Bagian Kedua
B. NABI MUHAMMAD SAW DALAM PERJANJIAN BARU
Bab 11
ISLAM DAN AHMADIYAH DIUMUMKAN OLEH PARA MALAIKAT
Dua peristiwa istimewa telah tercatat
oleh dua orang Pengabar Injil (Evangelist) dalam hubungannya dengan
kelahiran Nabi Jesus Kristus a.s. Pengabar Injil Mattai (Matius) telah
meninggalkan bagi kita sebuah ceritera mengenai ziarah yang indah dari
Magi, yang dibimbing oleh bintang dari Persi ke palung di Betlehem, di
mana terbaring Jesus yang baru saja dilahirkan, yang mereka "puja" dan
mereka beri hadiah-hadiah yang melimpah berupa emas, mirah, dan
wangi-wangian. Bahan ceritera yang disingkatkan dari peristiwa sejarah
atau ceritera fiksi tentang "Orang Bijak" dari Timur itu pada dirinya
adalah suatu legenda bohong yang terdiri dari setengah lusin keajaiban,
yang gereja Kristen sendirilah yang mampu menciptakan dan
mempercayainya. Gereja telah mempertahankan nama Magi itu, yang
dikepalai oleh Raja Caspar, "diilhami oleh Tuhan," dan mengetahui bahwa
bayi kecil di Betlehem itu ialah Tuhan, Domba dan Raja, dan karena itu
mereka menawarkan wewangian seperti kepada tuhan, mirah untuk
penguburannya sebagai korban, dan emas sebagai kekayaan kerajaan! Dan
bahwa ahli-ahli sihir Zoroaster atau ahli-ahli nujum Kaldea, melalui
ramalan dan petunjuk, melintasi seluruh jarak ke Jeruzalem, dan disitu
bintang itu menghilang tak terlihat lagi; bahwa penguasa Herod yang
memerintah orang Yahudi dan penduduk Jeruzalem bergemetaran saat
mendengar berita kelahiran seorang raja baru; bahwa hanya sebuah pasal
yang kacau dalam tulisan-tulisan Nabi Micah (v.2) dapat memecahkan
masalah lokalitas di mana kelahiran Jesus itu telah berlangsung; dan
akhirnya bahwa para astrolog diberi tahu oleh Tuhan dalam mimpi agar
tidak kembali ke Herod, adalah benar-benar beberapa keajaiban indah yang
hanya takhayul orang-orang Kristen dapat menelannya. Rombongan kerajaan
dari peziarah itu melanjutkan perjalanan ke Betlehem yang hanya
beberapa mil jaraknya dari Jeruzalem, dan, bintang penunjuk yang lalu
itu muncul lagi dan membimbing mereka hingga bintang itu berhenti tepat
di atas tempat di mana bayi itu lahir. Kecepatan yang luar biasa dengan
mana perjalanan jauh dari Persia ke Betlehem diakhiri sementara bayi itu
masih ada di kandang (Lukas ii. 4 – 7) menunjukkan arti penting
keajaiban itu.
Keajaiban lain yang berhubungan dengan
kelahiran Jesus Kristus adalah kenyataan, atau suatu fiksi, bahwa
sesudah semua demonstrasi di istana Herod itu dan dalam kelas-kelas para
terdidik di Jeruzalem, tidak ada seorangpun yang mengetahui tempat
tinggal Keluarga Suci itu; dan bahwa kebodohan yang misterius ini
menyebabkan pembantaian oleh Herod atas ratusan bayi-bayi di Betlehem
dan sekitarnya. Keajaiban terakhir namun bukan yang terkecil yang
disindirkan dalam narasi ini adalah dipenuhinya ramalan lain dari
Jeremiah ( xxxi. 15), di mana Rahil digambarkan sebagai telah menangis
dan meratapi pembunuhan atas kaum Ephraim di Ramah dan bukan Betlehem,
dan ini, juga tujuh ratus tahun yang lalu, ketika keturunan Rahil
dideportasi ke Asiria sementara dia sendiri telah meninggal jauh sebelum
Yakub yang adalah suaminya berpindah ke Mesir! Matius yang sendirian di
antara para ahli arsip dan sejarah kuno mengetahui peristiwa ini, tidak
menceriterakan kepada kita apa kesan Raja Caspar dan para ahli
bintangnya sesudah kunjungan mereka ziarah ke palung Betlehem. Yakinkah
atau tidakkah mereka bahwa anak Maryam itu adalah seorang raja? Jika
mereka dibujuk bahwa Jesus adalah seorang raja, mengapa bahwa kemudian
Persia menindas agama Kristen hingga Persia memeluk agama Islam dalam
abad ke tujuh? Tidak benarkah bahwa orang Persia tidak menerima cahaya
dan informasi mengenai Jesus orang Nazareth dari para ahli sihir, namun
hanya dari tentara Muslim yang dikirim oleh Kalifah kedua Umar?
Bukan maksud saya untuk sekaligus
mengingkari kebenaran kunjungan beberapa orang Magi dari Timur ke ruang
bawah tanah Jesus, tetapi semata-mata untuk menunjukkan keserakahan atau
ambisi gereja untuk membesar-besarkan peristiwa biasa dalam kehidupan
Jesus Kristus dan untuk memperagakan di dalamnya beberapa karakteristik
supernatural.
