka Nabi Yakub, di mana Nabi itu menggunakan gelar yang unik "Shilokhah" untuk "Rasul Allah," sebuah sebutan yang sering dipergunakan oleh Nabi Jesus untuk Nabi Muhammad saw sebagaimana tertulis dalam Injil Barnabas. Pada waktu saya menulis artikel "Shiloh" (1) saya katakan bahwa kata itu mungkin merupakan suatu korupsi kata "shiloukh" atau "Shilokhah," (2) yang berarti Utusan Allah, tetapi saya tidak ingat bahwa St Jerome juga telah memahami bentuk bahasa Ibrani dalam artian itu, karena dia telah menterjemahkannya sebagai "qui mittendis est."
 - 
"Kemarahan yang akan datang." Pernahkah anda bertemu dengan suatu tafsir yang sensible, berdasarkan hukum dan meyakinkan atas ungkapan ini dalam banyak komentar atas Injil? Apa maksud Yahya, atau apa yang beliau inginkan agar pendengarnya mengerti, dengan ungkapan: "Perhatikanlah kapak itu telah diletakkan pada akar pohon itu"? Atau ucapannya: "Dia memegang (van) barisan depan (?) di tangannya untuk membersihkan lantai pintu masuk"? Atau ketika beliau mengurangi arti "Anak-anak Ibrahim" menjadi tidak berarti apa-apa?
 - 
Orang-orang Yahudi dan Kristen selalu menuduh Nabi Muhammad saw telah membangkitkan agama Islam melalui kekuatan, pemaksaan, dan pedang. Para Muslim modern telah selalu berusaha untuk menolak tuduhan ini. Namun ini tidak berarti mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw tidak pernah mempergunakan pedangnya. Beliau harus menggunakannya untuk mempertahankan Asma Allah. Setiap kesabaran pasti ada batasnya, setiap kebaikan hati ada akhirnya. Bukan karena Kesabaran dan Kebaikan Allah itu terbatas; bersamaNya semuanya terselesaikan, didefinisikan dan ditetapkan. Kesempatan dan waktu yang diberikan melalui kemurahan Allah kepada orang-orang Yahudi, orang-orang Arab, dan "Gentiles" - orang-orang non- Yahudi atau Arab (Gentiles = kafir) - telah berlangsung lebih dari empat ribu tahun. Hanya sesudah habisnya masa itu Allah mengutus Nabi Muhammad saw yang dicintaiNya dengan kekuasaan, kekuatan dan pedang, dengan api dan semangat, untuk menangani orang-orang tidak beriman yang jahat, anak-anak Ibrahim yang tidak tahu berterima kasih - kedua-duanya kaum Ismail dan Israel - dan untuk menangani kekuatan setan, sekali dan untuk selamanya.
 - 
Seluruh Perjanjian Lama adalah sebuah kisah tentang teokrasi dan penyembahan berhala. Di sana sini ada sedikit sinar Islam - yaitu Agama Allah - bercahaya di Jeruzalem dan di Mekkah; tetapi selalu ditindas oleh kekuatan setan. Empat Binatang yang kejam harus ada dan menginjak-injak di bawah kakinya sejumlah besar orang-orang beriman kepada Allah. Kemudian datanglah Nabi Muhammad saw untuk menghancurkan dan membunuh Ular Naga berbisa dan memberikan kepadanya gelar yang hina "Iblis" - Setan yang telah terusir. Sudah barang tentu bahwa Nabi Muhammad saw adalah seorang Nabi yang berjuang, namun obyek perjuangannya adalah kemenangan dan bukan pembalasan, mengalahkan musuh dan bukan membasminya, dan dalam satu kalimat, untuk menegakkan Agama Islam sebagai Kerajaan Tuhan di muka bumi. Sebenarnyalah, ketika Orang Yang Berteriak (Yahya) menyeru dengan suara lantang di padang pasir: "Siapkan jalan Allah (Lord), dan luruskan jalanNya (Allah)," beliau sedang menyinggung Agama Allah dalam bentuk Kerajaan yang semakin dekat. Tujuh abad sebelumnya, Nabi Yesaya telah berseru dan menyatakan kalimat yang sama (Yesaya xl. 1-4); dan beberapa abad kemudian Allah Sendiri membuka jalan bagi Cyrus dengan menaikkan dan mengisi setiap lembah, dan dengan merendahkan setiap bukit dan gunung, untuk memudahkan penaklukan dan bergerak cepat (xlv. 1-3). Sejarah berulang sendiri, kata mereka; bahasa dan artinya sama dalam kedua hal tersebut di atas, yang pertama menjadi prototipe yang kemudian. Allah telah melicinkan jalan bagi Cyrus, menaklukkan musuh-musuhnya kepada penakluk dari Persia karena RumahNya di Jeruzalem dan ummat pilihanNya dalam tawanan. Sekarang lagi Dia mengulangi petunjuk suciNya yang sama, namun dalam skala yang lebih besar dan luas. Sebelum syiar Nabi Muhammad saw, berhala dan kepalsuan menghilang; di hadapan pedangnya kerajaan-kerajaan berjatuhan; dan anak-anak Kerajaan Allah menjadi sama derajatnya dan membentuk sebuah kumpulan "orang-orang kudus dari Yang Maha Tinggi." Karena hanya di dalam Islam bahwa semua orang beriman itu sama kedudukannya, tidak ada pendeta, tak ada sakramen; tidak ada Muslim yang tinggi seperti bukit, atau rendah seperti sebuah lembah; tak ada kasta atau perbedaan rasial dan tingkat. Semua orang beriman adalah satu, kecuali dalam kebajikan dan kesalehan, di mana mereka dapat saling melampaui. Hanya agama Islam yang tidak mengakui mahluk yang manapun, betapapun besar dan sucinya, sebagai seorang perantara yang mutlak antara Tuhan dan manusia.
 
Dan karena kita tidak dapat menentukan 
mana dari antara Nabi-Nabi Gereja yang banyak itu "yang terakhir", tentu
 saja kita terpaksa untuk mencari di tempat lain seorang Nabi yang tak 
dapat dibantah lagi sebagai Yang Terakhir dan Penutup dari Daftar Para 
Nabi. Dapatkah kita membayangkan adanya bukti yang lebih kuat dan 
lebih cemerlang yang mengacu pada Nabi Muhammad saw daripada penggenapan
 atau pemenuhan, dalam pribadinya yang suci, ramalan suci Jesus Kristus?
Dalam daftar panjang keluarga 
nabi-nabi, tentu saja "yang termuda," "yang terkecil" adalah Nabi 
Muhammad saw; beliau adalah "Benjamin" dari para Nabi; namun beliau 
adalah Sultan mereka, "Adon" mereka dan "Kemuliaan" mereka. 
Mengingkari karakter serta sifat kenabian dan apostolikal misi Nabi 
Muhammad saw merupakan pengingkaran yang mendasar atas keseluruhan Wahyu
 Suci dan semua Nabi-Nabi yang berdakwah mengenai hal itu. Karena (kalau
 misalnya) semua Nabi yang lain itu dikumpulkan jadi satupun tidak akan 
dapat menyelesaikan karya raksasa yang telah diselesaikan sendiri oleh 
Nabi Mekkah ini dalam waktu singkat selama dua puluh tiga tahun misinya.
Misteri pra-adanya ruh para 
Nabi tidak telah diungkapkan kepada kita, tetapi setiap orang Islam 
sejati mempercayainya. Ruh pra-ada itulah yang dengan kekuatan Kalimat 
Allah "Kun" ("Jadilah") seorang Sarah, seorang Hanna, dan seorang 
Perawan Maryam Yang Diberkati telah melahirkan Ishaq, hingga Pembaptis 
dan Jesus. Ada beberapa nama lagi lainnya seperti yang dicatat oleh 
Perjanjian Lama, misalnya Samson, Jeremiah.
Injil Barnabas melaporkan Jesus sebagai 
berkata mengenai Ruh Nabi Muhammad saw yang beliau nyatakan telah 
diciptakan sebelum segala sesuatu. Dari situlah kesaksian Pembaptis 
tentang Nabi itu yang beliau ramalkan: "Dia yang datang sesudah aku 
telah jadi sebelum aku, karena dia ada sebelum aku" (Yohanes i. 15).
Tak ada gunanya menafsirkan 
kalimat-kalimat indah Pembaptis tentang Nabi Muhammad saw sebagai 
mengacu pada Nabi Jesus seperti telah dicoba oleh penulis Injil Keempat 
itu untuk berbuat demikian.
Terdapat bab-bab yang patut dicatat 
tentang Yahya Pembaptis dalam buku terkenal Ernest Renan "La vie de 
Jesu." Telah lama yang lalu dengan hati-hati saya telah membaca buku 
itu. Kalau saja penulis Perancis yang terpelajar itu memiliki 
pertimbangan sedikit saja terhadap pernyataan Nabi Muhammad saw dalam 
dunia Nabi-Nabi, saya yakin bahwa penyelidikan dan komentarnya yang 
mendalam itu akan telah membawa dia kepada kesimpulan yang sama sekali 
lain. Dia seperti semua para pembangkang dan pengritik Injil yang 
lainnya bukannya mencari kebenaran, tetapi telah mengritik agama dengan 
sangat bermusuhan dan membawa pembacanya kepada keragu-raguan.
Saya berbahagia untuk mengatakan bahwa 
adalah hak istimewa saya, dengan Rakhmat Allah, untuk memecahkan 
masalah, untuk membuka tabir misteri yang telah menyelimuti logika dan 
pengertian yang sesungguhnya dari "yang terkecil di dalam Kerajaan 
Sorga!"
Kita hanya memiliki abstrak dari khotbah
 Yahya dalam beberapa baris, ditulis bukan oleh beliau tetapi oleh 
tangan yang tidak diketahui siapa punya – setidak-tidaknya tidak dalam 
bahasa asli beliau – dan banyak mengalami kerusakan melalui para penulis
 (transcriber) dan redaktur yang telah membuat murid-murid Jesus sebagai
 patung atau tuhan. Tetapi jika tiba saatnya kita membandingkan khotbah 
ini yang diucapkan di belantara Judea dan di pantai Jordan dengan gaya 
lemah gemulai yang indah, luwes, kefasihan dan kekuasaan yang begitu 
nyata dalam setiap bait dan halaman dari Kitab Suci Al Qur’an, kita 
memahami arti dari kalimat, "Dia lebih berkuasa daripada aku!"
Ketika saya membayangkan sendiri 
Pembaptis pertapa itu berkhotbah dengan suara keras ditengah belantara, 
atau di tepi sungai Jordan, khalayak ramai yang terdiri dari orang-orang
 Yahudi yang beriman, dengan sejarah keagamaan yang telah berusia 
kira-kira empat ribu tahun di belakang mereka, dan kemudian membuat 
ikhtisar ringkas tentang cara yang tenang, tertib, dan khidmat dengan 
mana Nabi Muhammad saw mengucapkan ayat-ayat langit dari Al Qur'an 
kepada orang-orang Arab yang tidak beriman; dan, akhirnya, ketika saya 
periksa dan perhatikan akibat dari dua khotbah itu terhadap para 
pendengarnya dan hasil akhirnya, saya memahami besarnya perbedaan antara
 mereka berdua, dan arti kalimat: "Beliau lebih berkuasa daripada aku!"
Ketika saya merenungkan penangkapan dan 
pemenjaraan Pembaptis yang tak berdaya itu oleh Herod Antipas (3) dan 
pemenggalan kepalanya yang kejam - atau ketika saya periksa ceritera 
Injil yang membingungkan tetapi menyedihkan tentang penebusan dosa Jesus
 (Judas Ischariot) oleh Pilatus, pemahkotaan kepalanya dengan duri oleh 
Herod, dan kemalangan terhadap Calvary - dan lalu memutar mata saya 
melihat Adon Yang Agung, Sultan Para Nabi, masuk ke Mekkah dengan penuh 
kemenangan, pemusnahan menyeluruh atas semua berhala-berhala kuno dan 
pensucian Kaaba yang suci; terhadap pemandangan yang penuh sensasi atas 
musuh yang mematikan yang ditaklukkan dan yang dikepalai oleh Abu Sufyan
 di kaki Shilohah, Nabi Allah, yang berjaya - memohon pengampunan dan 
membuat pengakuan kalimat shahadat; dan terhadap penyembahan yang mulia,
 ketaatan, dan khotbah akhir Penutup Nabi dalam kalimat Suci yang 
khidmat ini: " Al yauma akmaltu lakum dinakum." yang artinya: "Pada hari
 ini telah Aku sempurnakan agamamu bagimu, dan telah Aku cukupkan 
nikmatKu bagimu. Dan telah Aku pilih Islam sebagai agamamu…" (Al Qur'an 2
 : 3). Kemudian saya mengerti bahwa Al Qur'an itu merupakan bobot dan 
nilai dari pengakuan Pembaptis, bahwa "Beliau lebih berkuasa daripada 
aku!"
Saya tidak akan menahan anda mengenai 
tingkah laku (ucapan) yang aneh dari para komentator, karena mereka itu 
semua hanya lamunan yang baik Yahya maupun pendengarnya tidak pernah 
memimpikannya. Mungkinkah Yahya mengajarkan pada orang-orang Farisi yang
 sombong, dan orang-orang Saduki yang rasionalistik (4) yang mengingkari
 kebangkitan fisik, yang pada hari pengadilan akhir Jesus orang dari 
Nazareth akan meluapkan kegusarannya terhadap mereka dan membakar mereka
 seperti pohon yang tidak berbuah dan seperti sekam dalam api Neraka? 
Tidak ada satu katapun dalam semua literatur Kitab-Kitab Injil tentang 
kebangkitan fisik atau tentang api Neraka. Tulisan-tulisan Talmud ini 
penuh dengan bahan-bahan yang menyangkut ilmu akhirat (eschatological 
material) yang sangat mirip dengan ilmu orang Zardusi, namun tidak 
memiliki asal yang berbeda dalam buku-buku kanon.
Nabi (yang berdakwah) tentang pertobatan
 dosa dan berita-berita baik itu tidak berbicara tentang kemarahan yang 
jauh dan tidak tertentu yang pasti menunggu orang-orang yang tidak 
beriman dan tidak saleh, tetapi mengenai kemalangan yang dekat dan 
segera atas bangsa Yahudi. Beliau mengancam dengan kemarahan Tuhan yang 
menanti orang-orang itu bila mereka tetap dalam dosanya dan penolakannya
 atas misi beliau dan misi koleganya, Nabi Jesus Kristus. Kemalangan 
yang akan tiba itu adalah berupa penghancuran Jeruzalem dan pembubaran 
final Israel yang berlangsung selama kurang lebih tiga puluh tahun 
sesudahnya selama masa hidup banyak dari pendengar-pendengar beliau. 
Keduanya, Yahya dan Jesus, mengumumkan perihal akan datangnya Nabi 
Agung Allah, yang Patriarch Yakub telah menyatakannya dengan gelar 
sebutan Shiloha, dan bahwa pada saat kebangkitannya seluruh hak-hak 
istimewa dan kekuasaan kenabian dan kerajaan akan diambil dari tangan 
orang Yahudi; dan benarlah bahwa yang demikian itu telah terjadi 
kira-kira enam abad kemudian, ketika benteng terakhir mereka di Hijaz 
diratakan dengan tanah dan kerajaan-kerajaan mereka dimusnahkan oleh 
Nabi Muhammad saw. Kekuasaan Romawi yang mendominasi semakin 
meningkat di Syria dan Palestina mengancam otonomi quasi orang-orang 
Yahudi, dan arus emigrasi orang Yahudi telah mulai. Berdasarkan ceritera
 inilah bahwa pendeta itu bertanya: "Siapa yang memberi tahu engkau 
untuk lari dari kemarahan yang akan datang?" Mereka diingatkan dan 
dianjurkan dengan sangat untuk menghasilkan buah-buahan dan panen yang 
baik melalui pertobatan dosa dan iman kepada Utusan Tuhan yang sejati, 
terutama kepada Rasul Allah, yang benar-benar Pemimpin yang sejati, 
terakhir dan sangat berkuasa.
Bab 15
PEMBAPTISAN YAHYA DAN JESUS HANYA SEJENIS TANDA KEAGAMAAN "SIBGHATULLAH" (1)
"Tanda (keagamaan) Allah (yang tak 
terhapuskan)! Siapakah yang lebih baik memberi tanda selain daripada 
Allah? Dan kepadaNyalah kita menyembah". Al Qur'an 2 : 138
Sangat disayangkan bahwa para Pengabar 
Injil tidak meninggalkan kepada kita ceritera yang lengkap dan rinci 
tentang khotbah Yahya Pembaptis; dan dengan asumsi mereka pernah 
melakukannya, bukanlah suatu jenis kejahatan bagi pihak gereja yang 
tidak menyimpan teksnya. Karena tidak mungkin membayangkan kalimat Yahya
 Pembaptis yang misterius dan mengandung teka-teki dalam bentuknya yang 
sekarang ini dapat difahami meskipun oleh yang paling terpelajar di 
antara para pendengarnya. Kita tahu bahwa doktor dan ahli hukum Yahudi 
minta kepadanya untuk menerangkan sendiri berbagai hal dan membuat 
pernyataan-pernyataannya lebih eksplisit dan terang (Yohanes i. 19-23 
dan v. 33). Tidak ada keraguan bahwa beliau menguraikan hal-hal yang 
vital kepada pendengarnya, dan tidak membiarkan mereka dalam ketidak 
jelasan; karena beliau adalah "sebuah lilin yang membakar dan 
mencerahkan" yang "memberikan kesaksian tentang kebenaran" (Yohanes v. 
33, 35). Apakah kesaksian itu, dan apakah sifat dari kebenaran yang 
tentang itu diberikan kesaksiannya? Dan apa yang masih membuat tidak 
lebih jelas adalah kenyataan bahwa setiap Pengabar Injil itu tidak 
menceriterakan hal-hal yang sama dalam istilah yang identik. Tak ada 
ketepatan tentang sifat dari kebenaran itu; apakah itu tentang pribadi 
Kristus dan sifat misinya, atau apakah itu tentang Utusan Allah seperti 
diramalkan oleh Yakub (Genesis xlix.)? Apakah istilah-istilah yang tepat
 dari kesaksian Yahya tentang Jesus, dan tentang Nabi yang akan datang 
yang adalah orang yang lebih superior daripadanya?
Di dalam artikel ketiga dari serial ini 
(2) saya memberikan bukti-bukti yang banyak bahwa Nabi yang diramalkan 
oleh Pembaptis adalah orang lain yang bukan Jesus Kristus: and dalam 
artikel keempat (3) kita dapati beberapa argumen yang menguntungkan 
Utusan Allah sebagai Nabi yang lebih superior dan berkuasa daripada 
Yahya. Argumen-argumen itu dalam pendapat saya yang hina dan dalam 
keyakinan saya yang solid, adalah logis, benar dan konklusif. 
Masing-masing argumen itu dengan mudah dapat dikembangkan untuk 
menjadikannya buku yang berjilid-jilid banyak. Sepenuhnya saya menjadari
 kenyataan bahwa argumentasi ini akan memberikan suara keras yang 
mengganggu di telinga orang-orang Kristen yang fanatik. Namun kebenaran 
itu muncul sendiri dan memuliakan orang yang menyiarkannya. Kebenaran 
yang Yahya memberikan kesaksian, seperti dikutip di atas, dengan tidak 
ragu-ragu kami percaya bahwa itu mengenai Nabi Muhammad saw. Nabi Yahya 
memberi dua kesaksian, satu mengenai "Shliha d'Allaha" menurut dialek 
Palestina waktu itu, yang berarti "Utusan Allah" - dan yang lain tentang
 Jesus, yang beliau nyatakan sebagai telah dilahirkan dari Ruh Suci dan 
bukan dari ayah mahluk bumi; Al Masih yang sejati yang diutus Allah 
sebagai Nabi Yahudi terakhir untuk memberikan cahaya dan semangat baru 
terhadap Hukum Musa; dan telah diperintahkan Allah untuk mengajar 
orang-orang Yahudi bahwa keselamatan mereka terletak pada hal berserah 
diri kepada anak Ismail yang agung. Seperti halnya orang-orang Yahudi 
kuno yang melemparkan Kitab-Kitab Suci mereka, orang-orang Yahudi baru 
dari gereja Kristen, dengan meniru nenek moyang mereka, telah menodai 
Kitab-Kitab Suci mereka sendiri. Namun meski ada penodaan dalam 
Kitab-Kitab Injil, kebenaran itu tetap saja tidak dapat disembunyikan.
Hal utama yang membentuk kekuasaan dan 
superioritas pada Pangeran dari para Utusan Allah itu adalah pembaptisan
 dengan Ruh Suci dan dengan api. Pengakuan dari pengarang Injil Keempat 
bahwa Nabi Jesus dan para muridnya juga biasa membaptis dengan air 
bersamaan dengan Yahya Pembaptis adalah suatu pembatalan de facto atas 
catatan sekunder bahwa "Jesus tidak membaptis sendiri, tetapi hanya 
murid-muridnya" (Yohanes iii. 23 dan iv. 1-2). Tetapi kalaupun Jesus 
tidak membaptis sendiri, pengakuan bahwa para muridnya membaptis, 
sedangkan mereka masih sebagai pemula dan belum terpelajar, menunjukkan 
bahwa pembaptisan mereka itu sama sifatnya dengan apa yang dilakukan 
Yahya. Dengan mengingat kenyataan bahwa Jesus selama masa misinya di 
bumi mengusahakan ritual itu persis sama dengan yang dikerjakan oleh 
Pembaptis di aliran air atau di kolam, dan bahwa beliau memerintahkan 
pada muridna untuk meneruskan hal yang sama, hal itu telah menjadi bukti
 dan seterang seperti sebuah pintu gudang bahwa beliau bukanlah orang 
yang dimaksudkan oleh Penyeru di padang belantara (Pembaptis) pada saat 
beliau meramal kebangkitan seorang Nabi yang sangat berkuasa dengan 
pembaptisan dengan Ruh Suci dan api. Tidaklah diperlukan banyak belajar 
atau suatu inteligensi yang luar biasa untuk dapat mengerti kekuatan 
dari argumen itu, yaitu bahwa Jesus selama hidupnya tidak membaptis 
seorangpun dengan Ruh Suci dan api. Lalu bagaimana mungkin beliau 
dianggap sebagai Pembaptis dengan Ruh Suci dan api, atau 
diidentifikasikan sebagai Nabi yang diramalkan Yahya? Jika 
kalimat-kalimat, khotbah-khotbah dan ramalan-ramalan itu berarti 
sesuatu, dan diucapkan untuk mengajarkan apapun, maka kalimat dari Yahya
 Pembaptis itu berarti dan mengajar kita bahwa pembaptisan dengan air 
itu akan berlanjut terus dikerjakan sehingga Munculnya "Shilohah" atau 
Utusan Allah, lalu pembaptisan dengan air itu berhenti dan memberikan 
tempatnya kepada praktek pembaptisan dengan Ruh Suci dan api. Inilah 
kesimpulan logis dan jelas yang dapat dideduksikan dari khotbah seperti 
tertulis dalam pasal tiga dari Injil Pertama. Perlanjutan pembaptisan 
secara Kristiani dan peningkatannya ke martabat sakramen adalah suatu 
bukti yang jelas bahwa gereja tidak percaya pada pembaptisan lain 
daripada pembaptisan dengan air. Logika, akal sehat, dan rasa hormat 
terhadap hukum yang sakral haruslah meyakinkan pembaca yang tidak 
berpihak, bahwa kedua pembaptisan itu adalah dua hal yang sangat 
berbeda. Nabi dari gurun pasir itu tidak mengenal pembaptisan dengan api
 dalam pembaptisan dengan air. Sifat dan efektivitas dari masing-masing 
pembaptisan itu disebut dan didefinisikan dengan jelas. Yang satu 
dikerjakan dengan mencelupkan atau mencuci tubuh itu dengan air sebagai 
isyarat dari pertobatan atas dosa; dan yang lain dilakukan tidak lagi 
dengan air tetapi dengan Ruh Suci dan api, dengan akibat suatu perubahan
 hati, iman dan perasaan yang cermat. Yang satu membersihkan tubuh 
fisik, yang lainnya mencerahkan jiwa, menebalkan iman, dan 
meregenerasikan hati. Yang satu bersifat sisi luar, itulah Judaism atau 
agama Yahudi; yang lainnya bersifat sisi dalam, itulah Islam. 
Pembaptisan oleh Yahya dan Jesus mencuci pembungkusnya (the shell), 
tetapi pembaptisan oleh Utusan Allah membersihkan intinya (kernel). 
Secara singkat, pembaptisan ala Judeo Kristiani digantikan oleh "ghusl" 
dan "wudhu" yang Islami - atau pembersihan yang dikerjakan oleh orang 
yang beriman itu sendiri dan bukan oleh seorang nabi atau pendeta. 
Pembaptisan ala Judeo Kristiani perlu dan bersifat keharusan selama 
pembaptisan oleh Allah - "Sibghatullah" menurut Al Qur'an - masih 
diharapkan; dan ketika Nabi Muhammad saw menyerukan Wahyu Suci Al 
Qur'an, maka pembaptisan model terdahulu lenyap sebagai sebuah bayangan.
Arti penting yang luar biasa dari kedua 
pembaptisan itu patut mendapatkan pertimbangan yang sangat serius, dan 
saya yakin observasi yang dibuat dalam artikel ini haruslah 
sungguh-sungguh menarik minat baik pembaca Muslim dan juga pembaca lain.
 Karena, dari sudut pandang agama, masalah yang sedang dibicarakan ini 
sangat penting untuk keselamatan (salvation). Dengan jujur saya tetap 
mempertahankan pendapat, bahwa ummat dan agama Kristen tidak dapat 
dibenarkan untuk tetap meneruskan pembaptisan mereka dengan air ad 
infinitum (tanpa batas akhir), karena Injil mereka sendiri meramalkan 
bahwa pembaptisan dengan air itu akan dihapuskan oleh pembaptisan secara
 lain yang akan mengecualikan penggunaan air sekaligus. Saya mengajukan 
observasi berikut ini kepada para pembaca yang berpikir dan tidak 
memihak.
PEMBAPTISAN JENIS APA DAN APA YANG BUKAN PEMBAPTISAN
- 
Merupakan hak kita untuk menyetujui atau tidak menyetujui suatu doktrin atau teori, akan tetapi tak ada alasan apapun untuk membenarkan kelakuan kita jika kita dengan sengaja merusak dan salah menggambarkan suatu doktrin untuk membuktikan teori kita sendiri mengenai hal itu. Merusak Kitab Suci adalah tidak bermoral dan kriminal; karena kesalahan yang disebabkan dalam hal itu tidak lagi dapat diperbaiki dan jahat. Nah, pembaptisan oleh Yahya dan Jesus di dalam Injil dideskripsikan dan digambarkan kepada kita dengan sederhana, dan sama sekali asing dan bertentangan dengan pembaptisan oleh gereja.
 - 
Dengan mempertimbangkan arti klasik kata "baptismos" yang bahasa Yunani itu yang berarti larutan obat dalam alkohol (tincture), "celup" (dye) dan "membenamkan atau memasukkan ke dalam air" (immersion), kata yang dipakai tidak dapat lain harus "Saba," dan bahasa Arab "Sabagha" "mencelup" (to dye). Hal itu merupakan kenyataan yang telah dikenal orang banyak bahwa orang Sabiin, yang disebut dalam Al Qur'an dan oleh Romo Kristen awal - seperti Epiphanus dan yang lainnya - adalah pengikut Yahya. Nama "Sabiin" menurut Ernest Renan yang terpandang (La vie de Jesu vi) berarti "Pembaptis." Mereka mempraktekkan pembaptisan, dan seperti orang Hassayi kuni (Essenians atau al Chassaites) dan Ibionayi (Ebionit) menjalani hidup yang keras. Mengingat kenyataan bahwa pendiri mereka, Budasp, adalah sebuah kisah bangsa Kaldea, ortografi yang sebenarnya dari nama mereka adalah"Saba'i," yaitu "Pencelup" (Dyers) atau "Pembaptis." Seorang ummat Kristen Katholik dari Kaldea atau Asiria yang bernama Mar Shimon, disebut "Bar Saba'i" "Anak Para Pencelup" (Son of Dyers). Mungkin keluarga dia termasuk orang yang beragama Sabiin. Al Qur'an menuliskan "Sabi'm" untuk nama itu dengan huruf hidup hamzah dan bukan 'ain seperti dalam kata aslinya dalam bahasa Aramiah "Saba'i." Tetapi saya merasa tergoda dengan interpretasi lain yang diletakkan pada nama "Sabian": beberapa pengarang mengira kata itu berasal dari "Sabi," anak Seth, dan yang lainnya mengira dari "Saba," sebuah kata dalam bahasa Ibrani yang berarti "tentara' (army), karena mereka biasa mempunyai semacam ketaatan kepada bintang-bintang sebagai tuan rumah di langit. Meskipun itu semua tidak memiliki kesamaan dengan gereja Kristen, kecuali "Sabi'utha" atau Pembaptisan mereka yang aneh, mereka dengan salah dijuluki "ummat Kristen Yahya Pembaptis." Al Qur'an seperti biasa menuliskan nama-nama asing seperti nama-nama itu diucapkan oleh orang Arab.
 - 
Pembaptisan ala Kristen, meskipun definisinya yang fanfaronade (bagai taring?), bukan apa-apa kecuali hanya sebuah kata-kata yang menjelek-jelekkan dengan air atau sebuah pencelupan ke dalamnya. Konsili Trent mengecam siapapun yang akan mengatakan bahwa pembaptisan ala Kristen adalah sama dengan pembaptisan oleh Yahya. Saya memberanikan diri untuk menyatakan bahwa pembaptisan ala Kristen bukan saja tidak memiliki karakter atau akibat spiritual, tetapi bahkan itu juga di bawah pembaptisan oleh Pembaptis. Dan jika saya patut mendapat celaan dari gereja karena keyakinan saya, maka saya akan memandangnya sebagai kehormatan besar di hadapan Pencipta saya. Saya beranggapan kepura-puraan pendeta Kristen tentang pembaptisan sebagai alat untuk pensucian jiwa dari dosa asal dan semua sisa upacara lain-lainnya sebagai satu batang dengan klaim seorang penyihir. Pembaptisan dengan air hanya sebuah tanda pembaptisan dengan Ruhul Kudus dan api, dan setelah berdirinya Islam sebagai Kerajaan Allah yang resmi kesemua tiga jenis pembaptisan terdahulu itu lenyap dan dihapuskan.
 - 
Dari ceritera dalam Injil yang sedikit dan tidak cukup kita tidak bisa mendapat definisi yang positif mengenai sifat sesungguhnya dari pembaptisan yang dilaksanakan oleh Nabi Yahya dan Jesus. Klaim bahwa gereja adalah tempat Wahyu Suci disimpan dan penafsir yang sesungguhnya adalah sama tidak masuk akal seperti halnya menggelikan untuk mengklaim bahwa anak bayi atau orang dewasa yang dibaptis menerima Ruhul Kudus dan menjadi anak Tuhan.
 - 
Menurut kesaksian St Markus ( i. 1-8), pembaptisan oleh Yahya memiliki sifat "pengampunan dosa." Disebutkan bahwa "seluruh negeri Judea dan penduduk Jeruzalem pergi kepadanya dan semuanya dibaptis oleh beliau di sungai Jordan sementara mereka melakukan pengakuan dosa." Ini sama dengan mengatakan bahwa berjuta-juta orang Yahudi yang bertobat membuat pengakuan dosa mereka, dibaptis oleh Nabi, dan dosa mereka dihapuskan dengan air pembaptisan itu. Pada umumnya diakui bahwa Injil St Markus adalah yang tertua dari keempat Injil. Semua manuskrip Yunani kuno tidak berisi 12 ayat terakhir yang ditambahkan pada pasal xvi dari Injil ini (ayat 19-20). Bahkan dalam ayat-ayat tambahan ini formula: "atas nama Bapa, dan Anak serta Ruh Suci" tidak dituliskan di dalamnya. Jesus hanya berkata: "Pergilah dan dakwahkan Injilku keseluruh dunia; dia yang percaya dan dibaptis akan hidup, dan dia yang tidak percaya akan dikutuk."
 - 
Kalau saja Injil itu berarti apapun dalam pernyataan mereka mengenai pembaptisan, mereka memberikan kesan bahwa tidak ada perbedaan antara kedua pembaptisan itu, kecuali bahwa mereka diberikan atas nama salah satu dari kedua Nabi itu. Paul orang Farisi atau Saul dari Tarsus tak memiliki satu kata manispun untuk Yahya Pembaptis, yang telah mengecap orang Farisi dengan sebutan yang menghina "anak-anak ular." Ada nuansa keluh kesah terhadap Nabi Yahya dan terhadap nilai dari pembaptisannya dalam ucapan yang dibuat oleh Lukas dalam "Kisah Para Apostel." Dan Lukas adalah murid dan teman Paul. Pengakuan Lukas bahwa pembaptisan atas nama Jesus juga tidak dilakukan oleh Ruh Suci adalah sebuah bukti yang pasti terhadap gereja yang dengan sewenang-wenang dan tanpa alasan telah mengubahnya menjadi sebuah sakramen atau sebuah misteri. Pembaptisan oleh gereja adalah pengabadian dari pembaptisan Yahya dan tidak lebih daripada itu; tetapi pembaptisan dengan Ruh Suci dan dengan api disediakan hanya untuk Islam. Ungkapan bahwa kira-kira dua belas orang di Samaria "belum menerima Ruh Suci, karena mereka hanya dibaptis atas nama tuan kita Jesus" (Kisah Para Apostel vii. 16-17), adalah menentukan untuk menggagalkan kepura-puraan gereja.
 
