Bagian Pertama
Oleh: Professor David Benjamin Keldani B.D. Mantan Uskup Roma Katholik di Uramiah, Kaldea
Alih Bahasa Oleh: H.W. Pienandoro SH
Alih Bahasa Oleh: H.W. Pienandoro SH
KATA PENGANTAR
Berikut akan disajikan sejumlah artikel
yang ditulis oleh Profesor David Benjamin Keldani B.D. seorang mantan
Uskup Katholik dari Uramiah, Kaldea. Dalam artikel ini Profesor Benjamin
mencoba untuk membuktikan bahwa semua ramalan atau nubuah dalam
Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru tentang akan datangnya Al Masih
itu sebenarnyalah hanya menunjuk kepada SATU ORANG yaitu NABI MUHAMMAD
saw. Uraian Profesor Benjamin yang adalah mantan seorang archbishop
Katholik berdasarkan peninjauan yang sangat mendalam atas Kitab Injil
yang beliau kuasai, dengan di sana sini beliau mengutip beberapa ayat
dari Al Qur'an.
Penterjemah yakin artikel ini penting
bukan saja untuk ummat Kristen dan Yahudi agar dapat terbuka hatinya
melihat kebenaran sejati atau yang seharusnya, tetapi juga untuk ummat
Islam sendiri karena dengan memahami semua yang diuraikan beliau dalam
artikel ini, tahulah kita bahwa kita sesungguhnya bisa "mengimami" Kitab Injil yang ada sekarang ini dengan cara yang sangat berlainan dengan ummat Kristen mengimaminya.
Dari yang diuraikan oleh Profesor Benjamin kita menjadi tahu bahwa di
dalam Injil itu, walaupun semuanya ditulis oleh orang-orang yang bukan
murid langsung dari Nabi Isa a.s. dan ditulisnyapun sekian puluh tahun
sesudah wafatnya Nabi Isa a.s. di samping di dalamnya dijumpai banyak
pertentangan antara ayat-ayatnya, terdapat banyak "kebenaran Islami"
yang tampaknya hanya bisa difahami dengan benar oleh orang seperti
mantan uskup ini. Semoga saja banyak ummat Kristen dan Yahudi yang bisa
memiliki kearifan seperti mantan uskup Keldani ini. Sungguh suatu
anugerah Allah yang tidak terkira bahwa mantan uskup ini telah diberi
izin oleh Allah untuk membuka tabir misteri yang begitu banyak di dalam
Injil. Dengan demikian memberi petunjuk kepada kita betapa benarnya
firman Allah yang turun pertama kali dan memerintahkan kita untuk
"Iqra'" atau "membaca" dengan akal fikiran sehat yang kritis dan yang
selalu harus dikembalikan kepada Prima Causa sehingga kita bisa insya
Allah mendapatkan pengetahuan yang benar. Dengan selalu "membaca" itu
insya Allah hati kita akan dibuka oleh Allah untuk mengetahui dan
menerima kebenaran yang sesungguhnya. Bukankah berulang kali dalam Al
Qur'an yang mulia ummat Islam diperintahkan untuk "ta'qilun" -
"tafakkur" - pergunakan akal sehat kita -dsb.!
Penterjemah berusaha untuk
menterjemahkan, dan bukan menyadur, sebaik mungkin untuk tidak mengubah
apa yang telah ditulis oleh Profesor Benjamin, seperti misalnya beliau
sudah terbiasa menyebut nabi Isa a.s. dengan Jesus Kristus atau Jesus
atau Kristus saja. Namun sebagai orang Muslim penterjemah merasa tidak
"sreg" bila menyebut nama Muhammad tidak ditambahi dengan "saw", dan
karena itu semua "saw" adalah dari penterjemah. Banyak juga
istilah-istilah Kristen Katholik yang penterjemah kurang memahaminya,
jadi ada yang kami tuliskan seperti apa adanya. Memang dalam artikel ini
nuansa Kristen masih sedikit terasa yang bisa kita maklumi karena
penulis adalah mantan Uskup Katholik. Yang perlu diketahui juga adalah
gaya bahasa penulis artikel ini yang tidak terlalu sederhana, sehingga
sering untuk memahami arti kalimat, kita harus berulang kali membacanya.
Dalam menterjemahkan ini seringkali
terasa betapa bahasa Indonesia itu tidak terlalu kaya dengan kamus
perbendaharaan kata, sehingga beberapa kata dalam bahasa Inggris yang
mempunyai arti hampir bersamaan tetapi dengan tekanan atau nuansa lain,
dalam bahasa Indonesia ternyata sering hanya mempunyai satu arti saja.
Harapan penterjemah semoga apa yang disajikan tidak terlalu jauh dari
yang dimaksudkan sesungguhnya oleh Profesor Benjamin. Bila ada
kekeliruan dan atau kesalahan arti atau terjemahan dari artikel mantan
uskup ini, sepenuhnya adalah tanggung jawab penterjemah dan semata-mata
hanya karena kekurangan yang ada pada penterjemah. Bagi yang memahami
bahasa Inggris, penterjemah mohon kritik dan sarannya. Artikel yang
menarik ini cukup panjang dan dibagi dalam 2 bab besar, di samping
sebuah biografi dari Uskup Uramiah tersebut, yaitu:
BIOGRAFI PROFESOR DAVID BENJAMIN KELDANI, B.D.
Abdu'l-Ahad Dawud adalah
sebelumnya seorang pendeta yang bernama David Abdu Benjamin Keldani,
B.D. seorang pendeta Katholik Roma di sekte Uniate Chaldea (Unitarian).
Beliau dilahirkan pada tahun 1867 di Urmia, Persia; mendapatkan
pendidikannya sejak kecil di kota itu. Dari tahun 1886-1889 beliau ada
dalam jajaran staf pengajar dari Misi Archbishop Canterbury pada ummat
Kristen Asiria (Nestorian) di Urmia. Pada tahun 1892 beliau dikirim oleh
Kardinal Vaughan ke Roma, di mana beliau mengikuti kursus studi
falsafah dan teologi di Propaganda Fide College, dan pada tahun 1895
diangkat jadi pendeta. Pada tahun 1892 Profesor Dawud
telah menulis sejumlah artikel untuk tabloid "Assyria, Rome dan
Canterbury"; dan menurut Irish Record juga di tabloid "Authenticity of
the Pentateuch." Beliau memiliki beberapa terjemahan tentang Ave Maria
dalam beberapa bahasa, menerbitkannya dalam majalah bergambar Catholic
Missions. Ketika ada di Konstantinopel dalam perjalanannya ke Persia
dalam tahun 1895, beliau menulis sejumlah artikel yang panjang dalam
bahasa Inggris dan Perancis tentang "Gereja-Gereja Timur" untuk sebuah
harian, yang diterbitkan di harian yang bernama The Levant Herald. Pada
tahun 1895 beliau bergabung dengan Misi Lazarist dari Perancis di Urmia,
dan untuk pertama kalinya dalam sejarah Misi itu menerbitkan sebuah
majalah berbahasa Syria asli yang disebut Qala-La-Shara, yaitu "Suara
Kebenaran". Pada tahun 1897 beliau diutus bersama oleh dua orang
Archbishops Urmia dan Salmas untuk mewakili ummat Katholik Timur pada
Eucharistic Congress yang diadakan di Paray-le-Monial di Perancis di
bawah pimpinan Kardinal Perraud. Tentu saja ini adalah undangan resmi.
Makalah yang dibaca oleh Romo Benjamin dalam Kongres itu diterbitkan
dalam jurnal dari Kongres Eukaristik yang disebut "Le Pellerin" dalam
tahun itu. Dalam makalah itu Chaldean Arch Priest (sebutan resmi beliau)
menyesali sistim pendidikan Katholik di antara ummat Nestorian.
Pada tahun 1888 Romo Benjamin
kembali lagi ke Persia. Di desa asalnya, Digala, kira-kira satu mil dari
kota, beliau membuka sebuah sekolah. Di tahun berikutnya beliau dikirim
oleh penguasa-penguasa Eklesiastikal untuk memimpin diocese Salmas, di
mana pertentangan yang tajam dan berbau skandal antara Uniate Archbishop
Khudabash, dan Romo-Romo dari Lazarist untuk waktu yang panjang telah
mengancam timbulnya perpecahan. Pada hari Tahun Baru 1900 Romo Benjamin
menyampaikan khotbah yang terakhir kalinya dan penuh dengan kenangan
kepada sekumpulan besar jemaah, termasuk banyak orang Armenia yang non
Katholik serta lain-lainya di Katedral St. George's Khorovabad, Salmas.
Judul dari khotbahnya "Abad Baru dan Manusia Baru." Beliau teringat
kenyataan bahwa Misi-Misi Nestorian, sebelum timbulnya Islam, yang
berarti "penyerahan" kepada Tuhan, telah menyebar luaskan Injil di
seluruh Asia; dan bahwa mereka mempunyai beberapa tempat di India
(terutama di pantai Malabar), di Tartary, di Cina dan Mongol; dan bahwa
mereka menterjemahkan Injil dalam bahasa Turki Uighur dan bahasa-bahasa
lainnya; bahwa Misi-Misi Katholik, Amerika dan Anglikan, meskipun ada
jasa mereka sedikit terhadap bangsa Asiria Kaldea dalam bentuk
pendidikan awal, telah memecah bangsa dalam begitu banyak sekte yang
tidak bersahabat seperti sejumlah banyak di Persia, Kurdistan dan
Mesopotamia; dan bahwa upaya mereka ditakdirkan sampai pada tingkat
tertentu menyebabkan kegagalan. Akibatnya beliau menyarankan agar
bangsa-bangsa itu membuat beberapa pengorbanan agar dapat berdiri
sendiri sebagai laki-laki dan tidak tergantung pada misi-misi asing,
dsb.
Secara mendasar pengkhotbah itu
benar seluruhnya; namun peringatan beliau itu tidak berkenan bagi
kepentingan misi-misi Tuhan. Dengan segera khotbah ini telah membawa
Delegasi Apostolik Mgr Lesne dari Urmia ke Salmas. Dia tetap hingga
akhir sebagai kawan Romo Benjamin. Keduanya kembali ke Urmia. Misi baru
dari Rusia telah menetap di Urmia sejak 1899. Kaum Nestorian dengan
bersemangat memeluk agama dari Tsar yang " suci" seluruh Rusia.
Lima Misi yang besar dan megah,
Amerika, Anglikan, Perancis, Jerman, dan Rusia dengan kolese mereka,
ditopang oleh masyarakat agama yang kaya, Konsul dan Duta Besar,
beramai-ramai berusaha untuk mengalihkan agama dari kira-kira seratus
ribu orang Asiria-Kaldea dari Nestorian yang pembangkang (heresy) ke
salah satu dari lima penyimpangan (heresies). Namun dengan segera orang
Rusia melampaui yang lainnya, dan misi inilah yang dalam tahun 1915
telah mendorong atau memaksa orang Asiria dari Persia, sebagaimana
halnya orang suku gunung Kurdistan, yang pada waktu itu telah
berimigrasi ke dataran Salmas dan Urmia, untuk mengangkat senjata
terhadap pemerintah masing-masing. Hasilnya ialah bahwa separuh dari
orang-orang itu musnah dalam peperangan dan sisanya dikeluarkan dari
negeri asalnya.
Masalah besar yang telah lama
mencari penyelesaiannya dalam jiwa pendeta ini kini mendekati
klimaksnya. Apakah agama Kristen dengan segala bentuk dan warnanya yang
beragam, dengan Kitab-Kitab Sucinya yang tidak otentik , palsu dan telah
banyak diubah, benar-benar agama Tuhan? Dalam musim panas 1900 beliau
beristirahat ke villanya yang kecil di tengah kebun anggur dekat dengan
air mancur Chali-Boulaghi yang terkenal di Digala, dan di sana untuk
selama satu bulan mempergunakan waktunya untuk berdo'a dan meditasi,
membaca berulang kali Kitab-Kitab Suci dalam teks aslinya. Krisis itu
berakhir dengan permohonan mengundurkan diri secara resmi kepada Uniate
Archbishop Urmia, di mana secara berterus terang beliau menerangkan
sebab-sebab beliau meninggalkan fungsi kependetaan kepada Mgr Touma
Audu. Semua usaha telah dilakukan oleh penguasa-penguasa eklesiastikal
agar beliau menarik keputusan itu namun tanpa hasil. Tidak ada masalah
pribadi atau pertentangan antara Romo Benjamin dan atasannya; semua itu
adalah masalah kesadaran.
Untuk beberapa bulan Tuan Dawud,
begitu kini panggilan beliau, dipekerjakan di Tabriz sebagai inspektur
di Jasa Pos dan Pabean Persia di bawah ahli-ahli dari Belgia.
Selanjutnya beliau mengabdi pada Pangeran Mahkota Muhammad 'Ali Mirza
sebagai pengajar dan penterjemah. Pada tahun 1903 kembali beliau
mengunjungi Inggris dan di sana bergabung dengan masyarakat Unitarian.
Dan dalam tahun 1904 beliau dikirim oleh Asosiasi Unitarian Inggris dan
Asing untuk melaksanakan pekerjaan pendidikan dan pencerahan di antara
orang-orang senegara. Dalam perjalanan ke Persia beliau mampir ke
Konstantinopel; dan sesudah beberapa wawancara dengan Sheikhul Islam
Jamaluddin Effendi dan ulama-ulama lainnya, beliau memeluk agama suci
Islam, yang berarti penyerahan diri kepada Tuhan.
TENTANG SANG PENCIPTA, KITAB SUCI DAN NABI-NABI
Oleh: PROFESOR DAVID BENJAMIN KELDANI B.D. (Wafat 1940)
Dahulu Uskup Uramiah, Kaldea.
Alih Bahasa Oleh: H.W. Pienandoro SH
A. Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Dalam Perjanjian Lama
Bab 1.
PENDAHULUAN.
Melalui tulisan ini dan tulisan
berikutnya saya akan berusaha untuk menunjukkan bahwa doktrin Islam
tentang Ketuhanan dan Utusan Agung Allah adalah sepenuhnya benar dan
sesuai dengan ajaran di dalam Injil.
Tulisan pertama ini akan saya khususkan
untuk membicarakan butir pertama, dan dalam tulisan lainnya akan saya
coba untuk menunjukkan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa
Sallam adalah obyek dari Perjanjian Lama dan pada diri Muhammad
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, dan hanya beliau seorang diri saja,
sesungguhnya dan secara harfiah telah terpenuhi semua ramalan di dalam
Perjanjian Lama.
Saya ingin menjelaskan bahwa pandangan
yang saya uraikan dalam tulisan ini serta tulisan berikutnya adalah
sangat pribadi, dan bahwa saya sendirilah yang bertanggung jawab atas
penelitian pribadi dan yang tidak saya contek dari pihak lain terhadap
naskah suci Yahudi yang saya lakukan. Namun saya tidak bersikap
otoritatif dalam menguraikan dengan rinci ajaran Islam yang memiliki
arti penyerahan diri kepada Allah.
Saya tidak mempunyai sedikitpun maksud
ataupun keinginan untuk melukai rasa keagamaan dari teman-teman yang
beragama Kristen. Saya mencintai Kristus, Musa dan Ibrahim, sebagaimana
saya mencintai Nabi Muhammad saw dan semua nabi suci lainnya dari Tuhan.
Tulisan saya ini tidak dimaksudkan untuk
menimbulkan pertentangan yang pahit dengan gereja dan karenanya tak
berguna, tetapi hanya mengundang mereka kepada penyelidikan yang
menyenangkan dan bersahabat atas masalah yang penting ini dengan
semangat cinta dan tidak berpihak. Jika ummat Kristen berhenti dari
usahanya yang sia-sia untuk mendefinisikan Zat Yang Maha Adi (Supreme
Being), dan mengakui Keesaan Tuhan yang mutlak, maka persatuan antara
mereka dengan ummat Muslim bukan saja mungkin tetapi sangat mungkin.
Karena sekali Keesaan Tuhan diterima dan diakui, maka butir-butir
perbedaan lainnya antara dua agama ini dapat dengan lebih mudah
diselesaikan. (QS al-Maidah 5:82)
ALLAH DAN ATRIBUTNYA
Ada dua hal mendasar antara agama Islam
dan Kristen yang, demi untuk kebenaran dan perdamaian dunia, pantas
untuk diteliti dengan sangat serius dan mendalam. Karena dua agama ini
mengklaim berasal dari satu sumber yang sama, sepantasnyalah bahwa tidak
ada kontroversi penting antara keduanya boleh dibiarkan begitu saja.
Kedua agama besar ini yakin akan adanya Ketuhanan dan akan adanya
Perjanjian yang telah dibuat antara Tuhan dan Nabi Ibrahim. Atas dua hal
yang pokok ini haruslah dicapai satu kesepakatan yang hati-hati sekali
dan bersifat final antara penganut yang cerdas dari kedua agama
tersebut. Apakah kita mahluk bodoh yang malang ini mempercayai dan
memuja satu Tuhan, atau akankah kita mempercayai dan ketakutan terhadap
kemajemukan Tuhan? Yang mana dari dua orang ini, Kristus atau Nabi
Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang menjadi obyek dari
Perjanjian Suci? Kedua pertanyaan ini harus dijawab sekali dan final.
Semata-mata hanya membuang waktu saja di
sini untuk berdebat dengan mereka yang secara bodoh dan jahat mengira
bahwa Tuhan dalam agama Islam adalah berbeda dengan Tuhan yang sejati,
dan hanya sebagai Ketuhanan fiktif hasil ciptaan Nabi Muhammad
Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sendiri. Bila saja pendeta-pendeta dan
pakar teologi Kristen mengenal Injil dalam bahasa aslinya Ibrani dan
bukan sekedar terjemahan, sebagaimana halnya ummat Islam membaca Al
Qur'an mereka dalam bahasa dan tulisan Arab, pastilah mereka akan
mengetahui dengan jelas bahwa Allah adalah nama yang sama dari Yang Maha
Adi (Supreme Being) dalam bahasa Semit, yang memberi wahyu dan
berbicara kepada Adam dan semua nabi.
Allah adalah satu-satunya Yang Swa Ada,
Maha Mengetahui, Maha Kuasa. Dia meliputi segalanya, memenuhi setiap
ruang, mahluk dan benda; dan sebagai sumber segala kehidupan,
pengetahuan dan kekuatan. Allah adalah Pencipta yang unik, Pengatur dan
Penguasa dari jagad raya. Dia mutlak hanya Tunggal. Zat, Pribadi dan
Sifat Allah adalah mutlak di luar pengetahuan manusia, dan karena itu
setiap upaya untuk mendefinisikan ZatNya bukan saja sia-sia tetapi
bahkan berbahaya untuk kesejahteraan spiritual dan keyakinan kita,
karena pastilah hal itu akan membawa kita kepada kesalahan.
Gereja Kristen yang berdasarkan trinitas
(tritunggal), telah selama kira-kira tujuh belas abad menghabiskan
semua kepandaian para santo dan ahli filsafat untuk mendefinisikan Zat
dan Pribadi Ketuhanan; dan apa yang telah mereka temukan? Semua yang
telah diwajibkan oleh Athanasius dan Aquinas bagi ummat Kristen "di
bawah derita kutukan abadi" untuk meyakini suatu Tuhan yang adalah
"ketiga dari tiga". Allah dalam kitab suci Al Qur'anNya mencela
keyakinan ini dalam kalimat-kalimat yang khidmad:
Kafirlah orang yang berkata: "Allah adalah yang ketiga dari tritunggal". Sebab tiada Tuhan selain Tuhan Yang Maha Esa. Kalau mereka tidak berhenti mengatakan (yang demikian itu), pastilah orang yang ingkar di antara mereka ditimpa azab yang pedih menyakitkan." (QS al-Maidah 5:73)
Alasan mengapa kaum Muslimin ortodoks
telah selalu menahan diri untuk mendefinisikan Zat Tuhan adalah karena
ZatNya melebihi semua atribut di mana hal itu hanya dapat didefinisikan.
Allah memiliki banyak Nama yang dalam kenyataannya hanya sebagai kata sifat yang berasal dari ZatNya
melalui berbagai manifestasi di jagad raya yang Dia sendiri telah
membentuknya. Kita menyeru Allah dengan sebutan Yang Maha Kuasa, Yang
Maha Abadi, Yang Ada Di manapun, Yang Maha Mengetahui, Yang Maha
Pengasih, dsb. karena kita memahami keabadian, kemaha-hadiran,
pengetahuan universal, kemaha-asihan, sebagai hal yang memancar dari
ZatNya dan milik Dia Sendiri secara mutlak. Dia Sendiri saya yang dengan
tak terhingga Maha Mengetahui, Berkuasa, Maha Hidup, Maha Suci, Maha
Indah, Maha Baik, Maha Mencintai, Maha Agung, Maha Mengerikan (azabNya),
Maha Penuntut Balas, karena hanya dari Dia Sendiri saja memancar dan
mengalir mutu dari pengetahuan, kekuasaan, kehidupan, kesucian,
keindahan, dsb. Tuhan tidak memiliki atribut dalam pengertian yang kita
fahami. Bagi kita suatu atribut atau milik adalah hal yang biasa bagi
banyak individu dari suatu jenis, tetapi apa yang Tuhan miliki adalah
milik Dia Sendiri saja, dan tidak ada yang lainnya yang berbagi milik
dengan Dia. Kita berkata: "Suleiman adalah bijak, berkuasa, adil dan
cantik," kita tidak menganggap secara eksklusif bahwa segala kebijakan,
kekuasaan, keadilan dan kecantikan adalah milik Suleiman sendiri saja.
Kita hanya ingin menyatakan bahwa relatif dia bijak jika dibandingkan
dengan orang lain dari jenisnya, dan bahwa kebijakan itu relatif adalah
atribut yang dimilikinya sebagai keadaan yang biasa bersama dengan
orang-orang dalam golongannya.
Untuk lebih memperjelas lagi, atribut
yang suci adalah pancaran (emanasi) dari Tuhan, dan karenanya suatu
kegiatan. Begitulah, setiap kegiatan suci itu tak lebih dan tak kurang
hanyalah sebuah ciptaan.
Juga harus diakui bahwa atribut suci,
sejauh itu merupakan pancaran, menerima sebagai kenyataan adanya waktu
dan awal waktu atau permulaan; dengan sendirinya ketika Allah Befirman:
"Jadilah, maka jadilah" - atau Dia telah mengucapkan KalimatNya dalam
waktu dan awal penciptaan. Inilah yang oleh para sufi disebut "aql kull" atau intelegensi universal, sebagai pancaran dari "aql awwal", yaitu intelegensi awal. Kemudian "nafs kull"
atau jiwa yang universal, itulah yang pertama mendengar dan mematuhi
perintah suci ini, dipancarkan dari "jiwa awal" dan telah mengubah jagad
raya ini.
Cara berpikir yang begini ini membawa
kita untuk menyimpulkan, bahwa setiap tindakan Allah mempertunjukkan
pancaran suci sebagai manifestasiNya dan atributNya yang khas, tetapi
itu bukanlah ZatNya atau AdaNya. Tuhan adalah Sang Pencipta, karena Dia
menciptakan pada permulaan waktu dan selalu menciptakan. Tuhan berfirman
pada permulaan waktu sebagaimana Dia selalu berfirman menurut caraNya
sendiri. Namun karena ciptaanNya tidak abadi atau bukan suatu
pribadi yang suci, maka firmanNya tidak dapat dianggap sebagai abadi dan
Pribadi yang suci. Orang Kristen telah bertindak lebih jauh,
dan menjadikan Sang Pencipta sebagai Bapa yang suci dan KalimatNya
sebagai Putera yang suci, dan juga karena Dia meniupkan RuhNya pada
ciptaannya, maka dia juga disebut sebagai Ruh Suci (divine Spirit),
dengan melupakan bahwa menurut logika Dia tidak bisa menjadi "ayah"
sebelum penciptaan, begitupun "anak" sebelum Dia berfirman, dan tidak
pula Ruh Suci (Holy Ghost) sebelum Dia meniupkan RuhNya. Saya dapat
membayangkan atribut Tuhan melalui karyaNya dalam manifestasinya
kemudian, tetapi tentang keabadiannya tidaklah ada gambaran apapun,
tidak pula saya dapat membayangkan ada mahluk intelegensi yang sanggup
untuk mengerti secara menyeluruh sifat atribut yang abadi dan
hubungannya dengan Zat Tuhan. Pada kenyataannya Tuhan tidak menyatakan kepada kita sifat dari AdaNya dalam Kitab Suci manapun.
Atribut Tuhan tidak harus dianggap
sebagai sosok atau pribadi suci yang lain dan terpisah, karena kalau
tidak demikian kita akan memiliki bukan saja satu trinitas dalam
Ketuhanan, tetapi beberapa lusin trinitas. Suatu atribut sampai saatnya
atribut itu benar-benar terpancar dari subyeknya tidak memiliki
eksistensi. Kita tidak dapat menggolongkan subyek dengan suatu
atribut tertentu sebelum atribut itu telah memancar dari subyek itu dan
terlihat. Dari sini kita menyatakan "Tuhan itu Baik" pada saat kita
menikmati kebaikanNya dan tindakanNya yang baik; namun kita tidak dapat
menggambarkanNya - dengan ungkapan yang benar - sebagai "Tuhan itu
Kebaikan" karena kebaikan itu bukan Tuhan, tetapi hanyalah sebuah
kegiatan dan karya. Berdasarkan alasan inilah Al Qur'an selalu menjadikan kata sifat sebagai sebutan untuk atribut Allah,
seperti "Yang Maha Bijak", "Yang Maha Mengetahui", "Yang Maha
Pengasih", tetapi tidak pernah dengan deskripsi seperti "Tuhan ialah
cinta, ilmu pengetahuan, firman, dsb", karena cinta adalah tindakan atau
kegiatan dari sang pencinta dan bukan sang pencinta itu sendiri, tepat
seperti ilmu pengetahuan atau firman adalah tindakan atau kegiatan dari
orang yang berpengetahuan dan bukan orang itu sendiri.
Saya berikan tekanan khusus pada butir
ini, karena inilah kesalahan ke dalam mana telah jatuh mereka yang
meyakini keabadian dan kepribadian yang lain dari suatu atribut tertentu
Tuhan. Kata kerja atau firman Tuhan telah dijadikan sebagai pribadi
lain dari Ketuhanan; padahal firman Tuhan tidak dapat memiliki arti
lain kecuali sebagai pernyataan Pengetahuan dan KehendakNya. Al
Qur'an juga disebut sebagai "Firman Allah". Dan beberapa pakar hukum
Muslim awal menjelaskan bahwa firman Allah itu adalah abadi dan tidak
diciptakan. Sebutan yang sama juga diberikan kepada Jesus Kristus di
dalam Al Qur'an "Kalimatun minhu" yaitu "FirmanNya" (QS al-Imran 3:45).
Tetapi akan tidak agamawi untuk menerangkan bahwa Firman atau Logos
Tuhan adalah pribadi lain, dan bahwa pribadi itu menjadi daging dan
berinkarnasi dalam bentuk seorang manusia laki-laki dari Nazareth, atau
dalam bentuk sebuah buku, yang pertama disebut "Kristus" dan yang kedua
disebut "Al Qur'an"!
Sebagai ringkasan dari subyek ini,
dengan mendesak saya nyatakan bahwa Firman ataupun atribut Tuhan yang
lain yang dapat dibayangkan, bukan saja itu bukan entitas Suci atau
individualitas lain, tetapi juga bahwa itu tidak mungkin memiliki
keberadaan nyata sebelum awal waktu dan penciptaaan.
Ayat pertama dengan mana Injil Yohanes
mengawalinya dan berbunyi: "Pada awalnya adalah Firman; dan Firman itu
bersama dengan Tuhan, dan Firman itu milik Tuhan," sering didebat oleh
penulis dari aliran Unitarian.
Dapat dicatat di sini bahwa dalam bahasa Yunani bentuk kata punya (genitive case) "Theou" ialah "God's" atau "Milik Tuhan" 1)
telah dikorupsi menjadi "Theos" yang berarti "Tuhan" dalam bentuk
nominatif kata itu! Juga dapat dicatat bahwa pasal "Pada awalnya adalah
Firman" secara nyata menunjukkan asal kalimat itu bukan sebelum awal
waktu! Dengan "Firman Tuhan" tidak dimaksudkan suatu substansi yang
terpisah dan lain, yang sezaman dan ada dalam waktu yang sama dengan
Yang Maha Kuasa, tetapi ucapan dari Ilmu Pengetahuan dan KehendakNya
ketika Dia berfirman: "Kun" yaitu "Jadilah". Ketika Tuhan berfirman
"Jadilah", terwujudlah dunia ini, ketika Dia berfirman: "Jadilah" agar
firmanNya dicatat di dalam Kitab Lauful Mahfuz dengan pena, maka jadilah
itu.
Dengan firmanNya: "Jadilah" Jesus diciptakan dalam rahim Perawan
Maryam yang diberkati; dan seterusnya - bila saja Dia menghendaki untuk
menciptakan sesuatu, Dia tidak lain kecuali berfirman: "Jadilah" kepada
itu dan jadilah itu.
Formula ummat Kristen yang digemari
ialah: "Atas nama Bapa, dan Anak, dan Ruh Suci" bahkan di dalamnya sama
sekali tidak menyebut nama Tuhan! Dan inilah Tuhan ummat Kristen!
Formula dari kaum Nestorian dan Jacob yang terdiri dari sepuluh suku
kata yang sama banyaknya dengan "Bismillahi" dari ummat Islam, berbunyi:
"Bshim Abha wo Bhra ou-Ruha d-Qudsha" yang artinya sama dengan formula
ummat Kristen yang lainnya. Di pihak lain formula Al Qur'an yang
menyatakan fondasi kebenaran Islami "Bismillahi'r-Rahmani'r-Rahim" yang
artinya "Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah dan Maha
Penyayang" merupakan kontras besar dengan formula kaum Trinitarian.
Trinitas agama Kristen tidak
dapat diterima sebagai suatu konsep Ketuhanan yang sesungguhnya, karena
mengakui adanya pluralitas pribadi dalam Ketuhanan, memberikan atribut
sifat-sifat personal yang berlainan kepada masing-masing pribadi,
dan menggunakan nama keluarga sama dengan nama-nama dalam mitologi kaum
kafir. Allah bukan ayah dari seorang anak, tidak juga seorang anak dari
seorang ayah. Dia tidak mempunyai ibu, tidak pula Dia dibuat sendiri. Kepercayaan
terhadap "Tuhan Bapa, dan Tuhan Anak, serta Ruh Suci" adalah suatu
pengingkaran yang menyolok atas Keesaan Tuhan, dan suatu pengakuan yang
berani terhadap tiga mahluk yang tidak sempurna yang secara bersama atau
terpisah tidak mungkin menjadi Tuhan yang sesungguhnya
Matematika sebagai ilmu pengetahuan
positif mengajarkan kepada kita bahwa suatu unit tidak lebih dan tidak
kurang ialah satu; bahwa satu tidak pernah sama dengan satu ditambah
satu ditambah satu; dengan kata lain, satu tidak bisa sama dengan tiga,
karena satu adalah sepertiga dari tiga. Dengan cara yang sama, satu
tidak sama dengan sepertiga. Dan vice versa tiga tidak sama dengan satu,
demikian pula sepertiga tidak dapat sama dengan satu. Unit adalah dasar
dari semua bilangan, dan standar untuk ukuran dan timbangan dari semua
dimensi, jarak, jumlah dan waktu. Pada kenyataannya, bilangan adalah
jumlah dari unit 1 (satu). Sepuluh adalah jumlah dari sekian banyak unit
yang sama dari jenis yang sama.
Mereka yang berpendapat kesatuan Tuhan
dalam trinitas pribadi-pribadi mengatakan kepada kita, bahwa "setiap
pribadi itu adalah Tuhan yang maha kuasa (omnipotent), maha ada (omni
present), abadi dan sempurna; walaupun begitu tidak berarti tiga Tuhan
yang maha kuasa, maha ada, abadi dan sempurna, tetapi satu Tuhan yang
maha kuasa! Kalau di dalam cara pandang yang tersebut di atas itu tidak
ada cara berpikir yang tidak masuk akal, maka melalui persamaan akan
kita hadirkan "misteri" dari gereja berikut ini.
Tuhan = 1 Tuhan + 1 Tuhan + 1 Tuhan;
oleh karena itu: 1 Tuhan = 3 Tuhan. Pertama, satu Tuhan tidak sama
dengan tiga Tuhan, tetapi hanya satu saja di antaranya. Kedua, karena
anda mengakui bahwa setiap pribadi adalah Tuhan yang sempurna seperti
halnya dua temannya yang lain, maka kesimpulan anda bahwa 1 + 1 + 1 = 1 bukanlah matematika, tetapi hal yang tidak masuk akal sama sekali.
Kalau anda bukan seorang yang terlalu sombong ketika mencoba membuktikan bahwa tiga unit sama dengan satu unit, maka anda ialah seorang yang terlalu pengecut untuk mengakui bahwa tiga satu sama dengan tiga satu (three ones equal three ones). Dalam hal pertama anda tidak pernah dapat membuktikan pemecahan suatu masalah melalui suatu proses yang salah; dalam hal kedua, anda tidak memiliki keberanian untuk mengakui kepercayaan anda kepada tiga Tuhan.
Tambahan lagi, kita semua ummat Islam
dan Kristen percaya bahwa Tuhan itu omnipresent, bahwa Dia memenuhi dan
mencakup setiap ruang dan partikel. Dapatkah dibayangkan bahwa semua
ketiga pribadi Ketuhanan itu secara serentak dan terpisah meliputi jagad
raya, atau tidakkah hanya satu saja di antaranya yang omnipresent pada
suatu saat? Untuk mengatakan: "Ketuhanan (Deity) melakukan semua itu"
bukanlah suatu jawaban sama sekali. Ketuhanan bukan Tuhan tetapi ialah
suatu keadaan sebagai Tuhan, karena hal itu adalah suatu kualitas.
Ketuhanan adalah suatu kualitas dari
satu Tuhan; pluralitas atau pengurangan (kurang dari satu) tidak dapat
dianggap berlaku untuk hal itu. Tidak ada ketuhanan-ketuhanan tetapi
hanya satu Ketuhanan yang menjadi atribut dari Satu Tuhan saja sendiri.
Selanjutnya kita diberi tahu bahwa
setiap pribadi dari trinitas memiliki beberapa atribut tertentu yang
tidak sesuai untuk kedua pribadi lainnya. Sesuai dengan akal manusia dan
jalan bahasa, aribut itu menunjukkan ada prioritas dan posterioritas
(yang didahulukan dan yang dkemudiankan) di antara mereka. Bapa selalu
ada di urutan pertama dan ada di depan Anak, Ruh Suci bukan saja
dikemudiankan sebagai yang ketiga dalam urutan perhitungan, tetapi
bahkan lebih rendah kedudukannya daripada Bapa dan Anak dari siapa Ruh
Suci itu berasal. Bukankah akan dianggap sebagai dosa "heresy" bila nama-nama dari tiga pribadi itu diulang-ulang secara terbalik?Bukankah
tanda salib pada Eucharist akan dianggap oleh gereja sebagai tidak
religius bila saja formulanya bertukar tempat menjadi: "Dalam nama Ruh
Suci, dan dalam nama Anak, dan dalam nama Bapa"? Karena kalau memang
mereka itu sama dan sezaman, maka tertib urutan atau hal di dahulukan
atau di kemudiankan itu tidak perlu diperhatikan dengan seksama.
Kenyataannya ialah bahwa Paus dan
Konsili Umum selalu mencerca doktrin kaum Sabelian yang mengatakan bahwa
Tuhan adalah satu tetapi bahwa Dia memanifestasikan diriNya sendiri
sebagai Bapa atau Anak atau Ruh Suci, yang selalu merupakan satu pribadi
yang sama. Tentu saja agama Islam tidak menyetujui atau mengesahkan
pandangan kaum Sabelian ini. Tuhan menampakkan Jamal atau Kecantikan
dalam diri Kristus, Jelal atau Kemuliaan dan Keagungan dalam diri Nabi
Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, dan Kebijakan dalam diri Nabi
Suleiman, dan begitu seterusnya dalam berbagai obyek alam, namun tidak
satupun dari Nabi itu adalah Tuhan, begitupun pemandangan alam yang
indah itu bukan Tuhan.
Kebenarannya ialah bahwa tidak ada
ketepatan matematika, tidak ada kesamaan mutlak di antara tiga pribadi
dalam Trinitas. Apabila Bapa itu dalam segala hal sama dengan Anak atau
Ruh Suci sebagaimana unit 1 secara positif sama dengan bilangan 1
lainnya, maka perlu hanya ada satu pribadi Tuhan dan bukan tiga, karena
sebuah unit bukanlah bagian atau pecahan begitu pula pergandaan dari
dirinya sendiri. Perbedaan nyata dan hubungan yang diakui ada di
antara pribadi-pribadi trinitas tidak meragukan sama sekali bahwa
pribadi-pribadi itu tidak sama satu dengan lainnya dan tidak pula mereka
dapat dikenali satu dengan lainnya. Bapa memperanakkan dan tidak
diperanakkan; Anak diperanakkan dan bukan seorang bapak; Ruh Suci adalah
bagian dari dua pribadi lainnya; pribadi pertama dilukiskan sebagai
pencipta dan pemusnah; yang kedua sebagai penyelamat dan penebus dosa;
dan yang ketiga sebagai pemberi hidup. Konsekuensi dari sikap ini ialah
bahwa tidak seorang pribadipun dari tiga pribadi yang secara berdiri sendiri adalah sebagai Pencipta, Penebus Dosa dan Pemberi Hidup.
Lalu kita diberi tahu bahwa pribadi kedua adalah Firman dari pribadi
pertama, menjadi manusia dan dikorbankan di tiang salib untuk memenuhi
rasa keadilan Bapa, dan bahwa inkarnasinya dan kebangkitannya kembali
dilaksanakan dan dipenuhi oleh pribadi ketiga.
Sebagai kesimpulan, saya harus memperingatkan ummat Kristen, bahwa bila
mereka tidak mempercayai kemutlakan Keesaan Tuhan dan meninggalkan
kepercayaan terhadap tiga pribadi, pastilah mereka itu termasuk orang
kafir terhadap Tuhan yang sesungguhnya. Secara tepat dapat
dikatakan, ummat Kristen mempercayai banyak tuhan atau polytheist hanya
dengan satu perkecualian, bahwa dewa-dewa orang kafir penyembah berhala
adalah palsu dan imajiner, sedangkan tiga tuhan dari gereja memiliki
karakter yang menonjol, di antaranya Bapa yang juga disebut Pencipta
adalah Tuhan Satu yang sesungguhnya, tetapi Anak hanyalah seorang nabi
dan pemuja Tuhan, dan pribadi ketiga adalah salah satu dari sekian
banyak ruh-ruh suci yang melayani Tuhan Yang Maha Kuasa.