Perisitwa lain yang sama indahnya yang
berkaitan dengan artikel kita sekarang ini dicatat oleh Pengabar Injil
Lukas ( ii. 1 – 20). Beberapa penggembala sedang mengamati kawanan
gembalaannya di sebuah lapangan dekat Betlehem pada malam hari ketika
Jesus dilahirkan di sebuah palung. Seorang malaikat mengumumkan
kelahiran "Tuhan Penyelamat," dan tiba-tiba sekelompok malaikat
menampakkan diri di langit dan menyanyikan dengan keras lagu ini:
Kemuliaan bagi Tuhan di Tempat Tertinggi,
Dan damai di bumi,
Dan di antara manusia itikad baik. (Ayat 14)
Dan damai di bumi,
Dan di antara manusia itikad baik. (Ayat 14)
Lagu malaikat yang tenar ini, dikenal
dengan "Gloria in excelsis deo" dan dinyanyikan dalam semua gereja
sacerdotal selama perayaan sakramen, adalah sayang sekali hanya sebuah
terjemahan kabur dari teks Yunani, yang sama sekali tidak dapat dianggap
bisa diyakini atau bernilai kebenaran, karena lagu itu tidak
menunjukkan kepada kita kalimat aslinya dalam bahasa yang para malaikat
melantunkannya dan yang dimengerti oleh para gembala Ibrani itu. Bahwa
tuan rumah langit menyanyikan lagu gembira mereka dalam bahasa
sipengggembala, dan bahwa bahasa itu bukan bahasa Yunani tetapi bahasa
asli Ibrani – atau lebih baik Aramiah – adalah suatu kenyataan yang
diakui. Dalam Kitab-Kitab Suci semua asma Allah, malaikat, sorga, para
nabi, dan sebagainya, diungkapkan kepada kita dalam lidah orang Semit
(Ibrani, Aramiah, Arab); dan untuk membayangkan bahwa mahluk langit itu
menyanyikan lagu dalam bahasa Yunani kepada gembala Yahudi yang bodoh di
daerah sekitar Betlehem sama artinya dengan percaya bahwa sekelompok
malaikat semacam itu, di cakrawala di atas bukit-bukit tanah Kurdistan,
menyanyikan sebuah lagu yang sama dalam bahasa Jepang untuk dicernakkan,
atau ditebak, oleh beberapa penggembala Kurdistan!
Penampakan seorang malaikat kepada
gembala sederhana dari Betlehem dan pengumuman tentang kelahiran seorang
Nabi Besar pada malam hari itu, dan mendengar seruan Hallelujah para
malaikat saja dan bukan oleh pendeta dan penulis yang sombong, adalah
salah satu dari keajaiban yang tak terhitung yang dicatat dalam sejarah
bangsa Israel. Tidak ada apa-apa dalam ceritera itu yang bisa dianggap
sebagai suatu sifat yang begitu kontradiktif untuk membeberkan ceritera
itu menjadi hal yang luar biasa. Seorang malaikat dapat menampakkan
dirinya kepada seorang nabi atau kepada seorang pemuja Tuhan yang suci
dan menyampaikan wasiyat Tuhan kepadanya di hadapan orang lain, namun
sangat tidak nampak bagi mereka. Para gembala yang baik itu mempunyai
hati dan kepercayaan yang baik, karena itu mereka itu dianggap pantas
untuk suatu kurnia suci. Jadi dari sudut pandang agama tidaklah ada
apapun yang tidak kompatibel atau yang tidak mungkin dalam peristiwa
yang indah ini seperti dicatat oleh Lukas. Pengarang ceritera ini
memperagakan artikulasi yang memiliki ketepatan yang tinggi, dia bijak
dan berhati-hati dalam pernyataannya, dan dalam seluruh Injil dia
mempergunakan gaya bahasa Yunani yang sangat bagus. Dengan
mempertimbangkan kenyataan bahwa dia menulis bukunya lama sesudah
kematian para apostel semuanya, dan bahwa dia telah meneliti dengan
sangat seksama banyak sekali karya-karya mengenai Jesus dan Injilnya,
tampaknya sangat mungkin bahwa dia sadar akan adanya legenda Magi dan
menahan dirinya dari memasukkan hal itu ke dalam bukunya sendiri 1)
Dalam empat ayat pertama yang mengawali
Injil ketiga ini disebutkan dengan tepat bahwa para apostel yang dia
sebut sebagai "saksi dan utusan Tuhan," telah tidak menuliskan sendiri
ceritera-ceritera tentang Gurunya dan ajarannya, namun hanya melalui
tradisi telah meneruskan ceritera itu secara lisan kepada para
pengikutnya atau penggantinya. Juga dengan jelas disebutkan bahwa sumber
yang dipergunakan oleh Lukas untuk penyusunan Injilnya adalah berbagai
"ceritera" yang dibuat oleh orang-orang yang telah mendengar
ceritera-ceritera itu telah dinarasikan oleh para apostel dan
orang-orang lainnya yang telah menyaksikan peristiwa dan doktrin itu,
dan bahwa pengarang dengan sangat penuh perhatian telah meneliti semua
ceritera itu dan memilih hanya yang sedemikian yang dia anggap benar dan
patut dipercaya. Lebih lanjut tampak lebih jelas dengan pengakuan Lukas
sendiri, yang dengan mudah dapat disimpulkan dari "Pendahuluan", bahwa
dia mengklaim dirinya tidak menerima wahyu langsung apapun, juga dia
tidak memberikan atribut apapun berupa karakter yang inspirasional ke
dalam bukunya. Juga dengan aman dapat diasumsikan bahwa Injil pertama
dan keempat belum ditulis ketika Lukas melakukan kompilasi narasinya
sendiri, atau bahwa dia tidak melihat Injil pertama dan keempat
tersebut; karena tidak mungkin dia telah dapat berspekulasi untuk
menyeimbangkan atau menyangkal Injil yang ditulis oleh dua apostel,
Matius dan Yohanes.
Observasi singkat ini yang dapat dilipat
gandakan harus meyakinkan setiap pembaca yang tidak berpihak bahwa apa
yang disebut "Empat Injil" tidak memperagakan tanda-tanda yang penting
yang tidak bisa tidak harus ada pada setiap Kitab Suci yang mengklaim
dirinya suatu inspirasi suci.