Kita secara positif tidak yakin tentang 
asal usul kata dalam bahasa Ibrani atau Aramiah untuk kata dalam bahasa 
Yunani "baptism". Injil versi Pshittha memakai kata "ma'muditha" dari 
kata kerja "aimad" dan aa'mid" yang berarti: "tegak berdiri seperti 
sebuah tiang atau kolom" (a'muda=pillar atau column), dsb, akan tetapi 
kata itu tidak punya arti "membenamkan, mencelupkan, mencuci, menyiram, 
memandikan" seperti maksud pembaptisan eklesiastikal. Kata asli Ibrani 
"rahas" (memandikan), "tabhal" - baca: taval - (mencelupkan, 
membenamkan), mungkin memberikan arti seperti yang terkandung dalam kata
 "baptizo" - "saya baptiskan." Perjanjian Baru versi Arab telah memakai 
bentuk kata bahasa Aramiah, dan menyebut Pembaptis "al-Ma'midan," dan 
"ma'mudiyeh" untuk pembaptisan. Dalam semua bahasa Semit, termasuk Arab,
 kata kerja "a'mad" menunjukkan dalam bentuknya yang sederhana atau qal 
form "berdiri tegak bagai sebuah pilar," dan tidak menunjukkan arti 
mencuci atau mencelupkan; dan karena itu kata tersebut pasti bukan kata 
asli dari mana kata dalam bahasa Yunani "baptismos" sebagai 
terjemahannya. Tak ada perlunya berdebat bahwa Yahya dan Jesus tidak 
pernah mendengar kata "baptismos" dalam bahasa Yunani, namun bahwa 
dengan jelas ada nomenklatur lain dalam bahasa Semit yang dipergunakan 
oleh mereka.
Penelitian yang ekstensif dan mendalam 
dalam agama orang Sabiin, yang hampir melindas bangsa Arab jauh sebelum 
cahaya Islam disinarkan oleh kedatangan Nabi Allah yang suci, akan 
memberikan kepada kita beberapa kebenaran. Ada tiga jenis pembaptisan 
yang dilakukan oleh orang Yahudi, orang Sabiin, dan orang Kristen. 
Pembaptisan ala Yahudi yang tidak berasal dari dalam kitab suci mereka, 
terutama dilakukan untuk orang yang baru pindah agama. Setiap agama 
mempunyai formula penyucian tertentu dan sebuah upacara khusus. "Cohen" 
atau pendeta Yahudi membaptis orang yang masuk agama Yahudi dengan atas 
nama Allah; orang Sabiin dengan nama Allah dan Yahya; tetapi orang 
Kristen "Qushlsha" (dalam bahasa Arab "qassis" atau presbyter - orang 
yang terpandang seperti ketua suku, pinisepuh, dsb.) membaptis dengan 
atas nama Bapa, Anak dan Ruhul Kudus, yang di dalamnya nama Allah dan 
Jesus tidak secara langsung disebut. Perbedaan dan pertentangan antara 
tiga macam pembaptisan itu jelas. Orang Yahudi sebagai Unitarian sejati,
 tidak dapat memberikan toleransi nama Yahya dipersekutukan dengan Nama 
Elohim; sedangkan formula orang Kristen sangat menjijikkan sekali bagi 
selera keagamaannya. Tidak ada keraguan bahwa pembaptisan ala Kristen 
dengan karakter sakramen dan nuansa penyekutuan Tuhan, juga dibenci 
orang Sabiin. Simbol dari covenant (perjanjian) Allah dengan para 
penyembahNya bukan pembaptisan tetapi pengkhitanan (Genesis xviii.), 
sebuat lembaga kuno yang diperhatikan dengan seksama, bukan saja oleh 
ketiga agama, tetapi juga oleh banyak orang Arab penyembah berhala. 
Bentuk-bentuk pembaptisan dan ritualnya yang berbeda antara bangsa Semit
 di Timur itu bukan suatu lembaga sakral yang penting tetapi hanya 
merupakan simbol atau tanda, dan karena itu tidak cukup kuat dan manjur 
untuk saling menggantikan. Mereka semua memakai air sebagai bahan 
pembaptisan, dan, kurang lebih, dengan bentuk dan cara yang sama. Namun 
setiap agama memakai nama lain untuk membedakan kebiasaan mereka sendiri
 dengan apa yang dilakukan oleh yang dua lainnya. Kata asli dalam bahasa
 Aramiah "Sab'urtha" dengan pantas dan sebenarnya telah diterjemahkan ke
 dalam bahasa Yunani "baptismos" - dengan setia dipertahankan oleh orang
 Sabiin. Tampaknya bahwa orang Semit Kristen, untuk membedakan 
pembaptisan mereka yang sakramental dari hal serupa yang dilakukan orang
 Sabiin, menggunakan sebutan "ma'muditha" yang dari segi linguistik 
tidak berkaitan dengan pembaptisan atau bahkan pencucian atau 
pencelupan. Mengapa "ma'muditha" dipakai untuk mengganti "Sab'utha" 
adalah sebuah persoalan sekaligus hal yang asing dalam subyek 
pembicaraan kita ini; tetapi en passant, saya bisa menambahkan bahw kata
 itu dalam Pshittha dipergunakan juga untuk sebuah kolam, sebuah bejana 
air untuk pembersihan (Yohanes v. 2). Satu-satunya keterangan yang bisa 
membawa kepada pemecahan masalah "ma'muditha" ini adalah kenyataan bahwa
 Yahya Pembaptis dan pengikutnya, termasuk Jesus anak Maryam dan 
muridnya, menyebabkan orang yang telah bertobat atau pemeluk baru agama 
berdiri tegak bagai pilar di dalam kolam air atau sungai agar dapat 
dimandikan dengan air, dari situlah nama "aa'mid" dan "ma'muditha."
Bila kata dalam bahasa Yunani 
"baptismos" adalah kata yang tepat untuk kata dalam bahasa Aramiah 
"Sab'utha" atau "Sbhu'tha," yang saya yakin memang benar begitu, maka 
kata "Shibghat" dalam bahasa Arab yang ada dalam Al Qur'an, bukan saja 
hal itu memecahkan masalah dan menyingkap selubung yang menyembunyikan 
ramalan Yahya Pembaptis yang misterius, tetapi juga suatu bukti yang 
indah bahwa Kitab Suci Islam adalah suatu arahan (direction) dari Wahyu 
Allah, dan bahwa NabiNya adalah benar dan orang yang sesungguhnya yang 
telah diramalkan oleh Yahya! Pembaptis ("Saba'a") memasukkan atau 
mencelupkan pemeluk baru agama atau seorang bayi ke dalam kolam air, 
sebagai seorang tukang celup atau seorang fuller memasukkan sepotong 
kain atau pakaian ke dalam ketel yang berisi bahan celupan. Dengan mudah
 dimengerti bahwa pembaptisan bukan suatu "thara", purifikasi atau 
penyucian, bukan suatu "tabhala," suatu pencelupan, atau bahkan bukan 
juga suatu "rahsa" sebuah pemandian atau penyucian, tetapi sebuah 
"sab'aitha," pencelupan warna, pemberian warna. Sangat penting sekali 
untuk mengetahui perbedaan-perbedaan ini. Persis seperti seorang 
"saba'a" seorang pencelup, memberi warna baru pada sepotong pakaian 
dengan mencelupkannya ke dalam ketel berisi zat pewarna, jadi seorang 
pembaptis memberikan warna spiritual baru kepada para pemeluk baru 
agama. Di sini kita harus membuat perbedaan yang mendasar antara seorang
 kafir (Gentile) yang berpindah agama dengan seorang Yahudi dan kaum 
Ismail Arab yang bertobat atas dosanya. Yang pertama itu secara resmi 
dikhitan, sedang yang belakangan hanya dibaptis saja. Melalui khitan 
seorang Gentile diterima masuk ke dalam keluarga Ibrahim, dan karenanya 
ke dalam kelompok orang-orang Tuhan. Dengan pembaptisan seorang beriman 
yang sudah dikhitan diterima ke dalam masyarakat orang-orang beriman 
yang sudah bertobat dan direformasikan. Khitan adalah lembaga kuno yang 
sakral yang tidak ditolak oleh Nabi Jesus atau Nabi Muhammad saw. 
Pembaptisan yang dilakukan oleh Yahya dan Kristus hanyalah untuk 
kebaikan orang-orang yang bertobat di antara yang sudah dikhitan. Kedua 
lembaga ini menunjukkan dan memberikan sebuah agama. Pembaptisan oleh 
Yahya dan Jesus sepupunya adalah suatu tanda diterimanya ke dalam 
masyarakat orang-orang yang bertobat yang sudah disucikan yang berikrar 
setia dan hormat kepada Utusan Allah yang kedatangannya diramalkan oleh 
keduanya.
Karena itu kelanjutannya adalah bahwa 
persis seperti khitan itu merujuk pada agama Nabi Ibrahim, begitupun 
pembaptisan itu merujuk pada agama Yahya dan Jesus, yang sebagai 
persiapan bagi orang Yahudi dan para kafir untuk menyetujui penerimaan 
yang ramah terhadap Nabi Islam dan untuk memeluk agamanya.
Jelas bahwa pembaptisan oleh Jesus 
adalah sama dengan yang dilakukan Yahya dan sebagai kelanjutan 
daripadanya. Jika pembaptisan oleh Yahya sebagai sarana yang mencukupi 
untuk pengampunan dosa, maka klaim bahwa "Domba Tuhan membawa pergi 
dosa-dosa dunia" (Yohanes i.) diledakkan (exploded = terlalu dibesarkan 
sehingga meledak). Bila air sungai Jordan cukup efektif untuk 
membersihkan lepra dari Naaman melalui do'a Nabi Elisha (2 Raja-Raja 
v.), dan untuk mengampuni dosa jutaan orang melalui pembaptisan oleh 
Nabi Yahya, darah tuhan akan berlebih-lebihan dan sesungguhnyalah tidak 
sesuai dengan Keadilan Suci.
Tidaklah ada keraguan bahwa hingga 
datangnya Paul dalam adegan itu, para pengikut Jesus Kristus melakukan 
ritual pembaptisan Nabi Yahya Pembaptis. Berguna untuk mencatat bahwa 
Paul adalah seorang "Farisi" yang tergolong dalam sekte Yahudi yang 
terkenal - seperti sekte Saduki - yang Nabi Yahya dan Jesus 
menyatakannya sebagai "anak-anak ular." Juga harus diamati bahwa 
pengarang buku kelima dari Perjanjian Baru ini, yang disebut: "Kisah 
Para Apostel," adalah seorang teman Paul, dan berpura-pura menunjukkan 
bahwa mereka yang dibaptis oleh Yahya Pembaptis telah tidak menerima 
"Ruh Suci" dan karena itu dibaptis kembali dan diisi dengan "Ruh Suci" 
(Kisah Para Apostel viii. 16-17 dan xix. 2-7), tidak melalui pembaptisan
 atas nama Nabi Jesus, tetapi melalui "peletakan tangan" (the laying of 
hands). Jelas disebutkan di dalam kutipan-kutipan ini bahwa kedua 
pembaptisan itu identik dalam sifat dan efektivitas mereka, dan bahwa 
mereka tidak "membawa turun (masuk)' Ruh Suci atas orang yang dibaptis 
baik oleh Yahya, Jesus, atau atas nama salah satu dari keduanya. Dengan 
"meletakkan tangan-tangan mereka (para apostel)" atas orang yang 
dibaptis maka Ruh Suci itu menyentuh hatinya, mengisinya dengan iman dan
 cinta Tuhan. Namun anugerah yang suci ini hanya diberikan kepada para 
Utusan yang benar-benar Nabi, dan tidak dapat diaku oleh apa yang 
disebut sebagai para penggantinya.
Tiga ayat yang terakhir dalam pasal yang
 dikutip itu diyakini oleh banyak orang sebagai sebuah interpretasi. 
Ayat-ayat itu tidak terdapat dalam MS tertua yang ada, yang tentu saja 
asal muasal dari semua versi Injil-Injil berikutnya, termasuk Vulgate. Sebuah
 dokumen adalah mutlak tidak bernilai sebagai catatan judisial yang 
serius jika satu bagian daripadanya terbukti sebuah pemalsuan. Namun di 
sini kita selangkah maju lebih jauh karena penambahan kepada teks asli 
tersebut diakui menjadi sedemikian rupa bahkan oleh mereka yang 
berbicara mengenai keasliannya.
Tetapi biarlah kita mengambil ramalan 
itu sebagaimana adanya. Saya tidak perlu mengatakan bahwa ramalan itu 
berbicara tentang hal-hal yang dapat ditebak oleh logika biasa (common 
sense), dengan memperhatikan bahwa perisitwa-peristiwa yang diramalkan 
itu selalu terjadi dari waktu ke waktu dalam perjalanan alam. Epidemi 
dan perang, kelaparan dan gempa bumi telah menimpa dunia begitu sering 
yang penyebutannya dalam sebuah ramalan sebagai tanda keotentikannya 
akan merusakkan arti penting yang bisa saja ada pada ramalan itu. 
Tambahan lagi pengikut-pengikut pertama dari agama baru pastilah akan 
menjumpai penindasan, terutama jika mereka kebetulan dari status sosial 
yang rendah. Namun terlepas dari hal itu, ramalan itu berbicara dalam 
satu upaya dari beberapa hal, yang bisa atau tidak bisa terjadi 
bersamaan pada suatu waktu. Hal-hal itu belum pernah terjadi begitu. 
Penindasan atas para murid dimulai segera setelah kepergian Jesus dari 
Judea. Mereka itu "diserahkan ke sinagog dan penjara, dan dihadapkan 
pada raja-raja dan para penguasa" untuk kepentingan namanya. Tetapi 
ramalan tidaklah memerlukan jiwa profetik, karena penindasan telah 
dimulai bahkan ketika Nabi Jesus masih bersama para muridnya. 
Peristiwa-peristiwa itu adalah kelanjutan yang alamiah dari pengajaran 
yang tidak disukai oleh orang-orang Yahudi. Tidak diragukan para murid 
itu menerima setiap kesulitan dan cobaan yang dapat dipikirkan dengan 
kesabaran dan ketabahan, tetapi mereka yakin bahwa Tuannya akan datang 
kembali sesuai dengan janjinya: "Sebenarnyalah aku berbicara dengan 
kamu, bahwa generasi ini tidak akan lulus, sehingga semua hal-hal ini 
selesai." Keyakinan terhadap kalimat-kalimat ini yang menghasilkan 
kesabaran yang indah dalam generasi yang dirujuk itu. Namun 
kalimat-kalimatnya telah berlalu meskipun waktu tidak datang untuk 
"langit dan bumi melenyap." Lebih-lebih lagi hari-hari penindasan atas 
para murid itu tidak menyaksikan suatu fenomena yang luar biasa dalam 
bentuk gempa bumi, perang atau epidemi. Bahkan dalam kurun waktu 
berikutnya, empat peristiwa yang diramalkan itu tidak serempak 
(terjadi). Dalam kurun waktu empat puluh tahun terakhir dari dua abad 
terakhir kita dengar "mengenai perang dan kerusuhan."Bangsa" benar-benar
 "bangkit terhadap bangsa dan kerajaan terhadap kerajaan." Gempa bumi 
besar dialami dalam berbagai tempat dan kelaparan dan epidemi, namun 
tidak juga matahari menjadi gelap atau bulan gagal memberikan cahayanya,
 hal-hal mana harus terjadi sebelum "kedatangan Anak Manusia." Kalimat 
ini bisa saja diambil dalam pengertian metaforikal, namun dalam hal itu,
 mengapa kaum Advent harus mencari kedatangan kedua dalam pengertian 
literal? Lebih daripada itu, sebagian besar dari fenomena yang 
disebutkan itu telah terjadi pada waktu ketika mereka yang berdakwah dan
 mengajar atas nama Jesus untuk alasan politik tidak mungkin rasanya 
dibawa menghadap raja-raja dan penguasa untuk dihukum. Sebaliknya mereka
 telah mendapat akses bebas ke dalam tanah yang lama telah tertutup bagi
 mereka. Semua itu membuktikan bahwa ramalan itu adalah atau hanya 
sebuah ceritera rakyat atau sebuah legenda mengenai hal-hal yang 
diucapkan oleh Jesus tentang peristiwa yang berbeda. Salah satu di 
antara dua kemungkinan ini, apa beliau sendiri yang telah mempunyai 
pandangan kabur tentang peristiwa yang akan datang, atau 
pencatat-pencatat hikayat hidupnya yang menuliskannya dua abad kemudian 
sesudah kehadiran beliau, telah dengan sembrono mencampur adukkan 
hal-hal yang berlainan tentang masalah yang berbeda.
Bab 16
"SIBGHATULLAH" ATAU PEMBAPTISAN DENGAN RUH SUCI DAN API 
Satu diantara fenomena agama yang 
sedikit yang tak dapat saya terangkan ialah: Bagaimana orang-orang 
Sabiin, begitu predominan di peninsula Arab dan Mesopotamia, tidak 
memeluk agama Kristen jika Nabi Yahya Pembaptis telah dengan sebenarnya 
dan secara terbuka menyatakan dan memperkenalkan Jesus sebagai Nabi yang
 "lebih berkuasa" daripada beliau sendiri, dan Al Masih yang beliau 
menyatakan dirinya tidak patut untuk membuka tali kasutnya? Jika seperti
 diramalkan oleh Yahya, Jesus adalah Nabi Allah yang datang untuk 
membaptis dengan Ruh Suci dan api, jutaan orang yang telah beliau 
"celup" di perairan sungai Jordan dan tempat lainnya, mengapa Nabi Jesus
 tidak dengan segera membaptis mereka dengan Ruh Suci dan api dan lalu 
menghapuskan penyembahan berhala di semua tanah yang dijanjikan Allah 
bagi anak cucu Nabi Ibrahim dan mendirikan Kerajaan Allah dengan 
kekuatan dan api? Secara mutlak tidak dapat dipikirkan bahwa para murid 
dan orang-orang beriman pada misi suci Nabi Yahya tidak harus mematuhi 
Jesus bila saja kepada khalayak beliau telah diperkenalkan sebagai 
Tuannya atau Superior-nya di tempat itu. Para pengikut Yahya mungkin 
saja telah dimaafkan atas penolakan mereka untuk masuk ke dalam gereja 
Kristen jika Jesus Kristus telah datang, katakanlah, satu abad kemudian 
daripada Pembaptis, tetapi untunglah yang begitu itu bukan masalahnya. 
Mereka berdua adalah merupakan rekan semasa (kontemporer) dan dilahirkan
 dalam tahun yang sama. Mereka keduanya membaptis dengan air atas 
pertobatan dosa, dan menyiapkan pemeluk agama yang telah bertobat bagi 
Kerajaan Allah yang mendekat tiba tetapi tidak telah berdiri di zaman 
mereka.
Kaum Sabiin, para "Pencelup" atau 
"Pembaptis" adalah pengikut setia Yahya. Mungkin saja mereka telah jatuh
 ke dalam perbuatan salah dan takhayul; namun mereka mengetahui dengan 
baik bahwa bukanlah Jesus yang dimaksudkan di dalam ramalan Nabi mereka.
 Mereka memeluk Islam ketika Nabi Muhammad saw tiba. Orang Haran di 
Syria bukanlah sisa orang Sabiin kuno seperti yang disangkakan. Di tanah
 yang dijanjikan hanya ada tiga agama non Muslim yang diakui dan 
dibiarkan adanya oleh Al Qur'an yaitu agama Yahudi, agama Kristen dan 
agama kaum Sabiin. Disebutkan bahwa orang-orang Haran berpura-pura 
adalah sisa kaum Sabiin kuno, karena itu mereka diizinkan untuk 
mengamalkan agama mereka yang aneh tanpa perlakuan tidak baik oleh 
pemerintah Turki.
Konsepsi Kristen tentang Ruh Suci sama 
sekali berbeda dengan konsepsi Islam dan Yahudi. Ruh Suci bukan seorang 
pribadi yang suci dengan atribut dan fungsi suci yang bukan milik 
pribadi suci lain salah satu dari tiga tuhan. Ummat Kristen mempercayai 
bahwa ruh suci yang sama ini, pribadi ketiga yang suci, turun dari 
tahtanya di sorga (his atau her atau its throne) atas permintaan yang 
diajukan setiap pendeta - dalam upacara hariannya dari beberapa sakramen
 - untuk mensucikan unsurnya dan mengubah esensi dan mutu mereka menjadi
 beberapa unsur supranatural yang dianggap amat sangat menjijikkan bagi 
sentimen keagamaan setiap kaum Unitarian, apakah dia seorang Yahudi atau
 seorang Muslim. Tak suatupun dapat menakutkan perasaan seorang Muslim 
selain daripada keyakinan bahwa Ruh Suci -selalu melalui intervensi 
seorang pendeta - mengubah air pembaptisan menjadi darah tuhan yang 
disalib dan menghapuskan apa yang disebut dosa asal; atau keyakinan 
bahwa operasi ajaib atas unsur material dari Eucharist merubah substansi
 unsur itu menjadi darah dan tubuh tuhan inkarnasi. Keyakinan itu mutlak
 bertolak belakang dengan ajaran Perjanjian Lama dan (merupakan) 
pemalsuan atas doktrin asli Yahya dan Jesus. Pengakuan orang Kristen 
bahwa Ruh Suci melalu mantera-mantera pendeta, mengisi dan memenuhi 
orang-orang tertentu dan memberkati mereka, tetapi tidak menjamin 
kesucian hati dan kebodohan mereka, adalah tidak berarti apapun. 
Diceriterakan kepada kita bahwa Hananiah (Ananias) dan isterinya 
Shapirah telah dibaptis, yang berarti telah diisi dengan Ruh Suci. 
Dengan begitu mereka memperoleh inspirasi dari pribadi ketiga yang suci 
untuk menjual ladang mereka dan meletakkan harganya dalam bentuk tunai 
di kaki Apostel Peter, tetapi pada saat bersamaan dirayu oleh setan 
untuk menyembunyikan sebagian dari uang itu. Akibatnya ialah bahwa 
pasangan communist yang malang itu mati mengenaskan dengan cara yang 
ajaib (Kisah Para Apostel v.)
Coba pikirkan tentang keyakinan bahwa 
pribadi ketiga dari trinitas turun atas orang, memberkati mereka, dan 
lalu membiarkan mereka jatuh ke dalam kesalahan, penyelewengan dalam 
keyakinan, dan ketidak percayaan pada tuhan, dan membiarkan mereka 
melakukan perang dan pembantaian yang mematikan. Mungkinkah ini? 
Dapatkah iblis merayu orang yang telah diisi dengan dan dijaga oleh Ruh 
Suci dan merubahnya menjadi seekor setan? Al Qur'an yang suci sangat 
mengesankan dalam hal ini. Allah berfirman kepada setan:
"Dia berfirman: "Ini adalah jalan yang 
lurus, kewajiban Aku-lah untuk menjaganya. Sesungguhnya atas 
hamba-hambaKu engkau tidak memiliki kekuasaan terhadap mereka, kecuali 
orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat" Q. 15 : 
41-42
Kita dapat percaya, atau bahkan 
membayangkannya sesaatpun, bahwa seorang hamba Allah, seorang beriman 
yang lurus yang telah menerima Ruh pensucian, dapat jatuh ke dalam dosa 
yang mematikan dan musnah dalam neraka. Tidak, seorang yang suci, selama
 dia masih ada dalam dunia yang nyata ini, harus memerangi dan berjuang 
melawan dosa dan kejahatan; dia mungkin saja jatuh, tetapi dia akan 
bangkit lagi dan tidak akan pernah ditinggalkan oleh Ruh murni yang 
menjaganya. Pertobatan dosa yang sejati adalah hasil karya Ruh yang baik
 yang ada dalam diri kita. Jika seorang Kristen dibaptis dengan Ruh Suci
 dan api, dalam arti seperti digambarkan dalam "Kisah Para Apostel" dan 
gereja-gereja menerimanya, maka setiap orang Latino, Yunani, atau 
Abesinia bukan saja harus menjadi seorang suci yang tidak berdosa tetapi
 juga seorang nabi linguist dan polyglot!
Kebenarannya adalah bahwa agama Kristen 
tidak mempunyai sebuah konsepsi yang pasti atau tepat mengenai Ruh Suci 
memenuhi seorang Kristen yang dibaptis. Jika itu Tuhan, maka betapa 
beraninya setan mendekati, menggoda dan merayu orang yang telah 
disucikan atau lebih baik yang telah bersifat tuhan (deified)? Dan 
tambahan lagi, apa yang lebih serius ialah: Bagaimana setan itu dapat 
mengusir Ruh Suci dan menempatkan dirinya dalam hati seorang heretic 
atau atheist yang telah dibaptis. Pada pihak lain, jika Ruh Suci itu 
berarti malaikat Jibril atau malaikat lainnya, makan gereja-gereja 
Kristen mengarungi pada pasir ketakhayulan; sebab malaikat itu tidak 
bersifat bisa hadir di semua tempat dalam satu waktu (omni-present). 
Jika Ruh yang memurnikan dan mengisi hati seorang Kristen yang telah 
dibaptis itu adalah Tuhan Sendiri, karena yang demikian itu adalah 
kepercayaan mereka pada pribadi ketiga dalam Trinitas, maka semua orang 
Kristen yang telah dibaptis harus mengaku dirinya suci dan bersifat 
tuhan (deified)!
Lalu ada pula konsepsi Protestant 
mengenai Ruh Suci, yang - which atau who - (1) mengisi hati mereka yang 
pada saat tertinggi dari kegairahan dan ekstasi selama khotbah yang 
membakar dari seorang pembicara yang bodoh atau terpelajar, mempercayai 
dirinya sendiri menjadi "dilahirkan kembali"; namun banyak di antara 
mereka yang meluncur kembali dan menjadi apa yang mereka sebelumnya, 
bajingan dan penipu!
Nah sekarang sebelum saya terangkan, 
menurut pengertian saya yang hina ini, pembaptisan spiritual dan 
berapi-api itu, saya ingin membuat pengakuan bahwa banyak orang-orang 
saleh dan takut terhadap Tuhan di antara orang Yahudi dan Kristen. 
Karena betapapun pandangan dan keyakinan agama mereka itu mungkin 
berbeda dengan pandangan dan keyakinan kita, mereka mencintai Tuhannya 
dan berbuat baik atas namanya. Kita tidak dapat memahami dan menentukan 
perlakuan terhadap Tuhan dengan orang-orang yang berbeda agama. Konsepsi
 Kristen tentang Ketuhanan hanyalah merupakan kesalahan definisi tentang
 Tuhan yang sejati kepada siapa mereka meyakini dan mencintaiNya. Jika 
mereka memuliakan Jesus dan mempertuhankannya, hal itu bukan karena 
mereka ingin tidak menghormati Tuhan, tetapi karena mereka melihat 
keindahanNya pada Ruh Allah itu, yaitu Jesus. Sudah barang tentu mereka 
tidak bisa menghargai kerasulan Nabi Muhammad saw, bukan karena mereka 
mengingkari jasanya yang tak dapat ditandingi terhadap wasiyat Allah 
dengan memberikan pukulan terbesar kepada setan dan kultur penyembahan 
berhalanya, tetapi karena mereka tidak mengerti sebagaimana Nabi 
Muhammad saw memahami sifat sesungguhnya dari misi dan pribadi Jesus 
Kristus. Alasan yang sama bisa diajukan atas sikap orang-orang Yahudi 
terhadap Nabi Jesus dan Nabi Muhammad saw. Allah Maha Pemurah dan 
Pengampun!
Ruh Suci dengan definite article
 "the" menunjuk khusus kepada malaikat Jibril, atau salah satu dari 
ruh-ruh "yang murni" yang begitu banyak yang diciptakan oleh Allah, dan 
diangkat untuk melaksanakan misi tertentu. Turunnya Ruh Suci kepada 
seorang manusia ialah untuk mengungkapkan kepadanya kehendak Allah, dan 
untuk membuatnya seorang nabi. Orang yang demikian itu tak akan pernah 
dapat dirayu oleh setan.
Apa yang dikenal sebagai pembaptisan 
sebelum masa Nabi Muhammad saw kini disebut "sibghatullah" yaitu 
pemberian tanda keagamaan yang bersifat permanen yang disebut dalam Al 
Qur'an yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, diterangkan kepada kita oleh 
Wahyu Suci hanya dalam satu ayat Al Qur'an surah 2 ayat 138.
"Pemberian tanda - pencelupan - (yang 
bersifat tetap bagi orang-orang yang beriman kepada) Allah. Dan 
pemberian tanda siapakah yang lebih baik daripada Allah? KepadaNya kita 
semua menyembah."
Komentator (ahli tafsir) Muslim mengerti
 dengan benar kata "sibghat" bukan dalam arti harfiah "mencelup", tetapi
 dalam pengertian spiritual atau metaforikal agama. Ayat Al Qur'an ini 
membatalkan dan menghapuskan agama dari "Sab'utha" dan "Ma'muditha" atau
 kedua-duanya kaum Sabiin dan Nasara. "Sibghatullah" adalah tanda tetap 
bagi orang-orang beriman kepada Allah, bukan dengan air tetapi dengan 
Ruh Suci dan api! Agama yang dipeluk oleh siapapun dari para sahabat 
Nabi Allah pada tahun-tahun pertama Hijriyah kini dipeluk dalam 
keseluruhannya oleh setiap Muslim. Hal ini tidak berlaku bagi agama yang
 mengenal pembaptisan. Lebih dari enam belas Konsili Ekumeni telah 
diundang untuk mendefinisikan agama Kristen, hanya untuk ditemukan oleh 
Sinode Vatikan dalam abad sembilan belas bahwa misteri dari 'The 
Infallibility" dan "The Immaculate Conception" adalah dua dari dogma 
utama, keduanya tidak dikenal oleh Apostel Peter dan Perawan Maryam Yang
 Diberkati! Keyakinan atau agama apapun yang bergantung pada 
pertimbangan dan keputusan Sinode Umum - suci ataupun menyimpang 
(heretical) - adalah artifisial dan manusiawi. Agama Islam ialah 
keyakinan pada Satu Tuhan (Allah) dan penyerahan mutlak kepada 
kehendakNya, dan agama ini dipeluk oleh para malaikat di langit dan oleh
 Muslimin dan Muslimat di bumi. Ini adalah agama pemberkatan dan 
pencerahan, dan merupakan benteng yang tak dapat ditembus oleh 
penyembahan berhala. Marilah kita kembangkan hal ini sedikit lebih 
lanjut.
Pencelupan tetap yang bersifat spiritual
 adalah Karya langsung Tuhan Sendiri. Sebagaimana halnya tukang cuci 
mencuci kain atau obyek lainnya dengan air; seperti halnya tukang celup 
memberi warna pada wool atau katoen dengan bahan pewarna untuk 
memberikan nuansa baru; dan seperti halnya penandaan tetap menutup 
dosa-dosa yang lalu dari seorang beriman sejati yang telah bertobat, 
begitulah Allah Yang Maha Berkuasa memberikan tanda, bukan tubuh, tetapi
 ruh dan jiwa dari dia (hambaNya) yang Allah dengan RakhmatNya memberi 
arah dan petunjuk kepada agama suci Islam. Inilah "Sibghatullah" 
pemberian tanda oleh Allah yang membuat orang sesuai dan mulia menjadi 
warga Kerajaan Allah dan seorang hamba dalam agamaNya. Ketika untuk 
pertama kalinya malaikat Jibril menyampaikan Kalimat Allah kepada Nabi 
Muhammad saw, kedalam dirinya diberikan anugerah ramalan. Ruhnya 
disucikan dan diperbesar dengan Ruh Suci hingga sampai pada tingkat dan 
luas yang sedemikian yang memutuskan waktu dan malaikat Jibril membuka 
dada dan hatinya serta mencucinya, dengan mana menghilangkan dasar-dasar
 yang memungkinkan bisikan setan. Sekali, yaitu ketika beliau masih 
kanak-kanak dan sedang bermain di padang pasir, dan yang kedua di Kaaba 
sebelum mi'raj, dan hingga sampai pada suatu batas yang ketika pada 
gilirannya beliau mendakwahkan Kalimat itu kepada mereka yang Allah 
berkenan untuk memberikan petunjukNya, mereka (ummat Muahmmad saw)itupun
 disucikan, diberi tanda. Jadi merekapun menjadi perwira-perwira suci 
dalam barisan baru tentara yang terdiri dari orang-orang Muslim. 
Pemberian tanda spiritual ini tidak menjadikan orang-orang Muslim itu 
nabi-nabi, orang-orang suci yang tidak berdosa, atau penjaja keajaiban. Karena sesudah Kehendak dan Firman Allah itu diungkapkan dalam Al Qur'an, maka itulah akhir daripada kenabian dan wahyu.
 Mereka tidak dijadikan orang-orang suci yang tidak berdosa, karena 
kealiman dan amalan baik mereka bukan merupakan hasil usaha dan 
perjuangannya melawan kejahatan dan karena itu tidak sepantasnya 
dihargai. Mereka tidak diangkat menjadi pekerja-pekerja keajaiban 
supernatural karena mereka memiliki keyakinan yang mantap dan sehat pada
 Penciptanya, Allah.
Selanjutnya, "sibghatullah" ini membuat 
orang-orang Muslim sejati itu khidmat, konsisten dalam menjalankan 
kewajibannya kepada Allah dan terhadap rekan-rekan semasyarakat, 
terutama keluarga mereka. Sibghatullah itu tidak menyebabkan mereka gila
 untuk mempercayai diri mereka lebih suci daripada rekan-rekan seagama, 
dan dengan begitu bersombong dengan jabatan kependetaan bagi mereka 
sendiri terhadap rekan-rekan lainnya, seakan-akan mereka itu jamaah dan 
gembalaan mereka. Kefanatikan, ego keagamaan dan sejenisnya bukanlah 
hasil dari Ruh Suci. Setiap orang Muslim mendapatkan sibghatullah yang 
sama pada saat penciptaannya, agama yang sama dan pemberian tanda 
spiritual keagamaan yang tidak dapat dihapuskan, dan harus bersaing 
dalam masa hidup dunianya yang singkat dengan sebaik-baik kemampuan dan 
daya upayanya agar dapat memenangkan mahkota kemuliaan di dunia yang 
akan datang. Setiap orang Muslim hanya memerlukan pendidikan dan 
pelatihan keagamaan sesuai dengan kebijakan Firman Allah. Namun dia 
tidak memerlukan campur tangan seorang pendeta, sakramen, atau orang 
suci. Setiap orang beriman yang tercerahkan dapat menjadi seorang Imam 
(pemimpin dalam beribadah), misionaris, khotib sesuai dengan ajaran yang
 diperolehnya serta semangat keagamaannya, tidak untuk kemuliaan yang 
sia-sia atau hasil yang menguntungkan.
Dengan singkat seorang Muslim, apakah 
pada saat kelahirannya atau pada saat kepindahan agamanya, diberi tanda 
secara spiritual, dan menjadi seorang warga dari Kerajaan Tuhan, seorang
 yang bebas merdeka, dan memiliki hak dan kewajiban yang sama, sesuai 
dengan kemampuannya, kebaikan, pengetahuan, kekayaan, kedudukan.
Yahya Pembaptis yang suci merujuk 
pemberian tanda spiritual dan igneous (sesuatu yang panas yang 
dihasilkan oleh magma, atau seperti bara api) kepada Nabi Allah Yang 
Besar, bukan sebagai mahluk yang keramat, Tuhan, atau anak Tuhan, tetapi
 sebagai seorang agen yang suci, dan suatu instrumen melalui mana 
pemberian tanda itu dilaksanakan. Nabi Muhammad saw menyampaikan Wasiyat
 Allah yang adalah FirmanNya; beliau memimpin peribadatan, melaksanakan 
upacara suci, dan berjihad melawan orang-orang kafir dan penyembah 
berhala untuk mempertahankan perjuangannya (menegakkan agama Allah). 
Namun kejayaan dan kemenangan yang diperolehnya adalah milik Allah. 
Dengan cara yang sama Yahya berdakwah dan membaptis, tetapi penyesalan 
yang mendalam, penebusan dosa, dan pengampunan dosa hanya dapat 
dilakukan oleh Tuhan. Ramalan Nabi Yahya bahwa "dia yang datang sesudah 
aku lebih berkuasa daripada aku; dia akan membaptismu dengan Ruh dan 
api" adalah sangat mudah untuk dimengerti, karena pemberian tanda secara
 spiritual ini hanya diberikan dan dilaksanakan melalui Nabi Muhammad 
saw.
Harus dicatat bahwa bentuk dan materi 
sibghatullah (pencelupan) ini adalah Sakral dan sekaligus Supernatural. 
Kita merasakan dan melihat akibat dari jalan yang tidak tampak tetapi 
nyata yang mewujudkan akibat itu. Tiada lagi air sebagai materi ataupun 
tanda untuk memimpin dalam upacara atau bentuk. Allah itulah yang 
melalui Ruh, melaksanakannya. Materi Sibghatullah dalam kalimatPemberi 
Tanda (Allah) adalah Ruh Suci dan api. Bentuk itu secara eksklusif milik
 Allah. Kita tidak dapat memberikan atribut itu kepada Allah dalam 
bentuk apapun kecuali KalimatNya: "Kun" atau "Jadilah" dan PerintahNya 
diturut atau dicipta. Hasilnya ialah bahwa seorang Muslim menjadi 
diberkati, dicerahkan, dan menjadi seorang prajurit yang dipersenjatai 
untuk bertempur melawan setan dan berhala-berhalanya. Tiga akibat dari 
Sibghatullah in patut memperoleh pertimbangan dan studi yang serius.
- 
Ruh Suci , apakah itu malaikat Jibril atau Ruh-Ruh Superior lainnya yang diciptakan, melalui perintah Allah mensucikan jiwa seorang Muslim pada saat kelahirannya atau pada saat bertukar agama, sesuai dengan peristiwanya, dan pensucian ini berarti:
- 
Ke dalam hatinya dipahatkan suatu keyakinan yang sempurna akan adanya Satu Tuhan Yang Sejati. "Sibghatu'I-Lah" itu menjadikan jiwa seorang Muslim sejati mempercayai Keesaan Tuhan yang mutlak, untuk menyandarkan diri padaNya, dan untuk mengerti bahwa Dia sendirilah Tuannya, Pemiliknya dan Tuhannya. Keyakinan terhadap Tuhan Yang Sejati itu tampak pada diri setiap orang yang mengaku dirinya seorang Muslim. Tanda dan bukti atas keyakinan yang telah terpahatkan dalam diri seorang Muslim itu bersinar dengan gemilang ketika dia menegaskan: "Aku seorang Muslim, Alkhamdulillaah." Apakah yang lebih berkesan dan secara sendiri jelas sebagai sebuah tanda dari keyakinan yang suci selain daripada kebencian dan ketidak sukaan yang dirasakan seorang Muslim terhadap obyek sesembahan lain di samping Allah? Mana dari yang dua ini yang lebih suci dalam Pandangan Allah: dia yang menyembah Penciptanya dalam sebuah bangunan sederhana Mesjid, atau dia yang menyembah empat belas gambar dan lukisan yang mewakili pemandangan penyaliban dalam sebuah bangunan yang dinding dan altarnya dihiasi dengan patung-patung berhala, tanahnya menutupi tulang belulang orang-orang yang sudah mati, dan kubahnya dihiasi dengan tokoh-tokoh malaikat dan orang-orang suci?
 - 
Pensucian oleh Ruh Suci dan api yang Allah kerjakan atas jiwa seorang Muslim adalah bahwa Dia mengisinya dengan rasa cinta akan dan penyerahan diri kepada Dia. Seorang suami yang terhormat lebih suka menceraikan isteri tercintanya daripada melihatnya membagi cintanya kepada seorang laki-laki lain. Yang Maha Berkuasa akan melemparkan setiap "orang beriman" yang ternyata menyekutukan Dia dengan obyek atau mahluk lain. Cinta seorang Muslim akan Allah tidak teoritis atau idealistik namun bersifat praktis dan nyata. Tidak sesaatpun dia ragu untuk mengusir isteri, anak atau temannya dari rumahnya jika dia menghujat Nama atau Pribadi Suci. Seorang penyembah berhala atau seseorang dari agama lain bisa saja menunjukkan kemarahan hati yang sama untuk obyek yang disembahnya. Tetapi cinta yang ditunjukkan untuk Satu Tuhan Sejati adalah suci dan diberkati: dan cinta yang demikian itu hanya bisa ada dalam hati seorang Muslim. Formula yang bersifat isyarat tanda baik dan kidung suci "Bismillaah" dan "Alkhamdulillaah" yang masing-masing berarti: "Dengan Menyebut Asma Allah" dan "Puji dan Syukur bagi Allah" pada awal dan akhir setiap kegiatan atau upaya, adalah sebuah pernyataan tulus dari jiwa seorang Muslim yang telah disucikan, terkesan dan dimabukkan dengan "cinta akan Tuhan" yang memancar dan melebihi semua cinta lainnya. Seruan-seruan ini bukan suatu pernyataan yang artifisial dan hipokritikal dalam mulut orang Muslim, tetapi kata-kata itu adalah do'a dan pujian dari jiwa yang telah disucikan tanpa dapat terhapus lagi yang menempati tubuhnya. Dan jika seorang Kristen dan seorang Yahudi dicelup dengan keyakinan dan ketaatan yang sama, dan jika jiwa mereka tergelitik dengan sungguh-sungguh akan pernyataan itu yang benar-benar dirasakan oleh jiwa seorang Muslim, maka dia (orang Kristen atau Yahudi) itu adalah seorang Muslim meskipun dia tidak menyadarinya.
 - 
Penandaan pemberkatan yang tak terhapuskan yang diinspirasikan ke dalam ruh seorang Muslim melalui "sibghatullah", di samping keyakinan dan cinta akan Allah, adalah sebuah penyerahan diri dan kepasrahan diri yang menyeluruh kepada Kehendak Allah Yang Suci. Penyerahan diri yang mutlak ini memancar bukan saja dari keyakinan dan cinta, akan tetapi juga dari rasa takut yang suci dan dari rasa hormat yang mendalam yang begitu latent dalam jiwa dan ruh setiap orang beriman yang sebenarnya.
 