Dalam Perjanjian Lama, Tuhan disebut
Bapa karena AdaNya sebagai Pencipta dan Pelindung Yang Pengasih, namun
karena gereja telah menyalah gunakan nama ini, maka Al Qur'an telah
dengan benar menghindarkan dirinya untuk mempergunakan nama itu.
Perjanjian Lama dan Al Qur'an mencela doktrin tiga pribadi dalam Tuhan; Perjanjian Baru tidak secara jelas memiliki atau mempertahankan doktrin itu, namun andaikan
saja Kitab itu berisikan petunjuk dan jejak mengenai Trinitas, hal itu
tidak memilik keabsahan sama sekali, karena Kitab itu tidak (pernah)
dilihat dan tidak pula ditulis oleh Kristus, tidak pula dalam bahasa
yang dipakai Kristus, begitupun tidak pula Kitab itu dalam bentuk dan
isinya yang sekarang - paling tidak dua abad pertama sesudah Kristus.
Mungkin dapat ditambahkan dengan
menguntungkan, bahwa di Timur kaum Kristen Unitarian selalu membasmi dan
menyanggah kaum Trinitarian, dan bahwa ketika mereka menyaksikan
penghancuran total "Binatang Keempat" oleh Nabi Besar Allah, mereka kaum
Kristen Unitarian ini menerima dan mengikutinya. Setan yang berbicara
kepada Hawa melalui mulut ular, menghujat Yang Maha Tinggi melaui mulut
"Tanduk Kecil" yang mencuat di antara "Sepuluh Tanduk" pada kepala
"Binatang Keempat" (Daniel viii), tidak lain ialah Consantine Yang Agung
yang dengan resmi dan kekerasan mengumumkan Dekrit Nicea. Tetapi Nabi
Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah menghancurkan "Iblis" atau
Setan dari Tanah Yang Dijanjikan untuk selamanya dengan membangkitkan
Islam di situ sebagai sebuah agama dengan Satu Tuhan yang sesungguhnya.
"DAN AHMAD DARI SEMUA BANGSA AKAN DATANG" (HAGGAI, ii.7)
Kira-kira dua abad sesudah keruntuhan
yang tidak disesalkan dari kerajaan Israel yang pemuja berhala, dan
semua penduduknya dari sepuluh suku bangsa dideportasikan ke Asiria,
Jeruzalem dan kuil Suleiman yang mulia dihancur ratakan dengan tanah
oleh orang Kaldea, dan sisa orang Judah dan Benjamin yang tidak terbunuh
diangkut ke Babilonia. Sesudah masa tujuh puluh tahun dalam tangkapan,
orang-orang Yahudi itu diizinkan kembali ke negaranya sendiri dengan
kekuasaan penuh untuk membangun kembali kota dan kuil mereka yang sudah
hancur. Ketika fondasi rumah Tuhan yang baru diletakkan, terdengarlah
teriakan gembira yang gegap gempita dan seruan-seruan dari orang-orang
yang berkumpul, orang-orang tua laki-laki dan perempuan yang telah
pernah melihat keindahan kuil Suleiman sebelumnya menangis dengan pahit.
Pada peristiwa yang khidmat inilah Yang Maha Kuasa telah berkenan
mengirimkan utusanNya Nabi Haggai menghibur kumpulan orang-orang yang
sedih itu dengan pesan yang penting:
"Dan Aku akan menyalami semua bangsa, dan Himdah semua bangsa akan datang; dan Aku akan memenuhi rumah ini dengan keagungan, firman Tuhan rumah itu. Milikku adalah perak, milikKu adalah emas, firman Tuhan rumah itu, keagungan rumahKu yang terakhir akan lebih besar daripada rumahKu sebelumnya, firman Tuhan rumah itu; dan di tempat ini Aku akan memberikan Shalom, firman Tuhan rumah itu." (Haggai, ii.7)
Saya telah menterjemahkan ayat di atas
dari satu-satunya copy Injil yang ada pada saya yang seorang sepupu
wanita saya, seorang Asiria, telah meminjamkan Kitab tersebut yang
berbahasa asli logat wanita itu. Tetapi marilah kita konsultasikan
dengan Injil versi bahasa Inggris yang kita dapati telah menterjemahkan
kata Ibrani asli "himda dan shalom" sebagai "ingin" (desire) dan "damai"
(peace).
Para komentator agama Yahudi dan Kristen
sama-sama memberikan arti yang sangat penting kepada janji ganda
(himdah dan shalom) yang ada dalam ramalan tersebut. Kedua mereka
memahami adanya ramalan kenabian dalam kata himda itu. Benar, inilah
ramalan indah yang ditegaskan oleh formula Injil yang biasa tentang
sumpah suci , "kata Tuhan Sabaoth" yang diulang empat kali. Apabila
ramalan ini dipahami dalam pengertian abstrak, kata himda dan shalom
sebagai "ingin" dan "damai", maka ramalan itu menjadi tidak lebih
daripada sebuah aspirasi yang tidak bisa dimengerti. Namun bila
istilah himda itu kita pahami sebagai sebuah gagasan nyata, seorang
pribadi dan suatu kenyataan dan dalam kata shalom bukan suatu keadaan,
tetapi suatu kekuatan yang hidup dan aktif serta agama yang secara pasti
telah dibangkitkan, maka ramalan ini harus diterima sebagai benar dan
telah terpenuhi dalam pribadi Ahmad dan kebangkitan agama Islam. Karena
himda dan shalom atau shlama artinya sama dengan Ahmad dan Islam.
Sebelum mencoba untuk membutkikan telah
terpenuhinya ramalan ini, ada baiknya untuk menerangkan etimologi dari
dua kata itu - himda dan shalom - seringkas mungkin.
a. Himda - Ayat dalam teks asli bahasa Ibrani itu berbunyi: "ve yavu himdath kol haggoyim," yang secara harfiah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris akan berbunyi: "will come the Himda of all nations." Huruf akhir hi dalam bahasa Ibrani seperti juga dalam bahasa Arab, diganti dengan th, atau t,
bila dalam kasus kata empunya (genitive case). Kata itu berasal dari
bahasa Ibrani kuno atau lebih tepat bahasa Aramia, akar kata "hmd"
(konsonan diucapkan "hemed"). Dalam bahasa Ibrani biasanya hemed
dipergunakan dalam arti hasrat, merindukan, selera, gairah. Perintah
kesembilan dari Kitab Decalogue ialah "Lo tahmod ish reikha" (kamu tidak
boleh merindukan isteri tetanggamu). Dalam bahasa Arab kata kerja
himda, dari konsonan hmd, berarti; "memuji" dan sebagainya.
Bahwa orang yang tiba-tiba
datang ke kuil sebagaimana diramalkan oleh kedua dokumen Injil tersebut
di atas adalah Nabi Muhammad Shallalahu 'Alaihi wa Sallam yang
dimaksudkan dan bukan Nabi Isa as, argumentasi berikut kiranya sudah cukup bagi pengamat yang tidak memihak:
- Pertalian "darah", hubungan dan keserupaan antara dua tetogram Himda dan Ahmd, dan identitas akar kata hmd dari mana berasal kedua substansi itu sama sekali tidak menimbulkan keraguan apapun bahwa subyek dalam kalimat: "dan Himda dari semua bangsa akan datang" adalah Ahmad; dengan kata lain Muhammad. Tidak ada hubungan etimologis apapun antara himda dan nama-nama lain seperti "Jesus", "Kristus", "Penyelamat", bahkan tidak satu huruf matipun (konsonan) yang serupa di antara nama-nama lain tersebut.
- Bahkan kalaupun diperdebatkan bahwa bentuk bahasa Ibrani untuk Hmdh (baca himdah) dalam arti substantif yang abstrak "hasrat, nafsu, kerinduan, dan pujian," maka argumentasi itu tetap menguntungkan tesis di atas (No.1); karena bentuk bahasa Ibrani dalam etimologi akan persis sama dalam arti dan keserupaan, atau mungkin lebih baik dikenali sebagai bentuk bahasa Arab Himdah. Dalam pengertian yang manapun yang anda kehendaki dari tetogram Hmdh, hubungannya dengan Ahmad dan Ahmadisme adalah menentukan dan final, dan tidak memiliki hubungan apapun dengan Jesus atau Jesusisme! St Jerome dan sebelum dia juga para pengarang Septuagint telah mempertahankan tanpa perubahan bentuk kata Ibrani Hmdh, dan tidak (instead of) menuliskan dalam bahasa Latin "cupiditas" atau bahasa Seek "euthymia" sebagai gantinya, maka sangatlah mungkin bahwa para penterjemah yang diperintahkan oleh Raja James I juga akan telah mereproduksi bentuk yang asli dalam Versi Resmi (Authorized Version), dan Masyarakat Injil telah meniru dalam terjemahan mereka ke dalam bahasa yang Islami.
- Kuil Zorobabel harus lebih mulia dari pada kuil Suleiman karena, seperti diramalkan oleh Mallakhi, Nabi Besar atau Utusan dari Perjanjian (Covenant) "Adonai" atau Sayid dari para utusan akan berkunjung secara tiba-tiba, sebagaimana telah dengan sebenarnya diperbuat oleh Nabi Muhammad selama dalam perjalanan malam ajaibnya (Isra' mi'raj) seperti diungkapan dalam Al Qur'an! Kuil Zorobabel diperbaiki atau dibangun kembali oleh Herod Agung. Dan Jesus, tentunya pada setiap kesempatan dari kunjungannya yang sering ke kuil itu, memberikan kehormatan kepada kuil itu dengan pribadinya yang suci dan kehadirannya. Benarlah setiap kehadiran dari para Nabi di Rumah Tuhan itu telah menambahkan kebanggaan dan kesucian pada tempat suci itu. Namun sejauh itu, paling tidak haruslah diakui, bahwa Injil, yang mencatat kunjungan Kristus ke kuil itu serta pelajarannya di kuil itu, tidak berhasil menyebutkan adanya orang-orang diantara para pendengarnya yang menerima ajaran Jesus itu. Semua kunjungannya ke kuil itu dilaporkan sebagai berakhir dengan pertentangan yang pahit dengan para pendeta Farisi yang tidak mempercayainya! Juga harus disimpulkan bahwa Jesus bukan saja tidak membawa "perdamaian" kepada dunia sebagaimana dia nyatakan secara sengaja (Matius xxiv, Markus xiii., Lukas xxi.), tetapi dia bahkan meramalkan pemusnahan total dari kuil itu (Matius x.34, dst.) yang terbukti kurang lebih 40 puluh tahun kemudian oleh orang-orang Roma, pada saat penyebaran (exodus) orang Israel disempurnakan.
- Ahmad, sebagai bentuk kata lain nama Muhammad dan dari akar kata dan pengertian yang sama, yiatu "terpuji" selama perjalanan malamnya mengunjungi tempat suci dari reruntuhan kuil, seperti tersebut dalam Al Qur'an, dan di sana sini, menurut tradisi (al Hadith) yang suci berulangkali dia ucapkan kepada para sahabatnya, mengimami shalat dan dzikir kepada Allah yang dihadiri semua Nabi; dan kemudian bahwa Allah "memperjalankannya di malam hari dari Mesjid yang suci ke Mesjid yang jauh yang diberkati Allah sekelilingnya agar Allah dapat menunjukkan kepadanya Tanda-Tanda Allah." (QS al-Isra‘ 17:1) kepada nabi yang terakhir. Bila Musa dan Ilyas dapat muncul secara jasmaniah di bukit transfigurasi, mereka dan ribuan Nabi-Nabi lainnya juga dapat muncul di lapangan kuil di Jeruzalem; dan itu terjadi dalam "kunjungan yang mendadak" Nabi Muhammad ke "kuilnya" (Matius iii.1) bahwa Tuhan benar-benar telah memenuhinya "dengan kemuliaan." (Haggai ii)
Bahwa Aminah, janda Abdullah, keduanya
meninggal sebelum kebangkitan Islam, telah memberikan nama kepada anak
laki-lakinya yang yatim "Ahmad", nama yang patut yang untuk pertama
kalinya dipakai dalam sejarah manusia, menurut keyakinan saya yang hina,
adalah keajaiban yang terbesar yang menguntungkan Islam. Kalifah
kedua., Hazrat Umar, membangun kembali kuil itu, dan reruntuhan Mesjid
agung di Jeruzalem, dan akan tetap demikian hingga akhir zaman,
merupakan monumen abadi dari kebenaran perjanjian yang telah dibuat oleh
Allah dengan Ibrahim dan Ismail (Genesis xv.- xvii)
Bab 2
MASALAH HAK BERDASARKAN KELAHIRAN DAN PERJANJIAN TUHAN DENGAN NABI IBRAHIM
Dari sejak dulu terdapat pertentangan
pendapat dalam agama antara kaum Ismail (keturunan Nabi Ismail) dan kaum
Israel (keturunan Nabi Ishaq) mengenai hak berdasarkan kelahiran dan
perjanjian Tuhan dengan Nabi Ibrahim. Para pembaca Injil dan Al Qur'an
sudah mafhum dengan ceritera tentang Nabi besar Ibrahim dan kedua anak
laki-lakinya Ismail dan Ishaq. Ceritera tentang seruan Nabi Ibrahim dari
Ur di Kaldea, dan ceritera tentang keturunannya hingga meninggalnya
cucunya Jusuf di Mesir, tertulis dalam buku Genesis (pasal xi.-1). Dalam
garis keturunannya seperti tertulis dalam Genesis, Ibrahim adalah yang
keduapuluh dari Nabi Adam, dan satu zaman dengan raja Nimrod yang
membangun Menara Babilon.
Walaupun tidak tertulis dalam Injil,
ceritera awal tentang Nabi Ibrahim di Ur dari Kaldea dicatat oleh pakar
sejarah Yahudi Joseph Flavius dalam "Antiquities" dan juga dibenarkan
oleh Al Qur'an. Tetapi Injil dengan jelas menceriterakan kepada kita
bahwa ayah Nabi Ibrahim yang bernama Terah adalah seorang penyembah
berhala (Jos. xxiv. 2, 14). Ibrahim menunjukkan cinta dan gairahnya
terhadap Tuhan ketika memasuki kuil dan memusnahkan semua berhala dan
gambar-gambar yang ada di dalamnya, dan beliau adalah prototipe sejati dari keturunannya yang terkenal Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
Ibrahim keluar tanpa luka dan dengan gemilang dari nyala api di mana
beliau dilemparkan atas perintah Nimrod. Beliau meninggalkan tanah
kelahirannya menuju ke Haran bersama ayah dan kemenakannya Nabi Lot.
Beliau berumur tujuh puluh lima tahun ketika ayahnya meninggal di Haran.
Dalam kepatuhan dan penyerahan diri mutlak kepada seruan suci, beliau
meninggalkan negerinya dan memulai perjalanannya yang panjang dan
beragam ke tanah Kanaan, ke Mesir dan Arabia. Isterinya Sarah mandul;
namun Tuhan menyatakan kepadanya bahwa beliau ditakdirkan menjadi ayah
dari banyak bangsa, bahwa semua wilayah yang akan beliau jelajahi akan
diwariskan kepada keturunannya, dan bahwa,"melalui benihnya seluruh bangsa di bumi akan diberkati"!Janji
yang indah dan unik dalam sejarah agama ini dihadapi dengan keyakinan
yang tak tergoyahkan oleh Ibrahim yang tidak punya anak cucu, tidak
punya anak laki-laki (pada saat itu - Pent.). Pada saat beliau dibimbing
keluar melihat ke langit pada malam hari dan diberitahu Allah bahwa
keturunannya akan sebanyak bintang di langit, dan tak terhitung seperti
halnya pasir yang di pantai laut, Ibrahim mempercayainya. Dan keyakinan
kepada Tuhan inilah yang "dianggap sebagai istiqomah (lurus)" seperti
tertulis dalam Kitab-Kitab Suci.
Seorang gadis Mesir miskin yang berbudi
bernama Hagar adalah budak dan pembantu wanita Sarah. Atas tawaran dan
izin dari tuannya (Sarah) pembantu wanita itu dikawini oleh Nabi
Ibrahim, dan dari perkawinan itu lahirlah Ismail, seperti telah
diberitahukan oleh Malaikat. Ketika Ismail berumur tiga belas tahun,
Allah mengutus malaikatNya lagi dengan membawa wahju bagi Ibrahim.;
janji yang sama diulangi lagi kepada Ibrahim; ritual khitan secara resmi
dilembagakan dan segera dijalankan. Ibrahim yang berumur sembilan puluh tahun, Ismail, dan semua pembantu laki-laki mereka dikhitan; dan "Perjanjian"
antara Tuhan dan Ibrahim dengan anak laki-laki satu-satunya dibuat dan
ditutup, seolah-olah dilakukan dengan darah khitan. Itu adalah semacam
perjanjian yang dibuat antara Langit dan Tanah Yang Dijanjikan dalam
pribadi Ismail sebagai keturunan tunggal dari Bapak Bangsa yang tidak
mempersekutukan Tuhan dengan apapun. Ibrahim berikrar setia dan
patuh kepada Penciptanya, dan Tuhan berjanji untuk selamanya menjadi
Pelindung dan Tuhan dari keturunan Ismail.
Kemudian, ketika Ibrahim berumur sembilan puluh sembilan tahun dan
Sarah berumur sembilan puluh tahun, kita dapati bahwa dia juga
mengandung seorang anak laki-laki yang mereka namakan Ishaq sesuai
dengan janji Yang Maha Suci.
Karena tidak ada kronologi disebutkan
dalam Genesis, kita diberitahu bahwa sesudah kelahiran Ishaq, Ismail dan
ibunya ditolak dan diusir oleh Ibrahim dengan cara yang paling kejam,
hanya karena Sarah menghendaki demikian. Ismail dan ibunya menghilang di
padang pasir, sebuah mata air memancar keluar ketika anak muda ini pada
titik kematian karena kehausan; beliau meminumnya dan terselamatkan.
Tak ada berita apapun lagi tentang Ismail dalam Genesis kecuali bahwa
beliau mengawini seorang wanita Mesir, dan ketika Ibrahim wafat beliau
hadir bersama dengan Ishaq untuk menguburkan ayahnya yang wafat.
Dan selanjutnya Genesis menceriterakan
tentang Ishaq dan dua orang anak laki-lakinya, dan perginya Yakub ke
Mesir, dan berakhir dengan kematian Yusuf.
Peristiwa penting lainya dalam sejarah
Ibrahim sebagaimana ditulis dalam Genesis (xxii,) adalah "putera
tunggalnya" yang dijadikan korban bagi Tuhan, tetapi beliau digantikan
dengan seekor kambing jantan yang diberikan oleh malaikat. Sebagaimana
Al Qur'an menyebutkannya: "Sesungguhnya itulah cobaan yang nyata" bagi
Ibrahim (QS ash-Shafat 37:106) namun cintanya kepada Tuhan melampaui
segala kasih sayang lainnya, "Allah telah menjadikan Ibrahim sebagai
temanNya" (Al Qur'an)
Demikianlah ceritera singkat tentang
Ibrahim dalam hubungannya dengan pokok pembicaraan kita "Hak berdasarkan
kelahiran dan Perjanjian Allah dengan nabi Ibrahim".
Ada tiga hal yang menonjol yang setiap
orang beriman yang sesungguhnya kepada Tuhan menerimanya sebagai
kebenaran. Hal pertama ialah bahwa Ismail adalah anak sah dari Ibrahim,
anaknya yang pertama lahir, dan karena itu tuntutannya terhadap hak
berdasarkan kelahiran adalah adil sekali dan sah. Hal kedua ialah bahwa
Perjanjian Allah dengan Nabi Ibrahim telah dibuat antara Tuhan dan Nabi
Ibrahim serta juga anak laki-laki tunggalnya Ismail sebelum Ishaq
dilahirkan. Perjanjian itu dan lembaga khitan tidaklah akan berharga
atau berarti kecuali jika janji yang diulang-ulang dalam firman Tuhan:
"Melalui dirimu seluruh bangsa di bumi akan diberkati," dan terutama
ungkapan, Benih "yang akan keluar dari mangkok, dia akan mewarisimu"
(Genesis xv.4). Janji ini terpenuhi ketika Ismail dilahirkan (Genesis
xvi.), dan Ibrahim merasa senang bahwa kepala pembantunya Eliezer tidak
lagi akan menjadi pewarisnya. Konsekuensinya ialah kita harus mengakui
bahwa Ismail adalah pewaris yang sesungguhnya dan sah atas keluhuran
spiritual dan hak istimewa Nabi Ibrahim. Perogatif bahwa "melalui
Ibrahim seluruh generasi di bumi akan diberkati," begitu sering diulang
meskipun dalam bentuk yang berbeda, adalah warisan berdasarkan pada hak
kelahiran, dan warisan bagi Ismail. Warisan yang Ismail berhak
berdasarkan hak kelahirannya bukan tenda di mana Ibrahim tinggal atau
unta tertentu yang biasa dia naiki, tetapi untuk menaklukkan dan
menduduki selamanya semua wilayah yang membentang dari sungai Nil ke
sungai Efrat yang didiami oleh kira-kira sepuluh bangsa yang berbeda
(xvii, 18-21). Tanah itu tidak pernah ditundukkan oleh keturunan Ishaq,
tetapi oleh keturunan Ismail. Ini ialah pemenuhan secara nyata dan
harfiah terhadap satu dari kondisi-kondisi yang ada dalam Perjanjian.
Hal ketiga adalah bahwa Ishaq juga
dilahirkan secara ajaib dan diberkati khusus oleh Yang Maha Kuasa, bahwa
untuk kaumnya dijanjikan tanah Kanaan dan dengan sebenarnya telah
diduduki mereka di bawah Josua. Tiada seorang Muslim pernah berpikir
untuk mengurangi arti kedudukan suci dan kenabian Ishaq dan puteranya
Yakub, karena meremehkan atau merendahkan seorang Nabi adalah tidak
agamawi. Bila kita bandingkan Ismail dan Ishaq, tidak bisa lain kita
harus mengagumi dan menghormati mereka berdua sebagai Utusan suci Tuhan.
Sesungguhnya, orang Israel dengan Hukum dan Kitab-Kitab Sucinya,
memiliki sejarah keagamaan yang unik dalam Dunia Lama. Sebenarnyalah
mereka manusia yang dipilih oleh Tuhan. Meskipun orang Israel telah
sering membangkang terhadap Tuhan, dan jatuh ke penyembahan berhala,
namun mereka telah memberikan banyak nabi kepada dunia dan orang-orang
lurus laki-laki maupun perempuan.
Sejauh ini tidak dapat ada kontroversi
yang sesungguhnya antara keturunan Ismail dan orang-orang Israel. Karena
jika dengan "keberkatan" dan "hak berdasarkan kelahiran" itu
dimaksudkan hanya beberapa milik material dan kekuasaan, maka
pertentangan itu akan telah terselesaikan seperti hal itu telah
diselesaikan melalui pedang dan kenyataan yang sudah mapan yaitu
pendudukan Tanah Yang Dijanjikan oleh orang Arab. Agaknya ada masalah
pertentangan yang mendasar antara dua bangsa yang sekarang keberadaannya
hampir empat ribu tahun; dan hal itu ialah masalah Mesiah dan Nabi Muhammad.
Bagi orang Yahudi tidak ada pemenuhan ramalan mesiah pada diri Nabi Isa
ataupun pada diri Nabi Muhammad. Orang-orang Yahudi telah selalu iri
hati terhadap Ismail, karena mereka tahu dengan baik bahwa dengan
Ismaillah Perjanjian itu telah dibuat dan dengan dikhitannya Ismail
Perjanjian itu telah disempurnakan dan ditutup, dan dari rasa
permusuhannyalah bahwa para penulis atau para doktor hukum mereka telah
mengkorupsi dan menyisipkan banyak bab-bab dalam Kitab Suci mereka.
Menghapus nama "Ismail" dari ayat kedua, keenam, dan ketujuh dari pasal
Genesis xxii dan menyisipkan nama "Ishaq" sebagai gantinya, serta
membiarkan sebutan "anak tunggalmu" yang berarti mengingkari keberadaan
Ismail dan melanggar Perjanjian antara Tuhan dan Ismail. Hal itu secara
jelas dinyatakan oleh Tuhan: "Karena engkau telah mengorbankan anak
laki-laki tunggalmu, Aku akan menambah dan menggandakan keturunanmu
seperti banyaknya bintang dan pasir di pantai," yang kata "menggandakan"
juga dipakai oleh malaikat kepada Hagar di padang pasir: Aku akan
menggandakan keturunanmu menjadi tak terhitung, dan bahwa Ismail akan
menjadi "orang yang banyak keturunan" (Genesis xv.12). Kini orang
Kristen telah menterjemahkan kata yang sama dari bahasa Ibrani, yang
juga berarti "subur" atau "banyak" dari kata kerja para - yang sama
dengan kata dalam bahasa Arab wefera - dalam versi mereka menjadi
"keledai yang jalang"! Tidakkah ini memalukan dan tidak religius
menyebut Ismail dengan "keledai binal" yang Tuhan sendiri menyebutnya
sebagai subur atau banyak? Sangat jelas bahwa Kristus
sendiri seperti ditulis dalam Injil Barnabas telah tidak menyetujui
orang-orang Yahudi yang berkata bahwa Utusan Agung yang mereka sebut
"almasih" akan datang dari garis keturunan Raja Daud, mengatakan kepada
orang-orang Yahudi itu bahwa dia tidak mungkin anak keturunan
dari Raja Daud, karena Daud sendiri menyebutnya "Tuannya" dan kemudian
menerangkan lebih lanjut bagaimana nenek moyang mereka telah merubah
Kitab-Kitab Suci , dan bahwa Perjanjian itu telah dibuat bukan dengan
Ishaq, tetapi dengan Ismail yang diambil untuk dikorbankan kepada Tuhan,
dan bahwa Ismail yang dimaksudkan dalam ungkapan sebagai "anak
laki-laki tunggalmu" dan bukan Ishaq. Paul yang mengaku diri
pengikut Jesus Kristus mempergunakan beberapa kata yang tidak pantas
mengenai Hagar (Galatia vi, 21-23 dan di beberapa ayat lainnya) dan
Ismail dan terang-terangan bertentangan dengan tuannya (Jesus). Orang
ini dengan segala caranya yang dapat dia lakukan berusaha untuk
menyimpangkan dan menyesatkan orang-orang Kristen yang sebelumnya biasa
dia aniaya sebelum dia berpindah agama ke Kristen; dan saya meragukan
sekali bahwa Jesusnya Paul adalah Jesus putera Maryam yang menurut
tradisi Kristen digantung pada sebuah pohon kira-kira satu abad sebelum
Kristus, karena kepalsuan almasihnya. Pada kenyataannya Paul sipengikut
sebagaimana dia di hadapan kita adalah penuh dengan doktrin yang
bertentangan baik dengan semangat dari Perjanjian Lama maupun dengan
ajaran Nabi yang sederhana Jesus dari Nazareth. Paul adalah seorang
Pharisee yang bias dan seorang ahli hukum. Sesudah dia berpindah agama
ke Kristen tampaknya dia menjadi lebih fanatik daripada sebelumnya.
Kebenciannya terhadap Ismail dan claimnya atas hak berdasarkan kelahiran
membuat Paul lupa atau mengabaikan Hukum Musa yang melarang seseorang
untuk menikahi saudara perempuannya sendiri di bawah ancaman siksa
hukuman utama. Kalau Paul mendapat inspirasi dari Tuhan, maka dia akan
menyanggah kitab Genesis sebagai penuh dengan kepalsuan ketika Genesis
mengatakan sebanyak 2 kali (Genesis xii. 10-20 dan xx. 2-18) bahwa
Ibrahim adalah suami dari saudara perempuannya sendiri, atau bahwa dia
akan menyatakan bahwa Nabi adalah seorang pendusta! (Tuhan melarang).
Namun Paul mempercayai kata-kata Kitab itu, dan kesadarannya tidak
menyiksanya sedikitpun ketika dia melukiskan Hagar sebagai padang pasir
Sinai yang tandus dan menggambarkan Sarah sebagai Jeruzalem di langit!
(Galatia iv. 25-26). Pernahkah Paul membaca anatema dari Torah:
"Terkutuklah barang siapa yang tidur dengan saudara perempuannya, puteri ayahnya, atau puteri ibunya. Dan semua orang berkata: Amin"? (Deuteronomy xxvii. 22).
Adakah hukum manusia atau hukum suci
yang akan menganggap lebih sah seseorang yang adalah anak laki-laki
pamannya dan bibinya sendiri daripada dia yang ayahnya seorang dari
Kaldea dan ibunya dari Mesir? Adakah sesuatu yang akan anda katakan yang
bertentangan dengan Hagar yang lurus dan religius? tentu saja tidak,
karena dia adalah isteri Nabi dan ibu dari seorang Nabi, dan dia sendiri
mendapat kehormatan menerima wahyu Illahi.
Tuhan yang telah membuat perjanjian dengan Ismail telah pula memberikan aturan tentang hukum kewarisan, yaitu:
Bila seorang laki-laki memiliki dua orang isteri, yang seorang
dicintainya dan yang lain diabaikan, dan masing-masing mempunyai seorang
anak laki-laki, dan bila anak laki-laki dari isteri yang diabaikan itu
yang pertama lahir, maka anak laki-laki itu, dan bukan anak laki-laki
dari isteri yang dicintai, yang berhak menyandang hak berdasarkan
kelahiran. Dengan sendirinya yang pertama lahir akan mewarisi dua
kali dari saudara laki-lakinya (Deuteronomy xxi. 15-17). Tidakkah hukum
ini cukup jelas untuk membungkam semua mereka yang mempermasalahkan
tuntutan yang adil dari Ismail mengenai hak berdasarkan kelahiran?
Sekarang marilah kita bicarakan masalah
hak berdasarkan kelahiran ini sesingkat yang dapat kita lakukan. Kita
mengetahui bahwa Ibrahim adalah seorang kepala nomad dan juga seorang
Nabi Tuhan, dan beliau biasa hidup di dalam sebuah tenda dan memiliki
sejumlah besar ternak dan kekayaan yang banyak. Orang-orang nomad ini
tidak mewarisi tanah dan daerah gembalaan, tetapi pangeran itu
menentukan untuk masing-masing anak laki-lakinya beberapa klan atau suku
bangsa tertentu sebagai kawulanya dan warganya. Aturannya ialah yang
termuda mewarisi perapian dari tenda orang tuanya, sementara yang lebih
tua , kecuali bila tidak pantas, menggantikannya di kursi kepemimpinan.
Jenghiz Khan penakluk agung dari Mongol digantikan oleh Oghtai, anak
laki-lakinya yang tertua, yang memerintah di Pekin sebagai Khaqan,
tetapi anak laki-lakinya yang termuda tetap tinggal bersama perapian
ayahnya di Qaraqorum di Mongolia. Hal yang sama terjadi pada dua anak
laki-laki Ibrahim pula. Ishaq, yang termuda di antara keduanya, mewarisi
tenda ayahnya dan menjadi seperti ayahnya, seorang nomad yang hidup di
tenda-tenda. Namun Ismail dikirim ke Hijaz untuk menjaga Rumah Tuhan
yang bersama dengan Ibrahim telah dibangunnya sebagaimana disebutkan
dalam Al Qur'an. Di sinilah beliau menetap, menjadi Nabi dan pangeran di
antara suku-suku bangsa Arab yang mempercayainya. Di Mekka atau Bekka
itulah Ka'aba menjadi pusat dari ibadah yang disebut haji. Ismail itulah
yang telah membangun agama yang sebenarnya berTuhan Satu dan telah pula
melembagakan khitan.
Keturunannya segera bertambah dan
berlipat ganda sebanyak bintang di langit. Dari sejak saat awal Nabi
Ismail hingga kebangkitan Nabi Muhammad, orang-orang Arab dari Hijaz,
Yemen dan lain-lainnya adalah orang-orang merdeka dan tuan di negerinya
sendiri. Kerajaan Roma dan Persia tidak berdaya untuk menaklukkan bangsa
Ismail. Meskipun kemudian penyembahan berhala diperkenalkan, namun nama
Allah, Ibrahim, Ismail dan beberapa nama Nabi lainnya tidaklah mereka
lupakan. Bahkan Esau, anak tertua Ishaq, meninggalkan perapian ayahnya
karena saudara laki-lakinya Yakub dan menetap di Edom, di mana dia
menjadi ketua dari orang-orangnya dan segera bercampur baur dengan
orang-orang Arab Ismail yang adalah baik sebagai pamannya maupun
mertuanya. Ceritera tentang Esau menjual hak berdasarkan kelahirannya
kepada Yakub untuk ditukar dengan sepiring pottage adalah tipu daya yang
dicantumkan untuk membenarkan perlakuan buruk terhadap Ismail.
Dituduhkan bahwa "Tuhan membenci Esau dan mencintai Yakub ketika kembar
dua ini masih dalam kandungan ibunya; dan bahwa "saudara yang lebih tua
akan melayani adiknya" (Genesis xxv. Romawi ix.12-13). Namun aneh untuk
mengatakannya, tulisan lain mungkin dari sumber lain, menunjukkan bahwa
masalah itu justru adalah kebalikan dari ramalan itu. Karena dalam pasal
33 Genesis jelas mengakui bahwa Yakub melayani Esau, di hadapannya
Yakub sujud tujuh kali dan mengatakan: "Tuanku" dan menyatakan dirinya
sebagai "budakmu".
Dicatat juga dalam Injil bahwa Ibrahim
mempunyai beberapa anak laki-laki lainnya dari Keturah dan selir-selir,
kepada siapa beliau memberikan hadiah atau pemberian dan mengirimkannya
ke Timur. Semua ini menjadi suku bangsa yang besar dan kuat. Dua belas
anak laki-laki Ismail disebutkan namanya dan di gambarkan masing-masing
menjadi pangeran dengan kota dan kelompoknya atau tentaranya
sendiri-sendiri (Genesis xxv.). Demikian pula anak-anak Keturah, dan
lain-lainnya, dan begitu juga keturunan Esau disebutkan nama-namanya.
Bila kita perhatikan jumlah keluarga
Yakub ketika dia pergi ke Mesir yang hampir tidak melebihi tujuh puluh
orang, dan ketika dia disambut oleh Esau dengan kawalan sebanyak empat
ratus pasukan berkuda yang bersenjata, dan suku-suku bangsa Arab yang
kuat di bawah dua belas Amir dari keluarga Ismail, dan ketika Utusan
Allah yang terakhir memproklamirkan agama Islam, semua suku bangsa Arab
secara serempak menyambutnya dan menerima agamaNya dan menyerahkan
seluruh tanah yang dijanjikan kepada keturunan Nabi Ibrahim,
pastilah kita buta bila tidak melihat bahwa Perjanjian itu telah dibuat
dengan Ismail dan janji itu telah terpenuhi dalam diri pribadi Nabi
Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
Sebelum mengakhiri artikel ini saya
ingin meminta perhatian dari para siswa Injil, terutama mereka dari
"HigherBiblical Criticism" mengenai kenyataan bahwa apa yang disebut
sebagai Ramalan dan Pasal-Pasal tentang Al Masih termasuk dalam suatu
propaganda yang menguntungkan Dinasti David sesudah kematian raja
Suleiman ketika kerajaannya terbagi menjadi dua. Kedua Nabi besar Ilyas
dan Elisha yang berkembang dengan baik (ajarannya) di kerajaan Samaria
atau Israel bahkan tidak menyebut nama Daud atau Suleiman. Jeruzalem
sudah bukan lagi pusat agama untuk sepuluh suku bangsa dan tuntutan Daud
untuk berkuasa terus ditolak.
Namun nabi Yesaya dan lain-lainnya yang
terikat dengan Kuil di Jeruzalem dan Rumah Daud telah meramal kedatangan
Nabi Besar dan berdaulat.
Seperti telah disebutkan dalam artikel
pertama, ada beberapa tanda-tanda yang tampak dengan mana Nabi Akhir
yang akan datang dapat dikenali. Tanda-tanda inilah yang akan kita coba
untuk mempelajarinya dalam artikel berikut.
Bab 3
MISTERI TENTANG "MISPA"
Seperti ditunjukkan judul artikel ini
saya akan mencoba untuk memberikan peragaan tentang budaya batu dari
orang Ibrani Kuno yang mereka warisi dari Ibrahim, nenek moyang mereka,
dan untuk menunjukkan bahwa budaya batu ini telah dilembagakan di Mekkah
oleh Patriarch Ibrahim dan anak laki-lakinya Ismail; di tanah Kanaan
oleh Ishaq dan Yakub; di Moab dan tempat lainnya oleh keturunan Ibrahim
yang lain.
Istilah "Budaya Batu" bukan
dimaksudkan sebagai pemujaan terhadap batu yang adalah penyembahan
berhala; budaya batu ini saya fahami sebagai pemujaan kepada Tuhan pada
suatu batu khusus yang telah diberkati untuk maksud tersebut. Pada masa
itu ketika bangsa terpilih (Isarel) ini menjalani kehidupan sebagai
nomad dan penggembala, mereka tidak memiliki habitat yang tetap untuk
mendirikan rumah yang khusus ditujukan untuk pemujaan Tuhan; biasanya
mereka mendirikan sebuah batu di sekitar mana mereka biasa melakukan
ritual haji, yaitu mengelilingi batu itu tujuh kali dalam bentuk
lingkaran tarian (semacam tawaf- pent.). Kata haji mungkin menakutkan
pembaca yang beragama Kristen dan mungkin mereka berkerut melihatnya
karena bentuk Arabnya dan karena upacara ini telah menjadi ritual ummat
Islam saat ini. Kata haji adalah persis sama dalam arti dan etimologi
dengan kata yang sama dalam bahasa Ibrani dan Semit lainnya. Kata Ibrani
"hagag" adalah sama dengan hajaj dalam bahasa Arab, perbedaannya hanya
terletak pada pengucapan huruf ketiga dari alfabet bahasa Semit "gamal"
yang orang Arab mengucapkannya sebagai "j". Kitab Hukum Moses (Torah)
mempergunakan kata hagag atau haghagh ini 1) jika
memerintahkan untuk melaksanakan upacara festival ini.. Kata itu
menandakan untuk mengitari sebuah bangunan atau altar atau sebuah batu
dengan cara berlari mengelilinginya dengan langkah teratur dan terlatih
dengan tujuan melaksanakan perayaan agama dengan bergembira dan nyanyian
(do'a). Di Timur ummat Kristen masih mempraktekkan apa yang mereka
sebut "higga" baik di hari-hari pesta atau perkawinan mereka. Dengan
sendirinya kata ini tidak memiliki hubungan apapun dengan pilgrimage
atau upacara haji (ummat Islam), yang berasal dari kata bahasa Itali
pellegrino, dan ini juga dari bahasa Latin peregrinus yang berarti
"orang asing" (foreigner).