Gereja telah mempercayai bahwa pengarang
Injil ketiga adalah tabib Lukas (Kolose iv. 14) yang menemani Paul
dalam perjalanan misinya dan bersamanya sebagai tawanan di Roma ( 2
Timotius iv. 11; Filemon 24, dsb). Tetapi di sini bukan tempatnya untuk
membicarakan masalah pengarang buku itu, juga hal-hal ganjil lainnya
yang penting. Cukup kiranya untuk mengatakan bahwa Lukas telah mencatat
beberapa ceritera ibarat yang indah dan ajaran dari Sang Guru Suci,
seperti ceritera ibarat "Orang Samaritan yang baik" ( x. 25 - 37);
"Orang Kaya yang Serakah" ( xii. 15 –21); orang Farisi dan Publikan yang
merasa benar sendiri ( xiii. 9 – 18); Ketekunan dalam berdo’a ( xi. 1
–13); Domba yang hilang, Mata uang yang hilang, Anak laki-laki yang
boros ( xv.); Orang kaya dan Lazarus yang miskin ( xvi. 19 – 31); kutu
janda yang miskin ( xxi. ); suami yang jahat ( xx. 9 – 16); hakim yang
tidak adil ( xviii. 1 – 8); Konversi Zacchaeus ( xix. 1 – 10); dan
beberapa lainnya lagi. Namun yang terpenting di antara semua isi Injil
ketiga adalah nyanyian malaikat yang menjadi judul dari studi dan
kontemplasi kita saat ini.
Nyanyian ini seperti laiknya seluruh isi
Perjanjian Baru tidak disajikan kepada kita dalam bahasa asli dengan
mana lagu itu dinyanyikan, tetapi hanya dalam versi Yunani; dan Tuhan
sendiri mengetahui sumber dari mana Pengabar Injil (Evangelist) kita
menyalinnya, menterjemahkannya, atau semata-mata menarasikannya dari
kabar angin.
Mungkinkah bahwa Nabi Jesus atau
apostelnya tidak meninggalkan sebuah Injil yang sesungguhnya dan otentik
dalam bahasa dengan mana Injil itu diwahyukan? Kalau ada sebuah Injil
sebenarnya yang semacam itu, apa jadinya dengan Injil itu? Siapa yang
menghilangkannya? Apakah itu dimusnahkan? Dan oleh siapa dan kapan?
Pernahkah Injil itu diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani atau bahasa
asing lainnya? Mengapa gereja tidak telah menyimpan untuk kita teks asli
dari Injil yang sebenarnya, atau terjemahannya? Bila jawaban untuk
pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah negatif , maka kita memberanikan
untuk bertanya sebuah serial pertanyaan yang sama pentingnya; yaitu,
mengapa apostel dan pengabar Injil bangsa Yahudi ini tidak menuliskannya
dalam bahasanya sendiri tetapi semuanya dalam bahasa Yunani? Di mana
nelayan Shimon Kipha (Simon Peter), Yohannan (Yohanes), Ya’kub (James),
dan orang publikan Matius telah belajar bahasa Yunani agar dapat menulis
satu serial Kitab-Kitab Suci? Jika anda berkata: "Ruh Suci telah
mengajarkan mereka," maka anda membuat diri anda semata-mata bahan
tertawaan. Ruh Suci bukanlah seorang guru tata bahasa dan bahasa. Akan
diperlukan wahyu lain untuk menerangkan alasan atau kebijakan mengapa
Ruh Suci harus membuat wahyu dalam bahasa Yahudi kepada seorang Israel
dari Nazareth, lalu menyebabkannya untuk dimusnahkan, dan akhirnya
mengajarkan bahasa Yunani kepada setengah lusin orang-orang Yahudi dan
memberikan inspirasi kepada mereka masing-masing untuk menulis sebagian
dari wahyu yang sama dengan gaya dan caranya sendiri!
Jikalau diperdebatkan bahwa Injil dan
Epistles (surat-surat yang dibuat oleh salah seorang sahabat nabi Isa -
pent.) telah ditulis agar berguna bagi orang-orang Yahudi yang tersebar,
yang mengetahui bahasa Yunani, kami memberanikan untuk mencari
keterangan: Manfaat apa saja yang dapat diraih oleh orang-orang Yahudi
yang tersebar itu dari Perjanjian Baru; dan mengapa sebuah salinan
daripadanya tidak telah dibuat untuk orang-orang Yahudi Palestina dalam
bahasa mereka sendiri, mengingat kenyataan bahwa Jeruzalem adalah pusat
Agama baru itu, dan Yakobus, "saudara laki-laki Tuhan Jesus" (Galatia i.
19). adalah Presiden atau Kepala Gereja dan bertempat tinggal di situ
(Kisah Para Rasul xv.; Galatia ii. 11 – 15, dsb.).
Akan menjadi usaha sia-sia yang sangat
menyedihkan untuk menemukan satupun ceritera ibarat, ramalan atau pesan
tentang Jesus yang diungkapkan dalam bahasanya sendiri. Sinode Nicea
harus dianggap bertanggung jawab secara kriminil selamanya sebagai
satu-satunya penyebab kehilangan yang tak dapat diperbaiki atas Injil
Suci dalam teks bahasa aslinya Aramiah.
Adalah cukup jelas alasan mengapa saya
begitu gigih mendesakkan keharusan mutlak untuk preservasi yang lengkap
utuh atas firman-firman Allah yang diwahyukan; itu disebabkan karena
hanya dokumen semacam itulah yang dapat dipertimbangkan sebagai
terpercaya dan sah. Sebuah terjemahan, tidak peduli betapapun setia dan
mampunya terjemahan itu mungkin telah dilakukan, tidak pernah dapat
memelihara kekuatan yang tepat dan pengertian yang benar seperti
terkandung dalam kalimat-kalimat dan ungkapan-ungkapan dalam bahasa
aslinya. Setiap versi pasti tidak luput dari kemungkinan dipersoalkan
dan dikritik. Keempat Injil ini misalnya, adalah bahkan bukan sebuah
terjemahan, tetapi justru adalah teks asli dalam bahasa Yunani; dan yang terburuk daripadanya ialah keempat Injjil itu telah dikorupsi dengan adanya interpolasi kemudian.