 - 
 - 
Pencerahan adalah tanda kedua dari penandaan spiritual yang tak terhapuskan. Pengetahuan yang sebenarnya tentang Allah dan KehendakNya, sebanyak yang dapat dimiliki oleh seorang manusia, hanya dapat dilihat dan secara eksklusif ada pada diri orang-orang Muslim. Pengetahuan ini bersinar dengan cemerlang pada roman muka dan tingkah laku setiap Muslim. Mungkin dia tidak mengerti esensi Tuhan, seperti halnya seorang anak kecil tidak dapat mengerti sifat dan mutu kedua orang tuanya; namun seorang bayi bisa mengenali ibunya di antara wanita-wanita lainnya. Analogi itu jauh di bawah kenyataan, dan perbandingan itu bersifat inferior tanpa batas antara seorang Muslim baik yang telah tercerahkan dalam hubungannya kepada Penciptanya dan seorang bayi yang menangis di belakang ibunya sendiri. Seorang Muslim, betapapun dia bodoh, miskin, dan berdosa, melihat tanda-tanda Allah pada setiap gejala alam. Apapun yang menimpanya, dalam kebahagiaan atau penderitaan, Allah tetap ada dalam hatinya. Seruan sholat seorang Muslim adalah bukti hidup dari pencerahannya. "Tidak ada apapun yang patut disembah kecuali Allah," merupakan protes abadi terhadap semua mereka yang menyekutukan Tuhan dengan obyek apapun yang tidak patut disembah. Setiap Muslim mengakui: "Saya bersaksi bahwa Allah ialah Sesuatu yang patut disembah."
 - 
"Sibghatullah" adalah penandaan suci dengan api yang mempersenjatai dan melengkapi seorang Muslim untuk menjadi benteng terhadap kesalahan dan ketakhayulan, terutama terhadap kemusyrikan dalam segala bentuknya. Tanda dari api itulah yang melebur jiwa dan ruh seorang Muslim, begitulah dipisahkan substansi yang emas dari segala kekotoran dan korupsi. Kekuatan Tuhan inilah yang memperkuat dan mengkonsolidasikan hubungan antara Dia dengan hambaNya yang beriman, dan mempersenjatainya untuk berjuang demi agama Tuhan. Gairah dan semangat seorang Muslim terhadap Allah dan agamaNya adalah unik dan suci. Orang-orang biadab juga berjuang untuk jimat mereka, si musyrik untuk berhalanya, dan orang-orang Kristen untuk salib mereka; akan tetapi betapa kontrasnya antara obyek-obyek yang tidak patut disembah itu dengan Tuhan agama Islam!
 
Yang demikian itu adalah karakteristik 
utama dari penandaan spiritual yang tak terhapuskan, dan tidak dijumpai 
di manapun kecuali di antara penganut agama Islam. Yahya Pembaptis, 
Jesus Kristrus dan para apostel mempercayai, mencintai dan merasa takut 
pada Allah yang sama seperti setiap orang Muslim melakukannya sesuai 
dengan tingkat kelembutan dan rahmat yang suci. Ruh Suci, atau seperti 
dikenal dalam Islam sebagai Ruh Yang Disucikan, berarti malaikat Jibril 
sendiri, yang, juga memegang jabatan sebagai Utusan, juga seorang mahluk
 serta mencintai dan merasa takut pada Allah sebagaimana anda dan saya 
juga demikian.
Dalam hubungan ini saya bisa memberi 
jejak pada kenyataan bahwa jiwa manusia itu sangat berbeda dengan ruh 
manusia. Ruh yang suci itu yang mencerahkan jiwa dan menanamkan ke 
dalamnya pengetahuan tentang kebenaran. Sekali lagi adalah ruh jahat 
yang mendorong jiwa kepada kesalahan, penyembahan berhala, dan 
penghujatan terhadap Tuhan.
Kesimpulannya, saya harus meminta 
perhatian saudara-saudara saya orang-orang Muslim untuk memikirkan siapa
 diri mereka itu; untuk mengingat pahala Allah; dan hidup sesuai dengan 
semua itu.
Bab 17.
"PARACLETE" BUKAN RUH SUCI
Dalam artikel ini kita sekarang dapat 
membicarakan tentang "Paraclete" yang terkenal dari Injil Keempat 
(Yohanes). Jesus Kristus seperti halnya Yahya, mengumumkan bangkitnya 
Kerajaan Tuhan, mengundang orang-orang untuk melakukan pertobatan dosa, 
dan membaptis mereka untuk menghapuskan dosa-dosa mereka. Dengan 
terhormat beliau menyelesaikan tugasnya, dan dengan setia menyampaikan 
wasiyat Tuhan kepada orang Israel. Beliau sendiri bukanlah pendiri 
Kerajaan Tuhan itu, namun hanya seorang bentara, dan karena itu beliau 
tidak menuliskan apapun dan tidak pula memberi perintah kepada 
seorangpun untuk menulis Kitab Suci Injil yang telah terpateri dalam 
jiwanya. Beliau mengungkapkan Injil yang berarti "berita baik" tentang 
"Kerajaan Tuhan" dan "Pereiklitos" kepada para pengikutnya, tidak dalam 
bentuk tertulis, tetapi dalam bentuk ceramah lisan, dan dalam khotbah 
kepada umum. Khotbah-khotbah ini beserta ceritera-ceritera itu oleh 
orang-orang yang pernah mendengarnya diteruskan kepada mereka yang belum
 mendengarnya. Barulah kemudian bahwa perkataan dan ajaran-ajaran Sang 
Guru itu dituliskan. Jesus bukan lagi seorang Rabbi, tetapi suatu Logos -
 Kalimat Yang Suci; bukan lagi seorang pendahulu dari Paraklete namun 
sudah sebagai Tuhannya dan Superiornya ("nya" disini menunjuk kepada 
Parakaklete - Pent.). Perkataannya yang murni dan sebenarnya telah 
dipalsukan dan dicampur adukkan dengan mitos dan legenda. Untuk sesaat 
beliau diharapkan setiap saat turun dari awan disertai dengan barisan 
malaikat. Semua apostel telah meninggal; kedatangan Jesus Kristus untuk 
kedua kalinya tertunda. Pribadi dan doktrinnya telah menimbulkan 
berbagai spekulasi keagamaan dan falsafi. Sekte-sekte saling bergantian;
 Injil dan Epistle dengan berbagai nama dan judul yang berbeda 
bermunculan di banyak pusat-pusat kegiatan; dan banyak pakar agama 
Kristen serta kaum apologist saling membasmi dan mengritik masing-masing
 teori mereka. Seandainya ada Kitab Injil yang ditulis selama masa 
Jesus, atau bahkan sebuah Kitab yang disahkan oleh Kumpulan Para 
Apostel, maka ajaran Nabi dari Nazareth ini pasti telah mengamankan 
kemurnian dan integritas mereka hingga saat tibanya "Periqlit" - Ahmad. 
Sayang hal itu bukanlah masalahnya. Setiap penulis mengambil 
pandangan yang berbeda tentang Sang Guru dan agamanya, dan melukiskannya
 dalam bukunya - yang dia sebut Injil atau Epistle - sesuai dengan 
khayalannya sendiri. Pemikiran yang meruyak banyak tentang Kalimat;
 ramalan tentang Periqlit; khotbah Jesus yang tidak terjelaskan atas 
daging dan darahnya; dan sejumlah serial beberapa keajaiban, peristiwa, 
dan perkataan yang tercatat dalam Injil Keempat tidaklah dikenal oleh 
Synoptic dan dengan sendirinya juga bagi sebagian besar ummat Kristen 
yang tidak telah melihatnya setidak-tidaknya selama beberapa abad.
Injil Keempat seperti buku-buku lainnya,
 juga telah ditulis dalam bahasa Yunani dan tidak dalam bahasa Aramiah, 
yang adalah bahasa lidah Jesus dan para pengikutnya. Dengan sendirinya 
sekali lagi kita dihadapkan kepada kesulitan yang sama yang kita jumpai 
ketika kita membicarakan "Eudokia" dari St Lukas, yaitu: "Kata atau 
nama apa yang dipakai Jesus dalam bahasanya sendiri untuk menyatakan apa
 yang disebut oleh Injil Keempat sebagai "Paraclete" dan yang telah 
diterjemahkan sebagai "penghibur" "penolong" ("comforter", "consoler") 
dalam semua versi Injil?
Sebelum membicarakan mengenani etimologi
 dan arti sesungguhnya dari bentuk Paraclete yang tidak klasikal atau 
telah dikorupsi ini, adalah perlu untuk membuat pengamatan singkat atas 
satu ciri dari Injil Yohanes. Hal kepengarangan serta otentik tidaknya 
Injil ini adalah persoalan yang menyangkut Higher Biblical Criticism; tetapi
 tidak mungkin untuk percaya bahwa Apostel telah menulis kitab ini 
seperti kita jumpai dalam bentuk dan isinya yang seperti sekarang ini.
 Penulisnya, apakah itu Yohannan (John) anak Zebedee, atau seorang lain 
yang bernama itu, tampaknya akrab dengan doktrin dari pakar Yahudi yang 
terkenal dan ahli falsafah Philon mengenai Logos atau Firman. Sangat 
terkenal bahwa penaklukan Palestina dan berdirinya Alexandria oleh 
Alexander Agung untuk pertama kalinya telah membuka epoch baru bagi 
kebudayaan dan peradaban. Pada saat itulah bahwa pengikut Musa bertemu 
dengan pengikut Epicurus, dan terjadilah dampak besar dari doktrin 
spiritual Injil terhadap materialisme dari keberhalaan (paganism) 
Yunani. Seni dan falsafah Yunani mulai dikagumi dan dipelajari oleh 
pakar-pakar hukum bangsa Yahudi di Palestina maupun di Mesir, di mana 
terdapat masyarakat Yahudi yang sangat banyak di kedua tempat itu. 
Penetrasi alam fikiran dan belles-lettres Yunani ke dalam mazhab Yahudi 
menyadarkan pendeta-pendeta dan orang-orang terpelajar Yahudi akan 
bahayanya. Dalam kenyataannya, bahasa Ibrani sangat diabaikan sehingga 
Kitab Suci itu dibaca di sinagog-sinagog Alexandria dalam versi 
Septuagint (Injil dalam bahasa Yunani). Tetapi invasi oleh ilmu 
pengetahuan asing ini menggerakkan orang Yahudi untuk lebih baik 
mempelajari hukum mereka sendiri, dan mempertahankannya terhadap spirit 
baru yang tidak menguntungkan itu. Karena itu mereka berusaha untuk 
menemukan cara baru untuk menafsirkan Injil agar kemungkinan adanya 
"rapproachment" (penyesuaian) dan rekonsiliasi kebenaran Injil dengan 
alam fikiran Hellenisme dapat diberdayakan. Karena cara lama mereka 
yaitu tafsir harafiah dari hukum dirasakan tidak bisa dipergunakan dan 
terlalu lemah terhadap penalaran yang halus dari Plato dan Aristoteles. 
Pada saat yang sama kegiatan orang-orang Yahudi yang padat dan ketaatan 
mereka terhadap agamanya yang menonjol sering membangkitkan di dalam 
dirinya rasa iri dan benci kepada orang Yunani. pada masa kekuasaan 
Alexander, seorang pendeta Mesir, Manetho, telah menulis yang berisi 
fitnah terhadap Judaisme (agama orang Yahdui). Di bawah Tiberius juga, 
orator besar Apion menghidupkan kembali dan meracuni dengan 
hinaan-hinaan dari Manetho. Dengan demikian tulisan-tulisan itu telah 
meracuni orang-orang kemudian yang menindas dengan kejam orang-orang 
yang beriman akan Satu Tuhan yang sesungguhnya.
Metode baru itu diketemukan sesuai 
dengan yang diinginkan dan diterapkan. Metode itu adalah sebuah cara 
penafsiran alegoris atas setiap hukum, aksioma, narasi dan bahkan 
nama-nama dari pribadi-pribadi besar dipertimbangkan untuk 
menyembunyikan di dalamnya sebuah gagasan rahasia yang mereka upayakan 
untuk mewujudkannya. Cara penafsiran alegoris ini segera menyombongkan 
diri pada tempat Injil, dan seperti halnya sebuah amplop yang membungkus
 di dalamnya suatu sistim falsafah keagamaan.
Nah kini orang yang paling terkemuka 
yang mempersonifikasikan ilmu pengetahuan ini ialah Philon, yang 
dilahirkan dari keluarga Yahudi yang kaya di Alexandria dalam tahun 25 
sebelum Masehi. Mengenal dengan baik falsafah Plato, dia menulis karya 
alegoris gaya Yunani yang murni dan serasi. Dia percaya bahwa doktrin 
tentang Wahyu dapat bersesuaian dengan ilmu dan kebijakan insani yang 
tertinggi. Apa yang terutama telah ada dalam benaknya adalah gejala 
tentang perbuatan Tuhan, Ruh murni, dengan mahluk bumi. Dengan mengikuti
 teori Plato tentang "gagasan" dia menanamkan suatu serial gagasan 
antara yang dia sebut sebagai "Pancaran Kesucian" yang dia ubah menjadi 
sudut-sudut yang mempersatukan Tuhan dengan dunia. Substansi dasar dari 
gagasan-gagasan ini, Logos atau Firman, membentuk kebijakan adi 
(supreme) yang diciptakan di dunia dan pernyataan tertinggi dari 
perbuatan yang menguntungkan.
Mazhab Alexandria mengikuti kejayaan 
Judaisme atas Paganisme. "Namun" seperti dicatat dengan benar oleh Rabbi
 Besar Paul Hagenauer dalam buku kecilnya yang menarik "Manuel de 
Litterature luive" (halaman 24): "mais d'elle surgirent, plus tard, des 
systemes nuisibles Li l'hebraisme" benarlah sistim yang berbahaya, bukan
 saja bagi Judaisme tetapi bagi agama Kristen juga!
Asal usul doktrin Logos dilacak 
karenanya, ke falsafah Philon, dan apostel Yohanes atau pengarang dari 
Injil Keempat, siapapun dia itu - hanya mendogmatisir teori "gagasan" 
yang telah timbul pertama kali dari otak emas Plato. Seperti telah 
dicatat dalam artikel pertama dari serial ini, Firman Suci itu berarti 
Firman Tuhan, dan bukan Tuhan itu Firman. Kalimat atau perkataan adalah 
sebuah atribut dari mahluk rasional; itu bisa milik pembicara yang 
manapun, tetapi itu bukanlah mahluk rasional, si pembicara. Kalimat Suci
 tidaklah abadi, kalimat itu mempunyai asal usul, suatu permulaan; 
kalimat itu tidak ada sebelum ada permulaan kecuali hanya sebatas 
potensial. Kalimat itu bukan sebuah esensi atau inti. Adalah merupakan 
kesalahan yang serius untuk merubah atribut yang manapun menjadi suatu 
substansi. Jikalau diizinkan untuk berkata: "Tuhan itu Firman" 
mengapa tidak diperbolehkan untuk berkata: Tuhan itu Rahim, Tuhan itu 
Cinta, Tuhan itu Pembalas (Pemberi azab), Tuhan itu Kehidupan, Tuhan itu
 Kekuasaan, dan sebagainya? Saya dapat mengerti dan menerima dengan baik
 sebutan bagi Jesus "Ruh Tuhan" (Ruhu 'l-Lah), bagi Musa "Kalimat Allah"
 (Kalamu 'l-Lah), bagi Muhammad "Utusan Allah" (Rasul Allah), yang 
berarti Ruh Tuhan, Firman Tuhan dan Utusan Tuhan. Namun
 saya tidak pernah bisa mengerti ataupun menerima bahwa Ruh, atau 
Firman, atau Utusan itu adalah suatu Pribadi Suci yang memiliki sifat 
suci dan sifat manusiawi. 
Sekarang kita akan melanjutkan untuk 
menghadirkan dan mencari jawaban final atas kesalahan agama Kristen 
tentang Paraclete. Dalam artikel ini saya akan mencoba untuk membuktikan
 bahwa Paraclete bukanlah Ruh Suci ataupun "penghibur" (comforter, 
consoler) atau "perantara" (intercessor) sebagaimana orang-orang Kristen
 dan gereja meyakininya, dan dalam artikel berikut ini semoga Tuhan 
mengizinkan, saya akan menunjukkan dengan jelas bahwa bukanlah 
"Paraclete" tetapi "Periclyte" yang dengan tepat berarti "Ahmad" dalam 
pengertian "Yang Sangat Terkenal, Yang Terpuji, dan Dihormati."
- 
RUH SUCI DIGAMBARKAN DALAM PERJANJIAN BARU SEBAGAI TIDAK LAIN SELAIN DARIPADA SEORANG PRIBADI
- 
Dalam Lukas xi.13 Ruh Suci itu dinyatakan sebagai sebuah "karunia" Tuhan ( a gift of God). Perbedaan antara "karunia yang baik" yang diberikan oleh orang tua yang jahat dan Ruh Suci yang dilimpahkan kepada orang-orang beriman oleh Tuhan sama sekali mengecualikan (sama sekali tidak menyinggung) gagasan tentang kepribadian suatu Ruh yang manapun. Dapatkah kita dengan sadar dan positif menegaskan bahwa Jesus Kristus pada saat menceriterakan tentang perbedaan itu, bermaksud untuk mengajarkan kepada para pendengarnya bahwa "Tuhan Bapa" memberikan karunia "Tuhan Ruh Suci" kepada "anak-anakNya" yang mahluk bumi? Pernahkah beliau menginsinuasikan bahwa beliau percaya bahwa orang ketiga dalam Trinitas sebagai karunia dari orang pertama dalam Trinitas? Dapatkah kita dengan sadar mengakui bahwa para Apostel itu percaya bahwa "karunia" ini adalah Tuhan Yang Maha Kuasa yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa kepada mahluk yang bersifat tidak abadi? Gagasan atas keyakinan yang demikian itu menjadikan orang Muslim merasa jijik dan tidak menyukainya.
 - 
Dalam 1 Korintian ii. 12 Ruh Suci ini digambarkan sebagai dalam kasus gender "netral" (bukan pria bukan wanita) "Ruh dari Tuhan". Paul dengan jelas menyebutkan bahwa sebagai suatu Ruh yang dalam diri manusia menjadikannya dia mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan dirinya sehingga Ruh Tuhan membuat seorang manusia mengetahui hal-hal yang suci (1 Korintian 11). Dengansendirinya Ruh Suci di sini bukan Tuhan tetapi suatu perkara, saluran, atau perantara yang suci melalui mana Tuhan mengajar, mencerahkan, dan memberikan inspirasi mereka yang Dia kehendaki. Hal itu semata-mata adalah suatu karya Tuhan terhadap jiwa dan ruh manusia.
 - 
Sekali lagi dalam 1 Korintian vi. 19 kita baca bahwa hamba Tuhan yang lurus disebut sebagai "rumah dari Ruh Suci" (the temple of the Holy Spirit) yang "mereka terima dariTuhan." Di sini sekali lagi Ruh Tuhan itu tidak ditunjukkan sebagai suatu pribadi atau malaikat, tetapi kebaikanNya, firmanNya, atau kekuasaan dan agama. Tubuh dan jiwa orang beriman yang lurus dibandingkan dengan sebuah rumah yang diabdikan untuk menyembah Yang Maha Abadi.
 - 
Dalam Epistle kepada orang Romawi (Roma viii. 9) ruh yang sama yang "hidup" di dalam diri orang-orang beriman disebut secara bergantian sebagai "Ruh Tuhan" dan "Ruh Kristus." Dalam pasal ini "Ruh" itu hanyalah berarti suatu keyakinan dan agama sejati Tuhan yang didakwahkan oleh Jesus. Tentu saja ruh ini tidak dapat berarti sebagai suatu ideal orang Kristen tentang Ruh Suci (Holy Ghost), yaitu ketiga yang lain dari yang tiga. Kita orang-orang Muslim selalu ingin dan bermaksud untuk mengatur hidup dan tingkah laku kita sesuai dengan semangat Nabi Muhammad saw, yang berarti bahwa kita bersikap mantap untuk tetap setia kepada agama Allah dengan cara yang sebanyak mungkin sama dengan cara yang dilakukan oleh Nabi Terakhir saw. Karena Ruh Suci yang ada dalam diri Nabi Muhammad saw, Nabi Jesus, dan dalam setiap diri Nabi tidak lain ialah Ruh Allah swt! Untuk membedakannya dari ruh setan dan kawannya yang tidak murni dan jahat, Ruh ini disebut "suci". Ruh itu bukan pribadi yang suci, tetapi sebuah sinar suci yang mencerahkan dan memberkati hamba Tuhan.
 - 
Formula Injil "Atas nama Bapa, dan Anak, dan Ruh Suci," bahkan sekalipun itu otentik dan benar diberikan oleh Kristus, mungkin secara sah diterima sebagai suatu formula keyakinan sebelum bangkitnya secara resmi agama Islam, yang adalah Kerajaan Tuhan di muka bumi. Tuhan Yang Kuasa dalam kualitasNya sebagai Pencipta adalah Ayah dari semua mahluk, benda, kecerdasan, tetapi bukan Ayah dari seorang anak yang khusus. Para orientalis mengetahui bahwa kata dalam bahasa Semit "abb" atau "abba" yang diterjemahkan sebagai "bapa," berarti "seorang yang membawa ke depan, atau yang membawa buah" ("ibba"=buah). Arti kata ini sangat jelas dan penggunaannya cukup sah. Berulang kali Injil menggunakan sebutan "Bapa." Di dalam Injil Tuhan berfirman: "Israel ialah anak laki-lakiKu yang pertama lahir"; dan dalam kitab Ayyub, Dia disebut "bapa dari hujan." Karena penyalah gunaan Sebutan Suci dari Sang Pencipta oleh agama Kristen inilah maka Al Qur'an menahan diri untuk menggunakannya. Dari sudut pandang murni seorang Muslim, dogma Kristen yang menyangkut kelahiran abadi atau kebangkitan Anak adalah sebuah penghujatan.
 