Selama dalam kunjungannya Ibrahim
biasanya mendirikan sebuah altar untuk pemujaan dan korban pada beberapa
tempat yang berbeda dan pada peristiwa-peristiwa tertentu. Ketika Yakub
dalam perjalanan menuju Padan Aram dan melihat visi tangga yang indah
itu beliau mendirikan sebuah batu di situ, ke atas mana beliau
menuangkan minyak dan menyebutnya Bethel, yaitu Rumah Tuhan., dan dua
puluh tahun kemudian beliau mengunjungi batu itu kembali, ke atas mana
beliau menuangkan minyak dan "anggur asli", seperti tertulis dalam
Genesis xxviii. 10 - 22; xxxv. Sebuah batu istimewa didirikan sebagai
monumen oleh Yakub dan ayah mertuanya di atas setumpuk batu dan
menyebutnya Gal'ead dalam bahasa Ibrani, dan Yaghar sahdutha by Laban dalam
bahasa Aramia, yang berarti "sejumlah kesaksian". Namun nama yang
pantas yang mereka berikan pada batu yang didirikan itu ialah "Mispa"
(Genesis xxxi. 45 - 55), yang saya lebih senang untuk menuliskannya
dalam bentuk tepat bahasa Arabnya, Mispha, dan ini saya lakukan begitu
untuk kepentingan pembaca yang beragama Islam.
Mispha ini kemudian menjadi tempat
pemujaan yang sangat penting, dan pusat dari pertemuan nasional dalam
sejarah bangsa Israel. Di sinilah Naphthah, seorang pahlawan Yahudi,
bersumpah "di hadapah Tuhan" dan setelah mengalahkan bangsa Ammonit, dia
diceriterakan sebagai telah mengorbankan anak perempuan satu-satunya
sebagai korban bakaran (Hakim-Hakim xi). Di Mispha itulah bahwa empat
ratus ribu orang bersenjata dari sebelas suku bangsa Israel berkumpul
dan "bersumpah di hadapan Tuhan" untuk memusnahkan suku bangsa Benjamin
untuk kejahatan yang dibenci yang telah dilakukan oleh seorang bangsa
Benjamin dari Geba' dan berhasil (Hakim-Hakim xx. xxi.). Nabi Samuel
mengundang semua orang ke Mispha di mana mereka "bersumpah di hadapan
Tuhan" untuk menghancurkan semua patung dan gambar mereka, dan kemudian
diselamatkan dari tangan orang Filistin (1 Samuel vii). Di sinilah orang
berkumpul dan Saul dinobatkan jadi Raja atas orang Israel (1 Samuel x).
Dengan singkat, setiap masalah nasional yang penting diputuskan di
Mispha atau di Bethel. Tampaknya kuil ini dibangun di atas tempat yang
tinggi atau tempat yang ditinggikan, sering disebut Ramoth, yang berarti
"tempat yang tinggi". Bahkan setelah Kuil Suleiman yang indah dibangun,
Mispha tetap sangat dihormati. tetapi seperti halnya Ka 'aba di Mekkah,
Mispha ini sering diisi dengan patung dan gambar-gambar. Sesudah
penghancuran Jeruzalem dan Kuil oleh orang Kaldea, Mispha itu masih
tetap memiliki sifat sucinya hingga masa kaum Makabi selama pemerintah
Raja Antiochus. ( 2 )
Sekarang apa arti kata Mispa itu?
Biasanya kata itu diterjemahkan sebagai "menara pengawas". Kata ini
termasuk kata benda dalam bahasa Semit - Asma Zarf - yang mengambil nama
mereka dari benda yang dibungkus atau dicakupnya. Mispa adalah tempat
atau bangunan yang mengambil namanya dari sapha, kata
bahasa kuno untuk "batu". Kata biasa untuk batu dalam bahasa Ibrani
ialah "iben", dan dalam bahasa Arab "hajar". Dalam bahasa Syria batu
adalah "kipa".Tetapi safa atau sapha tampaknya menjadi bahasa yang umum
bagi mereka semua untuk suatu obyek atau pribadi tertentu bila itu
dianggapnya sebagai "batu". Dari hal ini maka Mispa berarti lokal atau
tempat di mana sapha atau batu itu terletak dan terpasang. Akan kita
lihat kapan nama Mispa ini untuk pertama kalinya diberikan kepada batu
yang didirikan di atas tumpukan balok batu, di situ tidak ada bangunan
yang mengitarinya. Itu adalah spot atau tempat di mana sapha itu
terletak, dan itu disebut Mispa.
Sebelum menerangkan arti dari kata benda
sapha saya ingin meminta kesabaran para pembaca yang tidak mengenal
bahasa Ibrani. Bahasa Arab tidak mempunyai bunyi huruf "p" dalam
alfabetnya sebagaimana juga dalam bahasa Ibrani dan bahasa Semit
lainnya, di mana huruf "p", seperti halnya "g", kadang kala lunak dan
diucapkan seperti "f" atau "ph". Dalam bahasa Inggris sebagai aturan,
kata-kata dalam bahasa Semit atau Yunani yang berisi bunyi "f"
ditransliterasikan (dipindah hurufkan) dan ditulis dengan sisipan "ph"
dan bukan "f", misalnya: Seraph, Mustapha, dan Philosophy. Sesuai dengan
aturan inilah saya lebih menyukai menulis kata sapha daripada safa.
Ketika Jesus Kristus memberikan nama
panggilan kepada pengikut pertamanya Shim'on (Simon) dengan gelar yang
berarti "Petros" (Peter), pastilah dalam benak beliau tersirat sapha
yang kuno dan suci yang telah lama hilang! Tetapi, sayang! kita tidak
dapat dengan pasti menguraikan kata yang tepat yang beliau nyatakan
dalam bahasanya sendiri. Dalam bahasa Yunani kata Petros dalam kasus
maskulin - Petra dalam kasus feminin - adalah begitu tidak klasikal dan
tidak berbau Yunani, yang orang menjadi sangat heran bahwa gereja
mengadopsi kata itu. Pernahkah Jesus atau orang Yahudi lainnya bermimpi
untuk memanggil nelayan Bar Yona, Petros? Pastilah tidak. Versi bahasa
Syria ialah Pshitta seringkali menjadikan bentuk bahasa
Yunani ini dengan Kipha (Kipa). Dan kenyataan baku bahwa bahkan teks
bahasa Yunani telah melestarikan nama asli "Kephas," yang versi bahasa
Inggris mereproduksinya dalam bentuk "Cephas", menunjukkan bahwa Kristus
berbicara dalam bahasa Aramia dan memberi nama panggilan "Kipha" kepada
pengikut utamanya.
Versi lama bahasa Arab untuk Perjanjian
Lama seringkali menulis nama St Peter dengan "Sham'un' as-Sapha"; yaitu
"Simon the Stone". Kata-kata Kristus: "Thou art Peter", dsb. padanan
(ekivalen) dalam versi bahasa Arab ialah "Antas-Sapha" (Matius xvi. 18;
Yohanes i. 42, dsb.).
Karena itu bila Simon itu adalah Sapha,
gereja yang akan dibangun di atasnya tentulah menjadi Mispha. Bahwa
Kristen harus membandingkan Simon dengan Sapha dan Gereja dengan Mispha
adalah sangat istimewa; namun bila tiba saatnya saya membuka tabir
misteri yang tersembunyi dalam kesamaan ini dan kebijakan yang terkait
dalam Sapha, maka haruslah diterima sebagai suatu kebenaran yang ajaib
dari kehebatan Nabi Muhammad atas gelarnya yang mulia: MUSTAPHA !
Dari apa yang telah diungkapkan di atas,
keinginan untuk tahu kita dengan sendirinya akan menyebabkan kita untuk
bertanya tentang hal-hal berikut:
- Mengapa ummat Islam dan Kristen Unitarian keturunan Nabi Ibrahim memilih batu untuk melaksanakan upacara keagamaan pada atau sekitar batu itu ?
- Mengapa batu istimewa ini disebut Sapha?
- Apa yang akan dituju oleh si penulis? Dan seterusnya - mungkin beberapa pertanyaan lainnya
Batu itu telah dipilih sebagai sebuah
benda yang paling sesuai ke atas mana seseorang yang patuh pada agamanya
meletakkan korbannya, menuangkan minyak murni dan anggurnya 3)
dan melaksanakan upacara keagamaannya di sekitar batu itu. Lebih
daripada itu, batu ini didirikan untuk memperingati ikrar dan
janji-janji tertentu yang telah dibuat oleh seorang Nabi atau orang yang
lurus dalam agamanya kepada Penciptanya, dan wahyu yang diterima dari
Tuhan. Dengan begitu, batu itu adalah monumen suci untuk mengabadikan
kenangan dan karakter suci dari peristiwa keagamaan yang besar. Untuk
maksud tersebut, kiranya tidak ada benda lain yang melebihi batu. Bukan
saja batu itu kuat dan tahan lama yang membuat batu itu lebih sesuai
untuk maksud tersebut, tetapi juga kesahajaannya, kemurahannya, tidak
bernilainya pada suatu tempat sunyi akan menjamin terhindar dari
perhatian orang yang tamak atau yang membenci untuk mencuri atau
membinasakannya. Seperti telah diketahui dengan baik, Hukum Musa
(Taurat) melarang dengan keras untuk memotong atau memahat batu-batu
altar. Batu yang disebut Sapha mutlak dibiarkan tetap dalam keadaan
aslinya: tidak ada gambar-gambar, inskripsi, atau ukiran yang dicetak di
atasnya, agar salah satu daripadanya tidak akan dipuja di masa
mendatang oleh orang-orang yang bodoh. Emas, besi, perak atau metal
lainnya tidak dapat memenuhi semua mutu yang diperlukan oleh sebuah batu
yang sederhana. Karena itu akan dimengerti bahwa benda yang paling
murni, paling tahan lama, dapat diterima dan paling aman untuk sebuah
monumen agama dan suci tidak bisa lain kecuali batu.
Patung perunggu Jupiter disembah oleh
Pontifex Maximus Roma yang kafir, diambil dari Pantheon dan dicor
kembali menjadi gambar St Peter atas perintah Souvereign Pointiff
Kristen; sesungguhnyalah kebijakan yang terangkum dalam Sapha
mengagumkan dan berharga bagi semua mereka yang tidak menyembah obyek
apapun di samping Tuhan.
Juga harus diingat, bukan saja Sapha
yang didirikan itu sebagai monumen suci, tetapi demikian juga tempat
yang khusus dan sirkuit di mana Sapha itu terletak. Dan untuk alasan
inilah bahwa upacara haji bagi Muslim, seperti halnya higga bagi orang
Yahudi, dilakukan di sekitar bangunan di mana Batu Suci itu terletak.
Adalah suatu kenyataan yang diketahui bahwa orang Karamati yang
mengambil Batu Hitam dari Ka'aba dan menyimpannya di negerinya sendiri
selama dua puluh tahun, diwajibkan untuk membawa dan meletakkannya
kembali pada tempatnya semula karena mereka tidak dapat menarik jamaah
haji dari Mekkah. Kalau saja batu itu emas atau obyek lain yang
bernilai, pastilah sudah tidak ada lagi paling kurang selama lima ribu
tahun; atau kalau seandainya batu itu memiliki pahatan atau ukiran atau
gambar, pastilah Nabi Muhammad Shallalahu 'Alaihi wa Sallam sendiri
sudah membinasakannya.
Mengenai arti atau lebih baik banyak
arti dari Sapha, sudah saya tunjukkan bahwa itu menunjuk pada berbagai
mutu yang dimiliki batu itu.
Kata itu terdiri atas huruf hidup "sadi"
(shad) dan "pi" berakhir dengan bunyi "hi" keduanya sebagai kata kerja
dan kata benda. Dalam bentuk "qal" itu berarti "mensucikan"
"memperhatikan, menatap dari kejauhan, dan memilih". Kata itu juga
mempunyai arti "bersikap tegas dan mantap"; dalam paradigma pi'el (?)
yang adalah kausatif, itu berarti "membuat pilihan, menyebabkan untuk
memilih," dan sebagainya.
Seseorang yang memandang dari sebuah
menara disebut Sophi (2 Raja-Raja ix. 17, dst). Di zaman dulu sebelum
kuil Suleiman dibangun, Nabi atau "Orang (nya) Tuhan" disebut Roi atau
Hozi yang berarti "penglihat" (1 Samuel ix. 9). Tentu saja para sarjana
Ibrani sangat mengenal dengan kata Msaphpi, atau lebih baik Msappi, yang
merupakan kesamaan dalam ortografi bahasa Arab musaphphi, yang berarti: "seorang yang berusaha untuk memilih yang murni, mantap dan tegas,"
dsb. Pengawas di Menara Yisrael seperti tersebut di atas, memandang dan
mengawasi dengan tajam dari kejauhan untuk membedakan sekelompok orang
yang datang menuju kota. Dia melihat utusan pertama dari Raja yang
datang dan bergabung dengan kelompok itu tetapi tidak kembali. Hal yang
sama terjadi dengan utusan kedua dan ketiga. Barulah kemudian bahwa
Sophi itu dapat mengenali Ketua dari kelompok itu sebagai Jehu. Nah, apa
gerangan kegiatan dan kerja pengawas atau pengamat ini? Pekerjaannya
ialah mengawasi dengan tajam dari kejauhan untuk mengenali satu di
antara yang lainnya dengan tujuan untuk mengetahui identitas dan
gerakannya, bila saja mungkin, dan kemudian memberi tahukan kepada Raja.
Jika anda bertanya: Apa kegiatan dan pekerjaan Sophi dari Mispha yang
seorang diri itu? Jawaban berikut ini pasti tidak akan memuaskan seorang
penyelidik yang mempunyai keinginan tahu yang besar: "…dia biasa
mengawasi dari minaret Misppha (Mispa) agar dapat mengenali identitas
orang yang datang di padang pasir, atau dia biasa mengawasi kemungkinan
adanya bahaya." Bila demikian, sifat keagamaan serta suci dari Misppha
itu akan hilang, dan mungkin lebih akan berfungsi sebagai menara
pengawas militer. Tetapi masalah Sophi dari Mispha berlainan sekali.
Asal mulanya Mispha hanyalah sebuah kuil sederhana pada suatu tempat
tinggi yang terpisah di Gal'ead di mana Sophi dengan keluarganya atau
pembantu-pembantunya biasa bertempat tinggal. Setelah penaklukan dan
pendudukan tanah Kanaan oleh Israel, jumlah Mispha itu meningkat dan
segera saja Mispha itu menjadi pusat keagamaan yang besar dan berkembang
menjadi lembaga pelajaran dan konfraternitas. Tampaknya pusat-pusat itu
menjadi seperti Mevlevi, Bektashi, Neqshbendi dan konfraternitas
lainnya yang ada pada orang Islam, masing-masing ada di bawah Sheik dan
Murshidnya sendiri. Mereka memiliki sekolah-sekolah yang ada di bawah
naungan Mispha di mana diajarkan Hukum Musa, agama, sastra Ibrani dan
cabang-cabang ilmu pengetahuan lainnya. Namun di atas kegiatan
pendidikan ini, Sophi adalah kepala tertinggi dari mayarakat pemula yang
biasa dia beri perintah dan ajar tentang agama yang esoterik dan mistik
yang kita ketahui disebut Sophia. Sesungguhnyalah apa yang kita sebut
kini dengan sufi pada waktu itu disebut nbiyim atau "prophets" (nabi),
dan apa yang dalam Islam disebut takkas, zikr atau seruan do'a, mereka
sebut dengan "prophesying" (nubuah). Pada zaman Nabi Samuel yang juga
sebagai kepala negara dan lembaga Mispha, para pengikut dan pemula itu
menjadi sangat banyak; dan ketika Saul diminyaki (upacara keagamaan) dan
dimahkotai sebagai raja, dia ikut zikr atau kegiatan keagamaan menyeru
do'a bersama dengan para pemula dan diumumkan dimana-mana:
"Perhatikanlah, Saul juga ada di antara para Nabi." Dan ungkapan ini
menjadi peribahasa; karena dia juga ikut "prohesying" dengan kelompok
para nabi itu (1Samuel x. 9-13). Persufian di antara orang-orang Ibrani
berlanjut terus menjadi konfraternitas keagamaan yang esoterik di bawah
kekuasaan Nabi waktu itu hingga wafatnya raja Suleiman. Sesudah kerajaan
pecah menjadi dua bagian, ternyata perpecahan besar terjadi juga di
antara para sufi. Di zaman Nabi Ilyas kira-kira 900 tahun sebelum Isa,
dikatakan kepada kita bahwa beliau adalah satu-satunya Nabi yang sejati
yang masih tertinggal dan bahwa semua yang lainnya telah tewas terbunuh;
dan ada delapan ratus lima puluh nabi Baal dan Ishra yang ikut "makan
di meja Ratu Izabel" (1 Raja-Raja xviii. 19). Namun hanya beberapa tahun
kemudian, pengikut Nabi Ilyas dan penggantinya Nabi Elisha, telah
disambut di Bethel dan Jericho oleh puluhan "anak-anak Nabi" yang
meramalkan kenaikan nabi Ilyas dalam waktu dekat (2 Raja-raja ii.)
Apapun posisi sesungguhnya para Sufi
Ibrani sesudah terjadinya perpecahan besar agama dan bangsa, satu hal
adalah pasti, yaitu bahwa pengetahun sejati tentang Tuhan dan ilmu
pengetahuan agama yang esoterik tetap terpelihara hingga kedatangan
Jesus Kristus, yang membangun masyarakat pemulanya di dalam "kalangan
dalam agama" (Inner Religion) atas Simon the Sapha, dan bahwa para Sophi
sejati atau para pengawas, penglihat atau pengamat dari Mispha Kristen
melestarikan pengetahuan itu dan mengawasinya hingga kedatangan Pilihan
Allah, Nabi Muhammad al-Mustapha - atau Mustaphi dalam bahasa Ibrani!
Seperti saya katakan di atas, Injil
menyebut banyak nama para nabi yang terkait dengan Mispha; namun kita
harus benar-benar mengerti bahwa sebagaimana dengan jelas Al Qur'an
menyatakannya: "Tuhan Yang Paling Mengetahui siapa yang akan Dia angkat
menjadi UtusanNya" bahwa Dia tidak memberikan hadiah ramalan kepada
seseorang dengan sebab untuk kemuliaannya, kekayaannya, atau bahkan
kealimannya, namun semata -mata hanya untuk kesenanganNya (keridhoanNya-
pen.). Keyakinan dan semua kegiatan keagamaan, meditasi, latihan
spiritual, doa, puasa, dan ilmu pengetahuan suci mungkin menyebabkan
timbulnya seorang baru menjadi murshid atau pembimbing spiritual, atau
sampai pada tingkat santo (orang suci), tetapi tidak akan pernah sampai
pada tingkat nabi; karena kenabian bukanlah dicapai dengan melalui
upaya, tetapi adalah sebuah pemberian Tuhan. Bahkan di antara para Nabi
hanya ada beberapa saja yang adalah Utusan (Rasul) yang diberi kitab
suci khusus dan diperintahkan untuk memberi petunjuk dan peringatan
kepada ummat tertentu atau dengan misi khusus. Karena itu istilah "nabi"
seperti dipergunakan dalam Kitab Suci orang Ibrani seringkali adalah
bermakna ganda (lebih dari satu).
Saya juga harus mencatat dalam
hubungan ini bahwa mungkin sebagian besar dari materi Injil adalah karya
atau produksi dari Mispha-Mispha ini sebelum Penangkapan Babilon atau
bahkan mungkin sebelumnya, tetapi kemudian direvisi oleh tangan-tangan
yang tidak diketahui siapa punya hingga menjadi dalam bentuknya seperti
kita kenal sekarang.
Nah sekarang tinggal beberapa kata lagi
untuk dikatakan tentang Sufiisme orang Muslim dan kata bahasa Yunani
"Sophia" (kebijakan atau cinta akan kebijakan); dan suatu perbincangan
tentang dua sistim pengetahuan tinggi ini terletak di luar ruang lingkup
artikel ini. Dalam pengertian luas, filosofi adalah suatu studi atau
ilmu pengetahuan tentang prinsip utama tentang "ada"; dengan perkataan
lain filosofi itu melampaui batas dari fisik ke studi tentang "ada yang
murni". dan meninggalkan studi tentang sebab musabab atau hukum dari apa
yang terjadi atau dilihat di dalam alam sebagai sedang mencoba untuk
menggapai metafisik yang berhubungan dengan keyakinan, etika dan hukum
yang kini dikenal sebagai aspek spiritual dari peradaban, sedang fisik
itu dianggap sebagai aspek materi dari peradaban. Karenanya sulit sekali
untuk menemukan kebenaran.
Perbedaan antara kata bahasa Yunani
"Sophia" dan Sufi Muslim ialah bahwa orang Yunani itu telah mencampur
adukkan bidang materialistik dan spiritual dan pada saat yang bersamaan
mereka gagal untuk menerima wahyu seperti diakui oleh filosof utama
mereka Aristotle dan Socrates bahwa berhubungan dengan metafisik tanpa
adanya wahyu dari Sang Pencipta seperti menyeberangi samudera di atas
sebatang kayu! Sedang Sufi orang Muslim yang beruntung
mengkonsentrasikan diri dalam bidang etika dan mengikuti jejak Nabi
Muhammad Shallalahu 'Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya dalam
mendisiplinkan hati seseorang dan diri sendiri dalam berlayar untuk
menggapai Kumpulan Tinggi Para Malaikat dan sebagainya.
Sufiisme orang Muslim adalah kontemplasi
tentang karya Allah dan CiptaanNya dan diri sendiri, dan menghindarkan
diri dari kontemplasi tentang Allah Sendiri, karena manusia itu dibuat
dari lingkungannya, dan selekas dia akan mempergunakan panca inderanya
untuk melukiskan Allah, maka akan menjadi sangat berbahaya seperti
halnya terjadi dengan orang Mesir ketika mereka melukiskan Sphinx yang
memiliki kepala, cakar, tubuh, dsb.
Keunggulan Sophia Islam daripada
filosofi Yunani adalah pernyataan (manifestasi) dari obyek yang dilihat.
Dan dengan pasti Sophia Islam itu lebih unggul daripada selibasi dalam
agama Kristen dan religiositas (monastik) dalam ketidak pekaannya
terhadap kesadaran dan kepercayaan orang lain. Seorang Sufi Muslim
selalu menawarkan hormat terhadap agama lain, menertawakan gagasan
"heresy" dan mencela semua pengejaran dan penindasan (persecution and
oppression). Sebagian besar orang suci (santo) Kristen adalah kalau
bukan persekutor maka dia adalah orang yang terkena persekusi karena
"heresy", dan mereka terkenal karena ketidak toleransian mereka. Sayang,
tetapi itulah kebenarannya.
Juga bermanfaat untuk dicatat bahwa
dalam abad awal Islam, para Sufi Muslim disebut dengan "Zahid" atau
"Zohad" dan pada saat itu mereka tidak mempunyai metodologi, tetapi
mereka memiliki fraternitas atau komunitas kepercayaan dan jurisprudensi
yang lengkap bagi mazhabnya. Mereka berkonsentrasi pada etika dan
pemikiran. Generasi berikutnya membuat metodologi pelajaran untuk para
pemula, menengah (intermediate) dan yang sudah lanjut (the advanced)
berdasarkan Al Qur'an dan Hadith Nabi (Prophetic Quotations). Jelas
sekali bahwa rektisi setiap hari atas Al Qur'an, penghafalan
Asma'al-Husna dan do'a bagi Nabi Muhammad Shallalahu 'Alaihi wa Sallam
bersama dengan permohonan ampun kepada Allah dan shalat tahajud, puasa
di siang hari adalah beberapa dari karakteristik yang penting. Pada
pihak lain, para Sufi Muslim yang otentik menolak setiap anggota yang
tidak jujur dan tulus yang gagal untuk mengikuti jejak Nabi Muhammad.
Harus diakui, banyak orang bodoh telah termakan, dengan berpikir bahwa
kasus ketidak tulusan itu adalah mewakili Sufiisme Muslim. Mereka tidak
bisa mengerti bahwa Ihsan yang adalah sepertiga dari agama seperti
ditunjukkan dalam jawaban Nabi Muhammad Shallalahu 'Alaihi wa Sallam
atas pertanyaan: "Apakah Islam itu?", "Apakah Iman itu?" dan "Apakah
Ihsan itu?", ketika Nabi Muhammad Shallalahu 'Alaihi wa Sallam bersabda
bahwa orang yang bertanya itu ialah malaikat Jibril, dan bahwa beliau
datang untuk mengajar agama kepadamu. Demikian juga, Islam itu dilayani
oleh empat mazhab jurisprudensi (fikh), sedang Iman oleh mazhab
kepercayaan seperti Salaf dan Ashariah, dan tentu saja Sufi dilayani
oleh Ihsan. Bila seseorang meragukan hal ini, biarlah dia menyebutkan
pakar-pakar Ihsan, karena bila anda pergi ke Pengadilan Islam yang
termasuk dalam seksi Islam, atau pergi ke mazhab Kepercayaan dan mengaku
bahwa ada iri hati dan dengki dalam hatinya dsb. sebagai penyakit dari
jiwa, kedua mazhab itu akan mengakui bahwa mereka tidak mempunyai
sangkut paut dengan aspek itu dan akan merujuknya kepada ahli ibadah,
atau seorang Sufi, Sheik.
Sebagai catatan kedua saya ingin
menambahkan bahwa para pengarang Muslim selalu menuliskan kata bahasa
Yunani "philosophy" dalam bentuk falsafah dengan huruf "sin" dan bukan
huruf "shad" atau "thad" yang adalah satu dari huruf-huruf yang
membentuk kata dalam bahasa Ibrani dan Arab Sapha dan Sophi. Saya kira
bentuk ini dimasukkan ke dalam literatur bahasa Arab oleh penterjemah
dari Asiria yang dahulu termasuk dalam sekte Nestorian. Orang Turki
menuliskan Santo Sofia dari Istambul dengan huruf shad, tetapi falsafah
dengan huruf sin seperti halnya samekh dalam bahasa Ibrani. Saya yakin
bahwa Sophia dalam bahasa Yunani secara etimologi dapat dikenali dari
kata bahasa Ibrani; dan bahwa gagasan dalam kalangan Muslim bahwa kata
sophia (sowfiya) berasal dari kata "soph" yang berarti "wool" haruslah
dibuang.
Sophia atau kebijakan yang sejati ialah
pengetahuan yang sesungguhnya tentang Tuhan, pengetahuan yang sejati
tentang agama dan moralitas, dan penentuan yang mutlak benar atas Utusan
Terakhir di antara semua Utusan Tuhan, adalah termasuk dalam lembaga
kuno orang Israel 'Mispha' hingga saat dialihkannya ke Mispha orang
Nasrani atau Kristen. Sungguh hebat melihat betapa lengkap analogi itu
dan betapa ekonomi Tuhan yang berkenaan dengan hubunganNya dengan
manusia telah dilaksanakan dengan keseragaman dan tertib yang mutlak.
Mispha adalah filter di mana semua data dan orang disaring dan diteliti
oleh para Musaphphi (bahasa Ibrani Mosappi) seperti halnya oleh colander
(saringan, karena itulah arti kata itu); sehingga yang asli dibedakan
dengan dan dipisahkan dari yang palsu, dan yang murni dari tidak murni;
walaupun abad telah silih berganti, banyak sekali Nabi-Nabi datang dan
pergi, namun Mustapha, Seorang Yang Terpilih, tidak muncul. Kemudian
datang Jesus yang suci; tetapi dia ditolak dan di siksa, karena di
Israel tidak ada lagi Mispha yang resmi yang pasti telah akan mengenali
dan mengumumkannya sebagai Utusan Tuhan yang sejati yang dikirimkanNya
untuk membawa kesaksian atas Mustapha yang adalah Nabi Terakhir yang
akan datang sesudahnya. "Dewan Agung Sinagog" telah berkumpul dan
dilembagakan oleh Ezra dan Nehemiah, di mana "Simeon Yang Adil" adalah
anggota terakhirnya (310 S.M.), digantikan oleh Pengadilan Adi Jeruzalem
(Supreme Tribunal of Jeruzalem) yang disebut : "Sahedrin"; tetapi Dewan
yang kemudian itu yang diketuai oleh seorang "Nassi" atau "Pangeran",
menghukum mati Jesus karena Dewan itu tidak mengakui Jesus dan sifat
dari misi sucinya. Namun beberapa Sufi mengenali Jesus dan mempercayai
misi kenabiannya; namun sejumlah orang menyalah fahaminya sebagai
Mustapha atau Utusan Allah yang "terpilih", dan menangkap dan
mengakuinya sebagai raja, tetapi beliau lenyap dan menghilang dari
antara mereka. Beliau bukanlah Mustapha, jika bukan maka tidaklah masuk
akal untuk menjadikan Simon sebagai Sapha dan gerejanya sebagai Mispha;
karena fungsi dan tugas dari Mispha adalah untuk mengamati dan mencari
tahu Utusan Terakhir, agar bila dia datang dapat diumumkan sebagai Orang
Yang Dipilih dan Ditetapkan - Mustapha. Jika Jesus itu Mustapha maka
tidak perlu lagi ada lembaga Mispha. Ini adalah sebuah subyek yang
mendalam dan menarik; hal itu memerlukan kesabaran dalam mempelajarinya. Nabi Muhammad al Mustapha adalah sebuah misteri Mispha, dan kekayaan dari Sophia
Bab 4
NABI MUHAMMAD Shallallahu 'Alaihi wa Sallam ADALAH "SHILOH"
NABI MUHAMMAD Shallallahu 'Alaihi wa Sallam ADALAH "SHILOH"
Nabi Yakub, cucu Nabi Ibrahim, terbaring
sakit di tempat tidurnya; beliau berumur seratus empat puluh tujuh
tahun, dan saat akhir mendekat dengan cepat. Beliau memanggil dua belas
orang anak laki-lakinya dan keluarga mereka masing-masing ke kamar
tidurnya; beliau memberkati masing-masing anak laki-lakinya dan
meramalkan masa depan dari suku bangsanya. Hal ini biasa dikenal sebagai
"Wasiyat Yakub", dan ditulis dalam gaya bahasa Ibrani yang bagus dengan
sentuhan puisi. Wasiyat itu berisi beberapa kalimat yang unik dan tidak
pernah terjadi lagi dalam Injil. Wasiyat itu menyebutkan bermacam-macam
peristiwa dalam kehidupan seorang laki-laki yang telah banyak mengalami
pasang surut kehidupan. Diceriterakan bahwa Yakub telah mengambil
keuntungan dari kakak laki-lakinya (Esau) yang lapar dan membeli hak
berdasarkan kelahirannya dengan sepiring makanan, dan menipu ayahnya
yang buta dan sudah tua dan memperoleh pemberkatannya yang berdasarkan
hak kelahiran yang sebenarnya milik kakaknya, Esau. Beliau bekerja
selama tujuh tahun untuk memperisterikan Rahel, tetapi ditipu oleh ayah
Rahel, dan dinikahkan dengan kakak Rahel yang bernama Liah; dengan
demikian beliau harus bekerja tujuh tahun lagi untuk memperisiterikan
Rahel. Pembantaian semua orang laki-laki oleh dua orang anak-anak Yakub
yaitu Simon dan Levi karena pencemaran (pemerkosaan) atas anak perempuan
Yakub yang bernama Dina oleh Schechim, pangeran dari kota itu, sungguh
telah sangat menyedihkan Yakub. Kelakuan anak sulungnya yang sangat
memalukan, Reubin, yang telah mencemarkan tempat tidur ayahnya dengan
meniduri isteri selir Yakub, tidak pernah dilupakan dan diampunkan oleh
Yakub. Namun kesedihan terbesar yang menimpa dirinya sesudah kematian
Rahel yang dicintainya adalah menghilangnya selama bertahun-tahun anak
laki-laki yang disayanginya Yusuf. Kepergiannya ke Mesir dan
pertemuannya dengan Yusuf merupakan kegembiraan besar baginya dan
menyembuhkan kebutaannya. Yakub adalah seorang Nabi, dan dijuluki
"Israel" oleh Tuhan, nama yang kemudian dipakai oleh dua belas suku
bangsa keturunannya.
Kebijakan penggusuran hak berdasarkan
kelahiran berjalan terus sepanjang catatan dalam Kitab Genesis
(Kejadian), dan Yakub merupakan pahlawan atas pelanggaran hak atas orang
lain. Beliau diceriterakan telah memberikan hak berdasarkan kelahiran
cucunya Manashi kepada adiknya Ephraim bertentangan dengan protes dari
ayah mereka Yusuf (pasal xlviii.). Beliau meniadakan hak berdasarkan
kelahiran anak sulungnya dan memberikan pemberkatan kepada Yehuda
(Judah), anaknya yang keempat, karena anak sulungnya telah meniduri
Bilha, isteri selir Yakub yang adalah ibu dari dua anak laki-laki Yakub,
Dan dan Nephthali; serta mengingkari Nephthali karena dia tidak lebih
baik daripada lainnya, yaitu berzina dengan menantunya sendiri Thamar,
yang melahirkan seorang anak laki-laki yang menjadi nenek moyang Daud
dan Jesus (pasal xxv. 22, dan xxxviii.)!
Sungguh tidak dapat dipercaya bahwa
penulis atau paling tidak editor terakhir dari buku itu "telah mendapat
inspirasi dari Ruh Suci" sebagaimana ummat Yahudi dan Kristen memberikan
kesaksian. Yakub diceriterakan telah menikahi dua orang perempuan
bersaudara sekaligus, suatu perbuatan yang dicela oleh Hukum Tuhan
(Leiviticus xviii. 18.). Dengan mengecualikan Yusuf dan Benjamin,
sebenarnyalah anak-anak laki-laki lainnya dilukiskan sebagai gembala
yang kasar, penipu ( terhadap ayahnya dan Yusuf), pembunuh, pezina, yang
menunjukkan bahwa itu bukanlah keluarga yang akan menjadi Nabi sama
sekali. Tentu saja setiap Muslim tidak dapat menerima fitnah apapun
terhadap seorang Nabi atau seorang laki-laki yang lurus kecuali bila
jelas dicatat atau disebut dalam AL Qur'an. Kami tidak mempercayai dosa
yang ditimpakan pada Yehuda sebagai benar adanya (pasal xxxviii), karena
bila tidak maka akan bertentangan dengan pemberkatan oleh Yakub; dan
pemberkatan inilah yang saya ajukan untuk mempelajari dan
mendiskusikannya dalam artikel ini.
Yakub pasti sudah tidak dapat memberkati
anak laki-lakinya Yehuda bila saja Yehuda benar ayah dari anak
menantunya sendiri, Peres, karena kedua pezina pasti sudah dihukum mati
oleh Hukum Tuhan, Yang telah memberinya kemampuan meramal (Leviticus xx.
12). Namun, ceritera tentang Yakub dan keluarganya yang tidak sempurna
dapat dijumpai dalam Kitab Genesis (Kejadian, pasal xxv.- 1.).
Ramalan yang terkenal yang mungkin dianggap sebagai inti dari wasiyat ini termuat dalam ayat ke sepuluh dari pasal empat puluh sembilan Genesis sebagai berikut:
Ramalan yang terkenal yang mungkin dianggap sebagai inti dari wasiyat ini termuat dalam ayat ke sepuluh dari pasal empat puluh sembilan Genesis sebagai berikut:
"The Sceptre shall not depart from Judah,
And the Lawgiver from between his feet,
Until the coming of Shiloh,
And to him belongeth the obedience of peoples."
And the Lawgiver from between his feet,
Until the coming of Shiloh,
And to him belongeth the obedience of peoples."
- "Sceptre ("tongkat kerajaan" - Alkitab dari Lembaga Alkitab Indonesia) tidak akan beranjak dari Yehuda
- begitupun Pemberi hukum (the Lawgiver - Prof Benjamin; ruler's staff - "Bible" Revised Standard Version - The Bible Societies; lambang pemerintahan - Alkitab dari Lembaga Alkitab Indonesia) dari antara kakinya,
- sampai Shiloh (dia yang berhak atasnya - Alkitab; he to whom it belongs - "Bible") datang,
- maka kepadanya akan takluk bangsa-bangsa."
Yang di atas itu adalah terjemahan
harafiah dari teks bahasa Ibrani sejauh dapat saya fahami. Di dalam teks
itu ada dua kata yang unik dan tidak terdapat di tempat lain manapun
dalam Perjanjian Lama. Kata yang pertama ialah "Shiloh", dan yang lain
ialah "yiqha" atau "yiqhath" (dengan konstruksi atau kontraksi).
Shiloh terbentuk dari empat huruf, shin,
ya', lam, dan ha. Ada nama "Shiloh", nama sebuah kota di Ephraim (1
Samuel I, dst) tetapi di situ tidak ada huruf ya'. Nama ini tidak dapat
diartikan sama dengan atau dirujuk ke nama kota di mana terdapat Ark of
the Covenant atau Tabernakel, karena hingga saat itu dalam suku bangsa
Judah tidak ada sceptre atau lawgiver yang muncul. Kata itu pastilah
merujuk pada seorang pribadi, dan tidak pada sebuah kota.
Sepanjang bisa saya ingat, semua versi
Perjanjian Lama telah mempertahankan pencantuman kata Shiloh yang
orisinil tanpa menterjemahkannya. Orang Syria Pshitta (dalam bahasa Arab
al-Bessita) yang telah menterjemahkan kata itu menjadi "dia yang berhak
atasnya" - "he to whom it belongs". Mudah bagi kita untuk melihat
betapa penterjemah itu telah memahami kata itu sebagai terdiri dari "sh"
bentuk ringkas dari asher = he, that ( dia yang..), dan "loh" (Arab
"lehu"= "is his" (miliknya). Dengan sendirinya menurut Pshitta pasal itu
akan dibaca sebagai berikut: "until he to whom it belongeth come, And,"
etc. ("hingga dia kepada siapa itu menjadi haknya datang, Dan," dsb).
Kata person "it" mungkin merujuk ke "sceptre" atau "lawgiver" secara
terpisah ataupun kolektif, atau barangkali "it" merujuk ke kata
"obedience" (takluk atau tunduk atau patuh) dalam kalimat keempat dari
ayat itu, bahasanya puitis. Menurut versi yang penting ini logika
ramalan itu akan menjadi kenyataan seperti ini:
"Karakter kerajaan dan kenabian tidak
akan berlalu dari Judah hingga dia yang berhak atasnya datang, karena
miliknya adalah "homage of people" (penghormatan dari bangsa).