Nah, di hadapan kita ada sebuah nyanyian
suci, tanpa diragukan pastilah sudah dinyanyikan dalam dialek Semit,
namun seperti adanya itu, telah disajikan kepada kita dalam versi bahasa
Yunani. Tentu saja kita sangat ingin tahu kalimat-kalimatnya dalam
bahasa aslinya dengan mana lagu itu telah dinyanyikan. Di sini saya
meminta perhatian yang serius dari para pembaca akan padanan (ekivalen)
yang tepat untuk sebuah istilah dalam bahasa Semit yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Yunani dengan "eudokia" dan diterjemahkan
ke dalam bahasa Inggris dengan "good will." Nyanyian itu terdiri dari
tiga bait. Subyek dalam bait pertama adalah Allaha (bahasa Aramiah), diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani dengan "Theos". Subyek dalam bait kedua adalah Shlama (bahasa Aramiah) dan diterjemahkan dengan "Eiriny"
dalam bahasa Yunani. Dan subyek dalam bait ketiga adalah "eudokia"
dalam bahasa Yunani, dan diterjemahkan oleh Vulgate (Injil dalam bahasa
Latin - Pent.) dengan "Bona voluntas" serta oleh Pshittha (al-Basit) dengan "Sobhra Tabha" (diucapkan sovra tava).
Kedua versi itu (Vulgate dan Pshittha)
yang telah diikuti oleh semua versi lainnya, telah gagal untuk
menyampaikan arti dan pengertian yang sebenarnya dari kalimat "eudokia,"
dan dengan sendirinya bait kedua dan ketiga tetap menjadi tidak berarti
dan bahkan tanpa pengertian, jika bukan bahkan kedua-duanya tidak
benar. Kekecewaan yang mungkin kita rasakan karena tidak mendapatkan
kalimat yang tepat dari nyanyian sorgawi ini dalam bentuk aslinya, namun
kita tak usah putus asa dalam usaha kita untuk menemukan dan
mendapatkan pengertian yang sebenarnya yang terkandung dalam lagu itu.
Karenanya kita akan melanjutkan untuk
menemukan arti etimologis yang sebenarnya dari kalimat dalam bahasa
Yunani "Eiriny" dan "Eudokia" itu dan tafsir serta pengertian yang
sesungguhnya lagu-lagu pujian malaikat itu.
Tafsir orang Kristen untuk "Eiriny" dan "Eudokia" adalah salah dan sama sekali tidak dapat dipertahankan.
Menurut interpretasi atas nyanyian ini
oleh semua gereja Kristen dan sekte, kepercayaan akan kesucian Jesus
Kristus, kepercayaan dalam penebusan dosa dan api neraka melalui
kematiannya di atas tiang salib, dan kepercayaan untuk mengadakan
komunikasi yang terus menerus dengan Ruh Suci, membawa "kedamaian" dan
ketenangan ke dalam hati, dan membuat orang beriman menghibur terhadap
masing-masing "good will," kebajikan dan saling mengasihi. Sejauh ini
interpretasi ini telah diterima secara umum oleh kelompok Sakramen dan
Pengabar Injil. Tetapi mereka tidak berhenti pada tiga pokok utama ini,
dan dengan sangat hati-hati juga; karena sejauh itu tidak ada perdamaian
umum dan tidak ada rekonsiliasi, tidak ada persetujuan dan persatuan,
tidak ada good will dan saling mengasihi yang dirasakan di antara
mereka. Lalu mereka saling berpisah dan mencoba cara lain untuk menjamin
"perdamaian" dan "good will" ini. Kaum Sakramen bersikeras pada
kepercayaan terhadap tujuh sakramen dan banyak dogma-dogma yang baik
akal sehat maupun doktrin Jesus yang sederhana tidak dapat
menenggangnya. Gereja, yang telah dibersihkan dengan darah Penebus dosa
melalui air baptis yang telah disucikan secara misterius, telah menjadi
Pengganti dari Domba dan tubuhnya; gereja, yang adalah tubuh dari Domba
itu, memberi makan tubuhnya dengan roti dan anggur yang telah diberkati
secara misterius, dan di transubstansikan ke dalam darah dan daging yang
sebenarnya dari Pengantin Pria. Pengantin Wanita – Gereja – memiliki
ketaatan tertentu terhadap "hati suci" Jesus, Maryam, dan Santo Jusuf;
terhadap empat belas tingkat atau rumah Penyaliban; terhadap patung dan
gambar dari ratusan orang-orang kudus dan syuhada; terhadap ribuan
tulang belulang atau sisa-sisa dari orang-orang kudus dan syuhada yang
otentik maupun yang fiktif; dan memuja air yang sudah diberkati persis
seperti kepada Tuhan Yang Maha Kuasa! Namun tetap saja tidak ada
kedamaian; semua dosa, yang serius atau tidak, harus diakui di hadapan
seorang pendeta; dan itu adalah suatu kemutlakan bahwa si pendosa
memperoleh dari "bapa spiritual" itu sesuatu yang memberikan rasa damai
dan tenang dalam hatinya, dan memenuhinya dengan good will!!!