Penelitian dengan hati-hati dari pasal-pasal berikut dalam Perjanjian Baru akan meyakinkan para pembaca bahwa Ruh Suci, bukan saja itu bukan orang ketiga dalam Trinitas, tetapi bahkan bukan seorang yang berbeda sama sekali. Namun "Paraclete" yang diramalkan oleh Jesus adalah seorang lain yang berbeda. Perbedaan mendasar antara dua pribadi itu karenanya adalah sebuah alasan yang menentukan atas hipotese mereka bahwa Paraclete dan Ruh Suci itu menyatu dan pibadi yang sama.Seperti halnya - falsafah Plato bukanlah Plato itu sendiri, dan Philon yang Platonist itu bukan pencipta dari kebijakan khusus itu, jadi Peter bukanlah Tuhan karena pencerahannya disebabkan oleh Ruh Tuhan. Dengan jelas Paul meneruskan dalam pasal yang telah disebut, bahwa jiwa manusia tidak dapat memahami kebenaran mengenai Tuhan tetapi hanya melalui RuhNya, inspirasi dan petunjuk (direction).Apakah formula pembaptisan Kristen itu otentik atau palsu, saya percaya di situ ada kebenaran yang tersembunyi di dalamnya. Karena haruslah diakui bahwa para Penyiar Injil (evangelist) tidak pernah memberikan otorisasi penggunaan formula itu dalam ritual, do'a atau kebaktian lainnya selain daripada ritual pembabtisan. Soal ini adalah sangat penting. Yahya telah meramalkan adanya pembaptisan dengan Ruh Suci dan api oleh Nabi Muhammad saw, seperti telah kita lihat dalam artikel sebelum ini. Pembaptis yang dekat atau segera itu tidak lainTuhan sendiri, dan yang menengah ialah Anak Manusia atau Bar Nasha dalam visi Nabi Daniel, betul-betul sempurna adil dan sah untuk menyebutkan kedua nama itu sebagai penyebab yang pertama dan kedua; dan nama Ruh Suci juga sebagai causa materialis dari Sibghatullah! Nah, Sebutan Suci "Bapa," sebelum penyalah gunaannya oleh gereja, dengan tepat diterapkan. Sebenarnya bahwa Sibghatullah adalah suatu kelahiran baru, kelahiran Al Masih (nativity) (1) ke dalam Kerajaan Tuhan yang adalah Islam.Pembaptis yang menyebabkan regenerasi ini ialah Allah Sendiri secara langsung. Dilahirkan dalam agama Islam, dibekali dengan keyakinan pada Tuhan Sejati, adalah sebuah kemurahan dan karunia terbesar dari "Bapa Yang Ada Di Sorga" untuk menggunakan ungkapan seperti biasa dinyatakan oleh para penyiar Injil. Dalam hubungan ini Tuhan dengan tanpa batas sama sekali lebih bermurah daripada bapa di bumi.Mengenai nama kedua dalam formula "Anak," orang sama sekali tidak tahu siapa atau apa "anak" itu. Jikalau Tuhan dengan benar disebut "Bapa," maka orang menjadi ingin tahu, ingin bertanya dan bergairah untuk mengetahui, yang mana dari antara "anak-anak" Nya yang dimaksudkan dalam formula pembaptisan itu. Jesus mengajar kita untuk berdo'a: "Bapa kami yang ada di sorga." Kalau kita semua ini adalah anak-anakNya dalam arti mahlukNya, maka penyebutan kata "anak" dalam formula bagaimanapun menjadi tidak berarti dan bahkan tidak masuk akal. Kita tahu bahwa nama "Anak Manusia" atau "Bar Nasha" disebut sebanyak delapan puluh tiga kali dalam ceramah Jesus. Al Qur'an tidak pernah menyebut Jesus sebagai "anak manusia" tetapi selalu "anak Maryam." Beliau tidak mungkin menyebut dirinya sendiri "anak manusia" karena beliau hanyalah "anak seorang wanita." Tidak ada jalan untuk lari dari kenyataan ini. Anda boleh saja menjadikannya sebagai "anak Tuhan" seperti telah anda lakukan, tetapi anda tidak dapat membuatnya "anak manusia" kecuali jika anda percaya bahwa beliau adalah anak keturunan Yusuf atau seseorang lainnya, dan dengan demikian anda menetapkan bagi beliau cacad sebagai anak tidak sah.Saya tidak tahu dengan tepat bagaimana, apakah melalui intuisi, inspirasi, atau mimpi, saya diajar dan menjadi yakin bahwa nama kedua dalam formula itu adalah sebuah pengkorupsian yang jelek dari "Anak Manusia" yaitu "Bar Nasha" dari Nabi Daniel (vii.), dan karenanya Ahmad "Periclytos" (Paraclete) dari Injil St Yohanes.Mengenai Ruh Suci dalam formula, itu bukan suatu pribadi atau suatu ruh individual, tetapi suatu agency, kekuatan, enerji Tuhan dengan mana seorang manusia dilahirkan atau diubah ke dalam agama dan pengetahun dari Satu Tuhan. - 
 - 
APA KATA ROMO PENDETA-PENDETA NASHARA (KRISTEN) MASA AWAL MENGENAI RUH SUCI.
- 
Hermas (Similitude v, 5, 6) memahami "Ruh Suci" sebagai unsur suci yang ada dalam diri Kristus, yaitu Anak yang diciptakan sebelum semua hal. Tanpa memasuki pembicaraan yang tak berguna atau yang tak mempunyai arti apakah Hermas mencampur adukkan Ruh Suci dengan Firman, atau bahwa itu adalah suatu unsur berbeda milik Kristus, diakui bahwa unsur berbeda milik Kristus itu telah diciptakan sebelum semua hal - yaitu pada masa awal - dan bahwa Ruh dalam keyakinan Hermas itu bukan seorang pribadi.
 - 
Justin - disebut "Syuhada" (100?-167? M) dan Theophilus (120?-180?) memahami Ruh Suci kadangkala sebagai bentuk yang aneh atas manifestasi Firman dan kadangkala sebagai atribut yang suci, tetapi tidak pernah sebagai seorang pribadi yang suci. Haruslah diingat bahwa dua orang Romo dan penulis Yunani dari abad kedua Masehi ini tidak memiliki pengetahuan dan keyakinan yang definitif tentang Ruh Suci dari Trinitas dari abad keempat dan seterusnya.
 - 
Athenagoras (110-180M) mengatakan Ruh Suci ialah sebuah pancaran Tuhan yang berasal dan kembali kepadaNya seperti sinar matahari (Deprecatio pro Christiarus, ix, x.). Irenaeus (130?-202? M) mengatakan bahwa Ruh Suci dan Anak adalah dua penyembah Tuhan dan bahwa malaikat tunduk kepada mereka. Jurang perbedaan yang lebar antara keyakinan dan konsepsi dari dua orang Romo masa awal tentang Ruh Suci ini terlalu jelas memerlukan komentar lebih lanjut. Mengherankan bahwa dua orang penyembah Tuhan itu, sesuai dengan pernyataan otoritas semacam Irenaeus itu, dua abad kemudian harus diangkat pada derajat ketinggian Tuhan dan dua pribadi suci itu dinyatakan bersekutu dengan Tuhan Satu yang sejati yang telah menciptakan kedua orang penyembah Tuhan itu.
 - 
Origen (185-254 M) merupakan yang paling terkenal dan terpelajar di antara semua Romo sebelum masa Nicea (ante-Nicene) dan para apologist Kristen. Pengarang Hexepla menggambarkan Ruh Suci sebagai memiliki kepribadian, tetapi menjadikannya sebagai mahluk dari Anak. Penciptaan Ruh Suci oleh Anak tidak bisa terjadi pada awal waktu ketika Firman -atau Anak - diciptakan oleh Tuhan.
 
 - 
 - 
"PARACLETE" TIDAK BERARTI BAIK "PENGHIBUR" MAUPUN "PERANTARA"; sebenarnya itu sama sekali bukan sebuah kata klasikal.
 
Doktrin yang berkenaan dengan Ruh Suci 
ini tidak cukup dikembangkan dalam tahun 325 M, dan karenanya tidak 
dibuatkan definisi oleh Konsili Nicea. Baru dalam tahun 386 M pada 
Konsili Ekumenikal di Konstantinopel bahwa Ruh Suci itu dinyatakan 
sebagai pribadi ketiga dalam Trinitas, memiliki kosubstansi dan koeval 
(berbagi substansi dan waktu) dengan Bapa dan Anak.
Ortografi Yunani dari kata itu ialah 
Paraklytos yang dalam literatur eklesiastikal dibuat untuk berarti 
"seorang yang dipanggil untuk membantu (aid), menyokong (advocate), 
perantara (intercessor)" (Kamus Grec.-Francais, oleh Alexander). 
Seseorang tidak perlu mengaku sebagai seorang pakar Yunani untuk 
mengetahui bahwa kata Yunani untuk "penghibur" atau "penolong" 
(comforter atau consoler) bukan "Paraclytos" tetapi "Paracalon." Saya 
tidak memiliki Septuagint dalam versi Yunani, tetapi saya ingat dengan 
baik bahwa dalam bahasa Ibrani kata "penghibur" ("mnahem") dalam 
tangisan Jeremiah (I, 2, 9, 16, 17, 21, dsb.) diterjemahkan sebagai 
Parakaloon, dari kata kerja Parakaloo, yang berarti memanggil, 
mengundang, menganjurkan dengan sangat, menghibur, berdo'a, meminta. 
Harus dicatat bahwa ada sebuah huruf hidup alpha yang panjang sesudah 
huruf mati kappa dalam kata "Paracalon" yang tidak ada dalam 
"Paraclytos." Dalam ungkapan ("Dia yang menghibur kita dalam kesulitan 
kita") "paracalon" yang dipergunakan dan bukan "paraclytos." (Saya 
mengajak, atau mengundang, anda ke pekerjaan"). Banyak contoh lainnya 
yang dapat dikutip di sini.
Ada kata lain dalam bahasa Yunani untuk 
"penghibur" dan "penolong" ("comforter" dan "consoler") yaitu 
"Parygorytys" dari "I console."
Mengenai arti lain "perantara" atau 
"advokat' yang diberikan dalam kata eklesiastikal "Paraclete", sekali 
lagi saya mendesak bahwa "Paracalon," dan bukan Paraclytos," dapat 
menyampaikan sendiri suatu pengertian yang sama. Istilah yang pantas 
dalam bahasa Yunani untuk "advocate" adalah Sunegorus dan untuk 
"intercessor" atau "mediator" ialah Meditea.
Dalam artikel berikutnya saya akan 
memberikan bentuk dalam bahasa Yunani yang sebenarnya yang menunjukkan 
bahwa Paraklytos adalah sebuat korupsi. En passant, saya ingin 
membetulkan sebuah kesalahan yang savant Perancis Ernest Renan telah 
jatuh ke dalamnya. Jika kita mengingatnya dengan baik, Monsieur Renan, 
dalam bukunya yang terkenal "The Life of Christ" menterjemahkan 
"Paraclete" dari Yohanes (xiv. 16, 26; xv. 7; 1 Yohanes ii. 1) dengan 
"penganjur" ("advocate"). Dia mengutip bentuk Syria Kaldea untuk 
"Peraklit" sebagai lawan dari "Ktighra" "penuduh" dari Kategorus. Nama 
dalam bahasa Syria untuk perantara (mediator atau intercessor) adalah 
"mis'aaya," tetapi di dalam pengadilan hukum, kata "Snighra" (dari 
bahasa Yunani "Sunegorus") yang dipergunakan untuk seorang pengacara 
(advocate). Banyak orang Syria yang tidak faham dengan bahasa Yunani 
menganggap kata "Paraqlita" benar-benar bentuk kata dalam bahasa Aramiah
 atau Syria untuk "Paraclete" dalam versi Pshittha dan tersusun dari 
"Paraq," "untuk menyelamatkan dari" - "untuk mengeluarkan dari," serta 
"lita" "yang terkutuk." Gagasan bahwa Kristus adalah "Penyelamat dari 
kutukan hukum," dan karena itu beliau juga seorang "Paraqlita" (1 
Yohanes ii. 1), mungkin telah menyebabkan beberapa orang untuk berpikir 
bahwa kata dalam bahasa Yunani itu aslinya adalah sebuah kata dalam 
bahasa Aramiah, persis seperti kalimat dalam bahasa Yunani "Maran atha" 
dalam bahasa Aramiah "Maran Athi," yaitu "Tuan kita sedang datang" ("our
 Lord is coming") (1 Yohanes xvi. 22) yang tampaknya menjadi sebuah 
ungkapan di antara orang-orang beriman tentang kedatangan Nabi Besar 
Terakhir. "Maran Athi" ini seperti halnya, terutama, formula 
pembaptisan, berisikan hal-hal yang terlalu penting untuk diabaikan. 
Keduanya pantas untuk dipelajari secara khusus dan penjelasan rinci yang
 berharga. Keduanya mewujudkan ciri-ciri dan indikasi yang sebaliknya 
daripada menguntungkan agama Kristen.
Saya pikir saya sudah cukup membuktikan 
bahwa "Paraclytos" dari sudut pandang bahasa dan etimologi tidak berarti
 "penganjur," "penolong," "penghibur" (advocate, comforter, consoler). 
Selama berabad-abad orang Eropa dan Latin yang bodoh telah menulis nama 
Nabi Muhammad sebagai "Mahomet," "Mushi" untuk Nabi Musa. Karena itu, 
anehkah bila pendeta Kristen yang kekar atau seorang penulis telah 
menuliskan nama yang sejati dalam bentuk yang telah dikorupsi 
"Paraklytos? Yang terdahulu "Paraclytos" berarti "Yang terkenal, Yang 
terpuji," tetapi bentuk yang telah dikorupsi "Paraklytos" sama sekali 
tidak berarti apapun kecuali rasa malu yang terus menerus bagi mereka 
yang selama delapan belas abad telah memahaminya sebagai berarti seorang
 Penganjur (advocate) atau seorang Penolong (consoler).
Bab 18.
"PERIQLYTOS" BERARTI "ACHMAD"
Kitab Suci Al Qur'an (surah 61 ayat 6) 
menyatakan bahwa Jesus telah mengumumkan kepada orang-orang Israel akan 
kedatangan Achmad: "Dan ketika Jesus, anak laki-laki Maryam bersabda: 
'Wahai anak-anak Israel, aku diutus kepadamu oleh Allah untuk menegaskan
 Taurat yang ada sebelum aku, dan untuk memberitakan seorang Utusan yang
 akan datang sesudah aku yang namanya pasti Achmad.' Namun ketika beliau
 datang kepada mereka dengan bukti yang terang, mereka berkata: 'Ini 
pasti suatu sihir yang nyata.' "
"Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan
 memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai 
kamu selama-lamanya." (Yohanes xiv. 16, dsb.)
Ada semacam ketidak sesuaian dalam 
kalimat yang disebutkan sebagai perkataan Jesus oleh Injil Keempat. 
Terbaca seolah-olah ada beberapa periqlytos yang telah datang dan pergi,
 dan bahwa "Periqlytos lain" akan diberikan hanya atas permintaan Jesus.
 Kalimat-kalimat ini juga meninggalkan kesan bahwa para Apostel 
sepertinya telah mengenal dengan nama ini yang teks Yunani 
menterjemahkan sebagai Periqlytos. Kata sifat "yang lain" di depan 
sebuah kata benda asing yang untuk pertama kalinya diumumkan tampaknya 
sangat asing dan sama sekali berlebih-lebihan. Tidak ada keraguan bahwa 
teks itu telah diubah dan dirusak. Teks itu berpura-pura bahwa Bapa akan
 mengirimkan Periqlyte atas permintaan Jesus, jika tidak demikian maka 
Periqlyte itu tidak akan pernah datang! Kata "minta" juga tampaknya 
berlebih-lebihan, dan dengan tidak benar memperagakan sentuhan 
kecongkakan Nabi dari Nazareth itu. Jika kita ingin menemukan pengertian
 yang sebenarnya dalam kalimat ini kita harus membetulkan teks itu dan 
memberikan kata-kata yang telah dicuri atau dikorupsi, jadi:
"Aku akan pergi menghadap Bapa, dan Dia 
akan mengutus kepadamu utusan lain yang namanya secara pasti ialah 
Periqlytos, yang dia boleh tinggal beserta kamu selama-lamanya." Dengan 
adanya tambahan kata-kata yang ditulis miring (mungkin pengetik asli
 naskah ini lupa menuliskan kata-kata tersebut dengan dimiringkan, 
karena nyatanya tidak ada yang dimiringkan - pent.), maka kesopanan Jesus yang dirampok telah dikembalikan dan sifat dari Periqlyte dikenali.
Kita telah melihat bahwa Pariqlyte bukan
 Ruh Suci, yaitu pribadi yang suci, Jibril, atau malaikat lain yang 
manapun. Tinggallah kini untuk membuktikan bahwa Periqlyte tidak mungkin
 seorang penghibur ataupun penolong (consoler atau advocate) antara 
Tuhan dan manusia.
- 
Periqlyte itu bukan "Penghibur" (consoler), juga bukan "Perantara" (intercessor). Telah kami tunjukkan sepenuhnya ketidak mungkinan material untuk menemukan arti tersedikit dari "penghiburan" ataupun "perantaraan" (consolation atau intercession). Kristus tidak memakai kata Paracalon. Disamping itu bahkan dari sudut pandang agama dan moral, gagasan "penghiburan" dan "perantaraan" tidak dapat diterima.
- 
Keyakinan bahwa kematian Jesus di atas tiang salib mengurangi orang-orang yang percaya itu dari kutukan dosa asal, dan bahwa jiwanya, anggun, dan hadir dalam diri Eucharist akan bersamanya untuk selamanya, menyebabkannya tidak memerlukan penghiburan atau akan kedatangan seorang penghibur sama sekali. Di pihak lain, jika mereka memerlukan seorang penghibur yang demikian itu, maka seluruh asumsi dan pretensi Kristen tentang pengorbanan Cavalry jatuh berserakan di tanah.Sesungguhnya bahwa dalam Injil dan yang ada dalam Epistle secara jelas menunjukkan bahwa kedatangan Jesus untuk kedua kalinya di atas awan adalah iminen (Matius, xvi. 28; Markus ix. 1; Lukas ix. 27; 1 Yohanes ii. 18; 2 Timoti ii. 1; 2 Tesalonika ii. 3, dsb.).
 - 
Penghiburan tidak pernah dapat mengembalikan kehilangan. Menghibur seseorang yang telah kehilangan matanya, kekayaannya, anaknya, atau keadaannya tidak dapat mengembalikan kehilangan tersebut. Janji bahwa seorang penghibur akan diutus oleh Tuhan sesudah Jesus pergi akan berarti kehilangan total seluruh harapan dalam kejayaan Kerajaan Tuhan. Janji akan seorang penghibur menunjukkan kedukaan dan ratapan dan tentu saja pasti telah mendorong para Apostel kepada kekecewaan kalau tidak kepada keputus asaan. Mereka membutuhkan pejuang yang jaya untuk menghancurkan setan dan kekuatannya, seorang yang akan mengakhiri semua kesulitan dan penindasan yang mereka alami, dan bukan hanya penghibur untuk keadaan sulit dan penderitaan mereka.
 - 
Gagasan seorang "perantara" antara Tuhan dan manusia bahkan lebih tidak dapat dipertahankan daripada gagasan tentang "penghibur." Tidak ada mediator yang mutlak antara Pencipta dan mahlukNya. Keesaan Tuhan sendiri sajalah perantara kita yang mutlak. Kristus yang menganjurkan ummatnya untuk berdo'a kepada Tuhan dengan sembunyi-sembunyi, untuk memasuki ruangan dan menutup pintu serta kemudian berdo'a - karena hanya dalam keadaan demikian itu "Bapa" mereka yang ada di Sorga akan berkenan mendengarkan do'a mereka dan menganugerahkan kepada mereka kemurahanNya dan pertolonganNya - tidak dapat menjanjikan mereka seorang perantara. Bagaimana melakukan rekonsiliasi terhadap kontradiksi ini!
 - 
Semua mereka yang beriman, dalam do'a mereka, saling menengahi, nabi-nabi dan malaikat melakukan hal yang sama. Merupakan kewajiban kita untuk memohon Kemurahan Allah, ampunanNya, dan pertolonganNya untuk kita sendiri serta untuk orang lain juga. Namun Allah tidaklah terikat atau berwajib untuk menerima campur tangan dari siapapun melainkan bila dikehendakiNya. Bila Allah berkenan menerima perantaraan NabiNya yang Suci Muhammad saw, semua orang laki-laki dan perempuan pastilah sudah dikonversikan ke dalam agama Islam.
 - 
Keyakinan akan perantara itu memancar dari keyakinan akan pengorbanan, korban-korban bakaran, kependetaan, dan sejumlah besar takhayul. Keyakinan ini membawa manusia pada pemujaan kuburan dan gambar-gambar para santo dan syuhada; hal ini membantu meningkatkan pengaruh dan dominasi dari para pendeta dan biarawan; hal itu tetap menjadikan orang bodoh tentang hal-hal yang suci; awan tebal perantaraan menutup mati suasana kejiwaan antara Tuhan dan jiwa manusia. Lalu kepercayaan ini mendorong orang yang, untuk kejayaan Tuhan yang pura-pura dan konversi orang-orang yang termasuk agama yang berlainan dengan mereka, mengumpulkan sejumlah besar uang, mendirikan misi-misi yang kuat dan kaya, dan rumah-rumah tuhan; tetapi dalam hatinya misionaris-misionaris itu adalah agen politik dari pemerintah mereka masing-masing. Sebab yang sebenarnya dari malapetaka yang menimpa orang Armenia, Yunani, dan Kaldea Asiria di Turki dan Persi harus dicari perintah-perintah yang khianat dan revolusioner yang diberikan oleh semua misi-misi asing di Timur. Sungguh, keyakinan dalam perantara telah selau menjadi sumber penyalah gunaan, fanatikisme, penindasan, kebodohan, dan banyak kejahatan lain.
 
Saya pastilah akan berterima kasih kepada orang melalui perantaraan siapa saya mendapat ampunan, dan keringanan. Namun saya akan selalu merasa takut terhadap hakim atau seorang despot yang telah menyebabkan saya jatuh ke tangan pengeksekusi. Betapa terpelajar orang-orang Kristen ini, ketika mereka percaya bahwa Jesus di tangan kanan Bapa menjadi perantara bagi mereka, dan pada saat yang bersamaan percaya kepada perantara lain - yang lebih rendah dari dirinya sendiri - yang duduk di singgasana Yang Maha Kuasa! Al Qur'an yang suci melarang keras mempercayai, keyakinan terhadap seorang "shafi" atau perantara dengan cara ini. Tentu saja kita tidak tahu dengan pasti tetapi dapat dibayangkan bahwa malaikat-malaikat tertentu, ruh para Nabi dan para orang suci diizinkan oleh Tuhan untuk menolong dan memberi petunjuk mereka yang ada di bawah perlindungan mereka. Gagasan atas seorang perantara di hadapan pengadilan Allah, membela jalan yang ditempuh oleh pelanggannya, mungkin sangat mengagumkan, namun hal ini adalah keliru, karena Tuhan bukanlah seorang manusia yang menjadi hakim, yang bisa berbuat karena nafsu, kebodohan, keberpihakan, dan lain-lain. Kaum Muslimin, orang-orang beriman, hanya memerlukan pendidikan dan pelatihan keagamaan; Allah mengetahui perbuatan dan hati manusia tanpa terkira lebih baik daripada para malaikat dan nabi. Dengan sendirinya tak ada keharusan adanya perantara antara Tuhan dan mahlukNya.Patut untuk dicatat bahwa perantaraan dari orang baik siapapun terhadap orang lain, terbatas pada mereka yang mengikuti nabinya dan mereka yang menerima nabi berikutnya, namun tidak bagi mereka yang mengikuti nabinya tetapi lalu menolak nabi berikutnya.Sesudah membuktikan bahwa "Paraclete" dari Injil Yohanes bukan dan tidak dapat berarti baik "penghibur" maupun "perantara," atau sama sekali apapun lainnya, dan bahwa itu merupakan bentuk Periqlytos yang sudah dikorupsi, kini kita akan melanjutkan dengan membicarakan arti kata itu yang sebenarnya. - 
 - 
Secara etimologis dan harafiah "Periqlytos" berarti "yang paling terkenal, termasyhur, yang patut dipuji." Sebagai otoritas saya pergunakan kamus Yunani Perancis dari Alexandre bahwa "Periqlytos", "Ou'on peut entendre de tous les cotes; qu'il est facile a entendre. Tres celebre," ect."= Periqleitos, tres celebre, illustre, glorieux" dari = Kleos, glorire, renommee, celebrite." (maaf, penterjemah tidak bisa berbahasa Perancis, jadi kata-kata di atas tidak diterjemahkan). Kata majemuk ini terdiri dari kata depan "peri" dan "kleotis" yang terakhir ini berasal dari "to glorify, praise" atau "untuk memuliakan, memuji." Kata benda, yang saya tulis dalam ejaan bahasa Inggris Periqleitos atau Periqlytos, tepat berarti seperti AHMAD dalam bahasa Arab, yaitu yang termasyhur, yang mulia, dan terkenal. Kesulitan satu-satunya untuk dipecahkan dan diatasi adalah untuk menemukan nama aslinya dalam bahasa Semit yang dipakai oleh Jesus Kristus dalam bahasa Ibrani ataupun Aramiah.
- 
Pshittha yang berbahasa Syria, meskipun menuliskan "Paraqleita" namun tidak memberikan arti apapun di dalam daftar istilah. Sedang Vulgate yang berbahasa Latin, menterjemahkannya sebagai "penghibur" atau "penolong." Kalau saya tidak salah bentuk dalam bahasa Aramiah itu pastilah "Mhamda" atau Hamida" agar cocok dengan kata yang sama dalam bahasa Arab "Muahmmad" atau "Achmad" dan bahasa Yunani "Periqlyte."
 - 
Wahyu Al Qur'an bahwa Jesus anak Maryam, menyatakan kepada orang-orang Israel bahwa dia "membawa berita baik tentang seorang utusan, yang akan datang sesudah aku dan yang namanya pasti Ahmad," adalah salah satu bukti yang terkuat bahwa Nabi Muhammad saw benar-benar seorang Nabi dan bahwa Al Qur'an benar-benar sebuah Wahyu Suci. Beliau pastilah tidak pernah dapat mengetahui bahwa Periqlyte itu berarti Ahmad, kecuali melalui inspirasi dan Wahyu Suci. Otoritas Al Qur'an adalah menentukan dan bersifat final; karena arti harafiah dari nama dalam bahasa Yunani itu dengan tepat dan tanpa dapat diperdebatkan sesuai dengan Ahmad dan Muhammad.
 - 
Sangat jelas dari deskripsi Injil Keempat bahwa Periqlyte adalah seorang pribadi yang tertentu, suatu ruh suci yang diciptakan, yang akan datang dan menempati tubuh seorang manusia untuk melaksanakan dan mewujudkan karya agung yang ditugaskan oleh Tuhan kepadanya, yang tidak ada seorang lainpun, termasuk Musa, Jesus, dan nabi lainnya yang manapun, pernah dapat mewujudkannya.
 - 
Orang Kristen awal dari abad pertama dan kedua lebih banyak bersandar pada tradisi daripada pada tulisan-tulisan mengenai agama baru itu. Papias dan yang lainnya termasuk kelompok ini. Bahkan pada masa hidup para Apostel beberapa sekte, orang Kristen palsu (pseudochrists), orang yang anti Kristus (Antichrists), dan para guru palsu telah mencabik-cabik gereja (I Yohanes ii, 18-26; 2 Tesalonika ii, 1-12; 2 Peter ii, iii, 1; Yohanes 7-13; 1 Timoti iv, 1-3; 2 Timoti iii, 1-13; dsb.). "Orang-orang yang beriman" disarankan dan sangat dianjurkan untuk bertahan dan patuh pada tradisi, yaitu ajaran lisan para Apostel. Sekte-sekte yang disebut "bid'ah" ini, seperti Gnostik, Apollinarian, Docetae dan lain-lainnya tampaknya tidak memiliki kepercayaan pada ceritera-ceritera, legenda dan pandangan yang berlebih-lebihan tentang pengorbanan dan penebusan dosa Jesus Kristus seperti termuat dalam banyak tulisan yang bersifat kisah seperti disampaikan oleh Lukas (i. 1-4). Salah satu daripada penganut yang bersifat bi'dah dari suatu sekte tertentu, yang saya lupa namanya, sebenarnya telah mengambil "Periqleitos" sebagai namanya, berpura-pura menjadi Nabi " yang paling patut dipuji" yang diramalkan oleh Jesus, dan mempunyai banyak pengikut. Kalau ada Injil yang otentik dan disahkan oleh Jesus Kristus atau oleh semua Apostel, tak mungkin akan ada begitu banyak sekte, semua bertentangan dengan isi buku yang termuat dalam atau yang ada di luar Perjanjian Lama yang ada sekarang ini. Dengan aman kita dapat menyimpulkan dari perbuatan pseudo Periqlyte bahwa ummat Kristen awal menganggap "Ruh Kebenaran" yang dijanjikan itu sebagai seorang pribadi dan Nabi Tuhan yang terakhir.
 