Tetapi nyatanya kata ini berasal dari
kata kerja "shalah" dan karenanya berarti "damai (peaceful), tenang
(tranquil), diam (quiet) dan patut dipercaya (trustworthy)".
Sangat mungkin bahwa beberapa
pentranskrib (perekam/pencatat) atau pengkopi "currente calamo" dan
karena salah tulis telah melepaskan sisi kiri huruf akhir "het", dan
kemudian kata itu telah berubah menjadi "hi" , karena keserupaan dua
huruf itu sangat menonjol dengan hanya sangat sedikit saja berbeda pada
sisi kiri. Bila kesalahan semacam itu telah dipindahkan dalam manuskrip
Ibrani, baik sengaja atau tidak, maka kata yang berasal dari "shalah"
berarti "mengirim, mengutus", dan bentuk past participle (salah satu
bentuk masa lampaunya) adalah "shaluh" yaitu "seseorang yang diutus,
utusan."
Tetapi tidak ada sebab yang masuk akal
untuk pengubahan secara sengaja "het" menjadi "hi", karena huruf ya'
tetap dipertahankan dalam bentuk Shiloh sekarang, yang tidak memiliki
waw yang perlu ada untuk bentuk masa lampau (past participle) Shaluh.
Lagipula saya pikir Septuagint telah membiarkan Shiloh sebagaimana
adanya. Karena itu satu-satunya kemungkinan perubahan adalah perubahan
huruf terakhir het menjadi hi. Jika ini yang menjadi masalahnya, maka
kata itu akan mencari bentuknya menjadi Shiluah dan artinya sama dengan
"Utusan dari Yah", gelar yang justru diberikan kepada Muhammad
Shallalahu 'Alaihi wa Sallam seorang diri "Rasul Allah" yaitu "Utusan
Tuhan". Saya tahu bahwa kata "shiluah" juga merupakan kata teknis dalam
"surat cerai", dan ini karena yang diceraikan itu disuruh pergi.
Saya tidak dapat menerka interpretasi lainnya dari nama singular ini di samping tiga versi yang saya kemukakan.
Sudah barang tentu dan dengan sendirinya
bahwa ummat Yahudi dan Kristen mempercayai bahwa pemberkatan ini
merupakan ramalan-ramalan terkemuka tentang kedatangan al masih. Bahwa
Jesus, Nabi dari Nazareth, adalah Kristus atau Al Masih tidaklah
diingkari oleh seorang Muslimpun, karena sesungguhnya Al Qur'an mengakui
adanya gelar itu. Bahwa Raja Israel dan Kepala Pendeta (High Priest)
yang manapun diurapi dengan minyak suci yang terdiri dari minyak zaitun
dan berbagai rempah-rempah dapat kita ketahui dari Kitab-Kitab Suci
Ibrani (Leviticus xxx. 23-33). Bahkan Raja Persia yang bernama Zardushti
Koresh disebut Kristus Tuhan: "Tuhan pun berfirman kepada Cyrus
KristusNya," dsb. (Yesaya xlv. 1-7).
Agak berlebihan untuk menyebutkan di
sini bahwa meskipun Cyrus maupun Jesus tidak diurapi dengan ramuan suci,
namun mereka keduanya disebut al Masih.
Tentang Jesus, bahkan meskipun misi
kenabiannya diakui oleh orang Yahudi, tugas kemasihannya tidak pernah
dapat diterima oleh mereka, karena tidak ada satupun tanda-tanda atau
sifat-sifat al Masih yang mereka harapkan ada pada orang yang mereka
coba untuk menyalibnya itu. Orang Yahudi itu mengharapkan al Masih
dengan pedang dan kekuasaan sementara, seorang penakluk yang akan
mengembalikan dan melebarkan kerajaan Daud, dan seorang al Masih yang
akan mengumpulkan orang-orang Yahudi yang sudah tersebar, kembali ke
tanah Kanaan dan menundukkan banyak bangsa-bangsa di bawah kuasanya.;
tetapi mereka tidak pernah dapat mengaku dirinya sebagai seorang
pengkhotbah dari Bukit Zaitun, atau seseorang yang dilahirkan dalam
palung.
Alasan-alsan berikut ini dapat diajukan
untuk menunjukkan bahwa nubuah yang sangat kuno ini secara praktis dan
harfiah telah dipenuhi oleh Nabi Muhammad Shallalahu 'Alaihi wa Sallam.
Melalui ungkapan-ungkapan alegoris "Sceptre" dan "Lawgiver" para
komentator secara tak dapat dibantah telah mengakui ungkapan itu
masing-masing diartikan sebagai otoritas kerajaan dan nubuah (royal
authority and prophecy). Tanpa berhenti lama untuk meneliti akar dan
asal kata kedua tunggal "yiqha", kita bisa memakai salah satu dari dua
arti, kepatuhan (obedience) dan harapan (expectation).
Baiklah kita ikuti interpratsi dari
"Shiloh" seperti di dalam versi Pshitta: "dia yang berhak atasnya" ("he
to whom it belongs"). Secara praktis ini berarti "pemilik dari sceptre
dan hukum", atau "dia yang memiliki kedaulatan dan kekuasaan legislatif,
dan semua bangsa tunduk pada kedaulatan dan kekuasaannya (and his is
the obedience of nations)." Siapakah gerangan yang mungkin menjadi
Pangeran dan Pemberi hukum agung itu? Pastilah bukan Nabi Musa, karena
beliau adalah pengatur utama atas Dua Belas Suku Yahudi, dan sebelum
beliau tidak pernah ada seorang raja atau nabi dalam suku bangsa Yehuda.
Pasti bukan pula Daud, karena beliau adalah raja pertama dan nabi
keturunan Yehuda. Dan terbukti bukan pula Jesus Kristus, karena beliau
sendiri menolak gagasan bahwa al Masih yang diharapkan oleh orang Yahudi
adalah anak laki-laki Daud (Matius xxii. 44-45; Markus xii. 35-37;
Lukas xx. 41-44). Beliau tidak meninggalkan hukum tertulis, dan tak
pernah bermimpi memangku tongkat kerajaan (royal sceptre); kenyataannya
beliau menasehati orang-orang Yahudi agar setia kepada Caesar dan
memberikan penghormatan kepadanya, dan dalam satu peristiwa orang banyak
mencoba menjadikan Jesus seorang raja, tetapi beliau meloloskan diri
dan bersembunyi. Injilnya ditulis di atas suatu lempengan dalam hati
beliau, dan beliau menyampaikan "kabar gembira", tidak dalam bentuk
tulisan tetapi beliau menyampaikannya secara lisan. Dalam nubuah ini
tidak ada masalah tentang penyelamatan dari dosa asli dengan darah orang
yang disalib, demikian juga tidak ada masalah tentang kekuasaan
manusia-tuhan atas hati manusia. Tambahan pula Jesus tidak menghapuskan
Hukum Musa, tetapi beliau menyatakan dengan jelas bahwa beliau datang
untuk memenuhinya; demikian pula Jesus bukan Nabi Terakhir, karena
sesudah beliau St Paul berbicara tentang banyak "nabi" dalam Gereja.
Nabi Muhammad Shallalahu 'Alaihi wa
Sallam datang dengan kekuatan militer dan Al Qur’an untuk menggantikan
tongkat kerajaan (sceptre) Yahudi yang sudah usang dan tidak dapat
dipergunakan lagi dan hukum yang sudah ketinggalan zaman serta suatu
kependetaan yang koruptif. Beliau mengumumkan agama yang paling murni
dalam menyembah satu Tuhan yang sejati, dan meletakkan doktrin praktis
yang paling baik dan aturan-aturan moral serta tingkah laku manusia.
Beliau membangun agama Islam yang telah mempersatukan banyak bangsa dan
orang-orang ke dalam satu persaudaraan yang sebenarnya yang tidak
mempersekutukan Tuhan dengan suatu apapun. Semua orang Muslim tunduk
patuh kepada Nabi Allah, mencintai dan menghormatinya sebagai pendiri
dan pembangun agama mereka, tetapi tidak pernah memuja beliau atau
memberikan kehormatan suci dan atribut. Beliau mengusir dan mengakhiri
hingga puing terakhir wilayah bangsa Yahudi di Qureida dan Khaibar
dengan memusnahkan semua istana dan benteng mereka.
Interpretasi kedua dari tetagram "Shilh"
diucapkan Shiloh, sama pentingnya dan menguntungkan Nabi Muhammad
Shallalahu 'Alaihi wa Sallam. Seperti telah ditunjukkan di atas, kata
itu berarti: "tenang, damai, patut dipercaya, diam" dan sebagainya.
Bentuk kata itu dalam bahasa Aramiah ialah Shilya, dari akar kata yang
sama Shala atau shla. Kata ini tidak dipakai dalam bahasa Arab.
Adalah suatu kenyataan yang diketahui
dengan baik dalam sejarah Nabi Arabia ini bahwa sebelum panggilan
Kenabiannya, beliau adalah pendiam sekali, damai, patut dipercaya, dan
memiliki sifat kontemplatif dan menarik; bahwa beliau dijuluki
orang-orang Mekkah dengan "Muhammad al-Emm" (Muhammad al Amien – pen.).
Ketika orang-orang Mekkah memberi julukan kepada beliau "Emm" atau "Amm"
orang-orang Mekkah itu sama sekali tidak memiliki gagasan tentang
Shiloh, namun kebodohan orang-orang Arab penyembah berhala ini telah
dipergunakan Tuhan untuk mengelabui orang-orang Yahudi yang tidak
percaya, yang memiliki Kitab Suci dan mengetahui isinya. Kata amana
dalam bahasa Arab, seperti bahasa Ibrani aman, berarti: "menjadi mantap,
ajeg, aman," dan karenanya: "menjadi tenang, setia dan patut
dipercaya," menunjukkan bahwa "amin" dengan tepat merupakan padanan
(ekivalen) dari Shiloh, dan mengabarkan semua arti yang terkandung di
dalamnya.
Nabi Muhammad Shallalahu 'Alaihi wa
Sallam sebelum beliau dipanggil Tuhan untuk menyampaikan wahyu agama
Islam dan memusnahkan penyembahan berhala yang dicapai dengan
keberhasilan, adalah seorang laki-laki yang sangat pendiam dan tulus di
Mekkah; beliau bukan seorang pahlawan perang, juga bukan seorang
legislator; tetapi bahwa sesudah beliau menyandang misi kenabian itulah
beliau menjadi pembicara yang paling ulung dan seorang Arab pemberani.
Beliau berperang melawan orang-orang kafir dengan pedang di tangan,
bukan untuk kepentingan pribadi, tetapi untuk kemuliaan Allah dan
fondasi agamaNya – Al Islam. Allah menunjukinya pada kunci kekayaan
dunia, tetapi beliau tidak mau menerimanya, dan ketika beliau wafat
praktis beliau adalah seorang laik-laki yang miskin. Tiada penyembah
Tuhan lainnya, baik dia raja atau nabi, yang telah memberikan bakti
besar dan berharga yang begitu mengagumkan kepada Tuhan dan manusia
sebagaimana telah diperbuat oleh Nabi Muhammad Shallalahu 'Alaihi wa
Sallam; kepada Tuhan dalam menghapuskan penyembahan berhala dari
sebagian besar dunia, dan kepada manusia dengan telah memberikan agama
yang paling sempurna dan hukum yang terbaik sebagai petunjuk dan
pengaman. Beliau merebut tongkat kerajaan (sceptre) dan hukum dari
bangsa Yahudi; memperkuat yang pertama dan menyempurnakan yang kemudian.
Kalau saja Nabi Muhammad Shallalahu 'Alaihi wa Sallam diperkenankan
menampakkan diri kembali di Mekkah atau Medinah sekarang ini, beliau
akan disambut oleh orang-orang Muslim dengan kasih sayang dan kepatuhan
yang sama seperti telah beliau saksikan di sana ketika hidup beliau. Dan
beliaupun akan melihat dengan penuh kesenangan bahwa Kitab Suci yang
telah beliau serahkan masih tetap sama tanpa sedikitpun ada perubahan di
dalamnya, dan bahwa Al Qur’an itu dilagukan dan dibaca persis sama
seperti yang beliau lakukan bersama para sahabat. Beliau akan gembira
memberi selamat kepada mereka atas kesetiaan mereka kepada agama dan
Keesaan Allah; dan kenyataan bahwa mereka tidak menjadikan beliau
sebagai tuhan atau anak tuhan.
Sedang tentang interpretasi ketiga dari
nama "Shiloh" telah saya catat bahwa mungkin itu suatu perubahan kata
"Shaluah" dan dalam hal itu maka tak diragukan bahwa itu sesuai dengan
gelar Nabi dalam bahasa Arab yang begitu sering diulang namanya dalam AL
Qur’an, yaitu "Rasul" yang berarti tepat sama dengan arti Shaluah
yaitu: "seorang Utusan," "Shaluah Elohim" bangsa Ibrani adalah sama
dengan "Rasul Allah" yang namanya diserukan lima kali sehari oleh Bilal
penyeru kepada shalat dari menara semua mesjid di dunia.
Beberapa nabi dalam AL Qur’an, terutama
mereka yang diberi Kitab Suci, disebut sebagai "Rasul"; tetapi tidak di
dalam pasal manapun lainnya dalam Perjanjian Lama dapat kita jumpai kata
Shiloh atau Shaluah kecuali di dalam Wasiyat Yakub.
Nah kini dari sudut pandang manapun kita
coba untuk mempelajari dan meneliti nubuah Yakub tersebut, kita dipaksa
melalui sebab alasan telah terpenuhinya ramalan itu secara nyata dalam
pribadi Nabi Muhammad Shallalahu 'Alaihi wa Sallam, untuk mengakui bahwa
orang-orang Yahudi itu dengan sia-sia telah menanti kedatangan Shiloh
lainnya, dan bahwa orang–orang Kristen dengan keras kepala bertahan
dalam kesalahan mereka dalam meyakini bahwa adalah Jesus yang
dimaksudkan dengan Shiloh.
Selanjutnya ada pengamatan lain yang
pantas mendapat perhatian serius dari kita. Pertama sangatlah sederhana
bahwa tongkat kerajaan dan legislator akan tetap dalam suku bangsa
Yehuda selama Shiloh tidak nampak dalam arena. Menurut pengakuan orang
Yahudi, Shiloh itu belum datang. Karena itu selanjutnya tongkat kerajaan
dan suksesi kenabian itu masih ada dan menjadi milik suku bangsa itu.
Namun institusi (sceptre dan lawgiver) itu telah lenyap lebih dari tiga
belas abad yang lalu.
Kedua dapat diamati bahwa suku bangsa
Yehuda itu juga telah punah bersama dengan hilangnya kekuasaan kerajaan
dan suksesi kenabian. Merupakan kondisi yang tidak dapat diabaikan bahwa
untuk mempertahankan eksistensi suatu suku bangsa dan identitasnya
perlu untuk menunjukkan bahwa suku bangsa itu secara keseluruhan hidup
di negerinya sendiri atau di tempat lain secara kolektif dan
mempergunakan bahasanya sendiri. Tetapi bagi bangsa Yahudi masalahnya
justru kebalikannya. Untuk membuktikan diri anda seorang Israel, anda
hampir tidak menemukan kesulitan, karena setiap orang akan mengakui
anda, tetapi anda tidak akan pernah dapat membuktikan diri anda sendiri
termasuk ke dalam salah satu dari dua belas suku bangsa itu. Anda telah
terpencar-pencar dan kehilangan bahasa anda sendiri.
Bangsa Yahudi terpaksa menerima salah
satu dari alternatif, yaitu mengakui bahwa Shiloh telah datang, tetapi
bahwa nenek moyang mereka tidak mengenalinya, atau menerima kenyataan
bahwa tidak lagi ada suku bangsa Yehuda dari mana Shiloh itu akan harus
datang.
Sebagai pengamatan yang ketiga, harus dicatat bahwa bertentangan sekali dengan apa yang diyakini ummat Judeo Kristiani, teks itu jelas berarti bahwa Shiloh harus seorang asing sama sekali terhadap suku bangsa Yehuda, dan bahkan terhadap semua suku bangsa lainnya. Hal ini begitu nyata bahwa renungan sejenak sudah cukup untuk meyakinkan seseorang. Ramalan itu jelas menunjukkan bahwa ketika Shiloh datang, maka tongkat kerajaan dan legislator itu akan lenyap dari suku bangsa Yehuda; hal ini hanya dapat disadari bila Shiloh itu seorang asing sama sekali terhadap suku bangsa Yehuda. Kalau Shiloh itu keturunan dari Yehuda, bagaimana mungkin ada dua unsur yang hilang dari suku bangsa itu? Shiloh tidak pula mungkin keturunan dari suku bangsa lainnya, karena tongkat kerajaan dan legislator itu untuk seluruh bangsa Israel dan bukan untuk satu suku bangsa saja. Pengamatan ini membinasakan klaim orang-orang Kristen juga karena Jesus adalah keturunan Yehuda dari fihak ibu Maryam.
Sebagai pengamatan yang ketiga, harus dicatat bahwa bertentangan sekali dengan apa yang diyakini ummat Judeo Kristiani, teks itu jelas berarti bahwa Shiloh harus seorang asing sama sekali terhadap suku bangsa Yehuda, dan bahkan terhadap semua suku bangsa lainnya. Hal ini begitu nyata bahwa renungan sejenak sudah cukup untuk meyakinkan seseorang. Ramalan itu jelas menunjukkan bahwa ketika Shiloh datang, maka tongkat kerajaan dan legislator itu akan lenyap dari suku bangsa Yehuda; hal ini hanya dapat disadari bila Shiloh itu seorang asing sama sekali terhadap suku bangsa Yehuda. Kalau Shiloh itu keturunan dari Yehuda, bagaimana mungkin ada dua unsur yang hilang dari suku bangsa itu? Shiloh tidak pula mungkin keturunan dari suku bangsa lainnya, karena tongkat kerajaan dan legislator itu untuk seluruh bangsa Israel dan bukan untuk satu suku bangsa saja. Pengamatan ini membinasakan klaim orang-orang Kristen juga karena Jesus adalah keturunan Yehuda dari fihak ibu Maryam.
Saya sering merasa heran terhadap
orang-orang Yahudi yang suka mengembara dan berbuat salah. Selama dua
puluh lima abad mereka telah mempelajari seratus bahasa bangsa-bangsa
yang telah mereka layani. Karena kaum Ismail dan Israel kedua-duanya
keturunan Nabi Ibrahim, menjadi masalahkah bagi mereka bila Shiloh itu
datang dari Yehuda atau dari Zebulun, dari Esau atau Isachar, dari
Ismail atau Ishaq, selama mereka itu masih keturunan Nabi Ibrahim?
Patuhilah hukum dari Nabi Muhammad Shallalahu 'Alaihi wa Sallam, jadilah
Muslim, dan itu berarti anda dapat berangkat dan menetap hidup di tanah
airmu yang dulu dengan damai dan aman.
Bab 5
NABI MUHAMMAD Shallallahu 'Alaihi wa Sallam DAN KAISAR CONSTANTINE
NABI MUHAMMAD Shallallahu 'Alaihi wa Sallam DAN KAISAR CONSTANTINE
Barangkali ramalan yang paling indah dan
paling nyata tentang misi suci manusia terbesar dan Utusan Allah yang
termuat dalam pasal tujuh Kitab Nabi Daniel pantas untuk dipelajari
dengan serius dan dipertimbangkan tanpa memihak. Di dalamnya
peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah manusia yang silih berganti
dalam kurun waktu lebih dari seribu tahun diwakili oleh empat tokoh
monster yang mengerikan dalam visi nubuah terhadap Daniel. "Empat angin
dari langit menderu terhadap samodera". Binatang pertama yang keluar
dari laut dalam ialah seekor singa yang bersayap; kemudian muncul
binatang kedua berupa seekor beruang yang menggigit tiga tulang iga di
antara giginya. Yang ini digantikan oleh binatang ketiga yang mengerikan
dalam bentuk seekor harimau yang memiliki empat sayap dan empat kepala.
Binatang keempat yang lebih mengerikan dan kejam dari yang sebelumnya,
adalah seekor monster dengan sepuluh tanduk di atas kepalanya, dan
memiliki gigi-gigi besi dalam mulutnya. Selanjutnya sebuah tanduk kecil
mencuat di tengah tanduk-tanduk lainnya namun sebelum itu ada tiga
tanduk yang tanggal. Perhatikanlah, mata dan mulut manusia tampak muncul
pada tanduk itu, dan mulailah mulut itu menyuarakan hal-hal besar
menghujat Yang Maha Tinggi. Tiba-tiba di tengah langit itu terlihat visi
dari Yang Abadi di tengah cahaya yang gemerlapan, duduk di atas Kursi
cahaya api yang rodanya terbuat dari cahaya yang kemilau (1). Sungai
cahaya mengalir dan melintas di hadapanNya; dan berjuta-juta mahluk
langit memujaNya dan puluhan dan puluhan ribu dari antara mereka berdiri
di hadapanNya. Dalam Gedung Pengadilan itu sedang ada sidang istimewa;
buku-buku itu dibuka. Tubuh binatang itu dibakar dengan api, namun
tanduk yang menghujat itu dibiarkan hidup hingga "Bar Nasha" - yaitu
"Anak Manusia" dibawa ke atas di awan dan dihadapkan kepada Yang Maha
Abadi dari Siapa beliau menerima kekuasaan, kehormatan dan kerajaan
untuk selama-lamanya. Nabi yang heran itu mendekati seorang di antara
mereka yang berdiri di dekatnya dan meminta padanya untuk menerangkan
arti semua visi yang indah itu. Malaikat yang baik itu menafsirkan visi
itu dengan cara begitu rupa sehingga seluruh misteri yang terbungkus
dalam figurative atau bahasa dan bayangan (images) yang alegoris itu
menjadi jelas.
Sebagai pangeran dalam keluarga
kerajaan, bersama dengan tiga orang muda Yahudi, Daniel dibawa ke istana
Raja Babilon di mana beliau di didik tentang semua ilmu pengetahuan
orang-orang Kaldea. Beliau tinggal di situ hingga Penaklukan oleh orang
Persia dan jatuhnya Kerajaan Babilon. Beliau telah meramal baik di bawah
pemerintahan Nebukadnezzar maupun Darius. Para pengritik Injil tidak
merujuk seluruh Buku itu sebagai karangan Daniel, yang hidup dan
meninggal sekurang-kurangnya beberapa abad sebelum Penaklukan oleh orang
Yunani, yang beliau sebut dengan nama "Yavan = Iona". Delapan pasal
yang pertama, kalau saya tidak salah, ditulis dalam bahasa Kaldea dan
bab-bab terakhir dalam bahasa Ibrani. Untuk singkatnya tujuan penulisan
ini, tanggal dan hak karangan (authorship) atas buku itu bukanlah hal
yang merupakan masalah penting sebagai pemenuhan yang sesungguhnya atas
ramalan, yang termuat dalam versi Septuagint , yang telah dibuat
kira-kira tiga abad sebelum Tahun Masehi.
Menurut tafsir yang dibuat oleh
Malaikat, masing-masing dari empat binatang itu mewakili sebuah
kerajaan. Singa yang bersayapkan garuda menunjuk pada kerajaan Kaldea,
yang sangat berkuasa dan cepat seperti seekor garuda menyambar musuhnya.
Beruang itu mewakili "Madai-Paris", atau Kerajaan Medo-Persia, yang
meluaskan daerah taklukannya sejauh Laut Adriatik dan Ethiopia, dengan
demikian menggigit sebuah tulang iga dari tubuh masing-masing dari tiga
benua (Asia-Eropah-Afrika - Pen.) dari separuh dunia bagian Timur.
Binatang ketiga yang memiliki sifat harimau - kecekatan dan keganasan,
merujuk pada laju Aleksander Agung yang penuh dengan kemenangan, yang
sesudah wafatnya kerajaannya yang luas terbagi menjadi empat kerajaan
kecil.
Namun Malaikat yang menafsirkan visi itu
tidak berhenti untuk menerangkan dengan rinci tiga kerajaan tersebut
sebagaimana dia lakukan ketika menafsirkan binatang keempat. Di sini
malaikat itu masuk dengan penekanan terhadap rincian (detail). Di sini
pandangan dalam visi itu diperbesar. Praktis binatang itu adalah satu
monster dan satu setan yang besar. Ini ialah Kekaisaran Romawi yang
kejam. Sepuluh buah tanduk itu ialah sepuluh kaisar Romawi yang menindas
ummat Kristen awal. Bukalah halaman sejarah dari Gereja yang manapun
dalam tiga abad pertama hingga saat apa yang disebut sebagai konversi
Constantine Agung, dan anda akan membaca tiada lain kecuali kengerian
dari "Sepuluh Penindasan" (Ten Perscutions) yang terkenal.
Sejauh ini semua empat binatang itu mewakili "Kekuasaan Hitam" yaitu kerajaan setan, penyembah berhala.
Dalam hubungan ini biarlah saya
membelokkan perhatian anda pada kebenaran yang kemilau yang tercakup
dalam artikel yang sangat penting dalam Kepercayaan Islam: "Kebaikan dan
Kejahatan itu dari Allah". Patut diingat bahwa orang Persia kuno
percaya terhadap "kegandaan tuhan" atau dengan perkataan lain, Prinsip
Kebaikan dan Cahaya, serta prinsip yang lainnya: Prinsip Kejahatan dan
Kegelapan; dan bahwa "mahluk" (being) abadi ini adalah musuh-musuh
abadi. Dapat diamati bahwa di antara empat binatang itu Kerajaan Persia
diwakili oleh seekor beruang yang kurang ganas daripada, dan kurang
sebagai binatang pemakan daging seperti halnya ketiga binatang lainnya;
dan tambahan lagi sejauh beruang itu dapat menjelajah di atas kedua kaki
belakangnya, beruang itu menyerupai manusia - setidak-tidaknya dari
jarak tertentu.
Dalam semua buku-buku teologi dan
keagamaan Kristen yang sudah saya baca, tidak pernah saya bertemu dengan
pernyataan ungkapan satupun yang sama dengan apa yang termuat dalam
Kepercayaan orang Islam: Tuhan ialah pencipta yang sesungguhnya dari
kebaikan dan kejahatan. Artikel dari orang Muslim ini sebaliknya, adalah
sangat menjijikkan bagi agama Kristen dan menjadi sumber kebencian
terhadap agama Islam. Namun secara khusus dan jelas dinyatakan oleh
Tuhan kepada Cyrus, yang Dia sebut "KristusNya". Dia mau agar Cyrus
mengetahui bahwa tidak ada tuhan di samping Dia, dan menyatakan: "Aku
ialah Pembentuk cahaya, dan Pencipta kegelapan, Pembuat perdamaian, dan
Pencipta kejahatan; Aku ialah Tuhan yang melakukan semua ini (Yesaya
xlv. 1 - 7).
Bahwa Tuhan ialah pembuat kejahatan
maupun kebaikan tidaklah sedikitpun bertentangan dengan gagasan kebaikan
Tuhan. Pengingkaran terhadap semua itu adalah bertentangan dengan
KeEsaan yang mutlak dari Yang Maha Kuasa. Apalagi, apa yang kita fahami
sebagi "kejahatan" hanya memiliki akibat terhadap mahluk yang
diciptakan, dan semua itu untuk pengembangan dan perbaikan mahluk-mahluk
itu; tidak sedikitpun semua itu berakibat bagi Tuhan.
Nah marilah kini kita periksa dan
temukan siapa gerangan Tanduk Kecil itu. Sesudah dengan pasti dan final
menetapkan identitas dari sebelas raja, identitas Bar Nasha akan
terselesaikan per se. Tanduk Kecil itu muncul sesudah Sepuluh Penindasan
dalam pemerintahan kaisar-kaisar kerajaan Roma. Kerajaan itu sedang
meliuk-liuk karena rivalitas empat orang, salah satu di antaranya ialah
Constantine. Mereka semua berjuang untuk mendapatkan tahta; ketiga orang
lain mati atau tewas dalam peperangan; dan Constantine tersisa seorang
diri menjadi yang paling berkuasa dalam kerajaan yang luas itu.
Para komentator Kristen terdahulu dengan
susah payah telah gagal mencoba mengidentifikasikan Tanduk Kecil yang
jelek ini dengan mereka yang anti Kristus, dengan Paus di Roma oleh
orang Protestan, dan dengan pendiri Islam (Tuhan melarang!). Tetapi para
pengritik Injil yang kemudian tidak tahu apapun untuk memecahkan
masalah empat binatang yang mereka ingin mengenalinya dengan Kerajaan
Yunani dan Tanduk Kecil dengan Antiochus. Beberapa pengritik di
antaranya, seperti Carpenter menganggap Kerajaan Medo Persia sebagai dua
kerajaan terpisah. Tetapi kerajaan ini tidak lebih dua daripada
Kerajaan Austro Hungaria yang sudah almarhum. Eksplorasi yang dilakukan
oleh pakar dari Misi Ilmu Pengetahuan Perancis M. Morgan di Shushan
(Susa) dan tempat lainnya memastikan hal itu. Karena itu tidak dapat
lain bahwa binatang keempat itu adalah kerajaan Roma kuno.
Untuk menunjukkan bahwa si Tanduk Kecil itu tiada lain ialah Constantine, argumentasi berikut dengan aman dapat diberikan:
- Dia mengatasi Maximian dan kedua rival lainnya dan mengambil tahta serta mengakhiri persekusi terhadap agama Kristen. Buku Gibbon "The Decline and Fall of the Roman Empire" saya pikir adalah sejarah yang terbaik yang dapat memberikan petunjuk kepada kita tentang masa-masa itu. Anda tidak pernah dapat menemukan empat pesaing sesudah Sepuluh Penindasan atas Gereja kecuali Constantine beserta musuh-musuhnya yang tersungkur jatuh di hadapannya seperti tiga tanduk yang jatuh di hadapan si tanduk kecil.
- Semua keempat binatang itu dilukiskan dalam visi itu sebagai binatang yang irasional; tetapi si Tanduk Kecil memiliki mulut dan mata manusia yang dengan kata lain adalah pelukisan atas satu monster yang tersembunyi yang dibekali dengan akal dan kepandaian bicara. Dia memproklamirkan Kristen sebagai agama sejati, memberikan Roma kepada Paus dan menjadikan Byzantium yang disebut Konstantinopel sebagai ibukota kerajaan. Dia berpura-pura memeluk agama Kristen namun tidak pernah dibaptis hingga sesaat sebelum kematiannya. dan bahkan hal inipun masih sebagai masalah yang dipersoalkan. Legenda bahwa konversinya ke agama Kristen adalah sebagai akibat dari visi atas Salib yang ada di langit telah lama diletupkan sebagai sebuah pemalsuan lainnya, sebagaimana juga ceritera tentang Jesus Kristus disisipkan dalam "Antiquities of Josephus".
Kebencian empat binatang itu terhadap
orang yang percaya akan Tuhan adalah brutal dan kejam, namun kebrutalan
dan kekejaman dari Tanduk yang rasional itu adalah diabolik dan sangat
jahat. Kebencian itu telah sangat merusak dan berbahaya bagi agama,
karena hal itu ditujukan langsung untuk membelokkan Kebenaran dan
Keyakinan. Semua serangan terdahulu dari empat kerajaan itu adalah dari
orang-orang penyembah berhala: mereka menghukum mati dan menindas
orang-orang beriman tetapi tidak dapat membelokkan kebenaran dan
keyakinan. Constantine inilah yang masuk ke dalam jubah Jesus dalam
bentuk sebagai orang beriman dan berpakaian domba, namun di dalam
dirinya dia tidak pernah sama sekali sebagai orang beriman sesungguhnya.
Betapa beracun dan berbahayanya kebencian ini dapat disimak dari yang
berikut ini:
- Kaisar Tanduk berbicara tentang "hal-hal besar" atau "kalimat-kalimat besar" (dalam bahasa Kaldea "rorbhan") menentang Yang Maha Tinggi. Mengucapkan kata-kata hujatan terhadap Tuhan, menyekutukanNya dengan mahluk lain, dan menyebutNya dengan nama dan atribut yang tidak masuk akal, seperti "beranak" dan "diperanakkan", "kelahiran" dan "prosesi" (dari orang kedua dan ketiga), " keesaan dalam ketritunggalan" dan "penjelmaan kembali atau inkarnasi" adalah untuk mengingkari Ke EsaanNya.
Semenjak Tuhan mengungkapkan wahyuNya
kepada Nabi Ibrahim di Ur Kaldea hingga diumumkannya Kepercayaan dan
Hukum dari Konsili Nicea serta diberlakukan dengan surat keputusan
kaisar Constantine di tengah teror dan protes dari tiga perempat
orang-orang beriman sesungguhnya dalam tahun 325 M, tidak pernah bahwa
Ke Esaan Tuhan begitu secara resmi dan terbuka dihujat oleh dia yang
berpura-pura menjadi ummatNya seperti Constantine dan kelompoknya yang
terdiri dari orang-orang kafir eklesiastikal. Dalam artikel pertama dari
serial ini saya telah menunjukkan kesalahan Gereja tentang Tuhan dan
AtributNya. Saya tidak perlu lagi untuk masuk ke dalam masalah yang
tidak enak ini, karena hal itu sangat menyakitkan diri dan menyedihkan
saya bila saya melihat Nabi Suci dan Ruh Suci itu yang keduanya adalah
mahluk yang mulia Tuhan, dipersekutukan dengan Dia Tuhan oleh mereka
yang seharusnya mengetahuinya lebih baik..
Kalau Brahma dan Osiris atau kalau
Jupiter dan Vesta dipersekutukan dengan Tuhan, kita akan sekedar
menganggapnya sebagai kepercayaan orang-orang penyembah berhala; namun
bila kita melihat Jesus yang Nabi dari Nazareth itu dan satu dari antara
jutaan ruh suci yang mengabdikan dirinya pada Yang Maha Abadi diangkat
sebagai mahluk yang sama derajatnya dengan ketinggian Tuhan, kita tidak
dapat menemukan sebuah nama bagi mereka yang begitu saja mempercayainya
selain daripada apa yang ummat Islam telah selalu wajib menggunakannya,
yaitu – sebutan "Gawun".
Kini sejak si Tanduk tersembunyi yang
mengucapkan kalimat besar, mengucapkan hujatan terhadap Tuhan, adalah
seorang raja seperti diungkapkan oleh malaikat kepada nabi Daniel, dan
karena raja itu adalah kaisar yang ke sebelas yang memerintah Roma dan
menghukum mati orang-orang Tuhan, dia tidak bisa lain kecuali
Constantine, karena surat keputusan dialah yang telah meproklamirkan
kepercayaan terhadap trinitas dalam ketuhanan, suatu kepercayaan yang
Perjanjian Lama sebagai dokumen yang hidup akan mencercanya sebagai
penghujatan, yang baik ummat Yahudi maupun Islam membencinya. Kalau
Tanduk itu lain daripada Constantine, lalu timbul pertanyaan "siapkah
dia itu?". Dia sudah datang dan pergi, dan bukan seorang yang
berpura-pura menjadi orang lain atau seorang yang anti Kristus yang baru
di kemudian hari muncul, yang mungkin kita tak akan bisa mengetahui dan
mengenalinya. Kalau kita tidak mengakui bahwa si Tanduk yang
dimasalahkan itu sudah datang, lalu bagaimana kita harus menafsirkan
empat binatang itu, yang jelas binatang yang pertama ialah Kerajaan
Kaldea, yang kedua ialah Medo Persia, dsb.? Jika binatang keempat tidak
mewakili Kerajaan Romawi, bagaimana kita bisa menafsirkan binatang
ketiga dengan empat kepalanya, sebagai Kerajaan Aleksander yang pecah
menjadi dua setelah kematiannya? Adakah kekuasaan lain yang menggantikan
Kerajaan Yunani sebelum Kerajaan Romawi dengan sepuluh kaisarnya yang
menindas orang-orang beriman pada Tuhan? Alasan yang tidak masuk akal
dan ilusi tidaklah berfaedah. "Tanduk Kecil" itu pastilah Constantine,
bahkan bila kita mengingkari ramalan nabi Daniel sekalipun. Tidak
menjadi masalah apakah seorang nabi, pendeta-pendeta atau seorang
penyihir yang telah menulis tujuh bab dalam Kitab Daniel. Satu hal sudah
pasti bahwa ramalan dan pelukisan dari peristiwa-peristiwa dua puluh
empat abad yang lalu ditemukan sebagai tepat, benar, dan telah terpenuhi
oleh kehadiran Constantine Agung, yang Gereja Roma telah selalu secara
bijaksana berdiam diri untuk "mensucikan" dia (menjadikan dia seorang
santo) sebagaimana telah dilakukan oleh Gereja Yunani.
- Bukan saja si Tanduk Kecil yang tumbuh menjadi suatu "visi kejam" yang lebih daripada yang lainnya itu menghujat Yang Maha Tinggi, tetapi juga menyatakan perang menentang "orang-orang suci Yang Maha Tinggi, dan menundukkan mereka" (ayat 25). Dalam pandangan Nabi Ibrani orang yang mempercayai satu Tuhan adalah orang-orang terpisah dan suci. Sekarang jelas dan benar tanpa dipermasalahkan lagi bahwa Constantine menindas orang-orang Kristen yang seperti halnya orang Yahudi, percaya akan Ke Esaan Tuhan yang mutlak dan dengan berani menyatakan bahwa trinitas adalah konsep Ketuhanan yang palsu dan salah. Lebih dari seribu eklesiastika diundang ke Konsili Umum di Nicea (Izmid masa kini yang modern) di mana hanya tiga ratus delapan belas orang menyetujui keputusan Konsili, dan orang-orang ini juga yang membentuk tiga faksi yang bertolak belakang dengan ungkapan-ungkapan mereka yang bermakna lebih dari satu (ambiguous) dan tidak suci "homousion" atau "homoousion", "consubstantial" dan istilah-istilah lain yang sama sekali asing bagi Nabi Israel, tetapi hanya berarti bagi "Tanduk Yang Berbicara".
Orang-orang Kristen yang mengalami
penindasan dan menjadi martir di bawah pemerintahan kaisar Roma yang
penyembah berhala karena mereka mempercayai Satu Tuhan dan pemujaNya
Nabi Jesus, kini mendapatkan nasibnya di tangan surat keputusan
kekaisaran Constantine "Yang Orang Kristen" disiksa lebih parah karena
mereka menolak untuk memuja Nabi Jesus sebagai "padanan adanya dan
zamannya" ("consubstantial dan coeval") dengan Tuhannya dan Penciptanya!