Kalau kita kembali kepada kelompok
evangelikal dari berbagai aliran dan doktrin, kita akan menemukan mereka
sedang mencoba untuk mendapatkan kedamaian internal melalui do’a
langsung kepada tiga pribadi dari ketuhanan masing-masing secara
individual – sekarang kepada Jesus, lain kali ke ruh Suci, lalu ke Bapa –
dengan mata tertutup, tetapi dengan isyarat dan gerak-gerak oratorikal;
dengan membaca Injil, dan dengan amalan-amalan lainnya secara pribadi
maupun umum; dan kemudian mereka percaya bahwa mereka dipenuhi dengan
Ruh Suci dan dalam kedamaian! Tetapi saya yakinkan para pembaca bahwa
orang-orang Kristen "yang sangat menyesal" ini, yang melalui ketaatan
mereka yang dibuat-buat atau yang sungguh-sungguh, berpura-pura telah
memperoleh "kedamaian" dan telah memiliki "good will" terhadap
tetangganya, mereka itu bukannya menjadi orang-orang yang patuh, lembut
hati dan bersifat damai dengan sesamanya sebagaimana halnya Sang Guru
yang ditirukannya, tetapi bahkan menjadi orang yang luar biasa penuh
dengan syak wasangka dan amat sangat tidak toleran. Apakah dia seorang
yang ortodoks atau heterodoks, ketika seorang Kristen keluar dari gereja
di mana dia telah "ikut bergabung" dalam "Lord’s Communion" (Perjamuan
Makan Bersama Tuhan, atau sakramen) yang mereka sebut dengan Institution
of the Eucharist" atau "Lembaga Ekaristi" 2)
mereka menjadi begitu fanatik yang hipokritikal (penuh kepalsuan) dan a
sosial seperti misalnya lebih suka ketemu seekor anjing daripada dengan
seorang Muslim atau Yahudi, karena mereka (Muslim dan Yahudi) itu tidak
percaya akan trinitas dan dalam "Perjamuan Makan Malam Tuhan." Saya
tahu hal itu. Saya biasa dalam keadaan sentimen seperti itu ketika saya
masih seorang pendeta Katholik. Semakin banyak saya memikirkan diri
saya, spiritual, suci dan tidak berdosa, semakin saya menjadi benci
kepada orang-orang yang menyimpang (the heretics), terutama mereka yang
tidak mempercayai trinitas.
Ketika ummat Kristen, terutama pendeta
dan para pastor menjadi bersemangat dan fanatik dalam ketaatan dan
amalan-amalan mereka yang aneh, mereka menjadi sangat terlalu
terangsang, mengamuk, dan ofensif terhadap musuh-musuh agama mereka!
Tunjukkan kepada satu orang Katholik, Schismatic atau seorang santo yang
heretikal (menyimpang) sesudah Konsili Nicea, yang bukan seorang tiran,
apakah itu dalam tulisannya, atau khotbahnya, atau dalam amalannya
terhadap mereka yang dia anggap menyimpang (heretics). Inkuisisi Romawi
adalah suatu kesaksian yang abadi terhadap pemenuhan (penggenapan) atas
nyanyian evangelikal ini "Damai di atas bumi dan good will di antara
sesama manusia!"
Jelas bahwa kedamaian sejati tidak dapat
didapat dengan cara-cara buatan. Hanya ada tiga cara yang dapat
memberikan kedamaian sejati dan sempurna; yaitu, 3) keyakinan yang mantap tak tergoyahkan akan Keesaan Allah yang mutlak; 4) penyerahan dan kepasrahan yang sempurna kepada Kehendak SuciNya; dan 5)
meditasi dan kontemplasi yang berulang kali mengenai Allah. Orang yang
sudah menjalani tiga cara ini adalah benar-benar seorang Muslim yang
sesungguhnya dan praktis, dan kedamaian yang dia peroleh dengan cara itu
adalah sejati dan tidak buatan. Dia menjadi orang yang memiliki
toleransi, jujur, adil, dan bertenggang rasa; tetapi pada saat yang sama
sangat siap untuk berjuang dengan segala kesungguhan dalam
mempertahankan semua yang berkaitan dengan kemuliaan Allah dan
kehormatannya sendiri bila terancam atau diserang. Jelaslah bahwa
memperoleh kedamaian yang sempurna ini diwujudkan dengan keimanan
batiniah dan penyerahan yang tegas kepada Sang Pencipta, dan bukan
dengan amalan dan ritual lahiriah yang demonstratif. Amalan dan ritual
semacam itu akan bermanfaat kepada kita hanya bila iman itu murni, dan
penyerahan diri itu sukarela dan tanpa syarat.
Tetapi pastilah para malaikat itu telah
tidak menyanyikan lagu itu untuk menghormati kedamaian pribadi atau
individual, yang bagaimanapun terbatas secara komparatif pada sejumlah
kecil orang-orang alim; tidak juga malaikat itu melakukan hal itu untuk
memuji perdamaian universal yang imajiner, yang akan berarti perlucutan
senjata atas bangsa-bangsa dan suatu penghentian perang dan permusuhan.
Tidak; tidak satupun dari kedua macam kedamaian atau perdamaian itu yang
merupakan obyek dari lagu itu. Kedamaian spiritual itu adalah suatu
ketenangan hati dan kesadaran yang dikurniakan oleh Allah sebagai suatu
penghargaan dan pemberkatan hanya kepada orang-orang beriman yang hanya
sedikit yang telah membuat kemajuan besar dalam ketaatan dan kehidupan
spiritual, dan mencintaiNya, di atas segalanya, dan mengorbankan
cinta-cinta lainnya untuk kecintaanNya.