Penafsiran dalam bahasa Yunani dalam artian penghiburan tidaklah berarti bahwa Periqlyte itu sendiri adalah penghibur, tetapi keyakinan dan harapan dalam janji bahwa dia akan datang "untuk menghibur ummat Kristen awal." Harapan bahwa Jesus akan turun lagi dalam kemuliaan sebelum banyak dari para pencatatnya telah "merasakan kematian," telah mengecewakan mereka, dan mengkonsentrasikan semua harapan mereka pada kedatangan Periqlyte.Benarlah, malaikat Jibril atau Ruh Suci, tampaknya telah juga membedakan bentuk yang positif daripada yang superlatif yang terdahulu berarti dengan tepat Muhammad dan yang kemudian Ahmad.Mengagumkan bahwa nama yang unik ini tidak pernah sebelumnya diberikan kepada siapapun, telah dengan ajaib disimpan untuk Nabi Allah yang paling termasyhur dan paling pantas terpuji! Kita tidak pernah menjumpai dalam bahasa Yunani sesuatu yang memakai Periqleitos (atau Periqlytos) sebagai namanya, tidak juga dalam bahasa Arab nama Ahmad terpakai sebelumnya. Benar bahwa ada seorang dari Athena yang bernama Periqleys yang berarti "terpandang" dsb., tetapi tidak dalam bentuk superlatif.Tentu saja kita tidak mengingkari bahwa para pengikut Nabi Jesus sungguh telah menerima Ruh Tuhan, bahwa orang yang berpindah agama dengan sebenarnya kepada keyakinan Jesus telah disucikan oleh Ruh Suci, dan bahwa banyak orang Kristen Unitarian yang menjalani hidup suci dan lurus. Di hari Pantekosta - yaitu sepuluh hari sesudah kenaikan Jesus Kristus - Ruh Tuhan turun atas para pengikut dan orang-orang beriman lainnya yang berjumlah seratus dua puluh orang, dalam bentuk lidah api (Kisah Rasul ii.); dan jumlah ini yang telah menerima Ruh Suci dalam bentuk seratus dua puluh lidah api, telah dinaikkan menjadi tiga ribu jiwa yang dibaptis, tetapi tidak dikunjungi oleh api dari Ruh. Sudah barang tentu suatu Ruh yang definitif tidak dapat dibagi menjadi enam puluh individu. Dengan Ruh Suci, kecuali jika telah dideskripsikan dengan definitf sebagai suatu pribadi, kita dapat memahaminya sebagai kekuatan, kemurahan, karunia, karya dan insipirasi Tuhan. Jesus telah menjanjikan karunia dan kekuatan dari langit ini untuk memberkati, mencerahkan, menguatkan, dan mengajar gembalaannya; tetapi Ruh ini sangat berbeda dengan Periqlyte yang mewujudkan sendirian karya agung yang Jesus dan sesudahnya pada Apostel tidak diberi kuasa dan diberi wewenang untuk mewujudkannya, seperti akan kita lihat kemudian. - 
 - 
Tak ada sedikitpun keraguan bahwa yang dimaksudkan dengan "Periqlyte" adalah Nabi Muhammad saw, yaitu Ahmad. Kedua nama itu, yang satu dalam bahasa Yunani dan yang lain dalam bahasa Arab, mempunyai arti yang persis sama, dan keduanya berarti "yang paling termasyhur dan paling terpuji," tepat sama seperti "Pneuma" dan "Ruh" yang tidak lebih berarti "Spirit" dalam kedua bahasa tersebut. Telah kita lihat bahwa penterjemahan kata menjadi "penghibur" atau "penolong" (consoler atau advocate) mutlak tidak dapat dipertahankan dan salah. Bentuk kata majemuk Paraqalon berasal dari kata kerja yang terdiri dari sisipan awal-Para-qalo, tetapi Periqlyte berasal dari Peri-qluo. Perbedaannya tampak sejelas seperti apapun yang mungkin berbeda. Marilah kita selidiki ciri-ciri Periqlyte yang hanya dapat dijumpai pada diri Ahmad - Nabi Muhammad saw.
- Nabi Muhammad saw sendiri sajalah yang telah mengungkapkan seluruh kebenaran tentang Tuhan, KeesaanNya, agama, dan memperbaiki pencemaran dan kebohongan yang tidak agamawi yang ditulis dan dipercayai terhadap Dia dan banyak para penyembahNya yang suci.
 - 
Di antara ciri utama Periqlyte "Ruh Kebenaran," ketika beliau datang sebagai pribadi "Anak Seorang Manusia" - Ahmad - ialah "dia akan menginsyafkan dunia akan dosanya" (Yohanes xvi. 8, 9). Tidak ada abdi Tuhan lain, apakah itu seorang raja seperti Raja Daud dan Suleiman atau seorang nabi seperti Ibrahim dan Musa, yang benar-benar telah menginsyafkan dunia atas dosanya, hingga ujung yang ekstreem, dengan resolusi, kegairahan dan keberanian seperti telah ditunjukkan oleh Nabi Muhammad saw. Setiap pelanggaran hukum adalah suatu dosa, namun kemusyrikan adalah induknya dan sumbernya. Kita berbuat dosa terhadap Tuhan ketika kita mencintai suatu obyek lebih daripada mencintaiNya, namun penyembahan terhadap obyek atau mahluk lainnya di samping Tuhan adalah suatu kemusyrikan, kejahatan dan kelalaian yang mutlak terhadap Kebaikan - pendeknya adalah dosa pada umumnya. Semua orang yang mengabdi pada Tuhan menginsyafkan tetangganya serta orang-orang atas dosanya, tetapi "bukan dunia" seperti dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. Bukan saja beliau mencabut akar kemusyrikan di jazirah Arab pada masa hidup beliau, tetapi beliau juga mengirim utusan ke raja Chosroes Parviz dan Heraclius yang adalah pemegang daulat dua kerajaan terbesar, Persia dan Romawi, dan kepada Raja Ethiopia, Gubernur Mesir, dan beberapa Raja dan Emir lainnya, mengundang mereka semua untuk memeluk agama Islam dan meninggalkan kemusyrikan dan kepercayaan palsu. Pensucian atau pembersihan dosa oleh Nabi Muhammad itu dimulai dengan turunnya Firman Tuhan sebagaimana beliau telah menerimanya, yaitu pembacaan ayat-ayat Al Qur'an; kemudian dengan berkhotbah, mengajar dan mempraktekkan agama sejati; namun ketika Kekuatan Hitam, kemusyrikan, menentangnya dengan senjata beliau menarik pedangnya dan menghukum musuhnya yang tidak beriman. Ini ialah pemenuhan pernyataan Tuhan (Daniel vii.), Nabi Muhammad saw dianugerahi Tuhan dengan kekuatan dan daerah kekuasaan untuk mendirikan Kerajaan Tuhan , dan menjadi Penguasa utama dan Komandan Utama di bawah "Raja di Raja dan Tuhan di Tuhan-Tuhan" (King of Kings and Lord of Lords).
 - 
Karakteristik lain dari ciri Periqlyte - Ahmad - adalah bahwa dia akan mencela dunia karena kelurusan dan keadilan (loc. cit.). Penafsiran "akan kebenaran, karena aku akan pergi kepada Bapa" (Yohanes xvi. 10) diletakkan pada mulut Jesus adalah tidak jelas dan bermakna ganda. Kembalinya Jesus kepada Tuhannya diberikan sebagai salah satu alasan untuk pensucian dunia oleh Periqlyte yang akan datang. Mengapa begitu? Dan siapa yang mensucikan dunia pada ceritera itu? Orang-orang Yahudi yakin bahwa mereka telah menyalib dan membunuh Jesus, dan tidak percaya bahwa dia dibangkitkan dan diangkat ke langit. Nabi Muhammad saw itulah yang mensucikan dan menghukum mereka dengan sangat karena kekafiran mereka. "Tapi (sebenarnya) Allah telah mengangkatnya (Jesus) kepadaNya ..." (Q. 4:158). Pensucian yang sama telah dikenakan juga kepada orang Kristen yang mempercayai dan masih percaya bahwa sebenarnya Jesus itu telah disalib dan dibunuh di atas salib, dan membayangkannya sebagai Tuhan atau anak Tuhan. Terhadap ini Al Qur'an menjawab: "... Mereka tidak membunuhnya, tidak pula menyalibnya, namun kepada mereka (orang yang disalib itu) telah diserupakan (seperti Jesus). Mereka yang berbeda pendapat mengenai dia (Jesus) adalah penuh dengan keraguan mengenai hal dia, mereka tidak memiliki pengetahuan tentang dia, kecuali hanya mengikuti dugaan dan mereka tidak membunuhnya dengan yakin. (Q.4:157). Beberapa orang yang beriman kepada Jesus pada awal Kekristenan membantah bahwa Kristus sendiri yang menderita di atas salib, tetapi bertahan dengan pendapat bahwa seorang lain di antara pengikutnya, Judas Iscariot atau orang lain yang serupa dengan dia, yang ditangkap dan disalib pada tempatnya. Sekte-sekte Corinthian, Basilidian, Corpocratian dan banyak sekte lainnya memiliki pandangan yang sama. Saya telah membicarakan sepenuhnya tentang masalah Penyaliban dalam karya tulis saya yang berjudul "Injil wa Salib" atau "The Gospel and the Cross," yang mana hanya satu jilid saja yang diterbitkan di Turki sebelum Perang Besar. Saya akan menyediakan waktu khusus untuk sebuah artikel mengenai subyek ini. Begitulah keadilan yang diberikan oleh Ahmad kepada Jesus ialah sebuah pernyataan otoritatif bahwa Jesus adalah "Ruhu'l-Lah," Ruh Tuhan yang bukan dia sendiri yang disalib dan dibunuh, dan bahwa dia adalah seorang manusia tetapi seorang yang dicintai dan Utusan Suci Tuhan. Inilah yang dimaksudkan oleh Jesus dengan keadilan tentang pribadinya, misinya, dan kenaikannya ke langit, dan hal ini sebenarnyalah telah diwujudkan oleh Nabi dan Rasul Allah, Muhammad saw.
 - 
Ciri yang paling penting dari Periqlyte adalah bahwa dia akan mensucikan dunia atas dasar pertimbangan "karena penguasa dari dunia ini harus dihakimi" (Yohanes xvi. 11). Raja atau Penguasa dunia ini adalah setan (Yohanes xii. 31; xiv. 30), karena dunia tunduk kepada setan. Saya harus meminta perhatian para pembaca akan pasal tujuh dari Buku Daniel yang ditulis dalam dialek Aramiah atau Baylonian. Di situ dilukiskan bagaimana "singgasana" ("Kursavan") dan "penghakiman" ("Judgment" atau "dina") dimulai, dan buku-buku ("siphrin") dibuka. Dalam bahasa Arab juga kata "dinu" seperti kata "dina" dalam bahasa Aramiah berarti penghakiman, tetapi pada umumnya dipergunakan dalam arti agama. Bahwa Al Qur'an telah menggunakan kata "Dina" dari Nabi Daniel sebagai ungkapan tentang penghakiman dan agama adalah lebih daripada sekedar berarti (sangat berarti sekali). Dalam pendapat saya yang hina, ini adalah tanda dan bukti langsung tentang kebenaran yang diungkapkan oleh Ruh Suci yang sama atau Jibril kepada Nabi Daniel, Jesus, dan Muhammad. Nabi Muhammad saw pastilah tidak sudah menempa atau membuat hal itu meskipun seandainya beliau itu sepandai seorang filosof seperti Aristoteles. Penghakiman itu yang digambarkan dengan segala kebesaran dan kemuliaan diadakan untuk menghakimi setan dalam bentuk Binatang Keempat yang menakutkan oleh Hakim Agung, Yang Maha Abadi. Di situlah kemudian bahwa muncul "seorang anak manusia" ("kbar inish") atau "barnasha" yang diabdikan kepada Yang Maha Kuasa, dibekali dengan kekuatan, kehormatan, dan kerajaan abadi, dan diberi tugas untuk membunuh Binatang dan untuk membangunkan Kerajaan Orang-Orang Suci dari Yang Maha Tinggi.
 - 
Ciri terakhir namun bukan yang terkecil dari Periqlyte adalah bahwa dia tidak akan berbicara dari dirinya sendiri apapun, tetapi apapun yang dia dengar itulah yang akan dia ucapkan, dan dia akan menunjukkan kepadamu hal-hal yang akan datang" (Yohanes xv. 13). Tidak satu iota pun, tidak satu katapun atau komentar dari Nabi Muhammad saw atau dari para sahabat beliau yang penuh pengabdian dan suci ada dalam tekst Kitab Suci Al Qur'an yang mulia. Semua isinya adalah Wahyu Allah yang diungkapkan sebagaimana beliau mendengarnya, dibacakan kepadanya oleh malaikat Jibril, dan kemudian semua itu diingat dan dituliskan oleh pada penulis yang setia. Kalimat-kalimat, ucapan-ucapan, ajaran-ajaran Nabi Muhammad saw, betapapun sakral dan disucikan, bukanlah Firman Allah, itu semua disebut Al Hadith atau Tradisi.
 
Dilaporkan bahwa Jesus telah berkata tentang Periqlyte bahwa dia adalah "Spirit of Truth" atau "Ruh Kebenaran" dan bahwa dia akan "memberikan kesaksian" mengenai sifat sebenarnya dari Jesus dan misinya (Yohanes xiv. 17; xv. 26). Dalam khotbah dan orasinya Jesus berbicara tentang pra-adanya dari ruhnya sendiri (Yohanes viii. 58; xvii. 5, dsb.). Dalam Injil Barnabas, dilaporkan bahwa Jesus sering berbicara tentang kemuliaan dan keagungan ruh Nabi Muhammad saw yang telah beliau lihat. Tidak ada keraguan bahwa Ruh dari Nabi Terakhir telah diciptakan lama sebelum Nabi Adam. Karena itulah Jesus ketika berbicara tentang dirinya sendiri, pastilah akan menyatakan dan menggambarkannya sebagai "Ruh Kebenaran." Ruh Kebenaran inilah yang menyanggah orang-orang Kristen yang telah membagi Keesaan Tuhan menjadi sebuah trinitas pribadi-pribadi; yang telah mengangkat Jesus pada tingkat ketinggian Tuhan dan anak Tuhan, dan yang telah menanamkan semua macam ketakhayulan dan inovasi. Ruh Kebenaran inilah yang telah mengungkapkan kebohongan baik orang Yahudi maupun orang Kristen yang telah mencemari Kitab-Kitab Sucinya; yang telah mencela orang-orang Yahudi atas fitnah terhadap kelurusan Perawan Maryam yang diberkati dan terhadap kelahiran puteranya Jesus. Ruh Suci inilah yang telah menunjukkan hak berdasarkan kelahiran Ismail, ketidak salahan Nabi Luth, Suleiman, dan banyak nabi lainnya sebelumnya dan membersihkan nama mereka dari hinaan dan hal-hal yang memalukan yang dilemparkan kepada mereka oleh orang-orang Yahudi, para pemalsu nabi-nabi. Ruh Kebenaran juga yang memberikan kesaksian yang sejati atas diri sebenarnya Jesus, seorang manusia, nabi dan abdi Tuhan; dan telah menjadikan orang Islam sama sekali tidak mungkin menjadi penyembah berhala, tukang sihir, dan orang yang percaya terhadap lebih dari Satu Tuhan.Jesus Kristus tidak ditugaskan untuk membinasakan Binatang; beliau menjauhi urusan politik, menghormati caesar, dan melarikan diri ketika mereka ingin memahkotai beliau sebagai Raja. Dengan jelas beliau menyatakan bahwa Penguasa dunia itu sedang akan datang; karena Periqlyte itu akan mencabut budaya kemusyrikan yang sangat dibenci. Semua ini telah dicapai oleh Nabi Muhammad saw dalam beberapa tahun. Islam adalah Kerajaan dan Hakim, atau agama; Islam memiliki Kitab Hukumnya, Al Qur'an yang suci; Islam memiliki Allah sebagai Hakim dan Raja Agung, dan Nabi Muhammad saw sebagai pahlawannya yang berjaya, yang berbahagia dan mulia selamanya!Apakah beliau itu, demikianpun dalam deskripsi seperti tersebut di atas, bukan Periqlyte yang sejati? Dapatkah anda menunjukkan kepada saya orang lain, di samping Ahmad, yang memiliki pada dirinya kualitas material, moral dan prkatikal, ciri-ciri dan tanda-tanda Periqlyte? Anda tidak mungkin dapat.Saya pikir saya telah berbicara banyak tentang Periqlyte dan akan menyudahi dengan ayat suci Al Qur'an: "Aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku, aku hanya seorang pemberi peringatan yang nyata." Q. 46:9. 
Bab 19.
"ANAK MANUSIA," SIAPAKAH DIA?
Kitab Suci Al Qur'an menghadirkan tokoh Jesus Kristus sebagai
"Anak Laki-Laki Maryam,"
 dan Kitab Suci Injil juga menghadirkannya sebagai "Anak Laki-Laki 
Maryam"; namun bahwa Injil yang ditulis pada lempeng putih dari hati 
Jesus dan disampaikan kepada para murid dan pengikutnya secara lisan, 
dengan segera telah dicemari dengan sejumlah mitos dan legenda. "Anak 
Laki-Laki Maryam" segera berubah menjadi
"Anak Laki-Laki Yusuf,"
 yang mempunyai saudara laki-laki dan saudara perempuan (Matius xiii. 
55-56; Markus vi. 3; iii. 31; Lukas ii. 48; viii. 19-21; Yohanes ii. 12;
 vii. 3, 5: Kisah Rasul i. 14; I Korintus ix. 5; Galatia i. 19; Judas 
i.).
Kemudian dia menjadi "Anak Laki-Laki Daud"
 (Matius xxii. 42; Markus xii. 35; Lukas xx. 41; Matius xx. 30; ix. 27; 
xxi. 9; Kisah Rasul xiii. 22-23; Apoc. v. 5; Roma xv. 12; Ibrani vii. 
14; dsb.),
"Anak Laki-Laki Manusia" (sebutan ini diulang sebut kira-kira sebanyak 83 kali dalam satu discourses of Jesus),
"Anak Laki-Laki Tuhan" (Matius xiv. 32; xvi. 16; Yohanes xi. 27; Kisah Rasul ix. 20; I Yohanes iv. 15; v. 5; Ibrani i. 2, 5, dsb.),
"Anak Laki-Laki" saja (Yohanes v. 19-21, 23-24, 26, dsb.; dan dalam formula Baptis, Matius xxviii. 19; Yohanes i. 34, dsb.) "Kristus" (Matius xvi. 16, dan seringkali dalam Epistles), dan
"Domba" (Yohanes i. 29, 36; dan seringkali dalam Wahyu).
Beberapa tahun yang lalu, pada suatu 
hari saya mengunjungi Exeter Hall di London; pada saat itu saya masih 
sebagai seorang pendeta Katholik; suara hiruk pikuk ketika saya dibawa 
ke Hall di mana seorang gentleman medis yang masih muda mulai berkhotbah
 pada pertemuan dari YMCA (Young Men's Christian Association). "Saya 
ulangi apa yang telah sering saya katakan," seru si dokter muda itu, 
"Jesus Kristus haruslah sebagai apa yang dia akui sebagai itu dalam 
Injil, atau dia pasti seorang penyamar terbesar yang dunia pernah 
menyaksikannya!" Saya tidak pernah melupakan pernyataan dogmatis ini. 
Apa yang ingin dia katakan ialah bahwa Jesus itu adalah Anak Tuhan atau 
seorang penyamar terbesar. Jika anda menerima hipotese pertama maka anda
 seorang Kristen, seorang trinitarian; jika yang kedua, maka anda adalah
 seorang Yahudi yang tidak beriman. Namun kita yang tidak menerima kedua
 proposisi itu adalah jelas Muslim. Kita orang Muslim tidak dapat 
menerima yang manapun dari keduanya yang memberikan gelar kepada Jesus 
Kristus dalam pemahaman yang gereja dan kitab suci mereka yang tidak 
dapat dipercaya itu telah berpura-pura untuk menggunakan sebutan itu. 
Tidak sendirian dia sebagai "Anak Laki-Laki Tuhan" dan tidak pula 
sendirian sebagai "Anak Laki-Laki Manusia" karena jika orang diizinkan 
untuk memanggil Tuhan dengan "Bapa", maka bukan saja Jesus, tetapi 
setiap nabi dan orang beriman yang lurus, adalah secara khusus seorang 
"anak laki-laki Tuhan." Dalam cara yang sama, jika Jesus benar-benar 
anak laki-laki Yusuf Tukang Kayu, dan mempunyai empat saudara laki-laki 
dan beberapa saudara perempuan yang sudah menikah seperti yang Injil 
berpura-pura mengenai hal itu, maka mengapa dia sendiri saja yang 
menyandang sebutan yang asing ini "Anak Laki-Laki Manusia" yang 
sesungguhnya galib bagi siapapun?
Tampaknya para pendeta dan pastor, ahli 
teologi dan apologist Kristen ini memiliki logika mereka sendiri yang 
aneh untuk penalaran serta kecenderungan akan misteri dan hal-hal yang 
tidak masuk akal. Logika mereka tidak mengenal medium, tak ada pembedaan
 istilah, dan tak ada gagasan definitif tentang gelar dan sebutan yang 
mereka pergunakan. Mereka memiliki selera yang membuat orang iri hati 
untuk pernyataan-pernyataan yang tidak dapat dicocokkan dan yang 
bertolak belakang yang hanya mereka sendiri dapat menelannya seperti 
telur rebus. Mereka dapat mempercayai, tanpa keraguan sedikitpun, bahwa 
Maryam adalah sekaligus seorang perawan tetapi juga seorang isteri, 
bahwa Yusuf adalah baik seorang pasangan maupun suami, bahwa James, 
Jossi, Simon, dan Judah adalah baik sepupu maupun saudara laki-laki 
Jesus, bahwa Jesus adalah Tuhan yang sempurna dan seorang manusia yang 
sempurna juga, dan bahwa "Anak Laki-Laki Tuhan," "Anak Laki-Laki 
Manusia." "Domba," dan "Anak Laki-Laki Daud" adalah semuanya satu dan 
pribadi yang sama! Mereka memberi makan kepada diri mereka sendiri dalam
 hal doktrin yang heterogen dan bertentangan satu dengan lainnya yang 
terwakili dalam istilah-istilah itu dengan selera serakus seperti 
laiknya mereka rasakan terhadap bacon dan telur ketika makan pagi. 
Mereka tidak pernah berhenti berfikir dan merenungkan obyek yang mereka 
sembah; mereka memuja penyaliban dan Yang Maha Kuasa seolah-olah mereka 
mencium pedang pembunuh saudara laki-lakinya yang berdarah dalam 
kehadiran ayahnya!
Saya berpendapat bahwa bahkan tidak ada 
satu orang Kristen pun dalam sepuluh juta orang yang benar-benar 
mempunyai gagasan tepat atau pengetahuan yang definitif tentang asal 
muasal dan arti sebenarnya dari istilah "Anak Laki-Laki Manusia." Semua 
gereja dan para ahli tafsir mereka tanpa kecuali akan berkata kepada 
anda bahwa "Anak Laki-Laki Tuhan" mengenakan sebutan "Anak Laki-Laki 
Manusia" atau "Barnasha" karena sikap rendah diri dan karena sopan 
santun, tanpa mengetahui bahwa Kitab Suci Apokaliptikal (Wahyu) orang 
Yahudi, di mana Jesus dan para muridnya percaya dengan sepenuh hati dan 
jiwanya, meramalkan bahwa bukanlah "Anak Laki-Laki Manusia" yang akan 
bersikap lembut hati, rendah hati, tidak memiliki tempat untuk tidur, 
dan diserahkan ke tangan orang yang berbuat jahat dan dibunuh, tetapi 
"Anak Manusia" adalah seorang laki-laki yang kuat dengan kekuasaan dan 
kekuatan yang luar biasa untuk membinasakan dan mencerai beraikan 
burung-burung sasaran dan binatang-binatang buas yang mengoyak-koyak dan
 memakan biri-biri dan dombanya! Orang-orang Yahudi yang mendengar Jesus
 berbicara tentang "Anak Laki-Laki Manusia" mengerti dengan sebenarnya 
kepada siapa sebutan itu dia tujukan. Jesus tidaklah menemukan kata 
"Barnasha" itu, tetapi meminjamnya dari Kitab Suci Apokaliptikal Yahudi:
 Kitab Enoch, Kitab-Kitab Sibylline, the Assumption of Moses, Kitab 
Daniel, dsb. Marilah kita menyelidiki asal muasal gelar "Barnasha" atau 
"Anak Laki-Laki Manusia" ini.
- 
"Anak Laki-Laki Manusia" adalah Nabi Terakhir, yang membangun "Kerajaan Perdamaian" dan menyelamatkan hamba-hamba Tuhan dari perbudakan dan penindasan di bawah kekuatan musyrik setan. Gelar "Barnasha" adalah ungkapan simbolis untuk membedakan Penyelamat dari hamba-hamba Tuhan yang diwakili sebagai "biri-biri," dan bangsa-bangsa musyrik lainnya di bumi ini yang ada dalam berbagai jenis burung sasaran, binatang-binatang buas, dan binatang-binatang kotor. Nabi Hezekiel hampir selalu disebut oleh Tuhan sebagai "Ben Adam" yaitu "Anak Laki-Laki Manusia" (atau Adam) dalam pengertian seorang Penggembali dari biri-biri Israel. Nabi ini juga memiliki beberapa porsi Apokaliptikal dalam bukunya. Dalam visi pertamanya dengan mana dia memulai kitab ramalannya dia melihat di samping singgasana safir dari Yang Maha Abadi, penampakan dari "Anak Laki-Laki Manusia" (Ezekiel i. 26). "Anak Laki_laki Manusia" ini yang disebut berulang kali sebagai selalu dalam kehadiran Tuhan dan di atas Cherubim bukan Hezekiel (atau Ezekiel) sendiri (Ezekiel x. 2). Dia adalah "Barnasha" yang ada dalam ramalan, Nabi Terakhir, yang diangkat untuk menyelamatkan hamba Tuhan dari tangan orang-orang kafir di sini di bumi dan tidak di tempat lain!
- 
"Anak Laki-Laki Manusia" menurut Apokalipse Enoch (atau Henoch)
 - 
Wahyu Sibylline yang disusun sesudah kehancuran terakhir Jeruzalem oleh tentara Romawi, menyebutkan bahwa "Anak Manusia" akan muncul dan membinasakan Kerajaan Romawi dan menjadikan orang beriman percaya percaya kepada hanya Satu Tuhan saja. Kitab ini telah ditulis paling tidak empat puluh tahun sesudah Jesus Kristus.
 - 
Kita telah menyaksikan penyajian "Anak Manusia" ketika kita membicarakan visi dari Nabi Daniel (Daniel vii. Lihat artikel "Muhammad Dalam Perjanjian Lama" dalam Islamic Review November 1938.
 
Tidak ada keraguan bahwa Jesus Kristus sangat mengenal Wahyu Enoch, yang diyakini telah ditulis oleh patriarch ketujuh dari Adam. Karena Judah "saudara laki-laki James" dan "pelayan Jesus Kristus," yaitu saudara laki-laki Jesus, percaya bahwa Enoch adalah pengarang yang sebenarnya dari karya yang memakai namanya (Judah i. 14. Di dalam Injil dia disebut sebagai salah satu dari empat saudara laki-laki Jesus, Matius xiii. 55-56, dsb.). Ada beberapa fragmen yang terserak dari Apokalipse yang indah ini yang diawetkan dalam bentuk kutipan (quotation) oleh penulis-penulis Kristen awal. Buku itu telah hilang lama sebelum Photius. Hanya kira-kira pada awal abad yang lalu bahwa karya yang penting ini ditemukan dalam Dalih-Dalih Agama dari Kitab Suci (Canon of the Scriptures) yang termasuk gereja Abesina, dan diterjemahkan dari bahasa Ethiopia ke dalam bahasa Jerman oleh Dr. Dillmann, dengan catatan dan keterangan (Juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh seorang Uskup Irlandia Laurence). Buku itu terdiri dari lima bagian atau buku, dan keseluruhannya berisi seratus sepuluh pasal dari panjang pendeknya berbeda. Pengarangnya menggambarkan kejatuhan dari malaikat, perdagangan gelap mereka dengan anak-anak perempuan manusia, melahirkan bayi pada suatu jenis raksasa yang menemukan semua macam kelicikan dan pengetahuan yang merusak. Lalu sifat buruk dan kejahatan meningkat sampai ke puncak sedemikian rupa sehingga Yang Maha Kuasa menghukum mereka dengan banjir. Dia juga menceriterakan dua perjalanannya ke langit dan mengelilingi bumi, dengan dipandu oleh malaikat yang baik, dan misteri serta keajaiban yang dia lihat di situ. Dalam bagian kedua, yang adalah sebuah deskripsi dari Kerajaan Perdamaian, "Anak Lak-Laki Manusia" menangkap raja-raja di tengah kehidupan mereka yang menggiurkan dan mengendapkan mereka ke dalam neraka (Enoch xlvi. 4 - 8). Tetapi buku kedua ini tidak oleh satu orang pengarang, dan secara meyakinkan buku itu telah banyak dicemari oleh tangan orang-orang Kristen. Buku atau bagian ketiga berisi beberapa gagasan yang penuh keinginan tahu serta gagasan tentang astronomi dan fisik yang telah berkembang. Buku keempat menyajikan pandangan apokaliptikal dari jenis manusia dari sejak awal hingga masa Islam, yang pengarangnya menyebutnya sebagai masa Al Masih, dalam dua parabel atau alegori yang simbolis. Seekor sapi jantan putih muncul dari bumi; lalu seekor heifer putih (sejenis sapi lain) berkawin dengannya dan melahirkan dua anak sapi: satu berwarna hitam, yang lainnya merah; sapi jantan hitam itu memukul dan mengusir yang merah; kemudian dia kawin dengan seekor heifer dan memberikan beberapa anak sapi hitam, hingga induknya meninggalkan sapi jantan hitam untuk mencari yang merah; dan, karena dia tidak menemukannya, menangis dan berteriak dengan keras, ketika seekor sapi jantan merah muncul, dan mereka mulai menggandakan jenisnya. Tentu saja, perumpamaan yang transparan ini melambangkan Adam, Hawa, Cain, Abel, Sheth, dsb. hingga ke Yakub yang turunannya diwakili oleh "sekelompok biri-biri" sebagai bangsa terpilih Israel; tetapi keturunan saudara laki-lakinya Esau, yaitu kaum Edomit, digambarkan sebagai sebuah kumpulan babi. Dalam perumpamaan kedua ini sekawanan biri-biri itu sering diganggu, diserang, dicerai beraikan,dan dibunuh oleh binatang-binatang dan burung-burung sasaran hingga kita tiba pada masa yang disebut masa Al Masih, ketika sekelompok biri-biri itu diserang lagi dengan lebih dahsyat oleh burung elang dan beberapa binatang pemakan daging lainnya; tetapi seekor "ram" (sejenis kambing) melawan dengan keberanian dan kegagahan besar. Barulah kemudian bahwa "Anak Laki-Laki Manusia" yang adalah Tuan atau Pemilik sesungguhnya dari sekawanan itu tampil ke depan untuk menyelamatkan gembalaannya.Seorang pakar non Muslim tidak pernah dapat menerangkan pandangan atau visi seorang sufi atau semacam paranormal. Dia akan - seperti mereka semua melakukannya - membawa visi itu kepada kaum Makabi dan Raja Antiochus Epiphanus dalam pertengahan abad kedua S.M. ketika Penyelamat datang dengan alat pukul yang besar atau tongkat kerajaan (scepter) dan memukul ke kanan dan kiri terhadap burung-burung dan binatang-binatang, membuat banyak di antaranya yang mati terbunuh; bumi membuka mulutnya, menelan mereka semua; dan sisanya lari. Lalu pedang dibagikan kepada biri-biri, dan seekor sapi jantan putih memimpin mereka dalam kedamaian dan keamanan yang sempurna.Buku kelima berisi anjuran-anjuran agamawi dan moral yang bersifat keras. Seluruh karya dalam bentuknya yang sekarang memberikan petunjuk bahwa karya itu dikarang semutakhir 110 S.M. dalam dialek asli Aramiah oleh seorang Yahudi Palestina. Setidak-tidaknya ini pendapat dari Ensiklopedia Perancis.Al Qur'an hanya menyebutkan Enoch dengan nama panggilan Idris - bentuk dalam bahasa Arab untuk "Drisha" yang bahasa Aramiah yang dalam kategori yang sama dari kata benda sederhana seperti "Iblis" dan "Blisa" ("Iblis" kata dalam bahasa Arab untuk "Blisa" kata dalam bahasa Aramiah sebuah sebutan yang diberikan kepada setan yang berarti "yang terkutuk"). "Idris" dan "Drisha" menunjukkan seorang laki-laki terpelajar, seorang pakar dan seorang yang berilmu, dari "darash" (bahasa Arab "darisa"). Ayat Al Qur'an menyebutkan: "Dan disebutkan dalam Kitab Idris; dia juga seorang yang cinta akan kebenaran dan seorang Nabi, yang Kami muliakan." Q.19 : 56-57.Ahli tafsir Al Qur'an, Al-Baydhawi dan Jalalu 'd-Din, tampaknya mengetahui bahwa Enoch telah mempelajari astronomi, fisik, aritmatika, bahwa dia ialah yang pertama menulis dengan pena, dan bahwa "Idris" menunjukkan orang yang banyak ilmu, dengan demikian menunjukkan bahwa Apocalypse dari Enoch tidak telah hilang di masa hidup mereka.Setelah berakhirnya Kanon dari Kitab Suci Ibrani kira-kira dalam abad keempat S.M. oleh "Anggota Sinagog Agung" yang didirikan oleh Ezra dan Nehemiah, semua literatur sakral atau agama yang lainnya di samping literatur-literatur yang dimasukkan ke dalam Canon disebut "Apocrypha" dan dikecualikan dari Injil Ibrani oleh suatu kumpulan orang-orang Yahudi terpelajar dan alim, yang terakhir di antara mereka adalah "Simeon Yang Adil" yang terkenal, yang meninggal dalam tahun 310 S.M. Nah sekarang di antara buku-buku Apocrypha ini dimasukkan ke dalam Apocalypse dari Enoch, Barukh, Musa, Ezra, dan buku-buku Sibylline, yang ditulis pada masa berbeda antara masa Makabi dan masa sesudah pemusnahan Jeruzalem oleh Titus. Tampaknya Saga Yahudi seperti mengikuti mode saat itu untuk menulis literatur yang berisi ramalan (apocalypse) dan bersifat keagamaan di bawah nama seorang terkenal dari masa lalu. Apokalipse pada akhir dari Perjanjian Baru yang menuliskan nama Yahya yang suci bukanlah suatu kekecualian dalam kebiasaan Yahudi Kristen kuno itu.. Jika "Judah saudara laki-laki dari Tuhan (Lord)" dapat mempercayai bahwa "Enoch (Idris) adalah Ketujuh dari Adam" adalah penulis yang sebenarnya dari seratus sepuluh pasal yang mengandung nama itu, tidak mengherankan bahwa Justin si Syuhada, Papas, dan Eusebius pasti akan percaya pada kepengarangan Matius dan Yohanes.Namun tujuan saya bukanlah untuk mengritik kepengarangan dari, atau untuk memperluas komentar atas wahyu yang bermakna ganda dan misterius yang disusun dalam keadaan yang paling menyakitkan dan menyusahkan dalam sejarah bangsa Yahudi; tetapi untuk memberikan pertanggung jawaban tentang asal usul dari sebutan "Anak Manusia" dan untuk menjelaskan arti sesungguhnya daripadanya. Juga buku Enoch, seperti halnya Apokalipse dan gereja dan seperti juga Injil, berbicara tentang akan datangnya "Anak Manusia" untuk membebaskan hamba Tuhan dari musuhnya dan mencampur adukkan visi ini dengan Hari Pengadilan Terakhir. - 
 - "Anak Manusia" dalam Apokalipse pasti bukan Jesus Kristus
- 
Seorang Utusan Tuhan tidaklah diperintah untuk membuat ramalan untuk dirinya sendiri sebagai tokoh masa yang akan datang., atau untuk menceriterakan reinkarnasinya sendiri dan dengan begitu menyajikan dirinya sebagai pahlawan dalam drama besar dunia yang akan datang. Yakub telah meramalkan tentang "Nabi Allah" (Genesis xlix. 10), Musa tentang seorang nabi yang akan datang sesudah beliau dengan Hukum, dan Israel dianjurkan dengan sangat untuk mematuhinya (Deuteronomy xviii. 15); Haggai meramalkan Ahmad (Hagai ii. 7); Malakhi meramalkan kedatangan "Utusan dari Perjanjian (Covenant)" dan Eliyah (Malakhi iii. 1, iv. 5), tetapi tidak seorang nabipun pernah meramal kedatangannya sendiri kembali untuk kedua kalinya ke dunia ini. Apa yang sangat tidak wajar dalam hal Jesus adalah bahwa beliau dibuat untuk berpura-pura dalam identitas sebagai "Anak Manusia" namun beliau tidak sanggup hingga taraf terendah sekalipun untuk mengerjakan karya yang "Anak Manusia" yang diramalkan itu telah diharapkan untuk mewujudkannya! Menyatakan kepada orang-orang Yahudi yang ada dalam genggaman Pilate bahwa beliau adalah "Anak Manusia", dan lalu berkunjung kepada Caesar; dan mengaku bahwa "Anak Manusia tidak memiliki tempat untuk tidur;" dan kemudian menunda pembebasan rakyat dari kekuasaan Romawi untuk jangka waktu yang tidak terbatas, secara praktis adalah meremehkan bangsanya, dan mereka yang meletakkan hal-hal yang irasional dan tidak masuk akal itu sebagai perkataan Jesus hanya menjadikan dirinya sebagai orang gila.
 - 
Jesus mengetahui dengan lebih baik daripada orang lain di Israel, siapa gerangan "Anak Manusia" itu dan apa pula misinya. Beliau ditugaskan untuk menurunkan raja-raja yang jahat dan untuk melemparkan mereka ke dalam api neraka. "Wahyu Baruch" dan wahyu dari Ezra - Kitab Keempat dari Esdras dalam Vulgate - berbicara tentang munculnya "Anak Manusia" yang akan membangun Kerajaan Perdamaian yang kuat di atas reruntuhan kerajaan Romawi. Semua wahyu apokripal ini menunjukkan keadaan kejiwaan bangsa Yahudi pada saat itu yang mengharapkan datangnya Nabi akhir terbesar yang mereka sebut "Anak Manusia" dan "Al Masih." Jesus tak mungkin tidak mengetahui dan tidak mengenal literatur ini serta harapan penuh gairah dari bangsanya. Tidak bisa beliau mengasumsikan dirinya sendiri dengan kedua sebutan itu ("Anak Manusia" dan "Al Masih") dalam pemahaman yang dikaitkan kepada kedua sebutan itu oleh Sanhedrin - Pengadilan Tertinggi dari Jeruzalem - agama Yahudi atau Judaisme; karena beliau bukan "Anak Manusia" dan "Al Masih," karena beliau tidak memiliki program politik dan rencana sosial, dan karena beliau sendiri adalah bentara dari "Anak Manusia," dan "Al Masih" - Adon, Nabi yang menaklukkan, Yang diurapi dan dijuluki dengan Pemimpin Para Nabi.
 - 
Penelitian kritis atas sebutan "Anak Manusia" yang diletakkan sebanyak delapan puluh tiga kali pada mulut sang guru akan dan harus berakibat dengan kesimpulan bahwa Jesus sendiri tidak pernah mengenakan gelar-gelan itu pada dirinya sendiri; dan sesungguhnyalah beliau seringkali menggunakan gelar itu pada orang ketiga. Beberapa contoh akan mencukupi kiranya untuk meyakinkan kita bahwa Jesus mengenakan gelar itu pada orang lain yang akan muncul di masa yang akan datang.
- 
Seorang penulis, yaitu seorang yang terpelajar, mengatakan: "Saya akan mengikuti anda ke manapun anda pergi." Jesus menjawab: "Anjing mempunyai liangnya; burung sorga sarangnya; tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk tidur." (Matius viii. 20). Dalam ayat berikutnya Jesus menolak memberi izin kepada seorang di antara pengikutnya untuk pergi dan menguburkan ayahnya! Anda tidak akan menjumpai seorang sucipun, romo, atau ahli tafsir yang telah menyulitkan kepalanya atau akal budinya hanya sekedar untuk memahami nalar yang sederhana yang terkandung dalam penolakan Jesus untuk mengizinkan penulis terpelajar itu mengikutinya. Jika beliau mempunyai tempat untuk 13 orang, pastilah beliau dapat memberikan tempat bagi yang keempat belas juga. Disamping itu beliau pastilah sudah dapat memasukkannya ke dalam kelompok tujuh puluh orang pengikutnya (Lukas x. 1). Penulis yang dalam persoalan ini bukan seorang nelayan yang bodoh seperti anak-anak Zebedee dan Yunus.; doa adalah seorang sarjana dan seorang ahli hukum praktek. Tidak ada alasan untuk mencurigai ketulusannya; dia dibuat menjadi yakin bahwa Jesus ialah Al Masih yang diramalkan, Anak Manusia, yang setiap saat mungkin memanggil legiun langitnya dan menaiki singgasana nenek moyangnya - Daud. Jesus melihat pandangan yang salah dari penulis itu, dan dengan terus terang membuatnya mengerti bahwa beliau yang tidak mempunyai tanah seluas kurang dari 2 meter persegi (dua yard persegi) di bumi ini untuk tempat tidurnya, pastilah bukan "Anak Manusia"! Beliau tidak berlaku kasar terhadap penulis itu; beliau menyelamatkannya dengan kemurahan hatinya dari membuang waktu dengan sia-sia untuk mengejar sebuah harapan yang kosong!
 - 
Diceriterakan bahwa Jesus Kristus telah menyatakan bahwa Anak Manusia itu "akan memisahkan biri-biri dari kambing." (Matius xxv. 31-34). Biri-biri tiu lambang dari orang-orang Israel yang beriman yang akan memasuki Kerajaan, tetapi kambing menunjuk pada orang-orang Yahudi yang tidak beriman yang telah bergabung dengan musuh dari agama sejati dan dengan sendirinya ditakdirkan untuk dimusnahkan. Secara praktis ini ialah apa yang telah diramalkan dalam wahyu (Apocalypse) dari Enoch (Idris) tentang Anak Manusia. Jesus hanya menegaskan wahyu Enoch itu dan memberi karakter sakral. Beliau sendiri diutus sebagai penganjur bagi orang Israel (Matius xv. 24) untuk tetap setia kepada Tuhan dan menunggu dengan sabar kedatangan Anak Manusia yang akan datang untuk menyelamatkan mereka untuk selamanya dari musuh mereka; namun beliau sendiri bukanlah Anak Manusia, dan tidak berkaitan apapun dengan dunia politik, demikian juga tidak dengan "biri-biri" dan "kambing" yang keduanya sama-sama menolak dan membenci beliau, kecuali sebagian kecil orang yang mencintai dan beriman kepada beliau.
 - 
"Anak Manusia" itu dikatakan sebagai "Tuan dari Hari Sabath," yaitu, bahwa dia memiliki kekuasaan untuk meniadakan hukum yang membuat hari itu sebagai hari istirahat yang suci dari pekerjaan, Jesus adalah penganut taat hari Sabath, di hari mana beliau biasa menghadiri kebaktian di kuil atau sinagog. Dengan jelas beliau memerintahkan para pengikutnya untuk berdo'a agar kehancuran bangsa dalam pemusnahan Jeruzalem itu tidak akan terjadi di hari Sabath. Lalu bagaimana mungkin bahwa Jesus mengklaim dirinya sebagai Anak Manusia, Tuan hari Sabath, sementara beliau berwajib untuk mengikuti dan memelihara hari itu seperti orang-orang Israel lainnya? Bagaimana mungkin beliau berani mengklaim dirinya untuk gelar yang membanggakan itu dan lalu meramalkan kehancuran kuil dan ibu kota negeri?
 