Para Tetua dan Pendeta-Pendeta dari sekte Arian yaitu Qashishi dan
Mshamshani sebagaimana mereka disebut oleh orang-orang Yahudi dan
Kristen awal, diusir dan dibasmi, buku-buku keagamaan mereka
dihancurkan, dan gereja-gereja mereka disita dan diserah terimakan
kepada kaum uskup-uskup dan pendeta-pendeta trinitarian. Karya-karya
sejaraha yang mana saja tentang Gereja Kristen pada masa awal akan
memberikan kepada kita informasi yang cukup tentang jasa yang telah
diberikan oleh Constantine pada perjalanan Kepercayaan Trinitas, dan
tentang penindasan mereka yang menentangnya. Legiun-legiun yang kejam di
setiap provinsi diserahkan di bawah kekuasaan para penguasa
eklesiastikal. Constantine telah mempersonifikasikan sebuah pemerintahan
dengan teror dan perang yang kejam terhadap kaum Unitarian yang di bumi
belahan Timur berlangsung selama tiga setengah abad, (dan berhenti
–Pen.) ketika orang-orang Islam membangkitkan agama Allah dan
melanjutkan kekuasaan dan dominasi atas tanah-tanah yang dijarah dan
dihancurkan oleh empat binatang tersebut.
- Si "Tanduk Yang berbicara" dituduh telah berkontemplasi untuk merubah "hukum dan waktu". Ini adalah tuduhan yang sangat serius terhadap si Tanduk. Hujatannya atau "bicara besarnya menentang Yang Maha Tinggi" bisa jadi mempengaruhi atau tidak mempengaruhi orang lain. tetapi untuk mengubah Hukum Tuhan dan menetapkan hari libur atau festival dengan sendirinya akan merupakan subversi terhadap agama itu sendiri. Dua perintah pertama dari sepuluh perintah Nabi Musa mengenai Ke Esaan Tuhan yang Mutlak "Kamu tidak boleh mempunyai tuhan-tuhan di samping Aku" – dan larangan keras untuk membuat gambar atau patung untuk pemujaan dengan langsung telah dilanggar dan dihapuskan dengan keputusan Constantine itu. Untuk memproklamirkan tiga pribadi dalam Ketuhanan dan untuk mengakui bahwa Yang Maha Kuasa dan Abadi dikandung dan dilahirkan oleh Perawan Maryam adalah penghinaan terbesar terhadap Hukum Tuhan dan penyembahan berhala yang terbesar. Untuk membuat gambar dari emas atau kayu untuk pemujaan sudah cukup untuk dapat dicela, tetapi membuat sesuatu yang bisa mati menjadi suatu obyek yang dipuja, menyatakannya sebagai Tuhan, dan bahkan memuja roti dan anggur Eucharist sebagai "tubuh dan darah Tuhan" adalah suatu hujatan yang tidak agamawi.
Kemudian bagi setiap orang Yahudi yang
lurus dan bagi seorang Nabi seperti Daniel, yang sejak masa mudanya
telah menjadi seorang pemerhati Hukum Musa, apa yang dapat lebih
menjijikkan selain daripada substitusi dari paskah (Easter) untuk Domba
Paskal dari ritual besar Passover dan pengorbanan "Domba Tuhan" di atas
salib (upon the cross), dan di atas ribuan altar setiap harinya?
Penghapusan hari Sabbath adalah pelanggaran langsung atas perintah
keempat dari Decalogue (ten Commandmends) dan pelembagaan hari Minggu
sebagai gantinya adalah optional karena hal itu juga bertentangan.
Benar, Al Qur’an telah menghapuskan hari Sabbath bukan karena hari
Jum’at itu hari lebih suci, tetapi semata-mata karena orang-orang Yahudi
itu telah menyalah gunakan hari itu dengan menyatakan bahwa Tuhan
sesudah enam hari bekerja, beristirahat pada hari ke tujuh, seolah-olah
Dia adalah manusia dan lelah. Nabi Muhammad saw pastilah sudah
membinasakan hari atau obyek manapun, betapapun suci atau keramatnya,
bila itu dijadikan sebagai obyek penyembahan yang dimaksudkan untuk
menimbulkan hantaman atau luka terhadap Keagungan dan Kemuliaan Tuhan.
Namun penghapusan hari Sabbath dengan putusan Constantine adalah
pelembagaan hari Minggu pada hari yang dikatakan sebagai hari di mana
Jesus bangkit dari kuburnya. Jesus sendiri adalah orang yang sangat
memperhatikan hari Sabbath, dan menyangkal para pemimpin Yahudi atas
keberatan mereka terhadap perbuatan Jesus beramal pada hari itu.
- Tanduk itu diizinkan untuk memaklumkan perang terhadap para santo dari Yang Maha Tinggi untuk jangka waktu selama tiga setengah abad; hal itu hanya "melemahkan" mereka, menjadikan mereka "kehabisan tenaga" – tetapi tidak dapat melenyapkan dan mencabut seluruh akarnya keluar. Kaum Arian yang hanya percaya pada Ke Esaan Tuhan, kadang-kadang mempertahankan dengan kuat dirinya dan memperjuangkan alasan kepercayaan mereka, umpamanya di bawah pemerintahan Constantius (anak Constantine), atau Julian dan yang lainnya yang lebih toleran.
Butir berikutnya yang penting dalam visi
yang indah ini ialah untuk mengenali "Bar Nasha", atau "Anak Manusia"
yang menghancurkan si Tanduk; dan kita akan melaksanakannya dalam
artikel berikut.
Bab 6
NABI MUHAMMAD Shallallahu 'Alaihi wa Sallam ADALAH "ANAK MANUSIA"
Dalam thesis yang lalu kita telah
meneliti dan memberi komentar atas visi indah Nabi Daniel (Daniel vii.).
Kita melihat bagaimana empat binatang yang mewakili empat kerajaan
silih berganti adalah Kekuatan Kegelapan dan bagaimana mereka menindas
ummat Yahudi dan Gereja Jesus awal, yang terdiri dari orang-orang
beriman sebenarnya pada Satu Tuhan. Kita juga membuat catatan bahwa
Kekuatan-Kekuatan itu adalah penyembah berhala dan digambarkan secara
alegoris sebagai orang-orang yang tidak berperi kemanusiaan dan kejam.
Selanjutnya kita melihat bahwa Tanduk kesebelas yang mempunyai mulut dan
mata, yang menghujat Yang Maha Tinggi telah memerangi dan menaklukkan
para santo Tuhan serta telah merubah waktu dan Hukum Tuhan, tidak dapat
lain kecuali kaisar Constantine yang dalam tahun 325 M mengumumkan
keputusan kekaisarannya yang memproklamirkan kepercayaan dan keputusan
Konsili Umum Nicea.
Dalam artikel ini marilah kita dengan
sabar mengikuti penelitian kita tentang Bar Nasha yang mulia, atau "Anak
Manusia" yang dihadirkan di atas awan kepada Tuhan, yang diberi
kehormatan dan kerajaan Sultaneh untuk selama-lamanya (Sholtana dalam
teks aslinya, yaitu "dominion" atau "empire"), dan yang mendapat
wewenang untuk menghancurkan dan meniadakan si Tanduk yang kejam.
Marilah kita sekarang melanjutkan tulisan ini untuk menentukan identitas "Bar Nasha" ini.
Sebelum mencari tahu siapa Anak Manusia ini , adalah penting bahwa kita mempertimbangkan hal-hal dan pengamatan berikut ini:
- Ketika Nabi Yahudi itu membuat ramalan bahwa "semua bangsa dan orang di bumi akan mengabdi kepadanya (Bar Nasha) atau "orang-orang Suci (Santo) dari Yang Maha Tinggi", kita harus mengerti bahwa yang dimaksud beliau itu ialah bangsa-bangsa yang disebut dalam Genesis xv. 8 – 21, dan bukan bangsa Inggris, bangsa Perancis, atau bangsa Cina.
- Dengan ungkapan "orang-orang Suci dari Yang Maha Tinggi" difahami bahwa yang dimaksud ialah pertama orang-orang Yahudi dan kemudian orang-orang Kristen yang mengakui Ke Esaan Tuhan yang mutlak, berjuang dan menderita karenanya untuk keyakinan itu hingga munculnya Bar Nasha dan pembinasaan si Tanduk.
- Setelah pembinasaan si Tanduk, orang-orang dan bangsa yang akan harus mengabdi pada para Santo Tuhan ialah orang-orang Kaldea, Medo Persia, Yunani dan Roma – empat bangsa yang diwakili oleh empat binatang yang telah menjarah dan menyerbu Tanah Suci. Dari laut Adriatik hingga tembok Cina semua bangsa yang beraneka ragam itu atau telah menerima Islam sebagai agamanya, atau tetap sebagai kafir yang mengabdi pada orang-orang Islam, yang adalah orang-orang beriman sejati pada Ke Esaan Tuhan.
- Baik sekali untuk menyadari kenyataan yang berarti bahwa Tuhan seringkali mengizinkan musuh-musuh agama sejatiNya menaklukkan dan menindas ummatNya karena dua tujuan. Pertama, karena Dia ingin menghukum ummatNya yang malas, jahil dan berdosa. Kedua, karena Dia ingin membuktikan iman, kesabaran dan hal tidak mungkin hancurnya Hukum dan AgamaNya, dan dengan begitu membiarkan si kafir tetap dalam kekafirannya dan kejahatannya hingga gelas mereka penuh. Pada saatnya Tuhan Sendiri campur tangan atas nama orang beriman apabila eksistensi mereka ada di akhir garis tepi ujung kayu balok. Adalah waktu yang mengerikan dan kritis bagi ummat Islam ketika Kekuatan Sekutu ada di Konstantinopel selama tahun-tahun perdamaian. Persiapan besar telah dibuat oleh orang Yunani dan teman-teman mereka untuk mengambil kembali Mesjid Agung Aya Sophia; Patriarch Yunani dari Konstantinopel pergi ke London dengan membawa satu set perlengkapan patriarchal yang dihiasi dengan batu berharga dan mutiara untuk Archbishop dari Canterbury yang membantu dengan gigih restorasi Konstantinopel dan bangunan agung St Sophia kembali kepada orang Yunani. Pada malam peringatan mi’raj Nabi Muhammad saw, bangunan yang keramat itu dipenuhi dengan banyak sekali orang beriman yang berdo’a hingga fajar memohon dengan tulus kepada Allah Yang Maha Kuasa agar tidak menyerahkan Turki, khususnya Rumah Suci, kepada mereka yang "akan mengisinya dengan patung dan gambar yang jelek seperti sebelumnya!" Sehubungan dengan jubah patriarch itu, saya telah menulis sebuah artikel dalam surat kabar Turki "Aqsham" menunjukkan adanya perpecahan di antara Gereja Yunani Ortodoks dan Gereja Protestan Anglikan. Saya tunjukkan bahwa jubah itu bukan dimaksudkan sebagai pallium dari penobatan dan pengakuan dari orde Anglikan, dan bahwa reuni antara kedua Gereja tidak pernah dapat terjadi kecuali jika salah satu dari pihak-pihak itu harus meninggalkan dan menarik artikel keyakinan tertentu sebagai penyimpangan dan kesalahan. Saya juga menunjukkan bahwa jubah itu ialah penyuapan diplomatik atas nama Yunani dan Gerejanya. Surat itu berakhir dengan kalimat ini: "Semua tergantung pada keanggunan dan keajaiban yang diharapkan terjadi dengan bakhskish berupa jubah kependetaan ini !"Hasilnya telah cukup dikenal untuk diulangi di sini. Cukuplah untuk mengatakan bahwa Patriarch itu mati di Inggris, dan Yang Maha Kuasa yang mengutus Bar Nasha untuk menghancurkan si Tanduk dan mengejar keluar legiun Romawi dari Timur, telah mengangkat Mustapha Kamal yang menyelamatkan negerinya dan mengembalikan kehormatan Islam!
- Patut dicatat bahwa bangsa Yahudi adalah bangsa yang dipilih Tuhan hingga bangkitnya Jesus Kristus. Dalam pandangan orang Islam, baik Yahudi maupun ummat Kristen tidak mempunyai hak untuk mengklaim dirinya dengan gelar "Orang-orang Suci dari Yang Maha Tinggi" (The People of the Saints of the Most High), karena bangsa Yahudi serta merta telah menolak Jesus, sedang orang Kristen telah menghina Jesus dengan menuhankannya. Tambahan pula keduanya sama-sama tidak berharga untuk gelar itu karena penolakan mereka untuk mengakui Nabi Terakhir yang telah menyempurnakan daftar para Nabi. Kita sekarang akan melanjutkan untuk membuktikan bahwa Bar Nasha – Anak Manusia – yang dihadirkan kepada "Zaman Dulu" dan dilengkapi dengan kekuatan untuk membunuh monster, tidak lain adalah Nabi Muhammad saw, yang namanya secara harafiah berarti "Yang terpuji dan terkenal". Orang atau pribadi lain yang manapun yang mungkin anda coba untuk menempatkannya untuk mengambil hak dari Utusan Allah yang mulia dari kemuliaan dan keagungan yang unik yang diberikan kepadanya di Istana Suci,maka anda hanya akan menjadikan diri anda bahan tertawaan; dan ini untuk sebab-sebab berikut:
- Kita tahu bahwa baik Judaisme (agama Yahudi) maupun agama Kristen keduanya tidak memiliki nama tertentu untuk kepercayaan dan sistimnya. Dengan kata lain, baik bangsa Yahudi maupun ummat Kristen tidak mempunyai nama khusus untuk doktrin dan bentuk kepercayaannya serta pemujaannya. "Judaism: dan "Christianity" tidak berasal dari Kitab Suci dan tidak pula disahkan oleh baik Tuhan ataupun pendiri agama-agama itu. Sebenarnya, suatu agama bila benar, tidak bisa dinamakan dengan nama pendiri keduanya, karena pencipta dan pendiri sebenarnya dari suatu agama adalah Tuhan, dan bukan seorang Nabi. Nah, kata benda yang pantas untuk hukum, doktrin, bentuk dan cara-cara pemujaan sebagaimana diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw disebut "Islam" yang berarti "berdamai" dengan Dia dan di antara manusia. Muhammedanism bukan kata sebutan yang pantas untuk Islam. Karena Nabi Muhammad saw sendiri seperti halnya Nabi Ibrahim dan semua Nabi lainnya adalah seorang Muslim, dan bukan Muhammadan! Judaism berarti agama orang Judah, namun apakah Judah itu sendiri? Pasti bukan Judaist! Dan sama halnya bagi Kristus, apakah beliau seorang Kristen atau seorang Jesuit? Pasti kedua-duanya bukan! Kalau begitu apa lalu nama kedua agama yang nyata (distinct) ini? Tidak bernama sama sekali!
Lalu kita punya kata dalam bahasa Latin
yang biadab "religion" yang berarti "ketakutan terhadap dewa-dewa". Kini
itu dipakai untuk menyatakan "semua bentuk kepercayaan dan pemujaan".
Lalu apa kata ekivalen dari "religion" dalam Injil? Ungkapan apa yang
dipakai Nabi Musa atau Jesus untuk menyampaikan arti dari agama? Tentu
saja Injil dan penulisnya sama sekali tidak mempergunakan kata itu.
Nah, istilah Kitab Suci yang dipakai
dalam visi Nabi Daniel adalah sama dengan yang berulang kali
dipergunakan oleh Al Qur’an bagi Islam, yaitu ad-Din yang berarti
"pembalasan pada Hari Kiyamat" atau "recompense of the Day of
Judgement". Dan mimbar itu ialah "Dayyana" atau "Hakim". Marilah kita
baca deskripsi dari Pengadilan Langit ini: "mimbar-mimbar itu diatur,
buku-buku dibuka, dan "Dina" – pembalasan pada Hari Kiyamat –
ditetapkan." Dengan buku-buku dimaksudkan "Lauful Mahfuz" di mana
keputusan-keputusan Tuhan dituliskan dari mana Al Qur’an diturunkan oleh
malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw; dan juga buku pertanggungan
jawab perbuatan setiap orang. Sesuai dengan keputusan dan hukum Tuhan
yang tercantum dalam "Lauful Mahfuz" itulah, dan kejahatan si Tanduk ,
bahwa "Dayyana" yang agung – Hakim itu menghukum mati si Tanduk dan
mengangkat Nabi Muhammad saw menjadi "Adon" Yaitu "komandan" atau "tuan"
untuk menghancurkan monster itu. Semua ucapan Daniel ini adalah amat
sangat bernuansa Al Qur’an. Agama Islam itu disebut "Dinu ‘l -Islam".
Sesuai dengan keputusan dan hukum "Dina" ini bahwa Bar Nasha
menghancurkan agama Setan dan letnannya si Tanduk. Bagaimana lalu bisa
sama sekali mungkin bahwa orang yang manapun selain Nabi Muhammad saw
dapat dimaksudkan sebagai "Anak Manusia" dalam kehadiran Yang Maha
Tinggi? Sungguh, Islam adalah sebuah "judgement of peace" atau
"penilaian perdamaian" karena Islam memiliki Kitab Hukum yang otentik
dengan mana keadilan dilaksanakan dan ketidak adilan dihukum, kebenaran
dipuji dan kepalsuan dicerca; dan di atas semua, Ke Esaan Tuhan, pahala
abadi bagi amal baik, dan hukuman abadi bagi perbuatan jahat dengan
jelas disebutkan dan didefinisikan. Dalam bahasa Inggris seorang
magistrate disebut "Justice of Peace"; dengan kata lain "judge of peace"
. Nah, itu adalah peniruan dari Hakim Muslim, yang menyelesaikan suatu
persengketaan, memutuskan suatu perkara, dengan menghukum yang salah dan
memberi pahala kepada yang tidak bersalah, jadi mengembalikan
perdamaian. Inilah Islam dan hukum Al Qur’an. Itu sama sekali bukan
agama Kristen atau Injil, karena Injil ini secara mutlak melarang
seorang Kristen untuk naik banding kepada seorang hakim, betapapun dia
tidak bersalah dan tertindas (Matius v. 25, 26, 38 – 48).
- Anak Manusia atau Bar Nasha pastilah Nabi Muhammad saw. Karena beliau datang sesudah Constantine dan bukan sebelumnya seperti halnya Jesus atau Nabi lainnya. Pemerintahan Trinitarian di Timur yang diwakili oleh si Tanduk yang kita kenali dengan benar sebagai Kaisar Constantine, diizinkan untuk memerangi kaum Unitarian dan menundukkan mereka selama kurun waktu yang digambarkan dalam bahasa ramalan yang figuratif yaitu "waktu, waktu-waktu dan setengah waktu" ungkapan mana berarti tiga setengah abad, yang pada akhir kurun itu semua kekuatan penyembah berhala di satu pihak dan dominasi dan tirani kaum Trinitarian di pihak lain dilenyapkan dan disapu bersih seluruhnya. Tiada yang lebih tidak masuk akal selain daripada claim bahwa Judah orang Maccabae (Maqbhaya) adalah Bar Nasha yang di awan, dan si Tanduk ialah Antiochus. Dikatakan orang (bila ingatan saya benar) bahwa Antiochus sesudah penodaan Kuil di Jeruzalem, hanya hidup selama tiga setengah tahun atau tiga setengah hari, dan pada akhir waktu itu dia menghilang. Pertama, kita mengetahui bahwa Antiochus adalah yang menggantikan Aleksander Agung dan Raja Syria, dengan sendirinya adalah salah satu daripada empat kepala dari harimau yang bersayap dan bukan Tanduk yang kesebelas dari empat binatang seperti disebutkan dalam visi. Dalam pasal delapan Kitab Daniel, biri-biri jantan dan kambing jantan ditafsirkan oleh Santo sebagai mewakili Kerajaan Persia dan Kerajaan Yunani. Dengan jelasi diterangkan bahwa kerajaan Yunani dengan segera menggantikan kerajaan Persia, dan bahwa kerajaan itu terbagi jadi empat kerajaan kecil seperti disebutkan dalam visi pertama. Kedua, si Tanduk yang bisa bicara menunjukkan bahwa orang yang menghujat dan merubah Hukum dan hari-hari suci pasti bukan seorang penyembah berhala, tetapi seseorang yang mengenal Tuhan dan menyekutukanNya dengan sengaja dengan dua pribadi lainnya yang sama dia kenali dengan baik, dan menyelewengkan iman. Antiochus tidaklah menyelewengkan iman orang-orang Yahudi dengan melembagakan trinitas atau kegandaan (pluralitas) Tuhan, tidak juga dia mengubah Hukum Musa dan hari-hari festival yang berkaitan. Ketiga, adalah kekanak-kanakan memberikan besaran (magnitude) dan arti penting sedemikian rupa kepada peristiwa-peristiwa setempat dan tidak berarti yang terjadi di antara raja kecil di Syria dan seorang ketua kecil Yahudi, hanya untuk memperbandingkan yang kemudian tersebut itu (ketua Yahudi) dengan seorang laki-laki mulia yang menerima penghormatan jutaan malaikat dalam kehadiran Yang Maha Kuasa. Tambahan lagi, visi ramalan itu mendeskripsikan dan menggambarkan Bar Nasha sebagai Yang terbesar dan termulia di antara seluruh manusia, karena tiada lagi insan lain yang disebutkan dalam Perjanjian Lama yang menjadi obyek kehormatan dan kebesaran sedemikian rupa sebagaimana Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
- Sama saja sia-sia untuk mengklaim Jesus Kristus sebagai mendapatkan kehormatan langit yang diberikan kepada Anak Manusia ini. Ada dua alasan utama untuk tidak memasukkan Jesus dalam kategori yang mendapat kehormatan itu:
- Bila Jesus telah diberi mandat untuk menghancurkan empat binatang, maka seharusnya Jesus telah mengusir legiun Romawi dari Palestina dan menyelamatkan negeri dan penduduknya, dan bukan malah telah membayar pajak kepada Cesar dan menyerahkan dirinya untuk di ditawan atau dilecut oleh gubernur Romawi Pilate.
- Tidak pernah ada di bumi ini seorang Pangeran – Nabi Muhammad saw, yang termasuk dalam dinasti yang telah memerintah selama kurun waktu 2.500 tahun, mutlak merdeka dan tidak pernah tunduk di bawah kekuasaan asing. Dan sudah barang tentu tidak pernah dilihat di bumi ini seorang lain seperti Nabi Muhaamd saw, yang telah memberikan jasa materiil dan moril khususnya kepada bangsanya sendiri, dan pada umumnya kepada dunia seluruhnya. Tidak mungkin membayangkan seorang insan lain yang begitu terhormat dan berharga seperti halnya Nabi Muhammad saw karena kemuliaan dan kehormatan yang sedemikian indah seperti digambarkan dalam visi kenabian (ramalan) tersebut. Biarlah kita memperbandingkan Nabi besar Daniel dengan Bar Nasha yang beliau lihat dengan kekaguman dan ketakjuban. Daniel adalah seorang budak atau seorang yang ditangkap, meskipun dibesarkan hingga mencapai kehormatan sebagai seorang vizier dalam istana Babilon dan Susa. Dalam kehadiran Yang Maha Kuasa, apa kedudukan beliau bila dibandingkan dengan Nabi Muhammad saw, yang pasti dinobatkan sebagai Sultan dari semua Nabi, Pemimpin dari ummat manusia, dan obyek dari penghormatan dan kekaguman para malaikat. Keajaiban kecil bahwa Nabi Daud menyebut Nabi Muhammad saw "Tuanku". (Psalm c. 10).
- Tidaklah mengherankan untuk mendapati bahwa perjalanan malam beliau Nabi Muhammad saw ke Langit diterima dengan kehormatan yang tertinggi oleh Yang Maha Kuasa dan dihadiahi dengan kekuatan untuk menghancurkan penyembahan berhala dan si Tanduk yang menghujat dari negeri-negeri yang telah diberikan oleh Tuhan kepadanya dan ummatnya sebagai suatu warisan abadi.
- Segi lain yang paling mengagumkan dalam visi kenabian ini, menurut pendapat saya yang hina ini, ialah bahwa tampaknya Bar Nasha di awan dan kehadirannya di hadapan Tuhan sesuai dengan dan serentak bersama dengan mi’raj atau perjalanan malam Nabi Muhammad saw; dengan kata lain, bagian kedua dari visi Daniel itu harus dikenali sebagai Mi’raj! Benar adanya beberapa indikasi baik dalam bahasa Daniel maupun dalam Hadith -ucapan dan tindakan Nabi Allah – yang telah menuntun saya kepada keyakinan ini. Al Qur’an menyatakan bahwa selama perjalanan malam itu Tuhan telah mengangkut pemujaNya itu dari Mesjid Suci di Mekkah ke Mesjid Aqsha di Jeruzalem. Dia memberkati sekeliling mesjid itu, yang merupakan reruntuhan saat itu, dan menunjukkan tanda-tandaNya kepadanya (Al Qur’an, Surah xvii).
Diceriterakan oleh Nabi Suci bahwa di
Kuil Jeruzalem beliau melaksanakan tugas dalam kapasitasnya sebagai
imam, dan melaksanakan sholat bersama seluruh Nabi sebagai makmumnya.
Diceriterakan lebih lanjut bahwa itu dari Jeruzalem bahwa beliau dibawa
naik ke Langit ke Tujuh dengan ditemani oleh ruh para Nabi dan para
malaikat hingga beliah di hadapkan pada Yang Maha Abadi. Kesahajaan Nabi
yang melarang beliau untuk mengungkapkan semua apa yang beliau
saksikan, dengar dan terima dari Allah, telah dibuat bagus oleh Daniel
yang membuat gambaran tentang keputusan Penilaian Tuhan (God Judgement).
Ternyata bahwa Ruh yang menafsirkan visi bagi Daniel itu bukan seorang
malaikat, seperti telah saya catat tanpa pikir sebelum ini di bab lain
terdahulu, tetapi Ruh atau Jiwa seorang Nabi, karena beliau memanggil
"Qaddish" (maskulin) dan "Qaddush" (Daniel iv.10; viii. 13), yang
berarti seorang Santo atau seorang Suci – nama yang sangat biasa bagi
Nabi-Nabi dan para Santo. Betapa jiwa suci dari para Nabi dan Martir
yang telah ditindas oleh empat binatang telah merasa bahagia, terlebih
lagi ketika mereka menyaksikan keputusan Yang Maha Kuasa terhadap
pemerintahan Trinitarian Constantine dan Nabi Terakhir diberi kekuasaan
untuk membunuh dan membinasakan si Tanduk yang menghujat! Juga akan
diingat bahwa visi ini dilihat pula selama malam yang sama di mana
terjadi perjalanan malam Anak Manusia nasha dari Mekkah ke Langit!
Dari kesaksian Daniel, kami sebagai
orang Islam harus mengakui bahwa perjalanan malam Nabi Muhammad saw
telah dilakukan secara fisikal – suatu hal yang tidak mustahil bagi Yang
Maha Kuasa.
Harus ada hukum dalam ilmu alam yang
sesuai dengan hukum itu sebuah bendatidak dikendalikan oleh benda
utamanya yang merupakan induknya, atau oleh hukum gravitasi, tetapi oleh
hukum velositas (kecepatan). Sebuah tubuh manusia sebagai mahluk bumi
tidak dapat melepaskan diri daripadanya kecuali jika ada kekuatan
velositas yang superior yang melepaskannya dari kekuatan gravitasi. Lalu
juga harus ada hukum lain dalam ilmu fisika yang menurut hukum itu
sebuah benda yang ringan dapat masuk (penetrasi) ke dalam benda lain
yang tebal, dan benda yang tebal itu bisa masuk ke dalam benda yang
lebih tebal lagi atau lebih keras melalui sarana kekuatan superior, atau
semata-mata melalui kekuatan velositas. Tanpa masuk ke dalam hal-hal
yang rinci dari masalah yang pelik ini, cukup kiranya untuk mengatakan
bahwa sebelum kekuatan velositas, berat suatu benda padat apakah
dipindahkan atau disentuh tidaklah menarik perhatian. Kita mengetahui
tingkat kecepatan cahaya dari matahari atau bintang. Kalau kita
menembakkan sebuah peluru dengan kecepatan, katakanlah, 2.500 meter per
detik, kita tahu peluru itu akan masuk dan merobek sebuah benda pelat
besi yang beberapa inci tebalnya. Dengan cara yang sama, malaikat yang
dapat bergerak dengan kecepatan tidak terbatas yang lebih besar daripada
kecepatan cahaya matahari dan bahkan pikiran dalam jiwa manusia, tentu
saja dapat mengangkut tubuh Nabi Jesus , untuk menyelamatkannya dari
penyaliban, dan Nabi Muhammad saw dalam tantangan yang penuh keajaiban
dari Perjalanan Naik ke Langit ke Tujuh atau Mi’raj dengan kecepatan dan
laju yang mempesonakan, dan menjadikan gaya berat bumi pada titik nol.
Paul juga menyebutkan sebuah visi yang
telah dia lihat empat belas tahun sebelumnya tentang seorang laki-laki
yang dibawa naik ke langit ketiga dan kemudian ke sorga, di mana di
mendengar dan menyaksikan kalimat-kalimat dan obyek-obyek yang tak dapat
digambarkan. Gereja-Gereja dan para komentatornya percaya bahwa orang
laki-laki itu ialah Paul sendiri. Walaupun bahasanya itu begitu rupa
untuk menceriterakan kepada kita gagasan bahwa orang laki-laki itu
adalah dia sendiri, namun karena sebab santun maka dia menjadikan itu
tetap rahasia karena kalau tidak demikian dia akan dianggap seorang yang
sombong! (2 Corinthian xii. 1-4). Meskipun Al Qur’an mengajarkan kepada
kita bahwa rasul-rasul (apostles) Jesus Kristus adalah orang-orang
baik, tulisan mereka tidak dapat dipercaya, karena Gereja-Gereja yang
bertengkar dan berbeda pendapat telah menjadikan tulisan itu
terinterpolasi. Injil Barnabas menyebutkan bahwa Paul sesudah itu jatuh
ke dalam kesalahan dan menyelewengkan banyak orang beriman.
Bahwa Paul tidak mengungkapkan jati diri
pribadi yang dia lihat dalam visinya, dan bahwa kalimat-kalimat yang
dia dengar di sorga "tidak dapat dibicarakan dan tidak ada seorang
manusiapun diizinkan untuk berbicara tentang halitu" menunjukkan bahwa
bukanlah Paul orang yang dibawa naik ke langit itu. Untuk mengatakan
bahwa Paul tidak memuji dirinya sendiri dengan alasan kesahajaan dan
sopan santun, adalah semata-mata perwujudan Paul yang salah. Dia
menyombongkan diri sesudah memarahi St Peter, dan sebutan-sebutan dia
penuh dengan ungkapan tentang dirinya yang agak menguatkan pendapat
bahwa Paul bukan orang yang sederhana dan santun.
Tambahan lagi, kita mengetahui dari
suratnya kepada orang-orang Galatia dan Romawi, betapa dia sebagai orang
Yahudi penuh syak prasangka terhadap Hagar dan Ismail, anaknya. Orang
mulia yang dia lihat dalam visinya tidak bisa lain kecuali orang yang
sama yang dilihat oleh Daniel. Itulah Nabi Muhammad saw yang dia lihat,
dan tidak berani menceriterakan kalimat-kalimat yang diucapkan kepadanya
karena di satu pihak dia takut pada orang-orang Yahudi, dan di pihak
lain karena dia akan telah ada dalam kontrakdiksi dengan dirinya sendiri
yang telah begitu banyak memuliakan dirinya dengan Salib dan yang
disalib. Saya setengah percaya bahwa Paul diizinkan untuk melihat Bar
Nasha yang telah dilihat oleh Daniel kira-kira enam abad sebelumnya,
namun "setan yang terus menerus menghantam kepalanya" (2 Corinthian xii.
7) melarangnya untuk mengungkapkan kebenaran! Inilah pengakuan Paul
bahwa "the Angel of Satan" nama yang dia pakai untuk menyebut setan,
melarangnya untuk mengungkapkan rahasia Nabi Muhammad saw, yang dia
lihat dalam visinya. Jika Paul benar seorang pemuja Tuhan yang tulus,
mengapa dia diserahkan ke tangan "angel of the Devil" alias setan yang
terus menerus menghantam kepalanya? Semakin banyak seseorang memikirkan
ajaran Paul, semakin berkurang keraguannya bahwa Paul adalah prototipe
Constantine Agung!
Sebagai kesimpulan, kiranya dibenarkan
saya di sini melukiskan moral dari visi indah Nabi Daniel ini untuk non
Muslim. Mereka harus dengan sungguh hati menarik pelajaran dari nasib
yang menimpa empat binatang, dan khsusnya si Tanduk, dan untuk
merenungkan bahwa Allah sendiri saja yang adalah Satu Tuhan Sejati;
bahwa orang-orang Islam sendiri saja yang dengan setia mengakui Ke
EsaanNya Yang Mutlak; bahwa Dia Mengetahui akan penindasan yang menimpa
ummat Islam, dan bahwa ummat Islam mengetahui Caliph dari para Nabi -
Nabi Muhammad saw - ada di dekat arasy Yang Maha Tinggi.
Bab 7
RAJA DAUD MENYEBUTNYA : "TUANKU"
Riwayat Raja Daud, pengalamannya dan
tulisan kenabiannya, dijumpai dalam dua buku dalam Perjanjian Lama,
Samuel dan Psalms (Zabur). Beliau adalah anak bungsu dari Yishai
(Jessie) dari suku Yehuda (Judah). Ketika masih sebagai penggembala
muda, beliau telah membunuh seekor beruang dan mencabik seekor singa
menjadi dua. Anak muda pemberani itu menyambitkan batu kecil tepat di
tengah dahi Goliath, pahlawan Filistin yang bersenjata dan menyelamatkan
tentara orang-orang Israel. Hadiah tertinggi bagi hasil yang gemilang
yang menunjukkan keberanian adalah tangan Michal, anak perempuan Raja
Saul. Daud memainkan harpa dan seruling, dan seorang penyanyi yang baik.
Pelariannya dari ayah mertuanya yang iri hati,
petualangan-petualangannya dan pengalamannya yang berkaitan sebagai
bandit sangatlah dikenal dalam Injil. Pada saat kematian Saul, Daud
diundang orang-orangnya untuk meneruskan pemerintahan kerajaan, untuk
mana beliau sudah lama diurapi sebelumnya oleh Nabi Samnuel. Beliau
memerintah selama kira-kira tujuh tahun di Hebron. Beliau merebut
Jeruzalem dari kaum Jebusit dan menjadikannya sebagai ibu kota
kerajaannya. Dua gunung atau bukitnya dinamakan "Moriah" dan "Sion".
Kedua kata itu memiliki kesamaan arti dengan dan merupakan import
sebagai bukit "Marwa" dan "Sapha" di Mekkah, yang arti katanya
masing-masing ialah "tempat visi Tuhan" dan "batu karang" atau "batu".
Peperangan yang dilakukan Daud, kesulitan keluarganya yang sangat
menyedihkan, dosanya terhadap prajuritnya yang setia, Uriah, dan
isterinya, Bathsheba, tidak dibiarkan sebagai priviliege. Beliau
memerintah selama empat puluh tahun; hidupnya ditandai dengan perang dan
kesedihan keluarga. Dalam Injil ada beberapa ceritera yang saling
bertentangan mengenai beliau yang terbukti harus di rujuk ke dua sumber
yang bertentangan.
Kejahatan yang dituduhkan kepada Daud
seperti diklaim dalam Injil berhubungan dengan Uriah dan isterinya (2
Samuel xi.) bahkan tidak disinggung dalam Al Qur’an, malahan Al Qur’an
merujuk kepada karakter saleh yang bagus sekali dan bahwa beliau bukan
satu di antara Utusan-Utusan kelas tinggi. Itu adalah salah satu dari
superioritas Al Qur’an yang Suci bahwa Al Qur’an mengajarkan kepada kita
bahwa semua Nabi dilahirkan tanpa dosa dan wafat tanpa dosa. Tidak
seperti Injil, Al Qur’an tidak melekatkan kepada para Nabi itu kejahatan
dan dosa, umpamanya kejahatan ganda Daud yang tersebut dalam Injil yang
menurut Hukum Musa dapat dihukum mati – yang jangankan Nabi yang
merupakan pemuja Tuhan Yang Maha Kuasa yang terpilih, kepada nama orang
biasa saja tak terpikirkan oleh kita untuk mengkaitkannya.
Ceritera tentang Daud melakukan
perzinaan dan dua malaikat yang telah datang kepadanya untuk
mengingatkannya akan dosanya adalah suatu kepalsuan yang gila – di
manapun hal itu dapat dijumpai. Ceritera itu telah dibantah oleh
pendapat terbaik orang Islam. Razl berkata: "Kebanyakan para terpelajar
menyatakan tuduhan itu palsu dan mencercanya sebagai kebohongan dan
ceritera yang jahat. Kalimat istaghfora dan ghafarna yang terdapat dalam
Al Qur’an ayat 24 surah 38 tidaklah menunjukkan dengan cara apapun
bahwa Daud telah melakukan suatu dosa, karena istighfar sesungguhnya
berarti mencari perlindungan; dan Daud mencari perlindung Yang Maha Suci
ketika beliau melihat musuhnya telah menjadi begitu berani terhadap
beliau; dan dengan ghafarana dimaksudkan perbaikan atau koreksi
masalahnya; karena Daud yang adalah penguasa yang agung, tidak dapat
berhasil menahan musuhnya tetap dalam kendalinya sepenuhnya.
Perjanjian Lama tidak menyebutkan waktu
kapan kemampuan meramal itu diberikan kepada Daud. Kita baca di sini
bahwa sesudah Daud melakukan dua dosa itu, Nabi Nathan dikirimkan oleh
Tuhan untuk memperingatkan Daud. Benar bahwa hingga akhir dari hidupnya
kita dapati beliau selalu mencari bantuan dari para nabi lain. Menurut
ceritera Injil, karena itu tampaknya bahwa kemampuan meramal itu datang
kepadanya sesudah beliau bertobat dengan sebenar-benarnya.
Dalam salah satu artikel saya telah
mencatat bahwa sesudah pecahnya kerajaan itu menjadi dua negara merdeka
yang sering berperang satu dengan lainnya, sepuluh suku bangsa yang
membentuk kerajaan Israel itu selalu bersikap bermusuhan dengan dinasti
Daud dan tidak pernah menerima bagian lain dari Perjanjian Lama kecuali
Taurat atau Hukum Musa seperti termuat dalam Pentateuch. Ini terbukti
dalam lima kitab pertama dari Perjanjian Lama versi Samaritan . Kita
tidak bertemu dengan satu katapun atau satu ramalanpun tentang keturunan
Daud dalam memoir dari nabi besar seperti Eliyah, Elisha dan
lain-lainnya yang berkembang di Samaria selama pemerintahan raja-raja
Israel yang rusak. Hanya sesudah jatuhnya kerajaan Israel dan pemindahan
sepuluh suku bangsa Israel ke Asiria bahwa Nabi dari Judea mulai
meramal kebangkitan beberapa Pangeran dari Rumah Daud yang segera akan
memulihkan seluruh negeri dan bangsa dan menundukkan musuh-musuhnya. Ada
beberapa perkataan yang tidak jelas dan bermakna ganda dalam tulisan
atau memoirs dari nabi-nabi yang kemudian itu yang telah memberikan
kegembiraan yang menggairahkan dan luar biasa kepada Romo-Romo dari
Gereja; namun dalam kenyataannya mereka itu tidak ada sangkut pautnya
dengan Jesus Kristus. Dengan singkat saya akan mengutip dua ramalan.