Juga bukan suatu perdamaian sosial atau
politik untuk orang-orang Israel, karena sejarah selama dua puluh abad
ini menunjukkan kebalikannya. Karena itu tidak mungkin malaikat itu
telah menyanyi dan mengumumkan sebuah perdamaian yang tak pernah dapat
diwujudkan atau dicapai. Maka pada satu sisi sesuai dengan kenyataan
sejarah yang berturut-turut, dan mengingat pentingnya peristiwa itu
maupun daerah di mana pengumuman yang istimewa ini telah dibuat, kita
dipaksa, pada sisi lain, untuk menyimpulkan bahwa "perdamaian di
muka bumi" ini tidak lain dan tidak bukan ialah kebangkitan Kerajaan
Allah di atas bumi yang semakin mendekat, yaitu Islam. Bahasa Yunani "Eiriny" dalam bahasa Semit berarti "Shalom," – "Shlama," dan "Islam." Itulah kesemuanya.
Penyebutan "sejumlah besar sekali tuan
rumah malaikat" memberikan pada lagu itu suatu sifat martial atau yang
berhubungan dengan kejayaan. Benarlah itu merupakan petunjuk tunggal
tentang kegembiraan pada bala tentara yang tergabung pada Kerajaan
Langit, yang bermanfaat bagi sekutu mereka yang akan datang yang
termasuk dalam Kerajaan Tuhan di atas bumi, yang mana bayi yang baru
dilahirkan di Betlehem adalah Pengabar Injil dan Utusan yang terbesar.
Dalam berbagai peristiwa dalam rangka
artikel ini, kita telah menerangkan bahwa Shalom dalam pengertiannya
yang nyata dan praktis berarti sebuah agama yang baik, mantap, aman,
terhormat, dan jalan damai, berhadapan dengan agama yang jahat, buruk,
berbahaya, merusak, dan jalan yang membawa kepada penderitaan dan
kehancuran. Dalam pengertian inilah bahwa Allah dalam wasiyatNya melalui
nabi Yesaya ( xiv ) keapda Cyrus, memakai kata "Shalom" sebagai sinonim
dengan kebaikan berhadapan dengan kejahatan. Ini adalah penafsiran
tentang Islam yang tepat secara harfiah, etimologis, moral dan praktis,
sebagai satu agama sejati , Kerajaan Allah yang amat berkuasa di atas
bumi, dengan hukum dan petunjuk-petunjuknya yang tetap dan mantap
terttulis dalam Al Qur’an.
Di luar Islam, yang secara harfiah Islam
berarti "membuat perdamaian", penafsiran-penafsiran lain atau
perdamaian imajiner adalah tidak cocok dengan pengertian di mana
"Eiriny" dipergunakan dalam lagu malaikat yang penuh kejayaan itu. Dalam
pengertian Islami kata itu bahwa Jesus Kristus dalam khotbah besarnya
di bukit bersabda: "Diberkati orang-orang Muslim (secara harfiah berarti
"pembuat perdamaian"); karena mereka akan disebut "Anak-Anak Tuhan"
(Matius v. 9) 7) Dan perdamaian imajiner itulah yang disangkal oleh Nabi Jesus Kristus ketika beliau berseru:
"Janganlah mengira bahwa aku datang untuk membawa damai di atas bumi;
aku datang tidak untuk membawa damai tetapi sebuah pedang" (Matius x. 34
– 36); atau seperti yang diungkapkan Lukas: "Aku datang untuk membakar
bumi … Kamu kira bahwa aku datang untuk membawa perdamaian? Aku katakan,
tidak; tetapi perpecahan … (Lukas xii. 49 -53).
Kedua pernyataan Jesus yang penting
sekali dan saling bertentangan akan tetap sebagai teka teki, kecuali
jika "Eiriny" itu ditafsirkan dalam pengertian agama Islam, karena kalau
tidak demikian akan merupakan kerusakan yang tak dapat diperbaiki yang
gereja Kristen telah melakukan komitmen dengan menerima Injil ini
sebagai "Kalimat-Kalimat Tuhan yang diinspirasikan."
Bab 12
"EUDOKIA " BERARTI "AHMADIYEH"
(Lukas ii. 14)
Untuk menterjemahkan sebuah masterpiece
dari seorang penulis terkemuka dari versi bahasa asing jika orang itu
meninggalkan tulisan-tulisan lainnya tetapi dalam bahasanya sendiri,
akan tidak sangat sulit. Karena dengan begitu penterjemah itu dapat
mempelajari jiwa, alasan-alasan teknis, dan ungkapan-ungkapan dalam
karyanya, dan berusaha sebaik mungkin menurut kemampuannya untuk
menterjemahkan buku itu kembali ke dalam bahasa aslinya. Tetapi seberapa
jauh dia akan berhasil adalah suatu masalah yang hanya seorang
penterjemah yang berkemampuan dapat memutuskan dan menentukannya. Sama
saja halnya, apabila ada paling tidak sepasang surat atau tulisan Santo
Lukas dalam bahasa Ibrani, kitab Injilnya secara komparatif dapat
diterjemahkan dengan lebih sedikit kesulitan ke dalam bahasa selain
daripada apa yang kini sudah dapat dilakukan. Namun sayang bahwa hal
sedemikian itu bukanlah masalahnya. Karena tiada apapun yang tersisa
dari tulisan-tulisan kuno dalam bahasa yang dipakai Jesus dari mana
Santo Lukas menterjemahkan lagu malaikat itu; juga dia sendiri tidak
meninggalkan kepada kita sebuah kitab lain dalam dialek Semit.
Agar saya menjadi lebih baik dimengerti,
dan agar para pembaca yang berbahasa Inggris lebih baik menghargai arti
penting yang luar biasa dari masalah ini, saya memberanikan untuk
menantang para sarjana dalam literatur Inggris dan Perancis untuk
menterjemahkan kembali sebuah buku drama karya Shakespeare dalam editi
Perancis ke dalam bahasa Inggris tanpa melihat teks asli yang berbahasa
Inggris, dan untuk menunjukkan kelembutan dan keelokan (grace and
elegance) karya aslinya juga.