Sebutan "anak Manusia" ini secara mutlak tidak berlaku bagi anak Maryam. Semua kepura-puraan atau kepalsuan dari "apa yang-disebut Injil" yang menjadikan "Domba" dari Nazareth "menangkap raja-raja di tengah kehidupan yang penuh gairah serta menghela raja-raja itu masuk ke dalam neraka;" (Enoch xlvi. 4-8) memiliki cacad ketiadaan otentisitas dan jarak waktu yang memisahkannya dari "Anak Manusia" yang berbaris beserta legiun para malaikat di atas awan ke arah Singgasana dari Yang Maha Abadi adalah lebih banyak daripada jarak dari bumi kita ke planet Jupiter. Bisa saja dia "anak manusia" dan seorang "almasih," seperti halnya setiap raja, nabi dan kepala pendeta Yahudi, namun dia bukan "Anak Manusia" bukan juga seorang "Al Masih" yang telah diceriterakan oleh para nabi dan ramalan Yahudi.. Dan orang-orang Yahudi seratus persen benar untuk menolak gelar dan jabatan itu bagi Jesus. Jelas kesalahan orang Yahudi itu ialah dalam mengingkari kenabiannya, dan bertindak kriminal telah mengalirkan darahnya yang tidak berdosa - seperti mereka dan orang Kristen mempercayainya. "Dewan Sinagog Agung" sesudah kematian Simeon yang adil dalam tahun 310 SM telah digantikan oleh "Sanhedrin," yang presidennya disebut "Nassi" atau Pangeran. Mengangumkan bahwa "Nassi" yang mengadili Jesus, yang telah mengatakan: "Adalah lebih menguntungkan bahwa satu orang harus mati daripada seluruh bangsa dimusnahkan," (Yohanes xi. 50), adalah seorang nabi (Idem, 51)! Kalau dia adalah seorang nabi, betapa mungkin bahwa dia tidak mengenal misi kenabian atau karakteristik almasih dari "Al Masih"?Maka inilah alasan-alasan utama mengapa Jesus itu bukan "Anak Manusia" juga bukan Al Masih yang diceriterakan dalam Apokalipse:Hal-hal ini dan beberapa contoh lainnya menunjukkan bahwa Jesus tidak pernah dapat memakai gelar atau sebutan "Barnasha" bagi dirinya sendiri, tetapi beliau mengenakan gelar itu pada Nabi Terakhir Yang Sangat Berkuasa, yang telah menyelamatkan "biri-biri" itu - yaitu orang Israel yang beriman -dengan sebenarnya; dan tidak memusnahkan atau memporak perandakan orang-orang yang tidak beriman di antara orang-orang Israel; tidak pula menghapuskan hari Sabath; juga tidak mendirikan Kerajaan Perdamaian; tidak pula menjanjikan bahwa agama dan kerajaan ini akan bertahan hingga Hari Kiamat.Dalam karangan yang berikutnya akan kita mengalihkan perhatian kita untuk menemukan semua ciri dan karakteristik dari "Anak Manusia" yang diramalkan yang secara harfiah dan sempurna terdapat pada diri Nabi Allah Yang Terakhir, semoga keselamatan dan berkah Allah bersama beliau! - 
 
 - 
 
Bab 20.
YANG DIMAKSUD DENGAN "ANAK MANUSIA" DALAM APOCALYPSE (WAHYU) ADALAH NABI MUHAMMAD SAW
Dalam artikel saya terdahulu telah saya 
tunjukkan bahwa "Anak Manusia" yang diceriterakan dalam wahyu Yahudi 
bukanlah Jesus Kristus, dan bahwa Jesus tidak pernah mengasumsikan 
sebutan itu bagi dirinya sendiri, karena jika demikian maka beliau hanya
 akan menjadikan dirinya bahan tertawaan di mata para pendengarnya.
Hanya ada dua jalan yang terbuka 
baginya; mengingkari ramalan tentang Al Masih dan visi wahyu tentang 
Barnasha itu sebagai pemalsuan dan legenda saja, atau untuk menegaskan 
kebenaran wahyu itu dan sekaligus dirinya sendiri menggenapi ramalan ini
 sebagai "Anak Manusia," jika beliau itu benar pribadi yang menonjol 
itu. Untuk mengatakan: "Anak Manusia" itu datang untuk melayani dan 
bukan untuk dilayani," (Matius xx. 28) atau "Anak Manusia itu akan 
diserahkan kepada Kepala Pendeta dan Para Ahli Taurat" (Ibid. xx. 18), 
atau "Anak Manusia datang sambil makan dan minum (anggur)" dengan para 
pendosa dan pemungut pajak (Ibid. xi. 18), dan pada saat yang sama 
mengaku bahwa dia adalah seorang pengemis yang hidup bersandarkan pada 
sedekah dan kemurahan orang lain, adalah sebuah penghinaan terhadap 
bangsa dan sentimen agamanya yang paling suci! Untuk menyombongkan diri 
bahwa dia adalah Anak Manusia dan telah datang untuk menyelamatkan dan 
memulihkan kembali biri-biri Israel yang hilang (Ibid. xviii. 11), 
tetapi telah harus menunda penyelamatan ini hingga Hari Pembalasan 
Akhir, dan bahkan kemudian dilemparkan ke dalam api yang abadi, adalah 
hanya membuat frustrasi bangsa yang tertindas itu (Israel) atas segala 
harapan; yang hanya mereka sendiri di antara semua bangsa di dunia ini 
telah mendapat kehormatan menjadi satu-satunya bangsa yang memeluk 
keyakinan dan agama dari Tuhan yang sejati; dan bangsa itu (terpaksa) 
harus mencela nabi-nabi dan wahyu-wahyu mereka.
Mungkinkah Jesus Kristus memakai gelar 
itu? Apakah pengarang keempat Injil itu orang-orang Ibrani? Dapatkah 
Jesus dengan sadar meyakini dirinya seperti apa yang dikemukakan dengan 
bohong oleh Injil-Injil itu atas dirinya? Dapatkah seorang Yahudi dengan
 sadar menulis ceritera yang demikian itu yang dengan sengaja ditulis 
untuk membingungkan dan menggagalkan harapan bangsa itu sendiri? Sudah 
barang tentu, bahwa tidak ada jawaban lain yang dapat diharapkan dari 
saya kecuali jawaban negatif atas semua pertanyaan itu. Tidak Jesus, dan
 tidak pula para apostel akan pernah ingin memakai gelar yang 
berlebih-lebihan semacam itu di antara suatu bangsa yang sudah mengenal 
betul siapa pemilik yang sah atas sebutan itu. Akan merupakan suatu hal 
yang sama (analogi) untuk meletakkan mahkota raja di atas kepala 
utusannya, sedang utusan ini tidak memiliki rakyat untuk memproklamirkan
 dirinya sebagai raja. Hal itu semata-mata akan menjadi suatu pengambil 
alihan secara gila atas hak dan privilege dari "Anak Manusia" yang sah. 
Dengan sendirinya, pengambil alihan yang tidak dapat dibenarkan itu pada
 pihak Jesus akan sama seperti penggunaan sebutan " Anak Manusia Palsu" 
dan Anti Kristus! Membayangkan perbuatan berani yang sama oleh Jesus 
Kristus yang suci membuat seluruh diri saya memberontak. Semakin banyak 
saya membaca Injil-Injil ini semakin saya menjadi yakin untuk 
mempercayai bahwa Injil-Injil itu adalah buah hasil karya para 
pengarang yang bukan bangsa Yahudi - setidak-tidaknya Injil dalam bentuk
 dan isinya yang sekarang ini. Injil-Injil ini adalah sebuah 
counterpoise -suatu hal yang mengubah keseimbangan - terhadap 
Wahyu-Wahyu Yahudi - terutama sebagai suatu counter-project terhadap 
Kitab-Kitab Sibyllian. Hal ini hanya mungkin bisa dilakukan oleh 
orang-orang Kristen bangsa Yunani yang tidak punya minat pada claim anak
 keturunan Ibrahim. Pengarang Kitab-Kitab Sibyllian meletakkan 
nama-nama tokoh Yunani Hermes, Homer, Orpheus, Pythagoras, dan 
lain-lainnya berdampingan dengan nama-nama nabi Yahudi Idris, Suleiman, 
Daniel, dan Ezra, dengan jelas untuk maksud mempropagandakan agama 
Ibrani. Kitab-kitab ini telah ditulis ketika Jeruzalem dan Kuilnya dalam
 keadan hancur, beberapa saat sebelum atau sesudah publikasi buku wahyu 
(apocalypse) santo Yohanes. Arti dari Wahyu Sibyllian adalah bahwa Anak 
Manusia (versi) Ibrani (Istilah "Ibrani" ini dalam pengertiannya yang 
luas dipakai untuk seluruh anak keturunan Ibrahim yang kemudian 
menggunakan nama-nama para leluhurnya yang bersangkutan, seperti kaum 
Ismaili, kaum Edomit, kaum Israel, dsb.) atau Al Masih akan datang untuk
 membinasakan kekuasaan Romawi dan mendirikan agama Tuhan yang 
sebenarnya untuk seluruh manusia.
Kita dapat membuat argumentasi yang kuat
 untuk membuktikan jati diri "Anak Manusia" sebagai Muhammad saw saja, 
dan kita akan membagi argumentasi itu sebagai berikut:
ARGUMENTASI DARI KITAB-KITAB INJIL, DAN DARI APOCALYPSE (WAHYU/RAMALAN)
Dalam pasal-pasal yang paling koheren 
dan berarti dari ceramah-ceramah Jesus di mana sebutan "Barnasha" atau 
"Anak Manusia" muncul, hanya Nabi Muhammad saw sajalah yang 
dimaksudkannya, dan hanya pada diri beliau saja seorang diri seluruh 
ramalan yang ada di dalamnya telah digenapi secara harfiah. Dalam 
beberapa pasal di mana Jesus dikirakan telah menggunakan gelar itu untuk
 dirinya sendiri, pasal itu menjadi tidak koheren, tidak bermakna sama 
sekali, dan seratus persen meragukan. Ambillah contoh misalnya pasal 
berikut: "Anak Manusia" itu datang sambil makan dan minum, dan mereka 
berkata, Lihatlah" (Matius xi. 19). Yahya Pembaptis adalah seorang yang 
sangat zuhud, beliau hanya memberi makan dirinya dengan air, belalang, 
dan madu liar; mereka mengatakan beliau itu seorang yang seperti setan 
(diabolical); tetapi "Anak Manusia" id est Jesus (?), yang makan dan 
minum anggur, dicap sebagai "teman dari pemungut pajak dan pendosa"! 
Mencerca seorang nabi karena puasanya dan kepantangannya adalah dosa 
kekafiran atau kebodohan yang besar. Tetapi mengecam seseorang yang 
mengaku sebagai Utusan Tuhan dengan terlalu sering ke pesta para 
pemungut pajak serta pendosa, dan sangat gemar akan anggur, adalah 
sangat wajar dan merupakan sebuah tuduhan yang sangat serius atas 
ketulusan orang itu yang bertindak sebagai penunjuk spiritual bagi 
manusia. Kita orang-orang Muslim, dapatkah kita percaya pada para Khwaja
 atau Mullah jika kita lihat mereka itu bergaul dengan para pemabuk dan 
pelacur? Dapat kah orang Kristen tahan terhadap kurator atau parson 
(sejenis pendeta) dengan kelakuan yang demikian itu? Pastilah tidak. 
Seorang penunjuk spiritual mungkin saja berkomunikasi dengan semua jenis
 pendosa untuk menyeru mereka kembali ke jalan yang benar, asalkan dia 
itu bersikap zuhud dan tulus. Menurut kutipan yang baru saja disebut 
itu, Kristus mengaku bahwa tingkah lakunya telah mencemarkan para 
pemimpin agama bangsanya. Benar, bahwa petugas dari kantor pajak itu, 
yang disebut "publican" dibenci oleh orang-orang Yahudi semata-mata 
karena jabatannya itu. Kita diberi tahu bahwa hanya ada dua "publicans" 
(Matthew dan Zacchaeus, - Matius ix. 9; Lukas xix. 1-11) dan satu 
"harlot" (pelacur) (Yohanes iv.) dan "possessed woman" atau seorang 
wanita yang telah dikuasai setan ( Mary Magdalena - Lukas viii. 2) yang 
telah berhasil di konversikan oleh Jesus; tetapi semua pendeta dan para 
ahli hukum dicap dengan kutukan dan kebencian (Matius xiii., dsb.). 
Semua ini nampak tidak baik dan suatu kemustahilan. Gagasan atau dugaan 
bahwa seorang Nabi Suci , begitu berpantang dan tidak berdosa seperti 
Jesus, gemar akan anggur, bahwa beliau telah merubah enam barel air 
menjadi anggur yang sangat memabukkan agar membuat gila sekelompok tamu 
yang sudah sedikit mabuk dalam suatu ruang pesta perkawinan di Cana, 
(Yohanes ii,.) praktis sama dengan menggambarkan beliau sebagai seorang 
penyaru dan penyihir! Bayangkanlah sebuah keajaiban yang dilakukan oleh 
sorang penyihir dihadapan sekelompok orang mabuk! Melukiskan 
Jesus sebagai seorang pemabuk, dan seorang yang tamak, dan seorang kawan
 dari orang yang tidak bertuhan, dan lalu memberikan nama pangilan 
kepadanya sebagai "Anak Manusia" adalah mengingkari seluruh nubuah 
Yahudi serta agamanya.
Lagi-lagi Jesus dilaporkan sebagai telah
 berkata:"Anak Manusia" datang untuk mencari dan memulihkan kembali apa 
yang telah hilang," (Matius xiii, 11; Lukas ix. 56; xix. 10, dsb.). Para
 ahli tafsir tentu saja telah menafsirkan pasal ini hanya dalam 
pengertian spiritual belaka. Demikian itulah misi dari tugas setiap nabi
 dan pendakwah agama untuk menyeru orang-orang yang berdosa untuk 
bertobat atas dosanya dan kejahatannya. Kita sangat mengakui bahwa Jesus
 hanya diutus untuk "anak domba Isarel yang hilang" untuk memperbaiki 
dan agar mereka meninggalkan dosa-dosanya; dan terutama untuk mengajar 
mereka dengan lebih nyata mengenai "Anak Manusia" yang akan datang 
dengan kekuasaan dan kekuatan serta penyelamatan untuk mengembalikan apa
 yang telah hilang dan untuk membangun kembali apa yang telah hancur; 
tidak, untuk menaklukkan dan membinasakan musuh-musuh dari orang-orang 
beriman sejati. Jesus tidak mungkin mengenakan pada dirinya sendiri 
sebutan apokaliptik "Barnasha," dan kemudian tidak mampu menyelamatkan 
rakyatnya kecuali Zacchaeus, seorang wanita Samaritan, dan beberapa 
dikit orang Yahudi lainnya, termasuk para Apostel, yang kebanyakannya 
kemudian telah dibunuh karena beliau. Yang paling mungkin mengenai 
apa yang Nabi Jesus katakan ialah: "Anak Manusia itu akan datang untuk 
mencari dan menemukan kembali apa yang telah hilang." Karena hanya pada 
Nabi Muhammad saw sendri sajalah orang-orang Yahudi yang beriman seperti
 halnya orang-orang Arab dan orang-orang beriman lainnya dapat menemukan
 semua apa yang telah hilang dan binasa yang tanpa dapat diketemukan 
kembali itu - Jeruzalem dan Mekkah, semua daerah yang dijanjikan; banyak
 sekali kebenaran-kebenaran mengenai agama sejati itu; kekuasaan dan 
kerajaan Tuhan; perdamaian dan rakhmat yang dibawa Islam kepada dunia 
ini serta pada kehidupan kemudian.
Kami tidak dapat menyita ruangan lagi 
untuk lebih banyak kutipan dari berbagai pasal di mana "Anak Manusia" 
itu dibicarakan dalam kapasitas sebagai subyek, atau obyek, atau 
predikat dalam kalimat. Namun satu kutipan lagi kiranya mencukupi, 
yaitu: "Anak Manusia" itu akan diserahkan ke tangan orang-orang (Matius 
xvi. 21; xvii. 12, dsb.), dan semua pasal di mana beliau sebagai subyek 
kegairahan dan kematian. Sebutan-sebutan demikian itu telah 
diletakkan pada mulut Jesus oleh beberapa penulis non Yahudi yang tidak 
terhormat dengan tujuan menyelewengkan kebenaran tentang "Anak Manusia" 
seperti dimengerti dan diyakini oleh orang-orang Yahudi, dan membuat 
mereka percaya bahwa Jesus dari Nazareth adalah Penyelamat apokaliptikal
 yang berjaya, namun hanya akan menampakkan diri pada Hari Pengadilan 
Akhir. Itu adalah sebuah kebijakan dan propaganda untuk menyeru
 dan kemudian membujuk, yang telah dibuat khusus untuk orang Yahudi. 
Namun penipuan itu terbuka kedoknya, dan orang-orang Yahudi yang Kristen
 itu tergabung dalam gereja yang meyakini Injil ini sebagai telah 
diungkapkan dengan kesucian. Karena tidak ada sesuatu apapun yang lebih 
menjijikkan bagi aspirasi nasional bangsa Yahudi dan sentimen keagamaan 
selain daripada menghadapkan kepada mereka Al Masih yang diharapkan itu,
 Barnasha yang agung, dalam pribadi Jesus yang Kepala Pendeta dan 
Tetua-Tetua telah mengutuknya untuk disalib sebagai perayu. Jelas sekali
 karena itu bahwa Jesus tidak pernah mengenakan gelar "Anak Manusia" 
itu; tetapi beliau telah menyediakan nama sebutan itu hanya bagi Nabi 
Muhammad saw. Inilah beberapa argumentasinya:
- 
Nubuah-Nubuah Yahudi menggambarkan gelar-gelar "Al Masih" dan "Anak Manusia" semata-mata bagi Nabi Terakhir yang akan berperang melawan Kekuatan Hitam dan menghancurkan mereka, dan kemudian membangun Kerajaan Perdamaian dan Cahaya di atas bumi ini. Jadi kedua sebutan itu adalah sinonim; mengingkari salah satu daripada keduanya adalah sekaligus mengingkari claim tentang Nabi Terakhir. Nah kini terbaca oleh kita dalam Synoptic bahwa Jesus secara kategoris membantah dirinya sebagai Kristus dan melarang pengikutnya untuk menyatakannya sebagai "Al Masih"! Diceriterakan bahwa Simon Peter dalam menjawab pertanyaan Jesus: "Siapakah gerangan aku ini menurut engkau?" telah memberi jawaban: "Engkau adalah Kristus (Al Masih) Tuhan." (Lukas ix. 20) . Kemudian Kristus memerintahkan pengikutnya agar tidak mengatakan kepada siapapun bahwa dirinya adalah Kristus (Lukas ix. 21 mengatakan:"Dia mencelanya dan memerintahkan mereka untuk tidak mengatakan bahwa dia adalah Al Masih." Cf Matius viii. 30). St Markus dan St Lukas tidak mengetahui apapun tentang "kekuatan dari kunci-kunci" yang diberikan kepada Peter; mereka itu yang tidak ada di situ pada saat itu, telah tidak mendengar tentang hal itu. Yohanes tidak berkata apapun tentang perbincangan mesianik ini; mungkin dia telah melupakannya! St Matius menceriterakan (Lcc, cit., 21 - 28) bahwa ketika Jesus berkata kepada mereka agar tidak berkata bahwa dirinya adalah Kristus, Jesus menerangkan kepada mereka bagaimana beliah akan diserahkan dan dibunuh. Karena itulah Peter lalu memprotesnya dan mengingatkannya agar beliau tidak lagi mengulang kalimat-kalimat yang sama tentang emosi dan kematiannya. Menurut ceritera Matius ini, Peter benar sekali ketika dia berkata: "Guru, dijauhkanlah kiranya hal itu dari padamu!" Kalau seandainya hal itu benar bahwa pengakuannya "Engkau adalah Al Masih" telah menyenangkan hati Jesus, yang telah memberikan gelar "Sapha" atau "Cepha" kepada Simon Peter, maka menyatakan bahwa "Anak Manusia" itu harus merasakan derita kematian yang memalukan di atas salib adalah tidak lebih dan tidak kurang melainkan sebuah pengingkaran nyata atas sifat Mesianik dari "Anak Manusia" itu. Namun Jesus menjadi semakin positif dan mencela Peter dengan marah seraya berkata: "Enyahlah engkau dari hadapanku, setan!" Apa yang mengikuti cercaan keras ini adalah kalimat-kalimat sang Guru yang paling eksplisit, tidak meninggalkan sedikitpun keraguan bahwa beliau bukanlah "Al Masih" atau "Anak Manusia." Bagaimana kita harus merekonsili "keyakinan" Peter yang dihadiahi dengan gelar mulia "Sapha" dan kekuatan kunci-kunci Sorga dan Neraka, dengan "kekafiran" Peter yang dihukum dengan sebutan "setan" yang menghinakan, dalam jangka waktu kira-kira setengah jam? Beberapa renungan melintas dalam benak saya, dan saya merasakan itu sebagai kewajiban saya untuk menyatakannya dalam hitam dan putih. Jika Jesus itu "Anak Manusia" atau "Al Masih" seperti yang dilihat dan diramalkan oleh Nabi Daniel, Ezra, Enoch, dan beberapa nabi dan orang-orang suci Yahudi lainnya, pastilah beliau telah memberi kuasa kepada para pengikutnya untuk mengumumkan dan menyatakan beliau sedemikian rupa; dan beliau sendiri pastilah mendukungnya. Kenyataannya adalah bahwa beliau berbuat sebaliknya. Sekali lagi, seandainya beliau itu "Al Masih" atau "Barnasha", pastilah beliau sudah segera menghancurkan musuh-musuhnya dengan teror, dan dengan bantuan para malaikat yang tidak tampak telah membinasakan kekuasaan Romawi dan Persia, dan lalu menguasai dunia yang beradab. Tetapi beliau tidaklah berbuat hal semacam itu; atau seperti Nabi Muhammad saw, beliau (Jesus) pastilah telah merekrut panglima-panglima perang yang gagah berani seperti Ali, Omar, Khalid. dsb. dan bukan orang seperti Zebedees dan Jonah yang menghambur hilang seperti bayangan yang ketakutan ketika polisi-polisi Romawi datang untuk menangkap mereka.
 - 
"Anak Manusia" itu oleh Jesus disebut sebagai "Tuan (Lord) Hari Sabath" (Matius xii. 7)("Lord" dalam "Al Kitab" terbitan Lembaga Alkitab Indonesia 1996 diterjemahkan sebagai "Tuhan" dan bukan Tuan,- pen.) . Ini sungguh pantas untuk dicatat. Kesakralan hari ke tujuh adalah tema dari Hukum Musa. Tuhan menyelesaikan karya penciptaanNya dalam masa enam hari, dan pada hari ketujuh Dia beristirahat tidak berkarya. Laki-laki dan perempuan, anak-anak dan budak-budak, bahkan binatang piaraan harus berhenti kerja dengan ancaman mati. Perintah Keempat dari Sepuluh Perintah ("Decalogue" atau "Ten Commandments") memerintahkan orang-orang Israel: "Kalian harus mengingat hari Sabath untuk mensakralkannya." (Keluaran xx,). Siswa klas Injil mengetahui bagaimana Tuhan diceriterakan sebagai merasa iri atas ketaatan yang ketat terhadap Hari Istirahat. Sebelum masa Nabi Musa tidak ada hukum khusus atas hal ini; dan Patriarch yang pengelana (nomad) itu tampaknya telah tidak memperhatikan hal itu. Ada kemungkinan bahwa Hari Sabath Yahudi ini berasal dari Sabattu dari masa Babilonia. Al Qur'an menyanggah konsepsi Yahudi yang antropomorfis tentang Ketuhanan itu, karena hal itu sama saja dengan mengatakan bahwa seperti halnya manusia, Tuhan bekerja selama enam hari, menjadi lelah, berhenti bekerja dan beristirahat. Ayat suci dari Al Qur'an (50 : 38) berbunyi: "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan langit dan bumi, dan apa-apa yang ada di antaranya dalam masa enam hari; serta tidak ada kelelahan menimpa Kami".
 - 
Kita telah membuat beberapa catatan mengenai pasal-pasal dalam St Matius (xviii. 11) di mana misi dari "Anak Manusia" adalah untuk "mencari dan menemukan kembali apa yang telah hilang." Ini adalah nubuah lain yang penting mengenai Nabi Muhammad saw, atau Barnasha apokaliptikal - meskipun tanpa diragukan hal itu telah dikorupsi dalam bentuk. "Hal-hal yang hilang" yang akan dicari oleh Barnasha dan dipulihkan kembali ada dalam dua kategori, religius dan nasional. Marilah kita teliti secara rinci
- 
Misi dari Barnasha adalah untuk mengembalikan kemurnian dan universalitas agama Nabi Ibrahim yang telah hilang. Seluruh orang dan suku keturunan bapak orang beriman itu harus dibawa masuk ke dalam lingkup "Agama Damai" yang tidak lain ialah "Dina da-Shlama," atau agama Islam. Agama Nabi Musa adalah bersifat nasional dan khusus, dan karenanya kependetaan yang turun temurun, pengorbanan-pengorbanan Levitikal dan ritual yang berlebih-lebihan (penuh kepongahan), Hari Sabath, jubilee dan festival, dan semua hukum serta kitab-kitab suci yang telah dikorupsi harus dihapuskan dan diganti dengan yang baru yang memiliki sifat universal, kekuatan, dan ketahanan. Nabi Jesus adalah seorang Yahudi; beliau pasti tidak telah mewujudkan karya yang begitu raksasa dan mengagumkan, karena secara material adalah tidak mungkin baginya untuk melakukan hal itu. Beliau berkata: "Saya datang bukan untuk merubah hukum atau para nabi," (Matius v. 17-19). Di pihak lain, kemusyrikan, dengan segala praktek pelbegu (pagan), takhayul, dan sihir, yang bangsa-bangsa Arab sangat tergila-gila pada hal-hal tersebut, sama sekali harus dikikis habis semuanya, dan Keesaan Allah serta Ketunggalan agama harus dipulihkan kembali di bawah bendera Utusan Allah atau Rasul Allah yang memuat Inskripsi Suci: "Saya bersaksi bahwa tidak ada sesuatu apapun yang patut disembah kecuali Allah; dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah."
 - 
Unifikasi dari bangsa-bangsa keturunan Nabi Ibrahim, dan para kawula mereka harus dipulihkan kembali dan terwujud. Dari catatan-catatan yang banyak dikorupsi, mementingkan diri, dan sinting tanpa bisa dibenarkan yang terdapat dalam Kitab-Kitab Suci Ibrani terdapat bias yang tidak pandang bulu yang mereka perlakukan terhadap orang non-Yahudi. Mereka tidak pernah merasa hormat terhadap keturunan lainnya dari nenek moyang besar Nabi Ibrahim; dan rasa antipati ini dipertunjukkan terhadap kaum Ismail, Edom, dan suku-suku Ibrahim lainnya bahkan ketika Israel telah menjadi penyembah berhala yang paling buruk dan kafir. Adanya kenyataan bahwa di samping Nabi Ibrahim dan Ismail ada kira-kira tiga ratus sebelas budak pria dan para pejuang yang ada dalam barisannya telah dikhitan (Kejadian/Genesis) adalah sebuah argumen yang dapat dipaksakan tanpa dapat dikirakan atas sikap orang Yahudi terhadap bangsa sepupu mereka. Kerajaan Daud hampir tidak memperluas batas-batas teritorialnya di luar daerah yang dalam masa pemerintahan Kekaisaran Ottoman hanya merupakan dua provinsi (Vilayets). Dan "Anak Daud" yang dinantikan oleh orang Yahudi dengan membawa atribut "Al Masih terakhir" mungkin bisa atau mungkin tidak bisa menduduki bahkan kedua provinsi tersebut; dan di samping itu, bilakah dia akan datang? Dia seyogyanya datang untuk menghancurkan "Binatang" Romawi. Ternyata "Binatang" itu hanya dimusnahkan dan dibunuh oleh Nabi Muhammad saw! Apalagi yang diharapkan? Ketika Nabi Muhammad saw, Barnasha apokaliptikal itu, mendirikan Kerajaan Damai (Islam), sebagian besar orang Yahudi di Arabia, Syria, Mesopotamia, dsb. dengan sukarela segera berdatangan kepada gembala agung manusia ketika beliau menampakkan diri dengan pukulan maut yang beliau pukulkan kepada dedengkot kemusyrikan ("Brute" of paganism). Nabi Muhammad saw mendirikan Persaudaraan yang universal, yang nukleus-nya tentulah keluarga Nabi Ibrahim, termasuk dalam anggota keluarganya adalah orang-orang Persia, Turki, Cina, Negro, Jawa, India, Inggris, dsb., keseluruhannya membentuk suatu "Ummat" atau "Umtha da-Shlama," yaitu The Islamic Nation!
 - 
Kemudian pemulihan kembali tanah yang dijanjikan, termasuk tanah Kanaan dan semua teritori dari lembah sungai Nil hingga Efrat, dan lambat laun perluasan Kerajaan Allah dari Samodera Pasifik hingga pantai Timur Atlantik, adalah penggenapan yang ajaib dan mengagumkan dari seluruh nubuah mengenai Anak Manusia Yang Paling Suci dan Paling Agung!
 