Yang pertama ialah dalam Yesaya (Pasal vii. ayat 14), di mana Nabi
meramalkan bahwa "Sesungguhnya seorang perempuan muda mengandung dan
akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan kamu akan menamakannya
Emmanuel." Kata a’lmah dalam bahasa Ibrani tidak berari "perawan"
seperti biasa diterjemahkan oleh teolog Kristen dan karena itu
diterapkan pada Perawan Maryam, tetapi kata itu berarti "marriageable
woman, maiden, damsel" atau wanita muda yang sudah mencapai umur pantas
menikah. Perawan dalam bahasa Ibrani ialah "bthulah". Lalu nama anak itu
Emmanuel, yang berarti "God-is-with-us" atau "Tuhan bersama kita". Ada
ratusan nama dalam bahasa Ibrani yang terdiri dari "el" dan kata benda
lain yang membentuk suku kata atau yang pertama atau yang terakhir dari
nama benda majemuk itu. Tidak Yesaya, tidak Raja Ahaz, tidak pula
seorang Yahudi yang manapun yang pernah berfikir bahwa anak yang baru
lahir itu menjadi dirinya sendiri "Tuhan bersama kita". Mereka tidak
pernah berfikir apapun lainnya kecuali bahwa namanya akan menjadi
sebegitu rupa. Namun teks itu mengatakan bahwa adalah Ahaz (yang
tampaknya sudah mengenal perempuan muda dengan anak itu) yang telah
memberi nama pada anak laki-laki itu. Ahaz ada dalam bahaya, musuhnya
mendesak maju ke Jeruzalem, dan janji ini dibuat baginya dengan
menunjukkan kepadanya sebuah tanda , yaitu seorang wanita muda yang
mengandung, dan bukan Perawan Maryam, yang akan datang ke dunia lebih
dari tujuh ratus tahun kemudian! Ramalan sederhana tentang anak ini yang
akan dilahirkan selama pemerintahan Ahaz telah sama di salah artikan
oleh penulis Injil Matius (Matius i. 23). Nama "Jesus" itu diberikan
oleh malaikat Jibril (Matius i. 21), dan beliau tidak pernah disebut
"Emmanuel". Tidakkah ini suatu skandal mengambil nama ini sebagai
argumen dan bukti tentang doktrin Kristen "inkarnasi"?
Intepretasi lain yang aneh mengenai
ramalan kenabian ialah dari Zakaria (ix. 9), yang salah dikutip dan
disalah artikan seluruhnya oleh penulis Injil yang pertama ( xxi. 5).
Nabi Zakaria berkata: " Banyaklah bergembira, wahai puteri Sion;
berteriaklah, wahai puteri Jeruzalem: perhatikanlah, Rajamu datang
kepadamu; lurus dan dengan penyelamatan, lemah lembut dan mengendarai
seekor keledai; dan di atas anak keledai jantan anak keledai betina
itu."
Dalam kalimat puitis ini penyair itu
hanya menginginkan untuk melukiskan keledai jantan di atas mana Raja itu
duduk - dengan mengatakan bahwa itu ialah keledai muda, dan itu anak
keledai jantan juga, digambarkan sebagai anak keledai betina. Itu hanya
seekor anak keledai jantan atau keledai muda. Kini Matius mengutipnya
dengan cara berikut:
"Katakan kepada puteri Sion,
Lihat, Rajamu datang kepadamu,
Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai
Seekor keledai beban yang muda"
Apakah orang yang menulis ayat di atas
itu percaya atau tidak percaya bahwa Jesus ketika berhasil memasuki kota
Jeruzalem dengan gemilang dengan mengendarai atau duduk pada saat yang
bersamaan baik di atas keledai induk maupun keledai anak, merupakan
keajaiban bukanlah masalahnya.; bagaimanapun benar untuk berkata bahwa
sebagian besar Pendeta-Pendeta Gereja memang mempercayainya begitu; dan
tak pernah terpikir oleh mereka bahwa penampilan semacam itu akan tampak
lebih sebagai lelucon daripada upacara kerajaan yang megah. Namun Lukas
berhati-hati, dan tidak membuat kesalahan seperti kesalahan Matius.
Apakah kedua penulis ini diilhami oleh Ruh yang sama?
Zakaria meramal di Jeruzalem sesudah
kepulangan kembali orang-orang Yahudi dari tangkapan, tentang akan
datangnya seorang raja. Meskipun lemah lembut dan sederhana, menaiki
seekor anak keledai jantan dari seekor keledai betina, masih juga dia
datang dengan penyelamatan dan akan membangun kembali rumah Tuhan.
Zakaria meramalkan hal ini pada saat ketika orang-orang Yahudi sedang
berusaha untuk membangun kembali Kuil dan kota yang sudah runtuh;
orang-orang dari daerah sekliling mereka itu menentang mereka; pekerjaan
membangun itu terhenti sehingga Darius, raja Persia, mengeluarkan
perintah untuk pembangunan kuil itu. Meskipun tidak pernah muncul raja
Yahudi semenjak abad ke 6 sebelum Kristus, bagaimanapun mereka memiliki
pemerintahan yang otonom di bawah kekuasaan asing. Penyelamatan yang
dijanjikan di sini, agar dicatat, adalah fisikal dan segera, dan bukan
penyelamatan yang akan datang lima ratus dua puluh tahun kemudian,
sesudah Jesus dari Nazareth mengendarai dua ekor keledai sekaligus pada
saat yang sama dan memasuki Jeruzalem, yang sudah menjadi kota besar dan
kaya dengan kuil yang indah, hanya untuk ditangkap dan disalib oleh
orang-orang Yahudi sendiri dan oleh orang Romawi tuan mereka,
sebagaimana diceriterakan oleh Injil sekarang ini kepada kita! Hal ini
tidak akan menjadi hiburan sama sekali bagi orang Yahudi miskin yang
dikelilingi oleh musuh dalam kota yang sudah hancur. Dengan sendirinya,
dengan kata "raja" kita bisa mengerti adalah salah satu dari pemimpin
utama mereka – Zerobabel, Ezra atau Nehemiah.
Dua contoh ini dimaksudkan untuk
terutama menunjukkan kepada pembaca Muslim – yang mungkin tidak begitu
mengenal Kitab-Kitab Suci Yahudi – bagaimana ummat Kristen telah
diselewengkan oleh pendeta-pendeta dan rahib-rahib mereka (priests and
monks) dengan memberikan penafsiran dan pengetian yang bodoh terhadap
ramalan-ramalan yang termuat di dalamnya.
Kini aku datang kepada ramalan Daud; -
YahwaH berkata kepada ADON-ku,
Duduklah di sebelah kananku hingga aku menempatkan
Musuh-musuhmu di bawah kakimu"
Ayat Daud ini ditulis dalam Psalm cxi,
dan dikutip oleh Matius (xxii. 44), Markus (xii. 36) dan Lukas (xx. 42).
Kedua nama yang terdapat dalam baris kedua itu diterjemahkan dalam
semua bahasa sebagai:"The Lord said unto my Lord" atau "Tuhan berfirman
kepada Tuhanku". Tentu saja jika Lord yang pertama itu Tuhan, maka Lord
yang kedua juga Tuhan; bagi para pendeta atau pastor agama Kristen tidak
ada hal lain yang lebih menyenangkan dan sesuai sebagai argumen
daripada hal berikut, yaitu pembicara itu Tuhan, dan orang kedua lawan
bicara juga Tuhan; karenanya Daud mengenal dua Tuhan! Tidak ada hal yang
lebih logis daripada alasan ini. Yang mana dari dua Domini itu yang
Tuhannya Daud? Seandainya Daud telah menulis; "Dominus meus dixit Domino
meo," maka Daud telah menjadikan dirinya tidak masuk akal dengan
tulisannya itu, karena beliau akan telah mengakui dirinya sebagai
seorang budak atau pemuja dua Tuhan, bahkan tanpa menyebut nama sebutan
mereka. Pengakuan itu akan berlanjut lebih jauh daripada eksistensi dua
Tuhan itu; hal itu akan berarti bahwaTuhan kedua Daud itu telah
melindungkan diri di bawah Tuhan yang pertama, yang memerintahkannya
untuk duduk di sebelah kanannya hingga Tuhan yang pertama menempatkan
musuhnya di bawah kakinya. Pertimbangan itu telah menyebabkan kita
mengakui bahwa, agar dapat mengerti dengan baik agama anda, maka anda
wajib mengetahui Injil atau Al Qur’an dalam bahasa aslinya dengan mana
kitab itu ditulis, dan tidak tergantung dan menyandarkan diri pada
terjemahan.
Dengan sengaja saya telah menuliskan
kata-kata dalam bahasa Ibrani "YaHWaH dan Adon" untuk menghindarkan
kegandaan arti (ambiguity) dan salah faham dalam logika yang disampaikan
dalam kata-kata itu. Nama yang Suci semacam itu yang ditulis dalam
Kitab Suci agama harus dibiarkan sebagaimana adanya, kecuali jika anda
dapat menemukan kata padanan yang tepat untuk dua kata itu dalam bahasa
ke dalam mana anda ingin menterjemahkannya. Tetagram Yhwh biasanya
diucapkan Yehovah (Jehovah), namun kini pada umumnya diucapkan Yahwah.
Itu adalah nama sebutan Tuhan Yang Maha Kuasa, dan nama itu dianggap
begitu suci oleh orang Yahudi bahwa ketika membaca Kitab Suci mereka,
mereka tidak pernah mengucapkannya, dan sebagai gantinya mereka baca
"Adon". Nama lain, ‘Elohim" selalu diucapkan, tetapi Yahwah tidak
pernah. Mengapa orang Yahudi membedakan dua nama dari Tuhan yang sama
adalah suatu persoalan tersendiri, sekaligus di luar ruang lingkup
subyek kita ini. Namun mungkin, sambil lewat, disebut bahwa Yahwah tidak
seperti Elohim, tidak pernah dipergunakan dengan akhiran pronominal,
dan tampaknya menjadi sebuah nama istimewa dalam bahasa Ibrani untuk
Ketuhanan sebagai Tuhan nasional untuk orang Israel.
Sebenarnya "Elohim" ialah nama yang
tertua yang dikenal oleh semua orang Semit; dan agar memberikan sebuah
karakter khusus dalam konsep tentang Tuhan yang sejati, tetagram ini
seringkali bersama dengan Elohim dipakai terhadap Tuhan. Bahasa Arab
"Rabb Allah" artinya sama dengan Yahwah Elohim.
Kata yang lain itu , yaitu "Adon"
berarti "Commander, Lord, Master" atau sama dalam bahasa Arab dan Turki
"Amir, Sayyid dan Agha. Adon adalah lawan kata dari "prajurit, budak,
dan hak milik". Dengan demikian maka bagian pertama atau baris kedua itu
harus diterjemahkan sebagai: "God said to my Lord" atau "Tuhan
berfirman kepada Tuanku". Dalam kapasitasnya sebagai raja, Daud adalah
Sayyid dan Amir bagi setiap orang Israel dan Tuan dan Kerajaan itu.
Kalau begitu Daud itu "pelayan" siapa? Sebagai orang yang berdaulat
penuh, Daud tidak mungkin dalam kenyataannya sebagai seorang budak atau
pemuja manusia lainnya siapapun. Begitupun tidak terbayangkan bahwa Daud
akan menyebutkan "Tuanku" terhadap Nabi atau orang suci yang sudah
meninggal yang manapun, seperti Ibrahim dan Yakub, yang kata panggilan
yang biasa bagi mereka ialah "Bapak". Hal sama dapat dipikirkan bahwa
Daud tidak akan mempergunakan sebutan "Tuanku" terhadap siapapun anak
keturunannya, yang biasan disebut "anak". Maka di samping Tuhan, tiada
lagi manusia lain yang tersisa yang mungkin jadi Tuan dari Daud kecuali
manusia yang paling mulia dan paling tinggi di antara seluruh manusia.
Sangat cerdas untuk berpikir bahwa dalam pandangan dan pilihan Tuhan
pasti ada orang yang paling mulia, paling terpuji, dan paling disenangi
oleh seluruh manusia. Pastilah para mereka yang bisa melihat ke depan
(clair voyant) dan para Nabi mengetahui pribadi yang suci ini, dan
seperti Daud memanggilnya "Tuanku".
Tentu saja para Rabbi Yahudi dan
komentator Perjanjian Lama mengerti akan ungkapan Al Masih yang akan
turun dari Daud sendiri, dan dengan begitu menjawab pertanyaan yang
diberikan oleh Jesus Kristus kepada mereka seperti dikutip dari Matius
(xxii. ) dan Sinoptik lainnya. Jesus dengan datar membantah orang-orang
Yahudi ketika beliau menanyakan pertanyaan kedua: "Bagaimana mungkin
Daud memanggilnya "Tuanku" kalau dia itu anaknya?" Persoalan tentang
Master atau Agha ini menyebabkan para pendengarnya terdiam, karena
mereka tidak dapat menemukan jawaban pertanyaan itu. Para penginjil
(evangelist) dengan cepat memotong subyek pembicaraan yang penting ini.
Berhenti di situ tanpa penjelasan lebih lanjut tidaklah berguna baik
bagi Agha atau para reporternya. Karena, dengan mengesampingkan masalah
god-head-nya Jesus, dan karakter kenabiannya, Jesus sebagai guru harus
memecahkan masalah yang diajukan olehnya sendiri ketika beliau melihat
bahwa para pengikutnya dan para pendengarnya tidak dapat mengetahui
siapa gerangan "Tuan" itu.
Dengan ungkapan beliau bahwa "Tuan" atau
"Adon" tidak mungkin anak Daud, Jesus dengan demikian menyatakan
dirinya tidak berhak atas gelar itu. Pengakuan ini adalah menentukan dan
seharusnya membangunkan para guru agama Kristen untuk membawa Kristus
pada kedudukan yang selayaknya seorang pemuja tinggi dan suci Tuhan, dan
menyanggah karakter suci yang berlebihan yang dilekatkan pada beliau
yang sesungguhnya sangat memuakkan dan tidak menyenangkan bagi beliau.
Saya tidak bisa membayangkan seorang
guru yang melihat anak didiknya tidak bisa menjawab pertanyaannya, lalu
harus diam saja, kecuali dia sendiri juga bodoh seperti muridnya dan
tidak dapat memberikan jawaban atas masalah itu. Namun Jesus bukan
seorang guru yang bodoh atau berhati dengki. Beliau adalah seorang Nabi
dengan cinta yang membara terhadap Tuhan dan ummat manusia. Beliau tidak
meninggalkan masalah itu tidak terpecahkan atau pertanyaan itu tanpa
jawaban. Injil dari gereja-gereja tidak menyebutkan jawaban Jesus atas
pertanyaan: "Siapa Tuhan Daud itu? Namun Injil Barnabas menjawabnya.
Injil ini telah ditolak oleh gereja-gereja karena bahasanya lebih banyak
bersesuaian dengan Kitab Suci yang diwahyukan dan karena Injil Barnaba
sangat ekspresif dan eksplisit tentang sifat dari misi Nabi Jesus
Kristus, dan di atas segalanya karena Injil Barnabas menuliskan kalimat
yang tepat diucapkan oleh Nabi Jesus mengenai Nabi Muhammad saw. Copy
dari Injil ini dapat dengan mudah dibeli. Di situ anda akan menjumpai
jawaban Jesus sendiri, yang mengatakan bahwa Perjanjian (Covenant)
antara Tuhan dan Nabi Ibrahim telah dibuat untuk Ismail, dan bahwa orang
"yang paling mulia atau terpuji" adalah keturunan Nabi Ismail dan bukan
Nabi Ishaq melalui Nabi Daud. Nabi Jesus berulang kali dilaporkan telah
bersabda mengenai Nabi Muhammad saw yang ruhnya atau jiwanya telah
beliau lihat di sorga.
Insya Allah saya akan mempunyai kesempatan untuk menulis tentang Injil Barnabas ini kemudian.
Tidak diragukan bahwa mata kenabian
Daniel yang melihat melalui visi yang indah berupa Barnasha yang agung,
yang adalah Nabi Muhammad saw, juga merupakan mata kenabian Daud.
Manusia yang paling mulia dan terpuji itu pula yang telah dilihat oleh
Nabi Ayub (xix. 25) sebagai seorang Penyelamat dari kekuatan Iblis.
Lalu apakah Nabi Muhammad saw itu yang dipanggil Nabi Daud dengan sebutan "Tuanku’ or "Adonku"? Marilah kita lihat.
Argumentasi yang menguntungkan Nabi
Muhammad saw, yang disebut "Sayyidu ‘l-Mursalin" sama dengan "Adon of
the Prophets" adalah menentukan; begitu nyata dan jelas dalam kalimat
Perjanjian Lama sehingga orang menjadi heran atas kebodohan dan
kekerasan kepala mereka yang menolak untuk mengerti dan mematuhinya.
- Nabi terbesar dan Adon di Mata Tuhan dan mata manusia, bukanlah seorang penakluk dan pemusnah kemanusiaan, juga bukan seorang pertapa yang suci yang menghabiskan waktunya di dalam gua atau sel untuk bersemedi mengenai Tuhan guna mencari keselamatan dirinya sendiri, tetapi seseorang yang memberikan lebih banyak kebaikan dan jasa terhadap kemanusiaan dengan membawa mereka kepada cahaya pengetahuan tentang Satu Tuhan Sejati, dan dengan memusnahkan sama sekali kekuatan setan dan patung-patung mereka yang buruk sekali dan tradisi-tradisi yang merusak moral. Nabi Muhammad saw itulah yang "melukai kepala ular" dan karena itulah Al Qur’an menyebut setan, iblis dengan sebutan "yang dilukai"!! Beliau membersihkan Ka’aba dan seluruh Arabia dari berhala-berhala, dan memberikan cahaya, agama, kebahagiaan, dan kekuatan pada orang-orang Arab bodoh penyembah berhala, yang dalam waktu singkat menyebar luaskan cahaya itu ke seluruh empat arah di bumi ini. Dalam pengabdian kepada Tuhan, karya dan keberjayaan Nabi Muhammad saw adalah tidak tertandingi dan tidak tersaingi.
Para Nabi, Orang-Orang Suci dan Martir
dari tentara Tuhan terhadap kekuatan setan; Nabi Muhammad saw sendiri
tidak dapat dipungkiri adalah seorang Komandan Utama dari mereka semua
itu. Jelas, bahwa beliau sendiri itulah Adon dan Lord bukan saja bagi
Daud tetapi untuk semua Nabi, karena beliau telah mensucikan Palestina
dan negeri-negeri yang telah dibersihkan oleh Nabi Ibrahim dari
penyembahan berhala.
- Karena Jesus Kristus sendiri mengakui bahwa beliau bukanlah "the Lord" dari Daud atau Al Masih yang datang dari keturunan Daud, maka tidak lagi ada siapapun kecuali Nabi Muhammad saw di antara para Nabi yang dapat menjadi Adon atau Lord dari Daud. Dan bila kita bandingkan revolusi keagamaan yang pantas mendapat pujian yang dibawa oleh Anak Laki-Laki Mulia dari Keluarga Ismail ke dunia ini dengan apa yang sudah dicapai oleh seluruh Nabi bersama-sama, kita bisa menyimpulkan bahwa hanya Nabi Muhammad saw sendirilah yang berhak menyandang gelar Adon.
- Bagaimana Daud bisa mengetahui bahwa "Yahwah berfirman kepada Adon, ‘Duduklah kamu di sebelah kananKu sehingga Aku menempatkan musuhmu di bawah kakimu’?" dan bagaimana Daud bisa mendengar firman Tuhan ini? Kristus sendiri yang menjawab, yaitu: "Ruh Daud menuliskan ini: "Dia melihat Adon Muhammad seperti Daniel telah melihatnya (Daniel vii), dan (seperti) Paul telah melihatnya (2 Corinthian xii) dan banyak yang lainnya lagi yang telah melihatnya. Tentu saja misteri: "Duduklah kamu di sebelah kananKu" tersembunyi dari kita. Namun dengan pasti kita bisa menerka bahwa itulah penobatan resmi dengan kehormatan mendudukkan dirinya sendiri di sisi kanan Tahta Tuhan, dan karenanya dinobatkan menjadi "Adon", bukan saja dari para Nabi tetapi untuk semua mahluk yang telah berlangsung di malam yang terkenal mi’raj Nabi Muhammad saw ke Sorga.
- Satu-satunya keberatan prinsip atas misi suci dan superioritas Nabi Muhammad saw ialah cercaannya terhadap trinitas. Namun Perjanjian Lama tidak mengenal Tuhan lain di samping Allah, dan Tuannya Daud tidak duduk di sisi kanan tuhan yang tiga, tetapi di sisi kanan Tuhan Yang Satu. Karenanya di antara Nabi-Nabi yang percaya dan memuja Allah, tiada apapun yang lain yang begitu agung, dan telah mewujudkan pengabdian yang begitu luar biasa bagi Allah dan kemanusiaan kecuali Nabi Muhammad saw.
Bab 8
TUAN DAN NABI YANG DIJANJIKAN
Kitab terakhir dari Kitab Hukum Yahudi
yang resmi dalam Injil memakai nama "Malachai," yang tampaknya lebih
mengarah ke nama panggilan daripada nama yang sebenarnya. Pengucapan
yang benar dari nama itu ialah Malakh, yang berarti "Malaikatku" atau
"Utusanku". Kata Ibrani untuk "mal’akh," seperti bahasa Arab "malak",
seperti istilah dalam bahasa Yunani "anghelos" dari mana bahasa Inggris
menuliskan "angel", menunjuk pada pengertian "utusan", seseorang yang
disuruh dengan perintah atau berita untuk disampaikan kepada seseorang
lain.
Siapakah Malakhi itu, dalam kurun waktu
sejarah Yahudi yang mana dia hidup dan meramal, tidaklah diketahui baik
dari buku itu sendiri ataupun dari bagian lain dari Perjanjian Lama.
Ramalan itu dimulai dengan kalimat: "The ‘missa’ of the Word of Yahweh
the El of Israel by the hand of Malakhi," yang bisa diterjemahkan
dengan: "The discourse of the Word of Yahweh God of Israel, by the hand
of Malakhi," atau: "Tulisan tentang Firman Tuhan Allah orang Israel,
oleh tangan Malakhi." Kitab itu berisi empat bab pendek.
Wahyu itu tidak ditujukan kepada raja
dan pengawalnya, tetapi kepada sekelompok orang yang sudah menetap di
Jeruzalem dengan Kuil dan upacara-upacara keagamaannya. Persembahan dan
korban terdiri dari jenis yang tak berharga dan terburuk; domba dan
ternak yang dipersembahkan di altar bukan dari yang bermutu terbaik;
mereka itu binatang-binatang yang buta, lumpuh dan kurus-kurus. Zakat
tidak dibayarkan, dan kalau pun dibayarkan itu terdiri dari bahan yang
bermutu rendah. Juga para pendeta dengan sendirinya tidak dapat
sepenuhnya mengabdikan waktu dan enerji mereka untuk melaksanakan tugas
suci mereka. Karena mereka tidak bisa mengunyah daging sapi panggang dan
daging kambing rebus dari persembahan yang terdiri dari
binatang-binatang yang kurus, tua dan cacad. Mereka tidak dapat hidup
dari zakat yang buruk atau tunjangan yang tidak mencukupi. Yahweh,
seperti biasanya dengan orang-orang yang susah untuk diperbaiki ini,
kini mengancam, kini menahan janji-janjinya, dan sekali sekali mengeluh.
Ramalan ini tampaknya telah diberikan
oleh Nabi Malakhi pada kira-kira permulaan abad keempat sebelum Masehi,
ketika orang-orang Israel juga sudah lelah terhadap Yahweh; dan biasa
berkata: " Yahweh adalah sesuatu yang dibenci, dan makananNya adalah
menjijikkan" (Malachi i. 12). "Dia yang melakukan kejahatan adalah baik
dalam pandangan Yahweh, dan Dia merasa senang terhadapnya; atau,
dimanakah Tuhan yang menghukum?" (Malachi ii. 17).
Kitab Malakhi meskipun berasal dari
zaman sesudah masa yang menarik, tetapi telah ditulis dengan gaya Ibrani
yang tampak baik. Untuk mengatakan misa ini, atau pidato itu, telah
sampai pada kita tanpa perubahan dan masih asli, adalah (sama dengan)
pengakuan atas ketidak tahuan akan bahasa. Ada beberapa kalimat yang
telah dirusakkan, sehingga hampir tidak mungkin untuk mengerti arti
sesungguhnya yang ingin mereka sampaikan.
Pokok pembicaraan kita dalam artikel ini
ialah ramalan terkenal yang terkandung dalam Malachi iii. 1. Ramalan
itu berbunyi sebagai berikut:
"Lihat, Aku menyuruh utusanKu supaya ia
mempersiapkan jalan di hadapanKu! Adon yang kamu cari itu dengan
mendadak akan datang ke baitNya, dan Utusan Yang Dijanjikan yang engkau
rindukan. Lihatlah, dia datang, firman Tuhan tuan rumah itu" (Malachi
iii.1).
Ini adalah ramalan yang terkenal tentang
Al Masih. Semua orang suci Kristen, para Romo, para Paus, para
Patriarch, para Pendeta, para rahib, biarawati dan bahkan murid-murid
sekolah Minggu, akan menceriterakan kepada kita bahwa utusan pertama
yang disebut dalam teks itu adalah Yahya Pembaptis, dan utusan kedua
itu, yang versi dalam logat asli menyebutnya "Malaikat Yang Dijanjikan",
adalah Jesus Kristus!
Menentukan secara definitif tentang pokok dari ramalan ini adalah sangat penting sekali, karena gereja-gereja
Kristen telah sejak semula mempercayai bahwa di dalam ramalan itu
terdapat dua pribadi yang berbeda; dan penyebab dari kepercayaan yang
salah ini ialah kesalahan luar biasa yang telah dibuat oleh St Matius
seorang diri. Salah satu dari sifat karakteristik dari
Injil Pertama – Matius – ialah menunjukkan dan membuktikan pemenuhan
beberapa ucapan tertentu atau ramalan dalam Perjanjian Lama mengenai
hampir setiap peristiwa dalam kehidupan Jesus Kristus. Dia terlalu tidak
berhati-hati untuk melindungi dirinya dari kontradiksi, dan kurang
tepat dalam kutipan-kutipannya dari Kitab-Kitab Suci Ibrani. Pastilah
dia tidak begitu faham dalam literatur dalam bahasanya sendiri. Dalam
artikel sebelum ini saya telah memiliki kesempatan untuk menunjukkan
salah satu dari blunder atau kebodohannya tentang keledai yang dinaiki
Jesus. Ini adalah hal yang paling serius yang langsung mengenai masalah
otentik tidaknya dan keabsahan dari Injil. Mungkinkah bahwa
Matius sendiri begitu bodoh tentang karakter sebenarnya dari ramalan
Malakh, dan dengan kebodohannya memberikan atribut yang salah kepada
tuannya yang tentu saja mengundang orang mempersoalkan kualitas dirinya
sebagai seorang Nabi yang terilhami secara suci? Lalu apa pula yang
harus kita pikirkan tentang pengarang Injil Kedua – St Markus
– yang menganggap ramalan dalam Malakh-1 sebagai berasal dari Yesaya?
(Markus i. 2). Dilaporkan oleh Matius (xi. 1 - 15), dan hal ini diikuti
dan disalin oleh Lukas (vii. 18 - 28), bahwa Jesus telah menyatakan
kepada orang banyak bahwa Yahya Pembaptis adalah "lebih dari sekedar
Nabi", bahwa dialah itu "mengenai siapa telah ditulis: Lihatlah, Aku
mengutus MalaikatKu sebelum engkau, dan dia akan menyiapkan jalanmu di hadapanmu;"
dan bahwa "tiada seorangpun yang dikandung seorang wanita yang lebih
besar daripada Yahya, tetapi yang terkecil di dalam kerajaan sorga lebih
besar daripada dia." Teks dalam Malakh ini telah dikorupsi dengan jelas dan sengaja.
Teks aslinya menceriterakan kepada kita bahwa Yahweh Sabaoth (Tuhan
tuan rumah = God of Hosts) adalah yang berfirman dan orang-orang yang
beriman adalah orang-orang kepada siapa firman itu ditujukan seperti
bisa terlihat dengan mudah dalam kalimat: "yang engkau cari …. yang
engkau rindukan." Tuhan berfirman: "Lihatlah, Aku mengutus UtusanKu, dan
dia akan menyiapkan jalan di hadapanKu."
Namun Injil telah menginterppolasi teks itu dengan menghapuskan kata
ganti orang pertama tunggal, dan menyisipkan "before thee" ("sebelum
engkau") (atau "thy face" ("di hadapanmu") dalam bahasa Ibrani) sebanyak
dua kali. Secara umum diyakini bahwa Matius telah menulis Injil ini
dalam bahasa aslinya Ibrani atau Aramiah agar dapat membuktikan kepada
orang Yahudi bahwa Tuhan berfirman kepada Jesus Kristus: " Lihatlah, Aku
mengutus utusanKu (malaikat) (begitulah versi Matius xi. 10) sebelum
engkau, dan dia akan menyiapkan jalanmu di hadapanmu;" dan hendak
menunjukkan bahwa malaikat atau utusan ini ialah Yahya Pembaptis.
Selanjutnya kontras yang ada antara Nabi Yahya dan Jesus dibiarkan ada
pada Jesus yang menggambarkan Yahya sebagai di atas setiap nabi dan
lebih besar daripada anak laki-laki semua ibu manusia, namun yang
terkecil dalam Kerajaan Sorga – di mana Jesus adalah sang Raja – lebih
besar daripada Yahya.
Saya tidak percaya sedetikpun bahwa
Jesus atau siapapun dari pengikutnya telah dapat menggunakan bahasa
seperti itu dengan maksud menyimpangkan Kalimat Tuhan, namun beberapa
rabi yang fanatik atau seorang uskup yang bodoh telah melebur teks ini
dan membuatnya sebagai ucapan Jesus yang tidak ada nabi lain akan
mengucapkannya.
Gagasan tradisional bahwa Utusan yang
diperintahkan untuk menyiapkan atau memperbaiki jalan sebelum "Adon" dan
"Utusan Yang Dijanjikan" adalah seorang ahli ibadah yang tunduk pada
yang tersebut kemudian (Adon), dan karena itu menyimpulkan bahwa ramalan
itu mengenai dua pribadi yang berlainan adalah suatu karangan dari
orang-orang yang bodoh tentang arti penting misi itu dan luas lingkup
tugas yang dibebankan pada utusan itu. Dia tidaklah dipandang sebagai
pionir atau bahkan seorang insinyur yang diangkat untuk membangun jalan
dan jembatan untuk dilalui prosesi kerajaan. Karena itu marilah kita
teliti subyek ini dengan lebih mendalam dan dengan cara yang berani,
tidak memihak dan adil.
- Pertama-tama kita harus mengerti dengan baik bahwa utusan itu adalah seorang manusia, seorang mahluk yang bertubuh dan berjiwa manusia, dan bahwa beliau bukan seorang malaikat atau manusia adi (superhuman). Kedua, kita harus membuka mata bijak dan penilaian kita untuk melihat bahwa beliau tidak dikirimkan untuk menyiapkan jalan sebelum Utusan lain yang disebut "Adon" dan "Utusan Yang Dijanjikan", tetapi beliau diperintahkan untuk membangun sebuah agama yang lurus, aman, dan baik. Beliau diperintahkan untuk menyingkirkan semua rintangan di jalan antara Tuhan dan mahlukNya; dan untuk mengisi semua celah dan jurang di jalan besar ini, sehingga jalan itu mulus, mudah dilalui, diterangi dengan baik, dan dilindungi dari semua bahaya. Bahasa Ibrani "u pinna derekh," berati mengatakan bahwa Utusan itu akan "meluruskan dan membersihkan penyembahan atau agama." Kata "darakh" berakar suku kata yang sama dalam bahasa Arab "daraka" berarti "berjalan, mencapai, dan memahami;" dan kata benda "derekh" berarti "jalan, jurusan, langkah" dan secara metaforikal "penyembahan / pemujaan dan agama." Kata ini dipakai dalam artian spiritual sepanjang dalam Kitab Mazmur dan Nabi-Nabi. Tentu saja utusan tinggi Tuhan ini tidak datang untuk memperbaiki atau merombak suatu cara, sebuah agama untuk kepentingan sekelompok orang Yahudi, tetapi untuk membangunkan sebuah agama yang universal dan tidak dapat berubah untuk seluruh manusia. Meskipun agama Yahudi menanamkan keyakinan tentang adanya Satu Tuhan Sejati, namun masih saja konsepsi mereka mengenai Tuhan sebagai Ketuhanan nasional bagi Israel, kerabbian mereka, upacara dan ritual korban mereka,dan kemudian ketiadaan suatu artikel keyakinan yang positif mengenai keabadian jiwa, kebangkitan orang yang telah mati, pengadilan akhir, kehidupan abadi di sorga atau neraka, dan banyak hal-hal kekurangan yang lainnya, menjadikan agama Yahudi mutlak tidak cocok dan tidak mencukupi untuk orang-orang dari berbagai bahasa, suku bangsa, pasangan, temperamen dan kebiasaan yang berbeda-beda. Sedang agama Kristen, dengan tujuh sakramennya yang tidak berarti apapun, keyakinan pada dosa asal, keyakinan pada inkarnasi suatu tuhan – yang tidak dikenal oleh semua literatur keagamaan dan mitologi sebelumnya – dan keyakinan dalam ketritunggalan dari tiga pribadi tuhan, dan akhirnya karena agama Kristen tidak memiliki sebaris pun tulisan (in scripto) dari yang dianggap sebagai pendirinya, Jesus Kristus, tidaklah memberikan kebaikan apapun kepada ummat manusia. Sebaliknya, agama Kristen telah menyebabkan perpecahan dan sekte-sekte, yang semuanya diwarnai dengan rasa benci yang pahit dan dengki satu terhadap lainnya. Maka Utusan itu telah diperintahkan untuk menyatakan kedua agama terdahulu itu (Yahudi dan Kristen) sebagai tidak lagi berlaku dan membangunkan (kembali) agama kuno dari Nabi Ibrahim dan Ismail dan Nabi-Nabi lainnya, dengan prinsip-prinsip baru untuk semua manusia. Agama ini menjadi jalan terpendek untuk "mencapai" Tuhan; agama yang tersederhana untuk menyembahNya, dan Keyakinan yang paling aman untuk tetap murni dan tidak tercemari dengan takhayul dan dogma-dogma bodoh. Utusan itu diperintahkan untuk menyiapkan sebuah jalan, sebuah agama yang akan memimpin barang siapa yang ingin mempercayai dan mencintai Tuhan Yang Satu tanpa memerlukan bantuan pimpinan dari ratusan penunjuk jalan dan mereka yang berpura-pura sebagai penunjuk jalan yang telah mengangkat dirinya sendiri. Dan di atas segalanya, Utusan itu tiba-tiba datang ke Rumah Allah, apakah itu yang ada di Jeruzalem atau yang ada di Mekkah; beliau harus mencabut akar semua penyembahan berhala di negeri-negeri itu, tetapi juga menanamkan pada penyembah-penyembah berhala itu keyakinan pada Satu Tuhan Sejati. Dan hasil gemilang dari tugas yang mengagumkan ini, yaitu membangun sebuah Jalan baru, sebuah agama yang universal, yang mengajarkan bahwa antara Tuhan dan manusia tidak ada perantara mutlak, tidak ada pendeta, orang suci atau sakramen, adalah sama sekali diperbolehkan (berhubungan langsung dengan Tuhan - pent.), hanya telah dilaksanakan oleh seorang Nabi yang namanya Muhammad al-Mustapha!