Ahli filsafat Muslim yang besar Ibn Sina
(Avicenna) menulis dalam bahasa Arab, dan beberapa dari bukunya
kemudian diterjemahkan kembali dari bahasaf Latin ke bahasa Arab karena
yang asli telah hilang. Apakah reproduksi ini merupakan teks yang persis
sama karya Aristotle Muslim ini? Pastilah tidak!
Dalam artikel sebelum ini dalam serial
ini, mengenai "Eiriny" kita telah membicarakan masalah penterjemahan ini
hingga batas tertentu; dan kita tidak menjumpai kesulitan untuk
menemukan ekivalen dalam bahasa Ibrani dari "Shalom", karena
kedua-duanya identik baik dalam Septuagint maupun dalam teks Ibrani.
Namun kata Yunani "Eudokia" tidak demikian halnya, sebaik pengetahuan
saya, dalam versi Septuagint, dan sangatlah sukar untuk menemukan
ekivalen atau sinonim dalam bahasa aslinya. Santo Barnabas tidak
menyebutkan nyanyian malaikat dan ceritera tentang Gembala dari Betlehem
itu dalam Injilnya; demikian pula Synoptic lainnya atau surat-surat
dalam Perjanjian Baru.
Bahasa Yunani modern sering menggunakan
kata "Eudokia" dan "Eudoxia" untuk kata sebutan feminin; dan kedua kata
benda ini terdiri dari dua unsur: "eu" dan "dokeo" dari yang terakhir
disebut itu diturunkan "doxa" yang berarti "kemuliaan" atau "pujian" dan
sebagainya.
Untuk menemukan kata asli dalam bahasa
Semit dalam lagu yang didengar dan diceriterakan oleh gembala yang saleh
itu, dan yang pengabar Injil Lukas memformulakannya sebagai "Eudokia",
kita dipaksa untuk menyelidiki dan menjejaki dengan benar dari akar kata
dalam bahasa Yunani dan derivasinya. Namun sebelum melakukan itu,
adalah perlu untuk memberikan kritik dan menunjukkan versi-versi yang
salah yang telah melingkari arti Eudokia yang sebenarnya dan menutupi
kabar kenabiannya terhadap Ahmad atau Muhammad.
Ada dua versi utama dalam Perjanjian
Baru dari teks Yunani, yang satu berasal dari yang disebut bahasa
"Syriac," dan yang lain dalam bahasa Latin. Keduanya menyandang judul
yang sama pentingnya yaitu "Simplex" atau "Simple" yang keduanya berarti
"Pshittha" dan "Vulgate". Terdapat bahan informasi yang baru tentang
kedua versi kuno yang terkenal itu yang pasti memalukan bagi para ahli
sejarah Kristen yang paling terpelajar dan ahli-ahli teologi yang paling
dogmatik. Namun untuk saat ini cukup kiranya untuk mengatakan bahwa
versi Aramiah (1) yang disebut Pshittha adalah lebih
tua daripada Vulgate yang dalam bahasa Latin. telah diketahui secara
umum bahwa Gereja Roma untuk selama empat abad pertama tidaklah memiliki
Kitab-Kitab Sucinya atau Liturgy dalam bahasa Latin tetapi dalam bahasa
Yunani. Sebelum Konsili Nicea tahun 325 M, Canon dari kitab-kitab
Perjanjian Baru belum selesai (completed) atau lebih baik (sudah) mapan
(established).Ada beberapa lusin Injil dan Surat-Surat (Epistles) yang
membawa beberapa nama apostel yang berbeda-beda dan sahabat-sahabat
Jesus lainnya, yang oleh berbagai masyarakat Kristen dianggap sebagai
suci, tetapi buku-buku itu ditolak oleh Konsili Nicea sebagai palsu.
Karena tempat kedudukan atau pusat
bahasa dan pelajaran bahasa Syria adalah Orhai, yaitu Edessa, dan tidak
pernah Antiokia, di sinilah buku-buku Perjanjian Baru itu diterjemahkan
dari bahasa Yunani sesudah Konsili Nicea yang terkenal dengan nama
buruknya itu.
Penelitian dan studi yang mendalam mengenai literatur dan sejarah Kristen masa awal akan menunjukkan bahwa pendeta-pendeta pertama dari Injil adalah orang-orang Yahudi yang berbahasa Aramiah atau Syriac kuno.
Apakah "Injil" ini adalah sebuah dokumen yang tertulis, atau sebuah
doktrin yang tidak tertulis atau sebuah agama yang diajarkan dan
disiarkan secara lisan, adalah suatu masalah tersendiri dan terletak di
luar ruang lingkup pembicaraan kita saat ini. Namun satu hal adalah
pasti dan betul ada dalam batas-batas pokok pembicaraan kita ini, yaitu
orang-orang Kristen masa awal itu melakukan upacara keagamaan mereka
dalam bahasa Aramiah. Itu adalah bahasa yang umum dipergunakan oleh
orang-orang Yahudi, Syria, Funisia, Kaldea dan Asiria. Nah sekarang
menjadi jelas bahwa orang-orang Kristen yang termasuk dalam
bangsa-bangsa yang berbahasa Aramiah pastilah lebih memilih membaca buku
dan berdo’a dalam bahasa mereka sendiri, dan dengan sendirinya berbagai
Injil, Surat-Surat, buku-buku do’a, dan liturgi ditulis dalam bahasa
Syria. Bahkan orang Armenia sebelum mereka ciptakan alfabet mereka
sendiri dalam abad kelima, telah mempergunakan huruf Syria.