 - 
 
Ada dua pernyataan Matius yang tidak 
dapat direkonsilikan atau diperiksa kebenarannya (atau telah dikorupsi 
oleh para interpolator yang secara logis saling membinasakan. Dalam 
jangka waktu satu jam Peter adalah "batu karang keimanan" seperti 
dibanggakan oleh ummat Katholik, dan "setan kekafiran" sebagaimana 
diteriakkan oleh ummat Protestan! Mengapa demikian? Karena ketika dia 
mempercayai Jesus sebagai Al Masih dia memperoleh pujian atau hadiah; 
namun ketika dia menolak untuk mengakui bahwa sang guru bukanlah Al 
Masih maka dia dihukum! Tidak mungkin ada dua "Anak Manusia," yang satu 
adalah komandan orang-orang beriman, berjuang di jalan Tuhan dengan 
pedangnya, dan mencabut akar kemusyrikan serta kerajaannya; sedang yang 
lain sebagai seorang rektor kaum Ankorit yang miskin di tengah angkatan 
bersenjata, berjuang di jalan Tuhan dengan salib di tangan, menjadi 
syuhada secara memalukan oleh orang Romawi penyembah berhala dan 
Pendeta-Pendeta serta para Rabbi Yahudi yang tidak mempercayainya! "Anak
 Manusia" yang tangannya terlihat di bawa sayap Cherub oleh Nabi Ezekiel
 (Matius ii.), dan di hadapan singgasana Yang Maha Kuasa oleh Nabi 
Daniel (Matius vii,) dan digambarkan dalam apokalipse Yahudi lainnya 
tidaklah telah ditentukan nasibnya untuk digantung di bukit Golgotha, 
tetapi untuk mengubah singgasana raja kafir menjadi salib bagi mereka 
sendiri; untuk mengubah istana-istana mereka menjadi tentara, dan untuk 
menjadikan ibukota-ibukotanya sebagai kuburan . Bukan Nabi Jesus tetapi 
Nabi Muhammad saw yang mendapat kehormatan atas gelar "Anak Manusia"! 
Kenyataannya bahkan lebih jelas dan tegas daripada apokalipse dan visi 
(Nabi Ezekiel dan Nabi Daniel). Penaklukan secara material dan moral 
yang diperoleh oleh Nabi Muhammad saw Utusan Suci Allah atas musuhnya 
tidak ada yang dapat menandinginya.
Gagasan Yahudi mengenai Hari Sabath 
telah menjadi terlalu material dan berbau tipuan. Hari itu telah berubah
 menjadi hari berpantang dan menahan diri, dan bukan yang seharusnya 
yaitu menjadi hari istirahat yang menyenangkan dan hari libur yang 
menggembirakan. Tidak ada masak memasak, tidak ada perjalanan, tidak ada
 kerja amal atau kebebasan yang diizinkan. Para pendeta di kuil akan 
membakar roti dan menghidangkan korban pada hari Sabath, tetapi mencela 
Nabi dari Nazareth ketika beliau secara ajaib menyembuhkan seorang 
laki-laki yang tangannya mengecil (Matius xii. 10-13). Atas hal ini 
Jesus berkata bahwa adalah Hari Sabath itu diciptakan untuk kebaikan 
manusia, dan bukannya manusia untuk kepentingan Hari Sabath. Sebaliknya 
daripada menjadikan Hari Sabath itu hari untuk beribadah dan kemudian 
sebuah hari libur untuk kesenangan yang tidak bernuansa maksiyat dan 
istirahat yang sesungguhnya, mereka telah menjadikan Hari Sabath itu 
suatu hari pemenjaraan dan kebosanan. Pelanggaran yang paling kecil dari
 prisep apapun dari Hari Ketujuh dihukum dengan lapidation atau jenis 
hukuman lainnya. Nabi Musa sendiri mengukum seorang miskin dengan 
lapidasi karena telah memetik beberapa stik dari tanah pada Hari Sabath;
 dan para murid Jesus dicerca karena telah memetik beberapa tangkai 
gandum pada Hari Sabath meskipun mereka itu lapar. Sangat nyata bahwa 
Jesus Kristus bukan seorang pengikut Sabath, dan tidak mematuhi tafsir 
secara harfiah atas aturan drakonik yang menyangkut Hari Sabath. Beliau 
menghendaki kemurahan hati atau amal baik dan bukannya pengorbanan. 
Bagaimanapun beliau tidak pernah berpikir untuk membatalkan Hari Sabath 
itu, tidak pula beliau telah memberanikan untuk berbuat demikian. 
Seandainya saja beliau memberanikan diri untuk memproklamirkan 
pembatalan hari itu atau menggantinya dengan hari Minggu, pastilah tanpa
 diragukan beliau akan ditinggalkan oleh para pengikutnya, dan segera 
pula dikeroyok dan dilempari batu. Namun beliau telah memperhatikan, 
demikian dikatakan, Hukum Musa pada judulnya itu. Sebagaimana kita telah
 belajar dari orang Yahudi yang ahli sejarah, Joseph Flavius, dan dari 
Eusebius dan lain-lainnya, James "saudara" Jesus adalah seorang dari 
kaum Ibionit yang ketat dan pemimpin dari orang-orang Yahudi yang 
beragama Kristen yang memperhatikan Hukum Musa dan Hari Sabath dengan 
segala keketatannya. Orang-orang Yunani yang beragama Kristen 
(Hellenistik) lambat laun telah menggantikan pertama-tama "Hari Tuhan" 
yaitu Minggu; namun orang-orang Kristen dari Gereja Timur sampai dengan 
abad keempat masih memperhatikan kedua hari itu. Kalau sekarang 
Jesus itu adalah "Tuan Hari Sabath" pastilah beliau telah merubah aturan
 yang keras itu atau sama sekali menghapusnya. Beliau tidak melakukan 
yang manapun dari keduanya. Orang-orang Yahudi yang mendengar 
beliau mengerti dengan sebenarnya bahwa beliau merujuk Al Masih yang 
diharapkan itu sebagai "Tuan ("Lord") Hari Sabath," dan karena itu 
mereka tetap tinggal diam. Redaksi dari Synoptic, seperti di tempat 
lain, telah menghilangkan beberapa kata (atau kalimat, pen.) Jesus bila 
saja "Anak Manusia" itu menjadi subyek pembicaraan Jesus, dan 
penghilangan kata ini telah menjadi sebab dari semua kegandaan arti atau
 ketidak jelasan arti, kontradiksi, dan kesalah fahaman. Kecuali jika 
kita mengambil Al Qur'an sebagai pedoman, dan Nabi Allah sebagai obyek 
dari Injil, semua upaya untuk menemukan kebenaran dan untuk sampai pada 
kesimpulan yang memuaskan akan berakhir dengan kegagalan. "The Higher 
Biblical Criticism" akan memandu anda sampai sejauh pintu gerbang dari 
kuil suci kebenaran, dan di sanalah berhenti, dilanda kekaguman dan 
ketidak percayaan. Panduan itu tidak membukakan pintu untuk masuk ke 
dalam dan meneliti dokumen-dokumen abadi yang tersimpan di dalamnya. 
Semua penelitian dan pengetahuan yang dipertunjukkan oleh ahli-ahli 
kritik yang "tidak berpihak" itu, apakah itu para pemikir liberal, para 
rasionalis, atau penulis-penulis terkemuka, betapapun, adalah terasa 
dingin yang menyesakkan, skeptis dan mengecewakan.
Belakangan saya membaca karya penulis 
Perancis Ernest Renan "La vie de Jesus, Saint Paul, dan L'Antichrist. 
Saya merasa kagum atas luasnya karya itu, yang kuno dan yang modern, 
yang telah dia teliti; dia mengingatkan saya pada Gibbon dan yang 
lainnya. . Namun, apakah kesimpulan daripada riset dan studi mereka yang
 luas sekali itu? NOL atau negasi. Dalam lapangan ilmu pengetahuan 
keindahan alam ditemukan oleh para positifis; tetapi dalam lapangan 
agama kaum positifis itu memporak perandakan agama dan meracuni sentimen
 keagamaan pembacanya. Jika para ahli kritik terpelajar ini 
mengambil semangat dari Al Qur'an sebagai pedoman mereka dan Nabi 
Muhammad saw sebagai penggenapan harfiah, moral dan praktis terhadap 
Hukum Suci, riset mereka pasti tidak begitu mengecewakan dan merusak.
 Orang yang religius menginginkan agama yang yang nyata (riil) dan bukan
 yang ideal; mereka menginginkan "Anak Manusia" yang akan mencabut 
pedangnya dan berbaris di depan tentaranya yang gagah berani untuk 
menghancurkan musuh Tuhan dan untuk membuktikan dengan perkataan dan 
perbuatan bahwa dia adalah "Tuan Hari Sabath" dan untuk sekaligus 
menghapuskannya karena orang-orang Yahudi telah menyalah gunakan hari 
itu, seperti halnya orang Kristen menyalah gunakan "Kebapakan" Tuhan. 
Nabi Muhammad saw melaksanakan semua hal tersebut ! Seperti telah sering
 saya ulangi dalam halaman-halaman ini, kita hanya dapat 
mengerti kitab-kitab suci yang telah banyak dikorupsi ini bila kita 
lakukan penetrasi dengan bantuan Al Qur'an, ke dalam 
pernyataan-pernyataan yang enigmatik dan kontradiktif, dan baru kemudian
 kita bisa menyaring dengan saringan kebenaran dan memisahkan yang asli 
dengan yang palsu. Misalnya, ketika berbicara tentang para 
pendeta terus menerus mengaburkan Sabath di kuil-kuil, dilaporkan bahwa 
Jesus telah berkata: "Perhatikanlah, ini adalah sesuatu yang lebih besar
 dari kuil" (Matius xii.6). Saya tidak bisa menduga arti dari adanya 
kata keterangan tempat "di sini" (here) dalam kalimat itu, kecuali jika 
kita berikan dan kaitkan sebuah tambahan huruf "t" kepadanya dan 
berbunyi "there" atau "di sana ada". Karena jika Jesus atau nabi lainnya
 sebelum beliau berani untuk menyatakan dirinya "lebih besar daripada 
kuil," pastilah dia segera akan digantung atau dilempari dengan batu 
oleh orang-orang Yahudi sebagai seorang "penghujat" kecuali jika dia 
bisa membuktikan dirinya sebagai "Anak Manusia" yang dibekali dengan 
kekuasaan dan kemuliaan seperti halnya Nabi Allah.
Penghapusan hari Sabtu oleh Pangeran 
dari para Nabi - Nabi Muhammad saw - disebutkan dalam surah 62 Al 
Jumu'ah. Sebelum masa Nabi Muhammad saw hari Jumu'ah itu oleh orang Arab
 disebut "A'ruba" sama dengan dalam Pshitta yang dalam bahasa Syriac 
"A'rubta" dari bahasa Aramiah "arabh" "tenggelam (matahari)" Hari itu 
disebut demikian karena sesudah matahari tenggelam pada hari Jumu'ah 
maka mulailah hari Sabath. Alasan yang diberikan untuk kesakralan hari 
Sabtu adalah bahwa pada hari itu Tuhan "jedah" dari karya penciptaan. 
Tetapi seperti dengan mudah dapat dilihat, ada dua alasan untuk memilih 
hari Jumu'ah . Yang pertama, karena pada hari itu karya agung 
penciptaan, atau pembentukan universal dari semua dunia yang tidak 
terhitung banyaknya, mahluk dan benda yang kelihatan dan yang tidak 
kelihatan, planit, dan kuman-kuman telah disempurnakan. Ini ialah 
peristiwa pertama yang menginterupsi keabadian, ketika waktu, ruang, dan
 benda (matter) berubah menjadi sesuatu (being). Peringatan atau 
perayaan untuk memperingati, dan kesakralan peristiwa yang mengagumkan 
pada hari di mana penyempurnaan itu terselesaikan adalah adil, masuk 
akal, dan bahkan perlu. Alasan kedua, adalah bahwa pada hari ini do'a 
dan pemujaan diselenggarakan oleh orang-orang yang beriman dengan 
kesepakatan bersama, dan untuk alasan inilah hari itu disebut "jum'ah" 
yaitu kongregasi atau majlis atau pertemuan; ayat suci mengenai hal ini 
memberikan karakteristik pada kewajiban kita pada hari Jumu'ah sebagai: 
"Wahai orang -orang yang beriman, apabila diseru untuk sholat di hari 
Jumu'ah, bergegaslah dalam mengingat Allah dan tinggalkanlah 
perdagangan, dsb." (Q. 62 : 9). Orang-orang yang beriman diseru untuk 
bergabung dalam beribadah kepada Yang Maha Suci bersama-sama dalam satu 
Rumah yang diperuntukkan beribadah kepadaNya, dan untuk meninggalkan 
pada saat itu semua pekerjaan yang memberi keuntungan (perdagangan); 
namun seusai sholat Jumu'ah itu mereka tidak dilarang untuk meneruskan 
pekerjaannya masing-masing. Seorang Muslim sejati menyembah Sang 
Pencipta (sholat) sebanyak lima kali dalam masa dua puluh empat jam 
dengan penuh keikhlasan.
Dengan mengingat karya yang 
mengagumkan yang dicapai oleh Nabi Muhammad saw untuk Satu Tuhan Sejati,
 kurun waktu yang singkat yang beliau perlukan, serta para sahabatnya 
yang pemberani dan setia dalam mencapai semua itu, serta akibat yang 
tidak mungkin bisa dihapuskan yaitu bahwa karya dan agama (yang dibawa 
oleh) Nabi Muhammad saw telah meninggalkan atas semua kerajaan dan para 
pemikir kemanusiaan hanya satu keinginan yaitu untuk melihat beliau 
bersinar dalam kemuliaan yang berlipat ganda di hadapan Singgasana Yang 
Maha Abadi seperti telah disaksikan oleh Nabi Daniel dalam visinya, 
karena orang tidak bisa mengetahui penghormatan apa yang harus diberikan
 kepada Nabi Arabia ini! 
Bab 21. 
ANAK MANUSIA MENURUT VERSI WAHYU YAHUDI
Dari apa yang telah dibicarakan dalam 
halaman-halaman ini maka sebutan "Barnasha" atau "Anak Manusia" bukanlah
 sebuah gelar seperti "Al Masih" yang dapat diberikan kepada sebarang 
nabi, kepala pendeta, dan raja yang secara sah telah diurapi, tetapi 
bahwa sebutan ini adalah sebuah kata nama diri (proper noun) yang 
merupakan milik khusus Nabi Terakhir. Para Penglihat Masa Depan (semacam
 para normal), para sofi (semacam ahli falsafah bukan ahli tasawuf) dan 
para ahli wahyu (apocalyptist) melukiskan "Anak Manusia" yang akan 
datang pada waktunya seperti telah ditetapkan oleh Yang Maha Kuasa untuk
 menyelamatkan orang-orang Israel dan Jeruzalem dari penindasan kaum 
kafir dan untuk mendirikan kerajaan "Orang-orang suci dari Yang Maha 
Tinggi" yang permanen. Para penglihat masa depan, para sofi meramalkan 
bangkitnya seorang Penyelamat Yang Sangat Berkuasa; mereka melihat dia -
 hanya dalam suatu visi, wahyu dan keimanan - dengan segala kuasa dan 
kemuliaannya. Tidak ada Nabi atau Sofi yang pernah berkata bahwa dia 
sendiri adalah "Anak Manusia" itu, dan bahwa dia "akan datang lagi pada 
Hari Akhir untuk mengadili baik orang-orang yang pandai ("quick") dan 
yang sudah mati, seperti dituliskan dalam Dekrit Nicea yang seakan-akan 
itu dilakukan atas kuasa Jesus Kristus.
Penggunaan yang sering oleh para 
penginjil atas sebutan yang kita persoalkan ini menunjukkan, dengan 
sangat pasti, pengenalan mereka dengan Wahyu Yahudi (Jewish 
Apocalypses), seperti juga suatu keyakinan yang mantap dalam otentisitas
 dan asal muasalnya yang suci. Sangat jelas bahwa Wahyu yang memuat 
nama-nama nabi Enoch (Idris), Musa, Baruch, dan Ezra telah ditulis jauh 
sebelum Injil; dan bahwa nama "B arnasha" yang disebut di dalamnya itu 
dipinjam oleh para pengarang Injil; jika tidak demikian maka penyebutan 
gelar itu yang sering dilakukan akan menjadi misterius dan tidak dapat 
dimengerti sama sekali - jika bukan suatu penemuan baru yang tidak 
memiliki arti apapun. Karena itu diikuti dengan bahwa Nabi Jesus itu: atau
 beliau mempercayai dirinya adalah "Anak Manusia" seperti tersebut dalam
 Wahyu; atau beliau mengetahui bahwa "Anak Manusia" itu adalah seseorang
 yang berbeda sama sekali daripada dirinya sendiri. Jika 
beliau meyakini dirinya adalah "Anak Manusia" itu, maka berikutnya ialah
 atau Jesus itu atau para Ahli Wahyu itu yang melakukan kesalahan; dan dalam hal manapun dari kedua alternatif itu semua argumen dengan sangat pasti akan bertentangan dengan Jesus Kristus.
 Karena kesalahan beliau mengenai dirinya sendiri serta misinya adalah 
sama buruknya dengan ramalan yang keliru dari para Ahli Wahyu yang 
beliau yakini sebagai orang-orang yang mendapat ilham suci. Sudah barang
 tentu penalaran yang dilematik ini akan membawa kita pada kesimpulan 
akhir yang tidak menguntungkan bagi diri beliau sendiri. Satu-satunya
 jalan untuk menyelamatkan Nabi Jesus dari ketidak hormatan ini ialah 
untuk memandang beliau sebagaimana diungkapkan oleh Al Qur'an kepada 
kita; dan sesuai dengan itu memberikan tanggung jawab semua pernyataan 
yang bertolak belakang serta tidak koheren mengenai diri beliau di dalam
 Injil itu kepada para pengarang Injil itu sendiri atau para 
redaktirnya.
Sebelum membicarakan lebih lanjut 
tentang subyek "Anak Manusia" sebagaimana digambarkan dalam Wahyu 
Yahudi, beberapa fakta harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Pertama, 
Kitab-kitab Wahyu itu bukan saja tidak termasuk dalam kanon Injil 
Ibrani, bahkan kitab -kitab itu tidak pula termasuk dalam Apocrypha atau
 yang disebut kitab-kitab Perjanjian Lama yang "Deutro-canonical". 
Kedua, pengarang kitab-kitab itu tidak diketahui. Kitab-kitab itu 
mencantumkan nama Enoch, Musa, Baruch, Ezra, namun pengarang atau editor
 yang sesungguhnya tampaknya telah mengetahui pemusnahan final atas 
Jeruzalem dan berseraknya orang-orang Yahudi di bawah pemerintah Romawi.
 Nama-nama pseudo ini telah dipilih, bukan dengan tujuan penipuan, 
tetapi karena motif kealiman oleh para sofi atau ahli penglihat masa 
depan yang telah menyusun kitab-kitab itu. Bukankah Plato telah mengatas
 namakan pandangannya dan dialektikanya itu pada sang guru Socrates? 
Ketiga, "kitab-kitab" ini menurut Rabbi Agung Paul Haguenauer adalah 
"dalam bentuk yang bertolak belakang, misterius, supernatural, mencoba 
untuk menerangkan rahasia alam, asal muasal (sic) Tuhan, masalah baik 
dan buruk, keadilan dan kebahagiaan, masa lalu dan masa yang akan 
datang. Terhadap semua masalah itu kitab Wahyu (Apocalypse) itu 
mengungkapkan beberapa hal yang melampaui pengertian manusia pada 
umumnya. Pribadi-pribadi utamanya ialah Enoch, Musa, Baruch, Ezra. 
Tulisan-tulisan ini jelas sekali produk dari masa derita dan bencana 
dari Judaisme (Munuel de Litterature Juivre Nancy, 1927). Konsekuensinya
 ialah kitab-kitab itu tidak sepenuhnya dapat lebih dimengerti lagi 
daripada wahyu yang memakai nama apostel St Yohanes. Keempat, 
wahyu-wahyu ini telah diinterpolasi (ditambahi atau disisipi) oleh 
orang-orang Kristen. Dalam kitab Enoch "Anak Manusia" itu juga disebut 
"Anak Perempuan" serta "Anak Tuhan", dengan begitu ada interpolasi teori
 inkarnasi gereja; sangat pasti sekali bahwa tidak akan mungkin
 ada orang Yahudi yang akan menulis "Anak Tuhan". Kelima, akan dicatat 
bahwa doktrin mengenai al masih ini adalah sebuah perkembangan kemudian 
dari ramalan-ramalan kuno tentang Nabi Allah Yang Terakhir sebagaimana 
telah diramalkan oleh Yacob dan Nabi-Nabi lainnya. Bahwa "Penyelamat 
Terakhir" ini diklaim sebagai dari turunan Daud hanyalah terdapat dalam 
Apocrypha dan Apocalypse, dan khususnya dalam tulisan para Rabbi 
(pendeta Yahudi). Benar bahwa ada ramalan sesudah penangkapan oleh orang
 Babilonia, dan bahkan sesudah deportasi atas Sepuluh Suku Bangsa ke 
Asiria, mengenai "Anak Daud" yang akan datang untuk mengumpulkan kembali
 orang-orang Israel yang tersebar itu. Namun semua ramalan itu telah 
tergenapi hanya sebagian saja di bawah Zorobabel - seorang dari turunan 
Raja Daud. Kemudian sesudah invasi orang Yunani ramalan yang sama telah 
diungkapkan dan diumumkan, dan kita hanya melihat Judah Maqbaya yang 
berjuang dengan sedikit keberhasilan melawan Antiochus Epiphanes. 
Tambahan lagi, sukses ini bersifat sementara dan tidak bernilai 
permanen. Kitab wahyu (apocalypse) yang membawakan visinya dari masa 
sesudah pemusnahan Jeruzalem oleh Titus dan Vespasian, meramalkan "Anak 
Manusia" yang akan muncul dengan kekuasaan dan kekuatan besar untuk 
membinasakan kekuasaan Romawi dan musuh-musuh orang Israel lainnya. Dua 
puluh abad telah berlalu sebelum Kekaisaran Romawi dibinasakan dalam 
abad ke 5 S.M. oleh seorang maharaja Turki - Atilla - seorang Hun yang 
musyrik - dan akhirnya oleh seorang Turki Muslim, Fatih Muhammad II. 
Namun kekuasaan itu telah dibinasakan secara menyeluruh dan untuk 
selamanya di tanah yang dijanjikan kepada Ismail oleh Sultan para Nabi, 
Muhammad al-Mustapha.
Kini tinggal ada dua observasi yang saya
 tidak dapat mengingkarinya dalam kaitan ini. Kalau saja saya ini 
seorang Zionist yang penuh semangat, atau seorang Rabbi yang paling 
terpelajar, pastilah saya sekali lagi akan mempelajari masalah ke - 
almasihan ini seintensif dan seadil mungkin (tidak berpihak) yang dapat 
saya lakukan. Dan kemudian saya akan menganjurkan dengan sangat 
rekan-rekan seagama saya orang-orang Yahudi untuk menghentikan dan 
meninggalkan harapan (akan datangnya al masih - pen.) ini 
selama-lamanya. Bahkan seandainya "Anak Daud" menampakkan diri di atas 
bukit Zion, dan meniup trompet, dan mengklaim dirinya "Al Masih", saya 
akan menjadi orang pertama yang akan mengatakan kepada mereka dengan 
garang: "Maaf tuan-tuan, anda telah terlambat! Jangan ganggu 
keseimbangan di Palestina! Jangan tumpahkan darah! Jangan biarkan para 
malaikat anda mencampurkan diri dengan racun yang mengerikan ini! Apapun
 keberhasilan yang mungkin anda peroleh dari petualangan anda, saya 
khawatir keberhasilan itu tidak akan melampaui keberhasilan nenek moyang
 anda Raja Daud, Zorobabel, dan Judah Maccabaeus (Maqbaya)!" Penakluk
 Agung dari Ibrani bukanlah Daud tetap Jesus bar Nun (Joshuah); dia 
adalah almasih yang pertama, yang bukannya mengkonversikan orang-orang 
musyrik penyembah berhala dari suku bangsa Kanaan yang telah begitu 
banyak menunjukkan keramahan dan kebaikan kepada Nabi Ibrahim, Ishak dan
 Yacob, namun bahkan tanpa ampun telah membunuh semuanya. Dan Joshuah 
tentu saja adalah seorang Nabi dan Al Masih pada waktunya. Setiap 
Hakim Israel selama kurun waktu tiga abad atau lebih adalah seorang Al 
Masih dan Penyelamat. Dengan demikian kita dapati bahwa selama masa 
bencana nasional, terutama sebuah katastrofi, seorang Al Masih telah 
diramalkan, dan seperti biasanya penyelamatan itu selalu terwujud segera
 setelah bencana itu dan dalam tingkat yang sangat kurang memadai. 
Merupakan sifat yang aneh bangsa Yahudi bahwa hanya mereka sendiri 
sajalah dari seluruh bangsa-bangsa, melalui penaklukan-penaklukan yang 
mentakjubkan oleh seorang Anak Daud, menginginkan dominasi universal atas seluruh penduduk dunia.
 Kesemrawutan dan kelambanan mereka itu sangat sesuai dengan keyakinan 
mereka yang tidak tergoyahkan akan kebangkitan "Singa dari Judah". 
Sementara mereka menanti Moshiakh yang di dalam Islam disebut sebagai 
"Massiekh, ad-dajjal" yang berarti yang anti Kristus atau almasih palsu.
 Dan barangkali itulah alasan mengapa mereka itu memusatkan seluruh 
sumber daya, enerji dan kekuatan nasional mereka serta melakukan usaha 
bersama untuk menjadi orang yang memerintah dirinya sendiri (bangsa 
merdeka). Ini ialah introduksi dari kesimpulan tentang munculnya mahluk 
yang anti kristus dan munculnya cicit dari Nabi Muhammad saw, Al Mahdi, 
melalui puteri beliau Fatimah yang dipercayai baik oleh kaum Sunni 
maupun Syi'ah. Al Mahdi akan memerangi mereka yang anti kristus, 
kemudian Jesus akan turun dan membunuh anti kristus itu di bawah pohon 
yang menghadap ke danau Tiberias yang telah menjadi kering untuk masa 
yang panjang, tetapi kini telah berisi air kembali.
Nah kini orang-orang Kristen yang 
mengklaim Jesus adalah Anak Manusia yang diramalkan itu, saya ingin 
memberanikan diri untuk berkata: Jika beliau itu benar Sang Penyelamat 
bangsa Israel pastilah beliau telah menyelamatkan bangsa itu dari 
kekuasaan Romawi, tidak peduli apakah orang Yahudi mempercayai beliau 
apa tidak. Penyelamatan yang utama, terima kasih dan kesetiaan kemudian;
 dan bukan sebaliknya. Pertama-tama orang harus dibebaskan dari kaum 
penakluknya dengan membunuh atau menakuti mereka, dan kemudian 
diharapkan mereka menunjukkan keterikatan dan kesetiaannya kepada sang 
penyelamat. Orang-orang Yahudi bukanlah pasien dari sebuah rumah sakit 
yang harus dikunjungi para dokter dan perawat; mereka praktis adalah 
tawanan yang terikat dan perlu ada seorang pahlawan untuk memerdekakan 
mereka. Keyakinan mereka kepada Tuhan dan kepada hukumNya adalah 
sesempurna para nenek moyangnya di kaki bukit Sinai ketika Dia 
menurunkannya kepada Nabi Musa. Mereka tidak memerlukan seorang nabi 
penyihir; seluruh sejarah bangsa itu telah terjalin erat dengan hal-hal 
yang mentakjubkan serta keajaiban. Hidupnya lagi Lazarus yang telah 
mati, terbukanya mata buta Barimaeus, atau penyembuhan penderita lepra 
yang telah tersingkir, tidaklah pernah akan memperkuat keyakinan mereka 
dan tidak pula akan memuaskan kehausan mereka akan kebebasan dan 
kemerdekaan. Orang-orang Yahudi itu menolak Jesus bukan karena 
beliau itu bukan "Anak Manusia" yang diramalkan atau Al Masih - bukan 
pula karena beliau itu bukan seorang Nabi, karena mereka mengetahui 
dengan pasti bahwa beliau tidak mengklaim dirinya sebagai "Anak Manusia"
 yang diramalkan itu, dan bahwa beliau itu benar seorang Nabi, tetapi 
karena mereka membenci Jesus disebabkan perkataan beliau: "Al Masih itu 
bukan keturunan Nabi Daud (Anak Daud), tetapi Al Masih itu adalah Tuan 
(Lord) beliau (Matius xxii. 44-46; Markus xii. 35-37; Lukas xx. 41-44). 
Sangat jelas sekali karena itu bahwa 
penerimaan atau penolakan oleh orang-orang Yahudi atas Jesus itu bukan 
suatu syarat sine qua non untuk menentukan sifat dari misinya. Jika 
beliau itu seorang Penyelamat Yang Terakhir pastilah beliau telah 
membuat orang-orang Yahudi itu tunduk patuh kepadanya, nolens volens, 
seperti yang telah diperbuat oleh Nabi Muhammad saw. Namun kontras 
antara dua keadaan yang dijumpai oleh masing-masing dari dua orang Nabi 
itu sendiri, dan hasil karya mereka, tidak mengenal dimensi dan batas. 
Cukup kiranya untuk mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw telah 
menkonversikan sekitar sepuluh juta orang Arab yang penyembah berhala 
itu menjadi bangsa yang memiliki keyakinan yang sangat tulus dan 
bergairah kepada Tuhan yang sebenarnya, dan hampir sama sekali mencabut 
akar kemusyrikan di negeri di mana kemusyrikan itu telah berurat 
berakar. Hal ini beliau lakukan, karena di satu tangan beliau memegang 
Hukum dan di tangan lainnya Tongkat Kekuasaan (Sceptre); yang pertama 
ialah Al Qur'an dan yang kedua ialah lambang kekuasaan dan pemerintahan.
 Beliau dibenci, dicaci maki, ditindas oleh orang-orang Arab dari puak 
yang paling terhormat di mana beliau itu berasal, dan terpaksa lari 
untuk menyelamatkan diri; namun dengan berkat Kekuasaan Allah beliau 
telah berhasil membuat karya terbesar bagi jalan agama yang benar yang 
tidak ada Nabi lainnya sebelum beliau yang pernah bisa mewujudkannya.
Kini saya akan melanjutkan untuk menunjukkan bahwa Anak Manusia yang diramalkan itu tidak lain ialah Nabi Muhammad al-Mustapha.
- 
Bukti yang paling absah dan penting bahwa Barnasha yang diramalkan itu ialah Nabi Muhammad saw diberikan dalam deskripsi yang indah dalam visi Nabi Daniel (vii) yang telah dibicarakan dalam artikel terdahulu. Dengan cara apapun tidak mungkin menemukan Barnasha seperti digambarkan di dalam visi Nabi Daniel pada siapapun pahlawan orang-orang Maqbaya (Makabi) atau pada diri Nabi Jesus; tidak pula mungkin bahwa Binatang yang mengerikan yang telah dibunuh dan dibinasakan oleh Anak Manusia itu seorang prototipe Antiochus Epiphanes atau kaisar Romawi Caesar, Nero. Kejahatan terpuncak dari Binatang yang mengerikan itu ialah "tanduk Kecil" yang mengucapkan hujatan terhadap Yang Maha Tinggi dengan menyekutukan ZatNya dengan tiga pribadi suci yang sama-sama abadi dan penindasan terhadap mereka yang tetap menyakini Keesaan Tuhan. Constantine Agung adalah manusia yang dilambangkan sebagai Tanduk Kecil yang tersembunyi itu.
 - 
Kitab Enoch (Apocalypse of Enoch) (*) meramalkan kehadiran Anak Manusia pada saat ketika sekelompok kecil domba, meskipun dipertahankan dengan mati-matian oleh seekor domba jantan, akan diserang dengan hebat oleh sekawanan burung pemangsa dari atas dan oleh binatang-binatang buas pemakan daging di daratan. Di antara musuh-musuh kelompok kecil domba itu tampak terlihat banyak kambing-kambing jantan dan domba lainnya yang telah tersesat. Tuan dari kelompok itu, seperti halnya seorang gembala yang baik, tiba-tiba muncul dan menghantam bumi dengan tongkat kekuasaannya (sceptre); bumipun membuka dan menelan musuh yang menyerang itu; mengejar dan mengusir pergi dari padang gembalaan sisa-sisa dari burung dan orang-orang biadab. Kemudian sebuah pedang diberikan kepada kelompok itu sebagai lambang kekuasaan dan senjata pemusnah. Sesudah itu kelompok itu tidak lagi dipimpin oleh domba jantan tetapi oleh sapi putih dengan dua buah tanduk besar berwarna hitam.
- 
pembagian menjadi dua atas domba itu menunjuk pada orang-orang ahli Kitab, apakah itu orang Yahudi atau orang Kristen, yang diantara mereka terdapat orang yang beriman kepada Satu Tuhan, dan juga orang-orang yang menjadi Nabi Jesus dan Roh Suci sama dan sezaman (sama-sama ada) dengan Tuhan. Para ahli penglihat masa depan membedakan orang-orang beriman dengan orang-orang yang ingkar (apostate). Injil menyebutkan bahwa pada Hari Pengadilan Akhir "domba itu akan dipisahkan dari kambing" (the sheep will be separated from the goats) - Matius xxv. 32-46. dsb. - yang menunjukkan kesamaan pandangan. Tentang "ram" (sejenis kambing jantan) yang simbolis, mungkin bisa kita artikan sebagai Arius atau beberapa pemimpin kaum Unitarian bagi kaum Nasrani, dan Rabbi Kepala untuk orang-orang Yahudi yang beriman - karena mereka keduanya memiliki musuh yang sama. Bila kita mengidentifikasikan Constantine dengan Tanduk yang jahat, secara adil kita boleh mengidentifikasikan Arius dengan "Ram". Sebenarnyalah Arius berhak atas kehormatan ini karena dia mengepalai kelompok yang lebih besar dalam Konsili Nicea dan dengan gigih mempertahankan agama sejati terhadap doktrin Tinitas yang mengerikan dan gereja-gereja Sakramen. Dari sudut pandang Muslim yang lurus, maka orang Yahudi sejak dari saat penolakan mereka dan penghukuman hingga mati atas Jesus Kristus telah berakhir bagi mereka sebutan "sebagai orang-orang yang terpilih", dan bahwa gelar kehormatan itu hanya boleh disandang oleh orang yang beriman kepada kerasulan Nabi Jesus.
 - 
"Anak Manusi" yang telah menyelamatkan kelompok domba dari berbagai macam musuhnya yang telah dibenamkan ke dalam perut bumi dengan menghantamkan secara bersemangat kedudukannya yang pastoral kepada musuh itu dan memberikan pedang yang kuat kepada domba untuk membantai orang-orang biadab dan burung-burung pemangsa yang kafir, secara pastilah Nabi Muhammad saw. Tongkat Kerajaan (sceptre, atau shebet dalam bahasa Ibrani,) adalah lambang kedaulatan, jurisdiksi, dan pemerintahan. Sceptre kecil yang diberikan Tuhan kepada suku Judah (Genesis xlix. 10) telah diambil kembali, dan sceptre yang lebih kuat dan besar diberikan kepada Nabi Allah (("Shiloah") sebagai gantinya. Sesungguhnya sangat menakjubkan betapa visi kenabian dari para Penglihat Masa Depan dengan secara harfiah telah tergenapi ketika sceptre yang di tangan Nabi Muhammad saw menjadi lambang kedaulatan Muslim atas seluruh negara-negara Mesir, Asiria, Kaldea, Siria dan Arabia - di mana hamba-hamba Tuhan ditindas oleh kekuatan kaum musyrikin yang ada di negeri itu, dan oleh kekuatan asing (luar negeri) yang kafir dari Medo Persi, Yunani dan Romawi! Alangkah mulianya penggenapan ramalan itu ketika domba-domba itu, yang selama bertahun-tahun telah dihadapkan pada paruh dan cakar burung pemangsa yang tidak memiliki rasa belas kasih dan pada gigi-gigi dan cakar yang tajam dan mengerikan dari binatang-binatang, kini telah dilengkapi dengan sebuah pedang besar untuk mempertahankan diri yang dilakukan oleh kaum Muslimin hingga darah para Syuhada secara sama telah tertebus (Rev. vi. 9-11).
 - 
Sapi Jantan Putih. Hingga zaman Nabi Ismail, semua Nabi dilambangkan sebagai sapi jantan putih; namun semenjak Nabi Yakub dan selanjutnya ke bawah para pangeran dari orang-orang terpilih muncul dalam bentuk "ram" - sejenis kambing jantan. Agama yang universil telah diperkecil menjadi agama nasional; dan Kaisar telah menjadi seorang Kepala kecil saja. Sekali lagi di sini ada penggenapan visi yang menakjubkan dalam zaman Islam. Para pemimpin atau para patriarch dari agama internasional dilambangkan sebagai sapi jantan putih, dan para pemimpin Muslim dari orang-orang beriman juga sebagai sapi jantan putih, dengan hanya satu perbedaan bahwa sapi jantan putih yang belakangan itu (pemimpin-pemimpin Muslim) mempunyai tanduk hitam yang besar sebagai lambang kekuasaan ganda, spiritual dan temporal. Di antara semua binatang menyusui yang murni tidak ada satupun yang lebih cantik dan mulia selain daripada sapi jantan putih, dan lebih begitu lagi terutama bila sapi jantan putih itu kepalanya dihiasi dengan sepasang tanduk hitam yang besar. Sapi itu tampak paling anggun sebagai raja dan penuh dengan keelokan! Sangat patut dicatat bahwa para Imam dari orang-orang beriman, apakah itu seorang khalifah atau seorang Sultan, atau memiliki kedua gelar tersebut, sangat terkemuka dan siang serta malam selalu disnari oleh kemurnian iman dan amalnya serta oleh kemantapan kekuatan dan kekuasaan atas orang-orang beriman yang begitu tak terhitung banyaknya yang terdiri semua jenis suku bangsa dan bahasa! Dengan secara tegas visi itu menyatakan dengan tulus masuknya dan penerimaan orang-orang yang berpindah agama (apostates) serta orang-orang yang tidak beriman ke dalam kelompok domba - orang Yahudi, beribu-ribu daripada mereka - orang-orang Kristen, dan Sabiin, begitu juga jutaan orang Arab dan bangsa-bangsa lain yang kafir, telah meyakini akan Keesaan Allah dan memeluk Islam. Dalam hubungan ini patut dicatat bahwa semua darah yang tertumpah dalam perang Badr, Uhud, dan ekspedisi lain-lainnya yang dipimpin secara pribadi oleh Nabi Muhammad saw, tidaklah dapat melebihi seperseratus dari darah yang tertumpah oleh Nabi Joshua. Namun tidak sepercik apapun kekejaman atau ketidak adilan dapat dituduhkan kepada Nabi Allah. Beliau adalah pengasih, mulia, pemurah, dan pemaaf. Itulah sebabnya mengapa hanya beliau sendiri saja "Anak Manusia" di antara semua ummat manusia yang diperlambangkan dalam berbagai visi para Nabi seperti halnya manusia pertama sebelum kejatuhannya!
 - 
"Anak Manusia" itu mendirikan Kerajaan Damai, yang ibukotanya bukan lagi Jeruzalem, tetapi Jeruzalem baru - "Daru 's-Salam" atau "kota atau istana Perdamaian". Para Sofi atau para Penglihat Masa Depan dalam visi yang indah ini menceriterakan bagaimana Jeruzalem yang di bumi itu diangkat dan ditanamkan kembali di sebuah negeri di Selatan; tetapi sebuah Rumah Tuhan yang baru, lebih besar dan lebih tinggi daripada yang semula, dibangun di atas reruntuhan bangunan yang terdahulu! Tuhan Yang Maha Pengasih! betapa indahnya semua ini telah diwujudkan oleh NabiMu yang paling terkemuka dan suci Muhammad saw! Tidak lain dan tidak bukan Jeruzalem yang baru itu adalah Mekkah, karena kota ini tertelak di sebuah negeri di Selatan, dua bukitnya, "Marwa" dan "Sapha" menyandang nama yang sama dengan Moriah dan Zion, dari akar kata serta arti yang sama tetapi secara orisinil lebih dahulu adanya. "Irushalem" atau "Urshalem" dari masa lalu menjadi kota "Cahaya dan Perdamaian". Untuk alasan ini jugalah mengapa Mekkah sebagai tempat kedudukan Ka'aba yang suci menjadi Kiblat - arah yang orang-orang Muslim menghadapkan mukanya ketika bersholat. Di sini setiap tahun puluhan ribu (kini jutaan! - pen.) ummat Islam berhajji dari seluruh penjuru dunia berkumpul, mengunjungi Ka'aba yang suci, menunaikan korban, dan memperbaharui iman mereka kepada Allah dan berjanji menjalani hidup baru sebagai seorang Muslim yang taat. Bukan saja hanya Mekkah, tetapi juga Medina dan wilayah yang mengitarinya telah menjadi tanah suci dan tidak boleh melakukan pelanggaran di dalamnya, dan terlarang bagi setiap non Muslim, laki-laki atau perempuan! Juga hal ini ada dalam penggenapan visi Nabi Idris atau Enoch, bahwa khalifah kedua Omar bin Khatab r.a. membangun kembali Mesjid Suci di Jeruzalem di atas bukit Moriah, di tempat kedudukan Rumah Tuhan Solomon! Semua ini membuktikan dengan sangat indah bahwa visi yang dilihat oleh para Penglihat Masa Depan adalah karena ilham Tuhan, yang melihat peristiwa-peristiwa Muslim dalam masa datang yang jauh di depan. Dapatkah Roma dan Byzantium mengklaim dirinya sebagai Jeruzalem Baru? Dapatkah Paus atau Patriarch yang menghujat (kelompok dissident) mengklaim dirinya sebagai Sapi Jantan Apokaliptikal dengan dua buah tanduk yang besar? Dapatkah agama Kristen mengklaim dirinya sebagai Kerajaan Perdamaian (Islam="Shalom") sementara agama itu menjadikan Nabi Jesus dan Ruh Suci sezaman dan bersama ada dengan Tuhan Yang Maha Esa yang mutlak? Jawabannya seratus persen pasti tidak!!!
 - 
Dalam bagian-bagian lalu yang berhubungan dengan Kerajaan Damai, Al Masih disebut Anak Manusia, tetapi dalam Pengadilan Akhir Zaman yang mengikuti akhir dari Pemerintahan Islam atau Perdamaian disebut sebagai "Anak Perempuan" dan "Anak Tuhan" dan dijadikan hadir besama Tuhan dalam Pengadilan Dunia. Para pakar semuanya mengakui bahwa pernyataan yang berlebihan dan tidak masuk akal ini tidak berasal dari orang Yahudi, tetapi berasal dari imajinasi orang-orang Kristen, disisipkan dan diinterpolasikan oleh orang Kristen.
 