- Yahya Pembaptis bukanlah Utusan yang diramalkan oleh Malakhi. Ceritera tentang beliau yang diberitakan oleh empat orang penginjil sangatlah bertentangan, namun ada satu hal yang mereka semua menyepakatinya, ialah bahwa beliau tidak menyiapkan jalan sama sekali; karena beliau tidak diberi suatu Kitab Suci; beliau juga tidak membangkitkan suatu agama atau mereformasi agama lama. Dilaporkan bahwa beliau telah meninggalkan kedua orang tua dan rumahnya ketika masih muda; beliau hidup di padang pasir dengan madu dan belalang; dan menghabiskan hidupnya di sana hingga kira-kira beliau berumur tiga puluh tahun, ketika beliau menampakkan dirinya kepada khalayak ramai di tepi sungai Jordan, di mana beliau biasa membaptis pendosa-pendosa yang menyesali diri yang mengaku dosa kepadanya. Sementara Matius tidak mengetahui apapun tentang hubungannya dengan Jesus, atau tidak peduli untuk memberitakan hal itu, Lukas yang menulis Injil ini, bukan dari wahyu tetapi dari karya para murid Sang Guru, mencatat penghormatan yang diberikan oleh Yahya kepada Jesus ketika keduanya ada dalam kandungan ibunya masing-masing (Lukas i. 39 – 46). Beliau (Yahya) membaptis Jesus di perairan sungai Jordan sebagaimana dilakukannya terhadap orang-orang lainnya, dan diceriterakan sebagai mengatakan bahwa beliau (Yahya) "tidak berharga untuk membungkuk melepaskan tali kasut" (Markus i. 7) Jesus, dan menurut Injil keempat beliau (Yahya) berseru bahwa Jesus adalah "domba Tuhan yang menghapuskan dosa-dosa dunia: (Yahya i. 29). Bahwa beliau mengenal Jesus dan mengakuinya sebagai Kristus adalah sangat jelas. Namun ketika beliau dipenjarakan, beliau mengirimkan muridnya kepada Jesus, dan bertanya kepadanya: "Apakah anda adalah beliau yang akan datang itu, atau apakah kita masih harus menunggu yang lain?" (Matius xi. 3, dst.). Pembaptis itu meninggal sebagai martir di penjara karena beliau telah mencela seorang Edomit yang kafir, Raja Herod dari Tetrarch yang telah menikahi isteri saudara laki-lakinya sendiri. Dengan demikian berakhirlah hidup seorang nabi yang sangat murni dan suci, begitulah menurut narasi para penginjil. Aneh bahwa orang-orang Yahudi tidak menerima Yahya sebagai seorang Nabi. Masih lebih aneh lagi bahwa Injil Barnabas tidak menyebutkan Pembaptis; dan tambahan lagi, Injil Barnabas meletakkan kalimat yang dikatakan sebagai telah diucapkan oleh Yahya tentang Jesus, justru pada mulut Jesus sendiri mengenai Nabi Muhammad, Nabi Allah. Al Qur’an menyebutkan kelahiran "John Pembaptis" yang ajaib dengan nama Yahya, tetapi tidak merujuk kepada misi pembaptisannya.Deskripsi tentang khotbahnya diberikan dalam pasal tiga kitab Matius. Tampaknya beliau telah menyatakan bahwa Kerajaan Sorga sudah mendekat dan bahwa akan dibangkitkan seorang Utusan Agung dan Nabi Tuhan yang akan membaptis semua orang beriman, tidak dengan air, "tetapi dengan api dan ruh suci". Nah, bila John (Yahya) Pembaptis adalah Utusan itu yang diangkat oleh Tuhan untuk menyiapkan jalan sebelum (kedatangan) Jesus Kristus, dan bila beliau itu adalah pendahulu dan lebih rendah kedudukannya daripada Jesus, maka tidak logis dan bijak sama sekali bahwa Yahya berkeliling membaptis khalayak ramai di perariran sebuah sungai atau sebuah kolam dan menyibukkan dirinya sendiri dengan setengah lusin murid-muridnya. Seharusnya beliau dengan segera telah mengikuti dan mematuhi Jesus ketika beliau melihat dan mengenalnya! Beliau tidaklah melakukan hal semacam itu. Tentu saja seorang Muslim selalu berbicara tentang seorang Nabi dengan rasa hormat dan takzim yang paling tinggi, dan orang tidak mengharapkan saya untuk berkomentar lebih lanjut seperti seorang Ernest Renan atau seorang pengritik yang apatis akan melakukannya! Namun untuk mengatakan bahwa seorang Nabi yang mereka gambarkan sebagai seorang darwis (Sufi) di padang belantara dengan berpakaian kulit binatang, dan seorang darwis yang bangkit dan menemui "Adon"-nya dan "Malaikat Yang Dijanjikan" dan kemudian tidak mengikutinya dan memisahkan dirinya daripadanya, adalah aneh dan tidak masuk akal. Berpikir dan mempercayai bahwa seorang Nabi telah diutus oleh Tuhan untuk menyiapkan jalan , untuk memurnikan dan membersihkan agama untuk menyambut kedatangan orang yang lebih tinggi kedudukannya daripada dirinya, dan kemudian menggambarkannya sebagai menjalani seluruh hidupnya di padang pasir di antara binatang-binatang, adalah menceriterakan kepada kita bahwa dia sedang membangun chaussees (chauvinisme), causeway (hal-hal yang menyebabkan tidak menyenangkan) atau jalan kereta api, bukan untuk ummat manusia, tetapi untuk binatang dan jin.
- John (Yahya) Pembaptis juga bukan Nabi Eliyah atau Nabi Ilyas seperti dikatakan bahwa Jesus Kristus telah mengatakannya. Nabi Malakhi dalam pasal empat (ayat 5 dan 6) berbicara tentang akan datangnya Eliyah, hal mana diramalkan akan terjadi beberapa saat sebelum hari Kebangkitan dan bukan sebelum kedatangan Utusan yang kita persoalkan ini. Bahkan meskipun Jesus Kristus telah mengatakan bahwa Yahya adalah Eliyah, namun orang-orang tidak mengenal dia. Apa yang dimaksud oleh Jesus dengan mengatakan itu ialah bahwa keduanya adalah serupa dalam kehidupan asetiknya (sebagai pertapa atau zuhud-pent.), cinta mereka kepada Tuhan, keberanian mereka untuk mencerca dan memperingatkan raja-raja dan pemimpin-pemimpin agama yang munafik. Saya tidak dapat melanjutkan pembicaraan mengenai klaim yang tidak logis dari gereja mengenai Yahya sebagai Utusan "untuk menyiapkan jalan". Namun harus saya tambahkan bahwa Pembaptis ini tidaklah menghapuskan satu iota pun dari Hukum Musa, tidak pula menambah sedikitpun padanya. Dan tentang pembaptisan, itu hanyalah ma’muditha dalam tradisi Yahudi kuno atau pencucian atau pembersihan. Pencucian atau pembersihan tidak dapat dianggap sebagai suatu "agama" atau "jalan" yang tempatnya telah diambil oleh lembaga gereja untuk sakramen pembaptisan yang terkenal dan misterius itu!
- Bila saya katakan bahwa Jesus Kristus bukanlah yang dimaksudkan dalam ramalan Malakhi, sepertinya saya sedang melancarkan suatu "argumentum in absurdum" atau argumen yang tidak masuk akal, karena tiada seorangpun akan menentang atau menyatakan keberatan atas pernyataan saya. Gereja telah selalu percaya bahwa "Utusan untuk jalan itu" adalah John atau Yahya Pembaptis, dan bukan Jesus. Tetapi orang Yahudi tidak mau mengakui kedua-duanya. Tetapi karena pribadi yang diramalkan dalam ramalan itu adalah satu dan orang yang sama, dan bukan dua orang, saya dengan sadar sekali menyatakan bahwa Nabi Jesus bukan, dan tidak mungkin, orang yang diramalkan itu. Bila Jesus adalah tuhan, seperti kini orang-orang Kristen telah mempercayainya, maka beliau tidak mungkin dipekerjakan untuk menyiapkan jalan di hadapan Yahweh Sabaoth! Kalau Jesus itu Yahweh Sabaoth yang membuat ramalan itu, lalu siapa dia Yahweh Sabaoth yang lain itu yang di hadapannya disiapkan jalan? Jika beliau adalah manusia yang sederhana, terbuat dari daging dan darah, dan pengabdi pada Tuhan Tuan Rumah Tuhan, maka klaim itu jatuh terserak di tanah. Karena Jesus sebagai manusia yang sederhana dan nabi tidak mungkin menjadi pendiri dari gereja trinitas. Bentuk yang manapun dari agama Kristen yang kita anut, apakah itu Ortodoks, Katholik, Protestan, Salvasionis, Quaker, atau dari sekte atau komunitas yang begitu banyak macamnya, tidak satupun daripadanya dapat menjadi "jalan" atau "agama" yang diindikasikan oleh Malakhi; dan Nabi Jesus bukanlah pendiri atau penyiapnya. Selama kita masih mengingkari Keesaan Tuhan yang mutlak, kita tetap dalam kesalahan, dan Jesus tidak bisa menjadi teman kita, tidak pula beliau bisa menolong kita.
- Orang yang diindikasikan dalam ramalan itu memiliki tiga kualifikasi, yaitu Utusan Agama, Tuan Komandan, dan Utusan Yang Dijanjikan. Beliau juga digambarkan dan dibedakan oleh tiga kondisi, yaitu "beliau tiba-tiba datang ke Mesjid atau Kuilnya, beliau diharapkan dan dicari orang, dan sangat dirindukan dan didambakan". Siapa lalu yang dapat bertindak sebagai orang mulia ini, Penolong dan Pelindung Agung atas ummat manusia, dan Komandan yang gagah berani ini yang menyerahkan jasa-jasa mulianya untuk mengabdi pada Allah dan agamaNya, kalau bukan Nabi Muhammad saw?Beliau memberikan kepada dunia ini sebuah Kitab Suci Al Qur’an, sebuah agama Islam yang paling rasional, sederhana, dan paling banyak memberikan faedah, dan telah menjadi petunjuk dan konversi agama dari jutaan dan jutaan bangsa-bangsa penyembah berhala di seluruh bagian bumi ini, dan telah merubah mereka semua ke dalam suatu persaudaraan universal dan bersatu yang membentuk "Kerajaan Allah" yang sejati dan formal di atas bumi ini yang telah diumumkan oleh Nabi Jesus dan Yahya Pembaptis. Adalah sia-sia dan kekanak-kanakan untuk memperbandingkan baik Jesus maupun Yahya dengan Utusan Agung Allah itu, bila kita tahu dengan pasti bahwa tidak satupun di antara keduanya pernah mencoba untuk mengkonversi seorang penyembah berhala sekalipun, atau berhasil dalam usahanya membujuk orang Yahudi untuk mengakui misi mereka.
Bab 9
NABI-NABI SEJATI HANYA MENGAJARKAN ISLAM
Tidak ada bangsa yang dikenal dalam
sejarah seperti bangsa Israel, yang dalam kurun waktu kurang dari empat
ratus tahun telah ditundukkan oleh banyak sekali nabi-nabi palsu, tak
terhitung lagi (banyaknya) tukang-tukang tenung, peramal-peramal dan
segala macam persihiran dan tukang-tukang sulap. Nabi-nabi palsu itu ada
dua macam: mereka yang mengakui agama dan Kitab Taurat dari Yahweh dan
berpura-pura meramal atas NamaNya, dan mereka yang dengan di bawah
lindungan raja Israel penyembah berhala meramal atas nama Baal atau
dewa-dewa lainnya dari bangsa-bangsa tetangga yang juga kafir musyrik.
Dalam golongan pertama terdapat beberapa peniru (nabi) yang sezaman
dengan nabi-nabi sejati seperti Mikha (Micah) dan Jeremiah, dan dalam
golongan kedua terdapat mereka yang menimbulkan banyak kesulitan bagi
Eliyah, dan menyebabkan pembantaian nabi-nabi sejati dan orang-orang
beriman dalam masa pemerintahan Ahab dan isterinya Jezebel. Yang paling
berbahaya dari semua itu terhadap jalan keyakinan dan agama yang
sesungguhnya adalah nabi-nabi palsu yang melaksanakan upacara-upacara
suci di kuil maupun Mispha dan berpura-pura memberikan firman Tuhan
kepada manusia. Barangkali tidak ada nabi yang menerima lebih banyak
penindasan dan kesukaran di tangan para peniru ini selain daripada Nabi
Jeremiah.
Semasa masih muda, Jeremiah memulai
tugas-tugas kenabiannya kira-kira pada kwartal akhir dari abad ke tujuh
sebelum Masehi, ketika Kerajaan Judah dalam bahaya besar penyerbuan oleh
tentara dari Kaldea. Orang-orang Yahudi telah bersekutu dengan Fir’aun
dari Mesir, tetapi karena Fir’aun ini telah mengalami kekalahan buruk
dari tentara Nebukadnezar, maka nasib buruk Jeruzalem adalah hanya soal
waktu saja. Dalam hari-hari yang kritis ini, selama masa mana nasib dari
sisa-sisa hamba-hamba Allah akan ditentukan, Nabi Jeremiah dengan tegar
memberi nasehat kepada raja dan para pemimpin orang-orang Yahudi untuk
menyerah dan mengabdi pada Raja Babilon, supaya Jeruzalem bisa
diselamatkan dari dibakar habis jadi abu serta orang-orang Yahudi
diselamatkan dari deportasi sebagai orang tawanan. Beliau mencurahkan
semua ceramahnya yang vokal dan berapi-api ke telinga raja-raja,
pendeta-pendeta, dan tetua-tetua masyarakat, tetapi semua sia-sia.
Beliau menyampaikan firman demi firman Tuhan, dengan mengatakan bahwa
satu-satunya jalan menyelamatkan negeri dan penduduknya dari pemusnahan
yang mengancam ialah menyerah kepada orang-orang Kaldea; namun tiada
seorang pun sudi mendengar peringatan itu.
Nebukadnezar datang dan mengambil alih
kota, membawa pergi rajanya, pangeran-pangeran, serta banyak tawanan,
demikian pula seluruh kekayaan dari kuil termasuk bejana-bejana emas dan
perak. Seorang pangeran lain, pangeran yang ketiga, diangkat oleh
Kaisar Babilon untuk memerintah sebagai budaknya di Jeruzalem. Raja ini,
bukannya menjadi bijak dan setia kepada penguasa Babilon tetapi bahkan
memberontak terhadapnya. Tanpa henti Jeremiah menasehati raja untuk
tetap setia dan meninggalkan kebijakan (persekutuan dengan) Mesir. Namun
nabi-nabi palsu terus saja berceramah dengan bombastis di kuil dengan
berkata: "Demikianlah Tuhan Rumah Allah itu berfirman , Lihatlah, Aku
telah mematahkan simpul Raja Babilon, dan dalam waktu dua tahun semua
tawanan orang Yahudi dan bejana-bejana Rumah Tuhan akan dikembalikan ke
Jeruzalem." Jeremiah membuat simpul dari kayu dan dikalungkan di
lehernya dan pergi ke kuil serta memberi tahu orang-orang bahwa Tuhan
telah merasa senang meletakkan simpul raja Babilon seperti ini pada
leher semua orang Yahudi. Beliau dipukul mukanya oleh salah satu nabi
lawannya yang mematahkan simpul kayu itu dari leher Jeremiah serta
mengulangi lagi khotbah bombastis dari nabi-nabi palsu. Jeremiah
dimasukkan ke dalam sel yang penuh dengan lumpur, dan hanya diberi makan
dengan sebuah roti kering yang terbuat dari barley setiap hari hingga
terjadi kelaparan di kota itu, yang diserang oleh orang-orang Kaldea.
Nabi palsu Hananiah meninggal seperti diramalkan oleh Jeremiah. Dinding
kota itu diruntuhkan di suatu tempat, dan tentara yang menang itu
menyerbu masuk kota, Raja Zedekiah yang melarikan diri dan orang-orang
yang besertanya ditangkap dan dibawa ke raja Babilon. Kota dan kuil itu
sesudah dijarah lalu dibakar dan semua penduduk Jeruzalem dibawa pergi
ke Babilon; hanya orang dari kelas miskin yang ditinggalkan untuk
mengusahakan tanah. Atas perintah Nebukadnezar, Jeremiah diizinkan
tinggal di Jeruzalem dan gubernur yang baru diangkat Gedalliah diberi
tugas untuk menjaga dan mengurusi nabi itu. Tetapi Gedalliah telah
dibunuh oleh orang Yahudi yang berontak, dan mereka kemudian lari ke
Mesir dengan membawa Jeremiah beserta mereka. Bahkan di Mesir pun beliau
meramal hal-hal yang bertentangan dengan kepentingan para pelarian dan
orang-orang Mesir. Beliau pastilah sudah mengakhiri hidupnya di Mesir.
Kitabnya, seperti adanya sekarang,
sangat berbeda dengan teks Septuagint (Bible versi Latin): terbukti
bahwa copy dari mana Septuagint itu ditulis oleh para penterjemah dari
Aleksandria mempunyai urutan pasal yang berbeda.
Para pengritik Injil menganggap bahwa
Jeremiah adalah penulisnya, atau, bagaimanapun juga, seorang penyusun
(compiler) dari Kitab ke lima dari Pentateuch yang disebut Deuteronomy
(Ulangan). Saya sendiri beranggapan sama bahwa Jeremiah adalah seorang
Levi dan seorang pendeta juga seorang nabi. Banyak sekali ajaran dari
Jeremiah dalam Deuteronomy yang tidak dikenal dalam bagian lainnya dari
tulisan-tulisan Perjanjian Lama. Dan saya mengambil satu ajaran dari
ajaran-ajaran itu untuk pokok pembicaraan sekarang ini, yang saya anggap
sebagai satu dari permata atau teks emas dari Perjanjian Lama dan harus
dihormati sebagai sangat berharga dan suci.
Sesudah pembicaraan yang rinci ini saya
segera kembali pada pokok masalah yang telah saya pilih sebagai judul
dari artikel ini: Bagaimana membedakan seorang nabi asli dari seorang
nabi palsu, Jeremiah telah memberikan kepada kita jawaban yang secara
wajar memuaskan, yaitu:
"NABI YANG HANYA MENGAJARKAN ISLAM"
Dalam Kitab Deuteronomy (xiii. 1 – 5,
xviii. 20 – 22) Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan beberapa perintah
tentang nabi-nabi palsu yang mungkin meramal dengan atas nama Tuhan dan
dengan cara yang demikian tersembunyi dan membahayakan sehingga bisa
menyesatkan ummatNya. Selanjutnya, beliau menceriterakan kepada kita
cara terbaik untuk mengetahui kecurangan si peniru adalah mengantisipasi
terpenuhinya ramalan dia, dan kemudian menghukum mati dia jika
tipuannya terbongkar. Namun seperti diketahui dengan baik, orang-orang
bodoh tidak dapat membedakan antara nabi asli dengan peniru, persis
seperti sekarang ini di mana tidak dapat menemukan dengan pasti mana
dari yang dua ini, pendeta Katholik Roma atau pendeta Calvinist sebagai
pengikut asli dari Jesus Kristus! Nabi palsu juga akan meramal
peristiwa-peristiwa yang akan terjadi, membuat keajaiban, dan
melaksanakan hal-hal religius sama –setidak-tidaknya pada penampilan –
dengan yang dilakukan oleh mereka yang nabi asli. Persaingan antara Nabi
Musa dan para ahli sihir di Mesir adalah suatu ilustrasi yang tepat
dari pernyataan ini. Jadi Jeremiah itulah yang telah memberi kita cara
terbaik untuk menguji kebenaran, keaslian dari seorang nabi, dan cara
itu adalah pertanda Islam. Silahkan baca seluruh pasal xxviii. dari
Jeremiah, dan kemudian periksalah dan renungkanlah ayat ke 9:
"Nabi yang meramalkan Islam (shalom), pada saat kehadiran perkataan Nabi, Nabi itu akan diakui sebagai telah diutus oleh Tuhan dengan sebenarnya." (Jeremiah xxviii. 9)
Terjemahan ini adalah benar-benar
harfiah. Kata aslinya naba, biasanya diterjemahkan sebagai: "meramal"
(to foretell atau to prophesy), dan kata benda nabi, "a prophet"
memberikan kesan bahwa seorang prophet adalah seorang yang meramalkan
masa depan atau menceriterakan peristiwa masa lampau dengan bantuan
wahyu suci. Definisi ini hanya sebagian saja yang benar. Definisi
lengkap dari kata "Prophet" haruslah: "seorang yang menerima wahyu atau
pesan dari Tuhan, dan menyampaikan wahyu atau pesan itu dengan setia
kepada orang atau ummat yang dituju." Jelas bahwa sebuah pesan suci
tidak usah harus berarti ramalan tentang peristiwa yang lalu atau yang
akan datang. Dengan cara yang sama kata "prophesy" tidak usah harus
berarti mengungkapkan peristiwa masa lalu atau yang akan datang, tetapi
lebih kearah berkhotbah atau mengumumkan pesan Tuhan. Dengan sendirinya
"to prophesy" adalah menyampaikan dan mengucapkan sebuah wahyu baru,
yang sifat dan karakternya sangat immaterial (tidak berwujud secara
fisik). Membaca kalimat-kalimat seorang nabi adalah sebagai meramal yang
tidak lebih daripada saat seorang nabi menyampaikan sebuah wahyu ketika
berceramah atau berpidato atas kehendaknya sendiri. Di dalam Al Qur’an
Tuhan memerintahkan hambaNya yang dicintaiNya Nabi Muhammad saw untuk
menyatakan: "Aku hanya seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku
bahwa Tuhanmu adalah Tuhan Yang Satu…" (Q.18 : 110) sehingga kita bisa
berhati-hati untuk tidak memberikan atribut kepada seorang nabi yang
manapun suatu kualitas mengetahui atau mengatakan semua apapun melalui
wahyu. Wahyu Suci itu datangnya biasanya berselang seling dengan waktu,
sementara para nabi dalam pergaulan pribadi mereka dan pengetahuannya
mungkin bertanggung jawab atas kesalahan dan kekeliruannya. Seorang nabi
tidak diangkat oleh Tuhan untuk mengajarkan ummat manusia ilmu alam,
matematika, atau ilmu pengetahuan positif lainnya. Akan sangat tidak
adil bagi kita untuk mencela seorang nabi untuk suatu kesalahan bahasa
atau suatu kesalahan yang dilakukan olehnya sebagai seorang manusia.
Karena itu seorang Nabi adalah sebuah
subyek untuk diuji atau diperiksa hanya jika secara resmi dan formal
beliau menyampaikan Firman yang telah beliau terima dari Tuhan. Urusan
pribadinya, hal-hal mengenai keluarganya, dan hasil karya personalnya
tidak menjadi perhatian kita sebanyak perhatian kita pada misi dan
tugasnya. Untuk dapat mengetahui apakah seorang nabi itu asli atau
seorang peniru, tidaklah adil memberikan keputusan yang bertentangan
dengan karakter kenabiannya hanya karena seorang nabi telah bersikap
sedikit keras atau kasar kepada ibunya, atau karena seorang nabi telah
percaya akan inspirasi harfiah dan Pentateuch adalah tulisan Nabi Musa.
Sementara membuat observasi ini, dalam benak saya terpikir masalah Jesus
Kristus, dan banyak lainnya lagi yang ada dalam sejarah Israel di pihak
lain .
Adalah mala fides dan jahat untuk
menuduh nabi-nabi mengenai masalah sensualitas, kekasaran, kebodohan
dalam ilmu, dan kelemahan personal lainnya. Mereka adalah manusia
seperti halnya kita sendiri dan pasti tidak luput dari kecenderungan
alamiah dan nafsu yang sama dengan kita. Mereka dilindungi dari
dosa-dosa temporal dan dari penyelewengan firman-firman yang harus
mereka sampaikan. Kita harus benar-benar berhati-hati untuk tidak
terlalu tinggi menempatkan seorang nabi Tuhan dalam imajinasi kita, jika
tidak demikian pastilah Tuhan tidak senang terhadap kita. Mereka semua
adalah mahluk-mahlukNya dan para pemuja-pemuja Tuhan; mereka
menyelesaikan kewajibannya dan kembali kepada Tuhannya. Pada saat kita
melupakan Tuhan dan memfokuskan cinta kita dan kekaguman kita terhadap
pribadi para utusan Tuhan yang manapun saja dia, maka kita ada dalam
bahaya jatuh ke dalam dosa menyekutukan Tuhan (polytheisme).
Sesudah sekian jauh menerangkan sifat dan arti nabi dan pernubuahan (prophesy), saya kini akan mencoba untuk membuktikan bahwa tidak
ada nabi dapat menjadi asli kecuali, seperti dengan jelas disebutkan
oleh Nabi Jeremiah, beliau berkhotbah dan menyiarkan agama Islam.
Agar dapat mengerti lebih baik logika
dan arti penting pasal-pasal yang sedang kita bicarakan ini, kita harus
melihat selintas ayat yang lalu di mana Jeremiah berkata kepada musuhnya
Nabi Hannaniah: "Nabi-nabi sebelum aku dan kamu dari masa lalu telah
bernubuah yang berkenaan dengan banyak negeri, banyak kerajaan besar,
tentang perang dan kejahatan dan wabah," Kemudian beliau melanjutkan:
"Nabi yang meramal tentang Islam
segera setelah kalimat nabi itu datang, nabi itu diketahui sebagai
telah diutus dengan sebenarnya oleh Tuhan."
Tidak ada keberatan serius yang diajukan
tentang versi Inggris dari pasal ini dengan mengecualikan anak kalimat
"I shalom" yang telah saya terjemahkan dengan "tentang Islam". Preposisi
" I " sebelum "shalom" berarti "mengenai" atau "tentang", dan
menempatkan subyek sebagai penderita kalimat (obyek) dan tidak dalam
posisi dative, seperti halnya bila sebutan (predikat) adalah sebuah kata
kerja (verb) seperti "datang", "pergi" atau "memberi".
Bahwa "shalom" dan bahasa Syriac
"Shlama" maupun bahasa Arab "salam" dan "Islam" berasal dari satu akar
kata yang sama dalam bahasa Semit, "shalam" dan mempunyai arti yang
sama, adalah suatu kebenaran yang telah diterima oleh semua pakar
bahasa-bahasa Semit. Kata kerja "shalam" mempunyai arti "menyerahkan
diri, (to submit, to resign oneself to)", dan kemudian "membuat
perdamaian (to make peace)", dan dengan sendirinya "menjadi aman, sehat,
dan tenang (to be safe, sound and tranquil)". Tidak ada sistim
agama di dunia ini yang pernah dikualifikasikan dengan nama yang lebih
baik, lebih komprehensif, lebih dihargai dan luhur selain daripada
Islam. Agama sejati dari Tuhan Sejati tidak bisa diberi nama
dengan nama siapapun dari para pemujaNya (Kristen,- pent.), dan lebih
lagi tidak dari nama bangsa atau negara (Judaisme,-pent.). Sesungguhnyalah
kesucian dan kesakralan kata "Islam" inilah yang menghantam lawannya
dengan menimbulkan kekaguman, ketakutan dan rasa hormat bahkan sekalipun
bila orang-orang Islam itu dalam keadaan lemah dan tidak berbahagia.
Adalah nama dan gelar dari sebuah agama yang mengajarkan dan
memerintahkan penyerahan dan kepasrahan kehendak dan diri yang mutlak
kepada Yang Maha Adi, dan selanjutnya memperoleh kedamaian dan
ketenangan dalam jiwa dan di rumah, tidak peduli penderitaan atau nasib
jelek yang mungkin mengancam kita yang menyebabkan lawan-lawannya merasa
kagum. (1)
Adalah keyakinan yang mantap dan tak
tergoyahkan dalam Keesaan Allah dan kepercayaan yang tak terbelokkan
akan rahmatNya dan keadilan yang membuat seorang Muslim dapat dibedakan
dan menonjol di antara orang-orang non-Muslim. Dan keyakinan yang mantap
pada Allah serta keterikatan yang tulus pada Kitab Suci Al Qur’an dan
NabiNya itulah yang misi-misi Kristen dengan putus asa telah
menyerangnya namun gagal tanpa harapan. Dengan itu, perkataan Jeremiah
bahwa: "Nabi yang bernubuah, yang menyiarkan dan berbicara tentang
urusan Islam sebagai agamanya, dengan segera beliau akan diketahui
sebagai telah diutus dengan sesungguhnya oleh Tuhan. Karena itu marilah
kita mempertimbangkan dengan serius yang berikut ini:
- Nabi Jeremiah adalah satu-satunya Nabi sebelum Jesus Kristus yang menggunakan kata "shalom" dalam arti agama. Beliau adalah satu-satunya Nabi yang menggunakannya dengan tujuan untuk menentukan atau membuktikan kebenaran seorang utusan Tuhan. Menurut wahyu Al Qur’an, Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Ishaq, Nabi Yakub, Nabi Musa dan semua Nabi adalah orang-orang Muslim, dan mengakui Islam sebagai agamanya. Istilah "Islam" and padanannya (ekivalen) "Shalom" dan "Shlama" diketahui oleh orang-orang Yahudi dan Kristen di Mekkah dan Medinah ketika Nabi Muhammad saw muncul untuk menyempurnakan dan menjadikan Islam sebagai agama universal. Seorang Nabi yang meramalkan "perdamaian" sebagai sesuatu yang abstrak, kabur dan bersifat sebagai kondisi sementara, tidak akan dapat berhasil membuktikan identitasnya dengan cara begitu itu. Dalam kenyataannya, hal yang dipersengketakan atau lebih baik masalah nasional yang kritis, yang ditentang oleh dua nabi menonjol yang dikenal oleh pengadilan dan bangsa, seperti Jeremiah dan Hananiah (Jeremiah xxviii.), tidak dapat dipecahkan dan diselesaikan dengan pasti, dengan cara pengakuan masalah yang satu dan di lain pihak mengingkari masalah yang lain. Untuk menubuahkan "perdamaian" oleh Jeremiah ketika beliau selama hidupnya telah secara terus menerus menubuahkan bencana besar nasional – baik dengan cara agar Raja Sidaqia menyerahkan diri kepada kekuasaan Kaldea, atau dengan cara melawannya – bukan saja akan menyangkut kegagalannya, untuk tidak berbicara tentang keberhasilannya dalam membuktikan kebenarannya, tetapi juga hal itu akan membuatnya bahkan lebih bodoh. Karena, dalam hal yang manapun, "perdamaian" yang diduganya akan berarti bukan suatu perdamaian sama sekali. Sebaliknya, bila orang-orang Yahudi melawan tentara Kaldea, itu berarti kehancuran total seluruh bangsa, dan bila mereka menyerah, adalah suatu penyerahan total tanpa syarat apapun. Nyatalah karena itu, bahwa Jeremiah menggunakan istilah "Shalom" dalam artian sistim agama yang nyata, kongkrit dan sesungguhnya yang dimiliki oleh Islam. Untuk membuat lebih jelas, kita harus dengan penuh perhatian mendengarkan argumen dari dua nabi yang berlawanan yang membicarakan dan mempersengketakan masalah nasional yang dihadiri oleh raja yang jahat dan pengadilannya yang terdiri dari penjilat-penjilat yang jahat dan orang-orang munafik yang buruk moral. Pada dirinya Jeremiah memiliki jalan Tuhan dan agama damaiNya, dan demi kepentingan vital agama damai atau Islam, beliau menganjurkan raja jahat itu dan seluruh anggota istananya untuk menyerah pada kekuasaan Babilon dan mengabdi pada orang Kaldea dan hidup. Karena tidak ada pilihan lain yang terbuka bagi mereka. Mereka telah meninggalkan Tuhan nenek moyangnya, mengotori Rumah Tuhan, memalsukan dan mencerca nabi-nabiNya, dan melakukan kejahatan dan pengkhianatan (2 Chronicle xxxvi, etc.). Jadi Tuhan menyerahkan mereka ke tangan raja Nebukadnezar dan tidak akan menyelamatkan mereka. Untuk pengabdi Tuhan yang sejati dengan tulus, agama itu menjadi hal yang pertama dan bangsa itu yang kedua. Pemerintahan dan bangsa itu – terutama bila mereka sudah melupakan Tuhan – yang harus dikorbankan untuk alasan agama, dan bukan sebaliknya! Nabi lain Gibeon, yang disebut Hananiah, berusaha menyenangkan sang raja tuannya; beliau adalah anggota istana dan termasuk orang yang dikasihi, kaya dan megah, sementara lawannya selalu membusuk dan kelaparan dalam penjara dan sel. Beliau tidak peduli akan hal-hal yang berguna untuk menyegarkan agama dan kesejahteraan rakyat yang sebenarnya. Beliau juga seorang nabi, karena demikianlah kata Kitab Jeremiah, namun beliau adalah seorang yang jahat, dan telah menukar Tuhan dengan seorang raja yang buruk moral. Beliau meramal juga atas nama Tuhan yang sama sebagaimana Jeremiah meramal, menyatakan kembalinya barang rampasan perang dan tawanan dari Babilon dalam waktu dua tahun. Nah dari deskripsi yang tidak sempurna tentang dua nabi itu, nabi mana yang anda kualifikasikan sebagai pengabdi Tuhan yang sejati dan sebagai pembela setia atas agama Tuhan? Tentu saja Jeremiah dengan segera akan menarik simpati dan pilihan anda.
- Hanyalah agama Shalom, Islam, yang dapat membuat kesaksian akan karakter dan tugas dari seorang nabi sejati, Imam, atau setiap utusan Allah di bumi ini. Tuhan itu Esa, dan agamaNya juga Satu. Tidak ada agama lain di dunia seperti Islam, yang mengakui dan membela Keesaan yang mutlak dari Tuhan. Karena itu, barang siapa yang mengorbankan kepentingan-kepentingan lainnya, kehormatan dan cinta kasih untuk alasan agama suci ini, tidak diragukan bahwa dia adalah nabi asli dan dan utusan Allah. Namun masih ada satu hal lagi yang lebih perlu perhatian kita, dan hal itu ialah: jika agama Islam bukan suatu standar dan ukuran dengan mana dilakukan uji kebenaran seorang nabi atau utusan Tuhan, maka tidak ada kriteria lain untuk menjawab masalah itu. Sebuah keajaiban bukan selamanya suatu bukti yang cukup, karena tukang sihir juga membuat hal-hal aneh. Pemenuhan suatu nubuah atau ramalan juga sendirinya bukan suatu bukti yang mencukupi; maka sebagaimana suatu Ruh suci mengungkapkan peristiwa yang akan datang kepada seorang nabi sejati, begitu pula kadang-kadang ruh jahat itu melakukan hal yang sama kepada seorang peniru. Dari sini jelas bahwa nabi yang "bernubuah tentang Shalom – Islam – sebagai nama sebuah Keyakinan dan jalan hidup, segera setelah beliau menerima wahyu dari Tuhan maka akan diketahui bahwa beliau itu utusan Tuhan." Yang begitu itu adalah argumen yang dipergunakan oleh Jeremiah terhadap jemaahnya yang ingin beliau yakinkan mengenai kepalsuan Hananiah. Namun raja yang jahat dan para pengikutnya tidak mau mendengarkan dan mematuhi perintah Tuhan itu.
- Seperti telah diperdebatkan dalam paragraf terdahulu, haruslah dicatat bahwa baik pemenuhan suatu nubuah maupun keajaiban yang terjadi tidak cukup untuk membuktikan sifat kesejatian seorang nabi; bahwa kesetiaan dan kepatuhan yang ketat kepada agama adalah bukti yang terbaik dan paling menentukan untuk maksud penentuan palsu tidaknya seorang nabi; bahwa Shalom dipakai untuk menyatakan agama perdamaian. Sekali lagi kami ulangi penegasan kami bahwa Shalom tidak lain adalah Islam. Dan kami ingin agar mereka yang keberatan terhadap interpretasi ini supaya memberikan kata lain dalam bahasa Arab di luar Islam dan Salam sebagai padanan (ekivalen) dari Shalom, dan juga untuk menemukan bagi kami kata lain dalam bahasa Ibrani di samping Shalom yang akan dapat menyampaikan dan menyatakan arti yang sama seperti Islam. Tidak mungkin anda menghasilkan padanan kata yang demikian itu. Karena itu kita terpaksa harus mengakui bahwa Shalom adalah sama seperti "salam" atau "damai" dalam arti kata abstrak, dan "Islam" sebagai agama dan keyakinan dalam arti kata kongkrit.
- Seperti diingatkan kepada kita oleh Al Qur’an dalam surat 2 Al Baqarah bahwa Ibrahim dan anak-anak laki-lakinya dan cucu-cucu laki-lakinya adalah penganut Islam; bahwa mereka bukan Yahudi dan bukan Nasrani; bahwa mereka berdakwah dan menyiarkan pemujaan dan keyakinan terhadap Satu Tuhan kepada semua orang yang mereka kunjungi atau di mana mereka berdiam, kita harus mengakui bahwa bukan saja orang Yahudi, tetapi beberapa bangsa lain yang berasal dari anak-anak laki-laki lainnya dari Ibrahim serta banyak suku bangsa yang telah pindah agama dan meleburkan diri ke dalam keturunan Ibrahim itu, juga sebagai pemeluk agama Islam; yaitu orang yang beriman pada Allah dan berserah diri kepada kehendakNya. Ada orang-orang Esau, kaum Edomit, kaum Midian dan banyak lagi orang-orang yang berdiam di Arabia yang mengenal Tuhan dan memujanya seperti orang-orang Israel. Orang-orang ini juga mempunyai nabi-nabinya sendiri dan pembimbing agama seperti Nabi Ayyub, Nabi Syu’aib (mertua Nabi Musa), Nabi Balaam, Nabi Hud, dan lain-lain. Namun, seperti halnya orang Yahudi, mereka telah menjadi penyembah berhala hingga berhala-berhala itu disapu bersih oleh Pangeran dari para Nabi. Kira-kira dalam abad ke V sebelum Masehi orang Yahudi membuat bagian yang lebih besar dari buku-buku suci mereka dalam Perjanjian Lama, ketika ingatan atas penaklukan tanah Kanaan oleh Joshua, kuil dan Jeruzalemnya Suleiman merupakan peristiwa lampau yang telah terpendam dalam kurun waktu yang telah berlalu dalam sejarah mereka yang mengagumkan. Semangat keprihatinan dan penyendirian yang nasionalistik dan Judaistik menguasai sebagian sisa orang-orang Israel; kepercayaan akan datangnya seorang Penyelamat agung untuk mengembalikan tahta dan mahkota Daud yang telah hilang mendominasi, dan arti kata lama "Shalom" sebagai nama agama Ibrahim dan umum bagi orang-orang yang berbeda-beda dari keturunan Ibrahim telah tidak diingat lagi. Dari sudut pandang inilah bahwa saya beranggapan pasal-pasal Jeremiah sebagai salah satu teks emas dalam hukum suci Ibrani.
Bab 10
ISLAM ADALAH KERAJAAN TUHAN DI MUKA BUMI
Ketika meneliti visi indah dari Nabi
Daniel ((Daniel vii.) kita telah menyaksikan Nabi Muhammad saw dikawal
oleh Malaikat yang jumlahnya banyak sekali dan dibawa ke hadirat yang
mulia Yang Maha Abadi; bagaimana beliau mendengar kalimat-kalimat
penghormatan dan kasih sayang yang tidak ada mahluk lain pernah menerima
kehormatan semacam itu (2 Korinthia xii.); bagaimana beliau dimahkotai
sebagai Sultan para Nabi dan dilengkapi dengan kekuatan dan kekuasaan
untuk membinasakan "Binatang Keempat" dan "Tanduk Yang Menghujat".