(* Catatan Prof. Keldani - Saya menyesal untuk mengatakan bahwa "Jewish Apocalypses" tidak bisa saya peroleh. Buku-buku ensiklopedi hanya memberikan suatu konpendium dari masing-masing kitab, yang tidak memuaskan maksud saya untuk meneliti teks itu. Saya tahu bahwa archbishop Laurence dari Irlandia telah menterjemahkan apocalypse ini ke dalam bahasa Inggris, namun sayang itupun tidak bisa saya peroleh)Visi yang parabolik ini cukup transparan. Dari Nabi Yakub ke bawah "orang-orang terpilih" itu diwakili secara simbolis oleh kelompok domba. Keturunan Esau digambarkan sebagai babi. Orang-orang da suku-suku bangas kafir lainnya dalam visi itu diwakili oleh, sesuai dengan karakteristik masing-masing, sejenis gagak (ravens), rajawali (eagles), burung hering (vultures) dan jenis-jenis kejam yang berbeda-beda, semua haus untuk menghisap darah domba atau lapar untuk mengganyang mereka. Hampir semua pakar Injil setuju bahwa visi itu menunjuk pada masa derita dan orang-orang Maqbaya dan perjuangan berdarah mereka melawan tentara Antiochus Epihanes hingga kematian John Hurcanus dalam tahun 110(?) S.M.. Cara menafsirkan visi ini adalah sama sekali salah, dan mengurangi arti dari seluruh kitab menjadi nol. Bahwa seorang Nabi dari masa sebelum banjir besar (antediluvian) atau seorang Penglihat Masa Depan harus mengilustrasikan sejarah manusia dari sudut pandang agama, mulai dari Adam, di bawah lambang Sapi Putih, dan berakhir dengan John Hurcanus atau saudara laki-lakinya Judah Maccabacus (Maqbaya) sebagai Sapi Putih Terakhir, dan kemudian meninggalkan kelompok "orang-orang beriman" untuk diganyang lagi oleh orang-orang Romawi, orang-orang Kristen, dan orang-orang Islam hingga kini, adalah sangat tidak masuk akal dan mengejutkan. Pada kenyataannya, perang Maqbaya dan konsekuensinya tidak begitu berarti dalam sejarah agama Tuhan untuk menjadi yang akhir titik perkembangannya. Tidak seorangpun orang Maqbaya yang menjadi nabi, tidak juga mereka para pendiri apa yang disebut "pemerintahan Mesianik" yang Injil menyebutnya sebagai "Kerajaan Tuhan". Tambahan lagi, interpretasi visi ini tidak konsisten dengan karakter yang diwakili dalam drama di bawah lambang figuratif tuan dari kelompok, tongkat kekuasaan di tangan, Domba jantan, dan Sapi Putih; dan kemudian dengan sebuah pedang besar yang diberikan kepada para penggembala dengan mana mereka membunuh atau mengenyahkan binatang dan burung-burung yang berdosa itu. Selanjutnya, interpretasi ala Kristen atas kitab ramalan Enoch tidak menerangkan transplantasi yang mistikal atau pemindahan Jeruzalem yang ada di bumi itu ke suatu negeri yang lebih ke selatan; dan arti apa dapat diberikan kepada Rumah Tuhan yang baru itu yang dibangun di tempat yang lama, lebih besar dan lebih tinggi daripada bangunan terdahulu yang sakral, ke mana kelompok-kelompok bukan saja dari orang-orang beriman - orang-orang Yahudi yang setia - tetapi juga berbagai bangsa-bangsa kafir yang telah memeluk agama Anak Manusia yang telah membinasakan musuh dengan tongkat kekuasaan! Karena semua perbuatan dan representasi khusus dilihat dan digambarkan di dalam visi yang dramatis ini. Rantai yang menghubungkan semua peristiwa yang dilukiskan dalam bahasa figuratif itu bermula dari Nabi Adam dan berakhir pada diri pribadi Nabi dari Mekkah! Ada beberapa argumen yang otoritatif untuk membuktikan claim ini,Ramalan-ramalan (apocalypses) yang lain yang menyandang nama Musa, Baruch, Ezra, the Jubilees dan Oracula Sibylliana harus dipelajari secara tidak memihak, karena hanya dengan cara itu maka seperti halnya dengan ramalan Daniel dan Enoch, bukan saja ramalan itu bisa dimengerti tetapi juga membuktikan bahwa ramalan itu digenapi hanya oleh Nabi Muhammad saw. - 
 
Bab 22. 
NABI DARI ARABIA SEBAGAIMANA DIUTARAKAN DALAM INJIL "BEBAN ATAS ARABIA" YESAYA XXI. 13.
Masa pakar klasik yang gersang saat ini,
 bersamaan dengan kelangkaan pengetahuan kita mengenai bahasa-bahasa 
kuno yang meningkat, telah memenggal selera modern dalam usahanya untuk 
mengapresiasi usaha-usaha semacam itu pada saat saya bermaksud menuju ke
 arah situ. Halaman-halaman berikut telah menghasilkan beberapa serial 
artikel yang paling mampu dari Profesor Abdul Ahad Dawud, namun saya tak
 yakin bahwa banyak orang, termasuk mereka yang dari gereja-gereja 
Kristen, yang dapat mengikuti uraian yang begitu terpelajar dari 
Profesor yang sangat cerdas itu. Semakin lebih lagi saya kagum ketika 
beliau berusaha membawa para pembaca ke masalah bahasa yang telah mati 
dan habis setelah ribuan tahun yang lalu. Bagaimana dengan bahasa 
Aramiah, ketika sangat sedikit di antara para pendeta yang mampu untuk 
mengerti Vulgate dan Injil Perjanjian Baru versi Yunani yang orisinil? 
Lebih istimewa lagi ketika para peneliti kita itu hanya mendasarkan diri
 semata-mata pada etimologi Yunani dan Latin! Apapun nilai yang mungkin 
dari disertasi semacam itu di mata orang lain, kita saat ini mutlak 
tidak mampu untuk mengapresiasi disertasi itu dari sudut keterpelajaran;
 karena kegandaan arti (ambiguity) ramalan yang terkait dengan 
ucapan-ucapan profetik yang saya rujuk, membuatnya cukup elastis untuk 
menutupi setiap masalah.
"Yang terkecil" dalam ramalan Nabi Yahya
 (Yohanes) Pembaptis tidak mungkin anak Maryam, meski beliau dipandang 
dengan cara yang sedemikian menghina oleh suku bangsanya sendiri. Tukang
 Kayu yang suci itu berasal dari orang tua yang sederhana. Beliau 
diteriaki, diejek dan didiskreditkan; beliau diremehkan dan dibuat 
seperti "yang terkecil" dalam pandangan umum oleh para penulis dan kaum 
Farisi. Semangat yang berlebihan yang ditunjukkan oleh para pengikutnya 
dalam abad kedua dan ketiga Masehi, yang selalu cenderung untuk meloncat
 ke apapun dalam bentuk ramalan dalam Injil, dengan sendirinya akan 
membawa mereka untuk mempercayai bahwa Tuan (Lord) mereka itu adalah 
orang yang dirujuk oleh Yahya Pembaptis.
Namun masih ada kesulitan lain 
menghadang di jalan. Bagaimana seseorang bisa mengandalkan kesaksian 
dari sebuah buku yang diakui penuh dengan ceritera-ceritera rakyat ? 
Secara universil keaslian Injil telah dipertanyakan. Tanpa mempersoalkan
 keasliannya, paling tidak kita boleh berkata bahwa kita tidak dapat 
menggantungkan diri pada pernyataan-pernyataan Injil tentang Jesus serta
 keajaibannya. Beberapa orang bahkan telah melangkah begitu jauh untuk 
mengatakan bahwa eksistensinya sebagai pribadi sejarah patut 
dipertanyakan, dan bahwa atas kuasa Injil adalah akan sangat berbahaya 
dalam hal ini untuk sampai pada kesimpulan apapun yang tampaknya aman. 
Seorang Kristen dari tipe fundamentalis tidak dapat dengan baik 
mengatakan apapun menentang pernyataan saya dalam hal ini. Bila 
"kalimat-kalimat sesat" dan kata-kata yang telah tercemari dalam 
Perjanjian Lama dapat dipisahkan oleh para penulis sinoptik sebagai 
telah diucapkan oleh Jesus, maka komentar atau tafsir oleh para penulis 
yang memiliki kepakaran tentang artikel-artikel yang ilmiah dan menyerap
 banyak perhatian ini haruslah menjadi acuan setiap rasa hormat dan 
apresiasi bahkan dari para pendeta. Saya menulis dalam upaya yang sama, 
namun saya telah mencoba mendasarkan argumen saya pada bagian dari Injil
 yang hampir tidak memungkinkan adanya sengketa linguistik. Saya tidak 
akan pergi ke arah bahasa Latin, Yunani atau Aramiah karena hal itu akan
 tidak berfaedah: saya hanya sekedar memberikan kutipan-kutipan berikut 
sebagaimana terdapat dalam Versi yang sudah direvisi seperti yang 
diterbitkan oleh British and Foreign Bible Society.
Kita membaca kalimat-kalimat berikut dalam kitab Deuteronomy (Ulangan) pasal xviii ayat 18: "Seorang
 nabi akan Kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti 
engkau ini; Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya." Jikalau 
kalimat-kalimat ini tidak berlaku bagi Nabi Muhammad saw, maka 
kalimat-kalimat itu masih tetap tidak terpenuhi maksudnya. Nabi Jesus 
sendiri tidak pernah mengklaim dirinya sebagai Nabi yang dimaksudkan 
oleh kalimat itu. Bahkan para muridnyapun memiliki pendapat yang sama: 
mereka masih mengharapkan kedatangan Jesus yang kedua kalinya untuk 
menggenapi ramalan itu. Sejauh ini tidaklah dipersengketakan bahwa 
kedatangan Jesus yang pertama bukanlah kebangkitan dari "nabi seperti 
engkau ini," dan kebangkitannya yang kedua kalinya tidak dapat sama 
sekali menggenapi kalimat ramalan itu. Jesus sebagaimana 
dipercayai oleh gerejanya, akan menampakkan diri sebagai hakim dan bukan
 sebagai pemberi hukum; tetapi nabi yang dijanjikan itu harus datang 
dengan "hukum yang berapi-api" di "tangan kanannya." 
Namun dalam memastikan siapa pribadi 
nabi yang dijanjikan itu ramalan lain dari Nabi Musa sangat membantu di 
mana ramalan itu bicara tentang cahaya Tuhan dari Paran, gunung di 
Mekkah. Kalimat dalam kitab Ulangan pasal xxxiii ayat 2 berbunyi sbb: 
"Tuan (Lord) datang dari Sinai dan terbit kepada mereka dari Seir; Ia 
tampak bersinar dari pegunungan Paran dan datang dari tengah-tengah 
puluhan ribu orang yang kudus; di tangan kanannya tampak kepada mereka 
api yang menyala."
Dalam kalimat-kalimat ini Tuan (Lord) 
telah dibandingkan dengan matahari. Dia datang dari Sinai, dia terbit 
dari Seir, tetapi dia bersinar dalam kemuliaannya yang penuh dari Paran,
 di mana dia harus muncul beserta puluhan ribu orang kudus dengan hukum 
yang berapi-api di tangan kanannya. Tidak seorangpun dari bangsa Israel,
 termasuk Jesus, yang memiliki hubungan apapun dengan Paran. Hagar 
dengan putranya Ishmail mengembara di padang belantara Birseba, yang 
kemudian menetap di padang belantara Paran (Kejadian xxi. 21.). Dia 
(Ishmail) telah menikahi seorang wanita Mesir, dan melalui anak 
pertamanya, Kedar, telah memberikan keturunan bangsa Arab yang dari 
sejak saat itu hingga kini adalah penduduk dari padang belantara Paran. 
Dan jika Nabi Muhammad saw yang diakui oleh semua penulis sebagai 
memiliki garis keturunan dari Nabi Ishmail melalui Kedar dan beliau 
muncul sebagai seorang nabi di padang belantara Paran dan memasuki 
Mekkah kembali dengan puluhan ribu orang-orang kudus serta memberikan 
hukum yang berapi-api kepada rakyatnya, tidakkah ramalan yang tersebut 
di atas itu telah tergenapi huruf demi huruf?!
Kalimat-kalimat ramalan dalam Habakkuk 
adalah terutama patut dicatat. Kemuliaannya (Orang Suci Dari Paran) 
meliputi langit dan bumi adalah penuh dengan pujian kepadanya. Ya kata 
"pujian" itu sangat berarti, karena justru nama Muhammad itu secara 
harfiah berarti "yang terpuji." Di samping itu bangsa Arab yang adalah 
penduduk padang belantara Paran juga telah diberi janji untuk suatu 
Wahyu: "Biarlah padang belantara dan kota-kota di situ mengangkat 
suaranya, desa-desa yang adalah tempat tinggal sebenarnya dari Kedar; 
biarlah penduduk dari batu-batu karang bernyanyi, biarlah mereka 
berteriak dari puncak gunung. Biarlah mereka memuliakan Tuhan (Lord), 
dan mengucapkan pujianNya di pulau. Tuhan (Lord) akan tampil sebagai 
seorang laki-laki yang perkasa, dia akan membangkitkan kecemburuan 
seperti seorang pahlawan perang, dia akan berteriak, ya, mengaum; dia 
akan mengendalikan musuhnya." (Yesaya)
Catatan Penterjemah:
 Dalam Al Kitab (bahasa Indonesia) kata Lord hampir selalu diterjemahkan
 sebagai Tuhan. Menurut hemat penterjemah tidak semuanya bisa begitu 
tetapi harus melihat dalam konteks apa kata itu dipergunakan, namun 
inipun merupakan kesukaran tersediri bagi penterjemah.
Sehubungan dengan hal itu ada dua 
ramalan lagi yang berharga untuk dicatat di mana telah dibuat rujukan ke
 Kedar. Sebuah ada di pasal 1x. Yesaya: "Bangkitlah, bersinarlah karena 
cahayamu telah datang, dan kemuliaan Tuhan telah dibangkitkan 
terhadapmu...... Unta yang banyak akan mendukungmu, unta-unta muda dari 
Midian dan Ephah; semua mereka dari Sheba akan datang... Seluruh 
kelompok kambing domba dari Kedar akan dikumpulkan mendukungmu, kambing 
jantan dari Nebaioth akan mengabdi padamu: mereka akan tampil dengan 
persembahan (korban) yang diterima di altarku, dan aku akan memuliakan 
rumah muliaku." (1-7) Ramalan yang lain juga ada dalam Yesaya "Beban 
bagi Arabia. Kamu akan tinggal di padang belantara Arabia, wahai para 
pengembara (kafilah-kafilah) dari Dedanim. Penduduk tanah Tema membawa 
air bagi dia yang haus, mereka tidak memberikan roti kepada dia yang 
melarikan diri. Karena mereka melarikan diri dari pedang dan dari busur 
panah yang telah terpentang, dan dari kepedihan perang. Begitulah Tuhan 
telah berfirman kepadaku, Dalam waktu setahun, menurut masa kerja orang 
sewaan, dan seluruh kemuliaan Kedar akan sia-sia: Dan sisa-sisa sejumlah
 para pemanah, orang-orang perkasa dari Kedar, akan dimusnahkan." 
Bacalah ramalan-ramalan Yesaya ini dalam kaitannya dengan sebuah ramalan
 dalam Kitab Ulangan (Deuteronomy) yang berbicara tentang cahaya Tuhan 
yang datang dari Paran. Jika Ishmail bertempat tinggal di belantara 
Paran, di mana dia memberikan keturunan Kedar yang adalah nenek moyang 
orang Arab; dan jika keturunan Kedar harus menerima wahyu dari Tuhan; 
jika kelompok dari Kedar harus tampil dengan persembahan yang diterima 
di altar Yang Maha Suci untuk memuliakan "Rumah Kemuliaan" di mana 
kegelapan harus meliputi bumi untuk beberapa abad, dan kemudian bumi 
yang sama itu harus menerima cahaya Tuhan; dan jika seluruh kemuliaan 
Kedar harus menjadi sia-sia, dan sejumlah pemanah, orang-orang perkasa 
dari Kedar harus binasa dalam waktu setahun setelah seseorang yang 
melarikan diri dari pedang dan dari busur panah yang terpentang - maka Orang Suci dari Paran itu (Habakkuk iii.3) tidak bisa lain kecuali dialah Nabi Muhammad saw.
 Nabi Muhammad saw adalah keturunan suci dari Nabi Ishmail melalui 
Kedar, yang bertempat tinggal di belantara Paran. Muhammad saw adalah 
satu-satunya Nabi melalui siapa orang Arab menerima wahyu pada saat 
ketika kegelapan telah menutupi bumi. Melalui beliau Tuhan bersinar dari
 Paran, dan Mekkah adalah satu-satunya tempat di mana Rumah Tuhan 
dimuliakan dan kelompok orang-orang Kedar datang dengan persembahan yang
 diterima ke altarnya. Nabi Muhammad saw ditindas oleh orang-orangnya 
sendiri dan harus meninggalkan Mekkah. Beliau dahaga dan melarikan diri 
dari pedang yang telah terhunus serta busur panah yang terpentang, dan 
dalam waktu setahun sesudah pelariannya keturunan Kedar itu bertemu 
dengan beliau di (perang) Badr, tempat dari perang pertama antara 
orang-orang Mekkah dan Nabi, keturunan Kedar dan sejumlah pemanah hancur
 lebur dan seluruh kejayaan Kedar sia-sia. Jika Nabi Suci ini tidak 
diterima sebagai pemenuhan atau penggenapan atas semua ramalan itu, maka
 ramalan itu semua tetap tinggal tidak terpenuhi. "Rumah Kemuliaan" 
seperti dirujuk dalam Yesaya IX adalah Rumah Tuhan yang ada di Mekkah 
dan bukan gereja Kristen seperti dipikirkan oleh para ahli tafsir 
Kristen. Kelompok Kedar seperti tersebut dalam ayat 7, tidak pernah 
datang ke gereja Kristen; dan pada kenyataannya desa-desa di Kedar dan 
penduduknya adalah satu-satunya bangsa di seluruh dunia yang tetap tidak
 dimasuki pengaruh gereja Kristen yang manapun. Sekali lagi, penyebutan 
10.000 orang kudus dalam Kitab Ulangan xxx.3 adalah sangat mempunyai 
arti. DIA (Tuhan) bersinar dari Paran, dan DIA datang dengan 10.000 
orang kudus. Bacalah seluruh sejarah belantara Paran dan anda akan 
menemukan tidak satupun peristiwa lainnya kecuali ketika Mekkah 
ditaklukkan oleh Nabi Muhammad saw. Dia datang dengan 10.000 orang 
pengikutnya dari Medina dan memasuki kembali "rumah kemuliaanku." Dia 
memberikan hukum yang keras kepada dunia, yang menghancur leburkan semua
 hukum lainnya. Penghibur (Comforter) - Ruh Kebenaran - yang diucapkan 
oleh Nabi Jesus tidak lain kecuali Nabi Muhammad saw sendiri. Tidak bisa
 Ruh Kebenaran itu dianggap sebagai Ruh Kudus seperti dikatakan oleh 
teologi gereja. "Patutlah bagimu bahwa aku harus pergi," kata Jesus, 
"karena bila aku tidak pergi maka Penghibur (Comforter) itu tidak akan 
datang kepadamu, tetapi bila aku pergi maka aku akan memintanya datang 
kepadamu." Kalimat ini jelas menunjukkan bahwa Penghibur harus datang 
sesudah Jesus pergi, dan bukannya bersama Jesus ketika beliau mengatakan
 kalimat itu. Haruskah kita menduga bahwa Jesus tanpa Ruh Kudus itu jika
 kedatangannya adalah mensyaratkan kepergian Jesus; tambahan lagi, cara 
dengan mana Jesus menggambarkannya membuat beliau (Jesus) membuktikan 
bahwa Jesus adalah manusia, bukan ruh (ghost). "Beliau tidak akan 
berbicara tentang dirinya sendiri, tetapi apapun yang akan beliau dengar
 beliau akan mengatakannya." Haruskah kita menduga bahwa Ruh Kudus dan 
Tuhan itu dua pribadi yang berbeda dan bahwa Ruh Kudus itu berbicara 
tentang dirinya sendiri dan juga apa yang didengarnya dari Tuhan? 
Kalimat Jesus jelas merujuk kepada utusan tertentu Tuhan. Beliau 
menyebutnya Ruh Kebenaran, dan begitulah Al Qur'an berbicara tentang 
Nabi Muhammad saw, "Tidak, sebenarnyalah, dia membawa kebenaran, dan membenarkan Rasul-Rasul (sebelumnya)." Q. 37 : 37
Tidak ada komentar:
Write komentar