Selanjutnya kita melihat bagaimana beliau mendapat mandat untuk
membangkitkan dan memproklamirkan Kerajaan Tuhan di muka bumi; bagaimana
mungkin manusia genius itu bisa membayangkan kehormatan tertinggi yang
diberikan oleh Yang Maha Kuasa kepada seorang pemuja yang tercinta dan
kepada UtusanNya yang paling berharga yang hanya dapat dirujuk kepada
Nabi Muhammad saw sendiri. Harus diingat bahwa di antara para Nabi dan
Utusan Allah, hanya Nabi Muhammad saw sendiri yang menonjol bagaikan
sebuah menara di atas semuanya; dan karya besar dan mulia yang
dihasilkannya berdiri sebagai sebuah monumen yang permanen atas
kehormatan dan keagungannya. Seseorang tidak dapat menghargai nilai dan
arti penting Islam sebagai sebuah benteng yang unik terhadap penyembahan
berhala dan penyekutuan Tuhan kecuali apabila Keesaan Tuhan yang mutlak
diakui dengan segala kesungguhan. Jika kita menyadari bahwa Allah
adalah Tuhan yang sama yang Nabi Adam dan Ibrahim mengenalNya, dan yang
dipuja oleh Nabi Musa dan Nabi Jesus, maka kita tidak lagi mengalami
kesulitan untuk menerima Islam sebagai suatu agama sejati dan Nabi
Muhammad saw sebagai Pangeran semua Nabi dan Pengabdi Tuhan. Kita tidak
dapat membesarkan keagungan Allah dengan memandangNya kini sebagai
seorang "Bapak", kemudian sebagai seorang "Anak" dan di kesempatan lain
sebagai suatu "Ruh Suci", atau membayangkan Dia sebagai memiliki tiga
pribadi yang dapat diajak saling bicara dengan menggunakan tiga sebutan
nama orang tunggal : aku, engkau, dia. Dengan cara yang begitu itu kita
lalu kehilangan seluruh konsep sesungguhnya mengenai Yang Maha Mutlak,
dan kita berhenti mempercayai Tuhan yang sesungguhnya. Dengan cara yang
sama, kita tidak dapat menambahkan satu iota pun pada kesakralan agama
dengan suatu lembaga beberapa sakramen yang tidak mempunyai arti sama
sekali; tidak pula kita dapat mengambil santapan rohani bagi jiwa kita
dari memberi makan kepada jenazah seorang nabi atau tuhan hasil
inkarnasi; karena dengan berbuat begitu kita kehilangan semua gagasan
tentang agama yang sejati dan sebenarnya dan sekaligus berhenti pula
kita mempercayai agama itu. Tidak juga kita mampu sedikitpun
mempromosikan kemuliaan Nabi Muhammad saw bila kita harus membayangkan
beliau sebagai seorang anak Tuhan atau tuhan hasil inkarnasi; karena
dengan cara begitu kita sama sekali pasti kehilangan Nabi dari Mekkah
yang nyata dan yang merupakan tokoh dalam sejarah, dan tanpa sadar jatuh
ke dalam jurang penyekutuan Tuhan. Keagungan Nabi Muhammad saw berupa
keberhasilannya membangkitkan agama yang begitu mantap, sederhana dan
sejati, dan dalam menerapkan secara nyata seluruh aksioma dan prinsip
dengan ketepatan dan resolusi sedemikian rupa sehingga tidak mungkin
bagi seorang Muslim sejati untuk menerima kepercayaan atau keyakinan
lain selain daripada yang telah diikrarkannya dalam formula:"Saya
percaya bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah, dan bahwa Muhammad adalah
Utusan Allah". Dan syahadat ini akan berlanjut menjadi keyakinan bagi
setiap orang beriman sejati kepada Allah hingga Hari Kebangkitan.
Pemusnah Agung atas "Tanduk Kesebelas"
yang merupakan personifikasi Constantine yang agung dan Gereja
Tritunggal, bukan seorang Bar Allaha ("Anak Tuhan"), akan tetapi seorang
Bar Nasha ("Anak Manusia) dan tidak lain adalah Nabi Muhammad
al-Mustapha saw yang sebenarnya mendirikan Kerajaan Tuhan di bumi.
Kerajaan Tuhan inilah yang kini akan kita teliti dan interpretasikan.
Perlu diingat, bahwa janji yang tersebut di bawah ini seperti yang
diungkapkan oleh Daniel telah dibuat ketika Sultan seluruh Nabi itu
menghadap Yang Maha Suci:
"Kerajaan dan kekuasaan dan kebesaran
kerajaan di seluruh bumi akan diberikan kepada orang-orang Kudus milik
Yang Maha Tinggi; kerajaannya (orang-orang Kudus itu) (akan menjadi)
sebuah kerajaan yang abadi, dan semua kekuasaan akan mengabdi dan tunduk
pada kerajaan itu" (Daniel vii. 22-27).
Ungkapan dalam pasal nubuah ini bahwa
Kerajaan Tuhan akan terdiri dari: "orang-orang Kudus milik Yang Maha
Tinggi", dan bahwa seluruh kekuasaan lainnya akan mengabdi dan tunduk
pada orang-orang itu, jelas menunjukkan bahwa dalam Islam, agama dan
negara adalah satu dan tubuh yang sama, dan dengan sendirinya tidak
terpisahkan. Islam bukan saja agama Tuhan, tetapi juga KerajaanNya di
muka bumi. Agar dapat membentuk sebuah gagasan yang jelas dan benar
mengenai sifat dan konstitusi "Kerajaan Tuhan di bumi", dirasa perlu
untuk sekejap melihat pada sejarah agama Islam sebelum agama itu
disempurnakan, dilengkapkan, dan dengan resmi ditetapkan oleh Tuhan
Sendiri di bawah UtusanNya Muhammad saw.
1. SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DATANG, ISLAM BUKAN KERAJAAN TUHAN DI MUKA BUMI, NAMUN HANYA MERUPAKAN AGAMA SEJATI TUHAN
Mereka yang mempercayai bahwa agama
Tuhan yang sejati hanya diturunkan kepada Ibrahim dan dijaga oleh orang
Israel saja, pastilah murid yang bodoh tentang literatur Perjanjian
Lama, dan pasti telah memiliki gambaran yang salah mengenai sifat agama.
Ibrahim sendiri memberikan sebutan kepada Raja dan Imam (1)
Jeruzalem dan diberkati olehnya (Genesis xiv. 18). Ayah mertua Nabi
Musa juga seorang imam dan Nabi Allah; Nabi Ayyub, Balaam, Ad, Hud,
Lukman dan banyak nabi yang lainnya yang bukan orang Yahudi. Suku bangsa
dan bangsa yang berlainan seperti kaum Ismail, kaum Moab, kaum Ammon,
kaum Edom, dan lain-lainnya yang merupakan keturunan anak laki-laki
Ibrahim dan Luth, mengenal Tuhan Yang Maha Kuasa meskipun mereka juga
seperti orang Israel yang jatuh menjadi penyembah berhala dan menjadi
jahil. Namun cahaya Islam tidak pernah padam seluruhnya atau digantikan
dengan penyembahan berhala. Patung-patung atau gambar-gambar yang
dianggap sebagai sakral dan sebagai tuhan rumah tangga oleh orang
Israel, demikian juga kebangsaan mereka yang sama, dan biasanya disebut
"Traphim" (Genesis xxxi.) dalam bahasa Ibrani, pada hemat saya yang hina
ini adalah sama sifat dan karakternya dengan gambar dan patung yang
dimiliki dan dipuja oleh orang Kristen Ortodoks dan Katholik di rumah
dan gereja mereka. Pada masa jahiliyah itu patung-patung itu menjadi
tanda pengenal atau semacam pasport. Tidakkah hebat mendapati Rahel
isteri Yakub dan puteri Laban, harus mencuri "traphim" ayahnya? (Genesis
xxxi.). Namun Laban dan suaminya adalah orang-orang Muslim, dan pada
hari yang sama mengangkat batu "Mispha" dan mempersembahkannya kepada
Tuhan!
Orang-orang Yahudi dalam belantara ,
mabuk oleh keanehan dan keajaiban yang terjadi siang dan malam – kampus
mereka dibayangi oleh awan keajaiban pada siang hari dan diterangi oleh
pilar-pilar api pada malam hari, mereka sendiri memakan "manna" dan
"Salwai" – segera setelah Nabi Musa menghilang untuk beberapa hari di
puncak gunung Sinai yang tertutup kabut, membuat patung sapi dari emas
dan memujanya. Sejarah dari orang-orang yang keras kepala sejak kematian
Joshua hingga dinobatkannya Raja Saul, yang meliputi kurun waktu lebih
dari empat abad, dipenuhi dengan kemerosoan akhlak yang berbau skandal
hingga jatuh ke dalam penyembahan berhala. Orang Yahudi berhenti
menyembah berhala hanya sesudah wahyu tidak turun lagi dan hukum dari
Kitab-Kitab Sucinya dalam abad ketiga sebelum Masehi, dan semenjak itu
tetap dalam monoteisme. Namun kepercayaan mereka pada Keesaan Tuhan,
meskipun tetap dalam garis Unitarian, tidak memberi mereka hak untuk
menggolongkan dirinya sebagai "Muslim" karena dengan keras kepala mereka
tetap menolak baik pribadi maupun wahyu yang turun kepada Nabi Jesus
dan Nabi Muhammad saw. Hanya dengan penyerahan diri mutlak kepada
Kehendak Tuhan bahwa seorang manusia dapat memperoleh kedamaian dan
menjadi Muslim, karena bila tidak demikian maka keyakinan tanpa
kepatuhan dan penyerahan diri adalah sama dengan halnya setan yang
percaya kepada Allah dan gemetar.
Karena kita tidak memiliki catatan
tentang orang-orang lain yang diberi Wahyu Suci dan dengan Nabi dan Imam
yang dikirim oleh Tuhan kepada mereka, maka kita hanya akan memuaskan
diri sendiri dengan deklarasi bahwa agama Islam hadir di tengah
orang-orang Israel dan orang-orang Arab lainnya dari masa dulu,
terkadang lebih bercahaya, tetapi kebanyakan seperti sumbu api yang
menyala atau seperti pijar api yang lemah yang berkedip dalam sebuah
ruang gelap. Itu adalah sebuah agama yang dipeluk oleh jenis orang yang
segera melupakan agama itu, atau melalaikannya, atau mengubahnya menjadi
penyembahan berhala. Tetapi selalu sama bahwa selalu ada
pribadi-pribadi atau keluarga yang mencintai dan memuja Tuhan.
Tampaknya orang Yahudi, terutama masa
Yahudi, tidak mempunyai konsep mengenai Tuhan dan agama seperti halnya
orang Muslim yang mempunyai Allah dan Islam. Bilamana saja orang Israel
dalam keadaan makmur dan berjaya dalam perang mereka, maka Yahweh diakui
dan dipuja, namun dalam keadaan yang kurang baik Dia ditinggalkan dan
ketuhanan dari suatu bangsa yang lebih kuat dan lebih sejahtera diadopsi
dan patungnya atau gambarnya dipuja. Studi yang lebih cermat mengenai
Kitab Suci Ibrani akan menunjukkan bahwa orang kebanyakan Yahudi
kadangkala menganggap Tuhannya lebih kuat atau lebih tinggi, dan di kala
lain lebih lemah daripada yang dianut oleh bangsa lain. Kecenderungan
mereka yang sangat mudah dan berulang kali jatuh ke dalam penyembahan
berhala adalah suatu bukti bahwa kaum Israel itu memiliki anggapan yang
hampir sama mengenai El atau Yahweh mereka dengan orang-orang Asiria
terhadap Ashur, orang Babilon terhadap Mardukh, dan orang Funisia dengan
Ba’al mereka. Dengan mengecualikan nabi dan para sufi, orang Muslim
Taurat, yaitu orang-orang Israel yang menganut Hukum Musa, tidak pernah
berdiri sama tinggi dengan kesakralan agama mereka ataupun konsep sejati
keTuhanan mereka. Kepercayaan terhadap Allah dan keyakinan yang mantap
serta kepercayaan terhadap hidup yang akan datang tidak mendarah
mendaging dan tertanam dalam jiwa dan hati orang-orang itu.
Betapa bertolak belakangnya antara
Muslim menurut Al Qur’an, orang-orang beriman terhadap Hukum Islam, dan
Muslim menurut Taurat atau Hukum Musa! Pernahkah terlihat dan terbukti
bahwa seorang Muslim meninggalkan Mesjid, Imam, dan Al Qur’an, dan
memeluk agama lain dan mengakui bahwa Allah bukanlah Tuhan? Tidak
pernah! Sangat tidak mungkin bahwa masyarakat Muslim yang Islami selama
masih memiliki Kitabullah, Mesjid dan para Mullah dapat terjatuh ke
dalam penyembahan berhala atau bahkan kepada agama Kristen.
Saya menyadari adanya yang disebut
keluarga Tartar tertentu yang memeluk agama Kristen Ortodoks di Rusia.
Tetapi saya dapat meyakinkan para pembaca artikel saya, dengan
berdasarkan otoritas yang otentik, bahwa orang-orang "Tartar" ini adalah
orang-orang Mongolia yang lama sesudah ditundukkan oleh orang Rusia dan
berdirinya "Altin Ordu" oleh Batu Khan, atau mereka masih penyembah
berhala atau orang yang baru pindah agama ke Islam dan tampaknya telah
dipaksa atau dirayu untuk bergabung dengan Gereja Rusia. Dan dalam
hubungan ini haruslah tidak diingkari bahwa hal ini terjadi sesudah
kekuasaan Muslim "Golden Horde" ("Altin Ordu") tersungkur jatuh sesudah
invasi besar-besaran oleh Timur Lang (Tamerlane). Sebaliknya, para
pedagang Muslim di Cina maupun di Afrika, telah selalu mempropagandakan
agama suci mereka; dan berjuta-juta orang Muslim Cina dan negro adalah
buah daripada misi-misi Muslim yang tidak pernah mendapat bayaran itu.
Jelaslah dari keterangan di atas bahwa agama sejati Tuhan sebelum Nabi
Muhammad saw hanya baru dalam masa bayi, bahwa agama itu tetap belum
matang dan belum berkembang di antara orang-orang Ibrani, meskipun agama
itu bersinar dengan cemerlang dalam kehidupan pengabdi sejati Yahwah.
Di bawah bimbingan dan hakim-hakim yang takut terhadap Tuhan dan
Raja-Raja Israel yang alim, pemerintah telah selalu bersifat teokratik,
dan selama wahyu Nabi-Nabi diterima dengan menguntungkan dan
perintah-perintahnya dilaksanakan, maka kedua-duanya, agama dan bangsa
itu akan sejahtera.
Namun Agama sejati Tuhan tidak pernah
berbentuk sebagai Kerajaan Tuhan seperti terjadi di bawah pemerintah
berdasarkan Al Qur’an. Dalam KebijakanNya yang Abadi, Allah telah
menyatakan bahwa empat Kekuasaan yang besar dari Dunia Gelap harus
saling menggantikan satu dengan lainnya sebelum KerajaanNya Sendiri
dibangkitkan. Sivilisasi kuno yang besar dan kekaisaran Asiria Kaldea,
dari Medo Persi, dari Yunani dan dari Romawi harus muncul dan berkembang
untuk menindas dan menggilas orang-orang yang beriman pada Tuhan, dan
untuk melaksanakan semua kejahatan dan kekejian yang hanya setan saja
yang bisa mengaturnya. Semua kemuliaan dari empat kekuasaan besar ini
dilakukan dalam pemujaan terhadap setan; dan "kemuliaan" inilah yang
"Pangeran Kegelapan" menjanjikan untuk memberikannya kepada Jesus
Kristus dari puncak sebuah bukit yang tinggi jika dia harus mengikutinya
dan memujanya.
2 JESUS KRISTUS DAN PARA MURIDNYA BERKHOTBAH TENTANG KERAJAAN TUHAN
Benar adanya bahwa mereka adalah
utusan-utusan Kerajaan Tuhan di bumi. Jiwa dan inti dari Injil Jesus
termuat dalam pasal yang terkenal dalam do’anya: "KerajaanMu tiba."
Selama duapuluh abad orang-orang Kristen dari seluruh denominasi dan
jenis keyakinan mereka telah berdo’a dan selalu mengulangi do’a ini,
"KerajaanMu tiba," dan Tuhan sendiri tahu berapa lama mereka akan
melanjutkan do’a untuk dan sia-sia mengantisipasi kedatangannya.
Antisipasi orang-orang Kristen atas kedatangan Kerajaan Tuhan bersifat
sama dengan antisipasi orang-orang yang beragama Judaisme akan
kedatangan seorang Al Masih. Kedua antisipasi ini menunjukkan imajinasi
yang tidak peduli dan tidak berdasar akal, dan anehnya ialah bahwa
dengan keras kepala mereka memegang harapan yang sia-sia ini. Bila anda
bertanya kepada seorang pendeta atau pastor Kristen mengenai pendapatnya
tentang Kerajaan Tuhan, dia akan menceriterakan kepada anda semua macam
ilusi dan hal-hal yang tidak berarti. Kerajaan ini, begitu dia akan
menegaskan, adalah Gereja di mana dia tergabung ketika Kerajaan itu akan
mengatasinya dan menelan semua Gereja sesat lainnya. Pastor atau
pendeta lain akan berkhotbah tentang "millennium." Seorang penganut
Salvationist atau seorang dari Quaker mungkin menjelaskan kepada anda
bahwa menurut keyakinannya Kerajaan Tuhan itu akan terdiri dari
orang-orang Kristen yang baru dilahirkan dan tanpa dosa, dicuci dan
dibersihkan dengan darah domba; dan sebagainya.
Kerajaan Tuhan tidak berarti Gereja
Katholik yang berjaya, atau Negara Puritan yang mengalami regenerasi dan
tanpa dosa. Hal itu bukan suatu "Royalty of the Millennium" yang
imajinatif. Itu bukan suatu Kerajaan yang tersusun dari mahluk-mahluk
langit, termasuk di dalamnya jiwa para Nabi yang telah meninggal dan
orang-orang beriman yang diberkati, di bawah kekuasaan domba suci;
dengan malaikat sebagai polisi dan jaksa.; kaum Cherub sebagai gubernur
dan hakim; kaum Seraph sebagai para perwira dan komandan; atau malaikat
Jibril sebagai Paus, Patriarch, Uskup, dan pengkhotbah evangelis.
Kerajaan Tuhan di bumi adalah sebuah Agama, suatu masyarakat yang kuat
yang terdiri dari orang-orang beriman pada Tuhan Yang Esa dilengkapi
dengan kepercayaan dan pedang untuk berjuang untuk dan mempertahankan
eksistensi dan kemerdekaan mutlak dari Kerajaan Dunia Kegelapan,
terhadap semua yang tidak percaya bahwa Tuhan itu Esa, atau terhadap
mereka yang percaya bahwa Dia mempunyai anak, seorang ayah dan seorang
ibu, sekutu-sekutu dan mereka yang bersama ada (coeval).
Kata Yunani "euangelion", yang
diterjemahkan "Injil" dalam bahasa Inggris, praktis berarti "the
enunciation of good news" atau "ucapan berita baik." Dan ucapan ini
ialah kabar tentang Kerajaan Tuhan yang mendekat datang, yang terkecil
di antara warganya adalah lebih besar dari Yahya Pembaptis. Beliau
sendiri dan para apostel sesudahnya berkhotbah dan mengumumkan Kerajaan
ini kepada kaum Yahudi, mengundang mereka untuk beriman dan menyesali
dosa agar dapat diterima ke dalamnya. Jesus sesungguhnya tidak
menghapuskan atau mengubah Hukum Musa, tetapi menafsirkannya dalam
pengertian spiritual sedemikian rupa sehingga beliau meninggalkannya
sebagai sesuatu yang tidak bisa dimengerti oleh orang. Ketika beliau
menyatakan bahwa kebencian adalah akar pembunuhan, nafsu adalah sumber
dari perzinahan; bahwa serakah dan munafik adalah sebagai dosa yang
buruk sekali seperti halnya penyembahan berhala; dan bahwa belas kasih
dan amal sedekah lebih dapat diterima daripada korban bakaran dan
kepatuhan ketat terhadap hari Sabath, maka praktis beliau telah
menghapuskan huruf-huruf dalam Hukum Musa untuk kebaikan pengertian
spiritual. Injil yang penuh kepalsuan dan banyak mengalami interpolasi
ini menceriterakan acap kali kisah-kisah dan referensi mengenai Jesus
kepada Kerajaan Tuhan, dan kepada Bar-Nasha atau "Anak Manusia" , namun
kisah-kisah itu banyak dicemari dan diubah sehingga mereka berhasil, dan
masih berhasil, menyelewengkan orang-orang Kristen yang malang untuk
mempercayai bahwa yang dimaksudkan oleh Jesus sebagai "Kerajaan Tuhan"
adalah Gerejanya, dan bahwa beliau sendirilah "Anak Manusia" itu.
Hal-hal yang penting ini akan
dibicarakan sepenuhnya kemudian, insya Allah; tetapi untuk saat ini saya
harus berpuas diri dengan membuat catatan bahwa apa yang Nabi Jesus
umumkan itu adalah bahwa Islam itulah Kerajaan Tuhan dan bahwa Nabi
Muhammad saw itulah "Anak Manusia" itu, yang diangkat untuk memusnahkan
Binatang dan untuk mendirikan Kerajaan yang kuat dari orang-orang Kudus
dari Yang Maha Tinggi.
Hingga masa Jesus Kristus, agama Tuhan
itu telah dikirimkan terutama bagi orang Israel; agama itu lebih nyata
dan memiliki karakter nasional. Para ahli hukumnya, pendeta-pendeta, dan
penulis-penulis telah mempreteli agama itu dengan literatur yang banyak
dan bersifat takhayul tentang tradisi nenek moyang mereka. Kristus
telah mencerca tradisi-tradisi itu, mengkritik orang Yahudi dan
pemimpinnya sebagai orang munafik dan anak setan. Meskipun setan
penyembahan berhala telah meninggalkan Israel, namun kemudian tujuh
setan telah menguasai orang-orang itu (Matius xii. 43 – 45; Lukas xi. 24
– 26)
Kristus memperbaharui agama lama;
memberinya hidup dan semangat baru kepadanya; beliau menerangkan dengan
lebih khusus tentang hal keabadian jiwa manusia, kebangkitan kembali dan
hidup di dunia sesudah yang sekarang ini; dan mengumumkan kepada publik
bahwa Al Masih yang akan datang, yang diharapkan oleh orang Yahudi,
bukanlah seorang dari bangsa Yahudi atau anak Daud, tetapi anak Ismail
yang bernama Ahmad, dan bahwa beliau akan mendirikan Kerajaan Tuhan di
muka bumi dengan kekuatan kalimat Tuhan dan dengan pedang. Dengan
sendirinya agama Islam menerima hidup baru, cahaya baru dan semangat
baru, dan para penganutnya dianjurkan dengan sangat agar menjadi
orang-orang yang berserah diri, untuk menunjukkan toleransi dan
kesabaran. Sebelum itu mereka telah diberi tahu akan adanya penindasan,
kesengsaraan, kesyahidan, dan penjara. Orang-orang Nashara dari masa
awal, sebagaimana Al Qur’an menyebut mereka yang percaya pada Kitab
Injil Jesus, telah menderita sepuluh penindasan yang mengerikan di bawah
kaisar Romawi. Kemudian datanglah kaisar Constantine dan mengumumkan
kemerdekaan bagi gereja; namun sesudah putusan dan Kepercayaan akan
Trinitas sesuai dengan hasil Konsili Nicea pada tahun 325 M, maka kaum
Muslim Unitarian (2) dihadapkan pada penindasan baru dan lebih kejam oleh kaum Trinitarian hingga bangkitnya Nabi Muhammad saw.
3. SIFAT DAN KONSTITUSI KERAJAAN TUHAN
Ada seruan untuk melakukan sholat
sebanyak lima kali dalam sehari dari menara dan dari mesjid di seluruh
tempat di dunia ini di mana kaum Muslimin hidup. Seruan ini diikuti
dengan pemujaan yang paling khidmat terhadap Allah oleh para pengabdinya
yang setia. Seruan ini disebut "Adzan." Ini bukanlah segalanya; setiap
kegiatan, perusahaan dan bisnis, betapapun pentingnya atau tidak
pentingnya, dimulai dengan kalimat "Bismillaah" yang berarti "Dengan
Asma Allah," dan diakhiri dengan "Alhamdulillaah" yang berarti "Puji dan
syukur bagi Allah!" Ikatan keyakinan yang mengikat seorang Muslim
kepada Rajanya yang Abadi begitu kuatnya, dan keakraban antara Yang Maha
Kuasa dengan pengabdiNya begitu dekat, sehingga tidak ada satu apapun
betapapun kuatnya atau menggiurkannya, yang dapat memisahkannya dengan
Allah. Dalam Al Qur’an Allah berfirman bahwa Allah itu lebih dekat
kepada manusia daripada urat lehernya.
Tak pernah ada pengikut favorit, dalam
sentimen kasih sayangnya, kesetiaan, ketaatan, dan rasa hormat terhadap
rajanya yang dermawan, yang pernah dapat menyamai sentimen semacam itu
yang ditunjukkan oleh seorang Muslim terhadap Tuhannya. Allah adalah
Pemilik Langit, Bumi dan Jagat Raya, Dia adalah Raja setiap Muslim
khususnya, karena hanya seorang Muslim sendiri saja yang berterima kasih
dan memuji Raja Yang Maha Kuasa untuk semua yang terjadi dan
menimpanya, baik itu kebahagiaan maupun kemalangan.
Hampir sejumlah tiga ratus juta kaum
Muslimin atau lebih diberkati dengan kemampuan memiliki perasaan
keyakinan dan kepasrahan yang sama terhadap Allah.
Karena itu jelas bahwa sifat Islam itu
terletak pada kenyataan bahwa Islamlah satu-satunya Kerajaan Teokratis
yang nyata dan sesungguhnya di muka bumi ini. Allah tidak perlu lagi
mengutus utusanNya atau nabiNya untuk menyampaikan wahyuNya kepada kaum
Muslimin seperti biasa Dia lakukan terhadap orang Israel dan orang-orang
Ibrani lainnya; karena kehendakNya telah sepenuhnya diungkapkan dalam
Al Qur’an Suci dan tertanam dalam jiwa pemujaNya yang setia.
Mengenai formasi dan konstitusi Kerajaan Tuhan, antara lain yang berikut ini harus dicatat:
1. Semua kaum Muslimin membentuk
sebuah nation, satu keluarga, dan satu persaudaraan. Tak perlu
pembaca saya tahan untuk mempelajari berbagai ungkapan dari Al
Qur’an dan Hadith mengenai hal ini. Kita harus menilai masyarakat
Muslimin, tidak seperti adanya sekarang, tetapi seperti di saat
hidup Nabi Muhammad saw dan para penggantinya (empat sahabat).
Setiap anggota masyarakat ini adalah seorang pekerja yang jujur, seorang
prajurit yang gagah berani, dan seorang beriman dan penganut yang
penuh semangat. Semua hasil yang jujur dari jerih payah adalah
secara hukum milik dia yang mengusahakannya; bagaimanapun hukum
membuat tidak mungkin bagi seorang Muslim sejati menjadi terlalu
kaya raya. Salah satu dari fondasi Islam adalah kewajiban untuk
membayar zakat, yang terdiri dari sedekah dan zakat, atau zakat
yang diserahkan secara sukarela dan zakat yang merupakan
kewajiban. Dalam masa pemerintahan Nabi Muhammad saw dan kalifah
pertama yang empat orang itu, tidak dikenal adanya seorang Muslim
yang luar biasa kekayaannya. Kekayaan nasional itu untuk kas umum yang
dikenal dengan baitul mal, dan tidak seorang Muslim pun dibiarkan
kekurangan
Sebutan "Muslim" secara harfiah berarti
pembuat perdamaian. Anda tidak pernah dapat menemukan mahluk lain yang
lebih patuh, ramah tamah, tidak agresif dan sebagai warga negara yang
cinta damai selain daripada seorang Muslim. Tetapi begitu agamanya,
kehormatannya dan hak miliknya diserang, orang Muslim itu menjadi
seorang musuh yang menakutkan lawan. Al Qur’an sungguh sangat tepat
mengenai hal ini: "Wa la ta’tadu" atau "Dan engkau tidak boleh melampaui
batas" (menjadi ofensif atau agresif). Jihad Suci bukanlah sebuah
perang untuk menyerang, tetapi untuk mempertahankan diri. Meskipun para
perampok, suku-suku bangsa yang bersifat predator, kaum Muslimin yang
nomadik dan bersifat agak barbar mungkin saja telah memiliki kepercayaan
agama dan keyakinan akan adanya Allah, namun kekurangan pengetahuan dan
pelatihan keagamaan agaknya menjadi sebab dasar kelemahan dan
kebobrokan akhlak mereka itu. Mereka adalah perkecualian. Seseorang
tidak pernah dapat menjadi seorang Muslim yang baik tanpa pelatihan dan
pengajaran keagamaan.
2. Menurut deskripsi Nabi Daniel,
warga negara Kerajaan Tuhan itu ialah "Orang-Orang Kudus." Dalam
teks asli Kaldea atau Aramiah mereka digambarkan sebagai "A’mma
d’qaddishid’ I’lionin," sebuah gelar yang hanya pantas bagi
seorang Pangeran Para Nabi dan tentaranya yang mulia Muhajirin dan
Ansharin, yang membongkar penyembahan berhala dari sebagian besar
benua Asia dan Afrika dan membinasakan Binatang Romawi.
Semua kaum Muslimin yang percaya akan
Allah, Malaikat-MalaikatNya, Kitab SuciNya dan Nabi-NabiNya, Hari
Kebangkitan dan Pengadilan; bahwa semua kebaikan dan kejahatan adalah
milik Allah; dan mengamalkan perintah dan laranganNya menurut kemampuan
masing-masing dan dengan sangka baik, adalah orang-orang kudus dan warga
negara yang diberkati dalam Kerajaan Tuhan. Tidak ada kebodohan yang
lebih besar dalam agama selain daripada kepercayaan bahwa ada pribadi
yang disebut Ruh Suci yang memenuhi hati mereka yang telah dibaptis
dengan nama tiga tuhan, masing-masing yang ketiga dari tiga atau tiga
dari yang ketiga, dan dengan demikian memberkati mereka yang beriman
(pada Ruh Suci yang demikian itu - pent.)dalam kemustahilan mereka.
Seorang Muslim percaya bahwa bukan hanya ada satu Ruh Suci, tetapi tak
terhitung banyaknya ruh suci yang semuanya diciptakan oleh dan menjadi
pembantu-pembantu Allah Yang Esa. Kaum Muslimin diberkati bukan dengan
cara dibaptis atau dibersihkan, tetapi jiwanya dimurnikan dan
dibersihkan dengan cahaya iman dan dengan api gairah dan keberanian
untuk mempertahankan dan berjuang untuk keyakinan itu. Yahya Pembaptis,
atau mungkin Kristus sendiri (menurut Injil Barnabas) mengatakan: "Aku
baptiskan engkau dengan air pada pertobatan(mu), tetapi dia yang datang
sesudah aku, dia lebih kuat daripada aku; dia akan membaptis engkau
dengan api dan dengan ruh suci." Api inilah dan ruh inilah dengan mana
Nabi Muhammad saw telah membaptis para nomad yang semi barbar,
orang-orang kafir penyembah barhala, dan mengubah mereka menjadi satu
pasukan orang-orang kudus yang heroik, yang telah mengubah kuil-kuil
Yahudi (sinagog) yang tua dan memudar serta gereja-gereja yang karatan
menjadi sebuah Kerajaan Allah yang permanen dan kuat di tanah yang
dijanjikan dan tempat-tempat lainnya.
4. KEABADIAN DAN MARTABAT KERAJAAN ALLAH
Dua kali Malaikat meyakinkan Daniel
tentang hal ini. Disebutkan bahwa "semua bangsa di bawah langit akan
mengabdi Orang-Orang Kudus milik Yang Maha Tinggi." Tidaklah memerlukan
bukti untuk mengatakan bahwa semua Kekuasaan Kristen menunjukkan
kekaguman yang khusus, dan bahkan rasa hormat bila perlu, bukan saja
kepada Kekuasaan Orang-Orang Muslim, tempat-tempat suci orang Muslim dan
mesjid-mesjid, tetapi juga kepada lembaga-lembaga lokal dari
orang-orang Muslim yang ada di bawah kekuasaannya. Rahasia dari "servis"
ini adalah: pertama-tama, orang-orang Muslim selalu mengundang
kekaguman dan rasa takut melalui tingkah laku mereka yang penuh
martabat, keterikatan pada agama mereka dan kepatuhan terhadap hukum
yang adil, dan kedamaian mereka; dan kedua, karena pemerintahan Kristen
biasanya memperlakukan orang-orang Muslim dengan keadilan dan tidak
mencampuri hukum dan agama mereka.
Ruangan tidak mengizinkan kita untuk
memperluas pengamatan kita mengenai hal lain-lainnya dari Agama dan
Kerajaan Suci ini, seperti misalnya Kalifah-Kalifah Islam,
Sultan-Sultan, dan sebagainya. Cukuplah untuk mengatakan bahwa Penguasa
Muslim tunduk pada hukum-hukum Al Qur’an yang sama sebagaimana anggota
rekan semasyarakat lainnya; bahwa keadilan dan kesopanan adalah jaminan
terbaik bagi kesejahteraan dan stabilitas setiap negara, Muslim atau
non-Muslim; dan bahwa semangat dan prinsip-prinsip Kitab Allah adalah
petunjuk terbaik untuk seluruh perundang-undangan dan sivilisasi.
Catatan Kaki :
1). Mengenai Logos, sejak "Injil"
dan "Komentar" maupun tulisan yang kontroversial milik kaum Unitarian,
kecuali apa yang telah dikutip dari mereka dalam tulisan lawan mereka,
seperti Patriarch Yunani yang terpelajar Photius dan mereka yang
sebelumnya.
Di antara para Romo dan ummat
Kristen Timur, salah satu yang sangat terkemuka ialah St Ephraim orang
Syria. Dia adalah seorang pengarang dari banyak karya, terutama komentar
tentang Injil yang diterbitkan dalam bahasa Syria dan bahasa Latin,
yang edisi akhirnya telah saya baca dengan berhati-hati di Roma. Dia
juga mempunyai homiles, disertasi yang disebut "midrishi" dan "contra
Haeritici", dsb. Kemudian ada seorang Syria yang terkenal, pengarang Bir
Disin (biasanya ditulis "Bardisane") yang berkembang pada ujung akhir
abad kedua dan awal abad ketiga Masehi. Dari banyak tulisan Bir Disin
tidak ada lagi yang tertinggal dalam bahasa Syria, kecuali apa yang
telah dikutip untuk penyangkalan oleh Ephraim, Jacob dari Nesibin dan
Nestorian lainnya serta kaum Jacob, dan kecuali apa yang telah
dipergunakan oleh sebagian besar para Romo dari Yunani dalam bahasanya
sendiri. Bir Disin berpendirian bahwa Jesus Kristus adalah kedudukan
dari rumah ibadah dari Firman Tuhan, tetapi keduanya, dia dan Firman itu
diciptakan. St Ephraim dalam memberantas heresy (bid'ah) dari Bir
Disin, mengatakan:
Dalam bahasa Syria
"Wai lakh O, dovya at Bir Disin
Dagreit l'Milta eithrov d'Alihi
Baram kthaba la kthab d'akh hikhin
Illa d'Miltha eithrov Allihi
Dagreit l'Milta eithrov d'Alihi
Baram kthaba la kthab d'akh hikhin
Illa d'Miltha eithrov Allihi
Dalam bahasa Arab
"Wailu'l-laka yi anta's-Safil Bir Disin
Li-anna fara'aita kina 'l-kalimo li-'l-Lihi
Li-kina 'l-Kitibo mi Kataba Kazi
Illa 'l-Kalimo Kina 'l-Lih"
Li-anna fara'aita kina 'l-kalimo li-'l-Lihi
Li-kina 'l-Kitibo mi Kataba Kazi
Illa 'l-Kalimo Kina 'l-Lih"
Dalam bahasa Inggris
"Woe unto thee O miserable Bir Disin
That thou didst read the "word was God's"!
But the Book (Gospel) did not write likewise
Except that "the Word was God".
That thou didst read the "word was God's"!
But the Book (Gospel) did not write likewise
Except that "the Word was God".
Terjemahan bahasa Indonesia
"Kesengsaraan bagimu, wahai Bir Disin yang tidak menyenangkan
Bahwa engkau benar telah membaca "firman itu Milik Tuhan"!
Tetapi Kitab Injil tidak menuliskannya seperti itu
Kecuali bahwa "Firman itu adalah Tuhan.
Bahwa engkau benar telah membaca "firman itu Milik Tuhan"!
Tetapi Kitab Injil tidak menuliskannya seperti itu
Kecuali bahwa "Firman itu adalah Tuhan.
Hampir dalam semua kontroversi
tentang Logos kaum Unitarian telah dicap dengan "heresy" (menyimpang
dari pendapat umum / tidak ortodoks) mengingkari keabadian dan
kepribadian yang suci dari Logos itu dengan cara telah mengkorupsi Injil
Yohanes dsb. kaum Nasira Unitarian yang asli telah mengembalikan
kesalahan itu kepada kaum Trinitarian. Orang dapat menyimpulkan dari
bacaan "patristik" bahwa kaum trinitarian selalu disalahkan karena telah
mengkorupsi KitabSuci.
2). Tidak seperti orang Arab, baik
orang-orang Ibrani maupun Aramia tidak mempunyai bunyi " j " dalam
alfabetnya; huruf ketiga dari alfabet mereka "gamal" mempunyai bunyi g
bila keras, dan bila lunak atau aspirate (mengucapkan dengan hembusan)
menjadi suara kerongkongan dan bunyi gh.
3) Kitab Injil yang saya jadikan
rujukan tidak memuat apa yang disebut kitab deutro-canonical atau
Apocryphal dari Perjanjian Lama. Kitab Injil ini diterbitkan oleh
American Bible Society (New York 1893). Judulnya berbunyi: Kthahhi
Qadissihi Dadiathiqi Wadiathiqi Khadatt An Shad-wath Poushaqa dmin
lishani qdimaqi. Matha 'ta d'dasta. Biblioneta d' America. (Kitab Suci
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, dengan konkordans dan kesaksian.
Diterjemahkan dari bahasa kuno. Diterbitkan di Press of the American
Bible Society).
4) Bagi orang Israel anggur tidak diharamkan.
5). Kata aslinya ialah cahaya (nur),
dan seperti kata dalam bahasa Arab, ir berarti "sinar" dan bukan "api"
yang dalam teks dapat terlihat dari "ish
6). Menarik dan memiliki arti untuk
dicatat betapa observasi dari profesor terpelajar ini sesuai dengan
observasi mantan Kaisar Jerman yang dalam kesempatan merayakan ulang
tahunnya yang ke tujuh puluh di Doorn, Belanda, dilaporkan sebagai telah
mengatakan dalam pidatonya: " Dan ketahuilah hal ini – seandainya
orang-orang Islam pernah memikirkan gagasan, bahwa adalah perintah Allah
untuk membawa ketertiban di dalam masyarakat Barat yang sedang merosot,
dan menundukkan mereka pada kehendakNya, maka – dengan percaya pada
Tuhan – mereka akan datang kepada orang-orang Eropa yang tidak lagi
bertuhan seperti gelombang pasang, terhadap mana bahkan kaum Bolshevik
yang paling merah sekalipun, yang penuh dengan keinginan untuk
menghadapinya, akan tidak berdaya". (Evening Standard, London, Januari
1929)
7) Dalam bahasa Ibrani Imam zaman
dulu disebut Cohen, dan oleh orang Kristen diganti dengan "priest’ atau
pendeta. Seorang imam Yahudi tidak pernah dapat diidentifikasikan dengan
seorang pendeta Sakramen Kristen.
8) Jesus Kristus tidak pernah
menyetujui para pengikutnya untuk menamakan diri mereka sendiri dengan
"orang-orang Kristen". Tidak ada gelar lain yang lebih baik bagi kaum
Unitarian selain daripada "Muslim."
Tidak ada komentar:
Write komentar