Pada pihak lain, orang-orang
yang telah berpindah agama yang bukan orang Yahudi dari ras Semit
(non-Semitic gentile) ke "jalan baru" membaca Perjanjian Lama dalam
versi bahasa Yunani dari "Seventy." Dengan begitu para sarjana filsafat
Yunani dan mantan pendeta "agama" mitologi Yunani, sekali telah
mengalami perubahan agama ke keyakinan yang baru dan dengan Septuagint
di hadapan mereka, dapat saja tidak mengalami kesukaran dalam
memproduksi "Perjanjian Baru" sebagai pelengkapan atau kelanjutan dari
Perjanjian Lama.
Bagaimana Injil yang sederhana
dari Utusan Allah dari Nazareth itu telah menjadi sumber dari dua alam
pikiran Semitik dan Hellenistik yang kuat dan berlaku saat itu; dan
bagaiman alam pikiran Yunani yang politeistik itu akhirnya melibas
kepercayaan monoteistik Semit di bawah Kaisar Yunani-Latin yang
tiranikal, dan di bawah Uskup-Uskup Trinitarian dari Byzantium dan
Romawi yang paling tidak toleran dan penuh ketakhayulan, adalah semua
itu merupakan titik saat-saat ekstrim untuk studi yang mendalam oleh
sarjana-sarjana Muslim.
Lalu ada masalah-masalah mengenai
kesatuan keyakinan, tentang doktrin, dan tentang teks yang telah
diungkapkan. Untuk selama lebih dari tiga abad Gereja Kristen tidak
mempunyai Perjanjian Baru seperti bentuknya sekarang yang kita lihat.
Tidak satupun gereja-gereja Semit maupun Yunani, demikian pula Antiokia,
Edessa, Byzantium dan Romawi yang memiliki semua buku dari Perjanjian
Baru, juga tidak memiliki empat Injil itu sebelum Konsili Nicea. Dan
saya heran bagaimana gerangan atau apa jadinya kepercayaan Kristen itu
yang hanya memiliki Injil Lukas, atau Markus, atau Yohanes, mengenai
dogma-dogma perihal Eucharist, Pembaptisan, Trinitas, konsep ajaib
tentang Jesus, dan beberapa lusin dogma dan doktrin lainnya! Pshittha
versi Syria tidak memuat apa yang disebut "Yang Penting-Penting"
("Essential") atau "Kalimat-Kalimat Dogma" ("Institutional Words") yang
kini masih ada dalam Injil Lukas ( xxii. 17, 18, 19). Dua belas ayat
terakhir dari enam belas pasal dari Injil kedua tidak diketemukan dalam
manuskrip kuno Yunani. Apa yang disebut "Do’a Tuhan" (Matius vi. 9;
Lukas xi. 2) tidak dikenal oleh pengarang –pengarang Injil kedua dan
keempat. Pada kenyataannya banyak ajaran penting yang dimuat dalam satu
Injil tidak diketahui oleh Gereja yang tidak memiliki Injil itu.
Akibatnya ialah bahwa tidak mungkin dapat ada keseragaman dalam
pemujaan, disiplin, otoritas, keyakinan, perintah-perintah, dan hukum
dalam masa awal gereja, persis seperti sekarang yang juga tidak ada.
Semua yang dapat kita kumpulkan dari literatur tentang Perjanjian Baru
adalah bahwa orang-orang Kristen dalam era apostel memiliki Kitab-Kitab
Suci Yahudi sebagai Injil, dengan Injil yang berisi wahyu yang
sebenarnya yang diturunkan kepada Jesus, dan bahwa substansinya persis
sama seperti ketika dinyatakan dalam "Nyanyian Malaikat" ("Seraphic
Canticle") yaitu ,ISLAM dan AHMADIYEH. Misi khusus yang ditugaskan oleh
Allah kepada NabiNya Jesus adalah untuk mengembalikan atau merubah
orang-orang Yahudi dari kepercayaan yang menyimpang dan salah mengenai
Al Masih keturunan Daud (Davidic Messiah), dan untuk meyakinkan mereka
bahwa Kerajaan Tuhan di muka bumi yang mereka harapkan bukanlah datang
dari Al Masih keturunan Daud, tetapi keturunan keluarga Ismail yang
bernama AHMAD, yang ekivalen sebenarnya dari namanya telah dituliskan
dalam Injil Yunani dalam bentuk "Eudoxos" dan "Periclytos" dan bukan
"Paraclete" seperti diciptakan oleh gereja. Dengan sendirinya bahwa
"Periclyte" itu akan merupakan salah satu pokok pembicaraan utama dalam
serial artikel ini. Namun apapun arti dari "Paraclete" (Yohanes xiv. 16,
26; xv. 26; dan xvi. 7) atau kartografi etimologis-nya, tetap ada
kebenaran yang bersinar yang ditinggalkan oleh Jesus sesudahnya dan
sebuah agama yang belum selesai untuk dilengkapkan dan disempurnakan
oleh apa yang dilukiskan oleh Yohanes atau Yahya (ubi supra) dan Lukas(
xxiv. 49) sebagai "Ruh" (Spirit). "Ruh" ini bukan Tuhan, yang ketiga
dari tiga dalam trinitas ketuhanan, tetapi Ruh Suci dari Ahmad, yang
telah ada seperti Ruh para Nabi lainnya di Sorga (cf Injil Barnabas).
Jika Ruh Jesus, berdasarkan kesaksian seorang apostel, Yohanes ( xvii.
5, dsb), telah ada sebelum beliau menjadi manusia, orang-orang Muslim
juga dapat dibenarkan seratus persen untuk mempercayai telah adanya Ruh
Nabi Muhammad saw berdasarkan kesaksian seorang apostel juga, Barnabas!
Dan mengapa tidak? Karena masalah ini akan dibicarakan dalam artikel
berikutnya, untuk saat ini semua yang ingin saya tanyakan kepada gereja
Kristen adalah ini: Apakah semua gereja Kristen di Asia, Afrika, dan
Eropah memiliki Injil keempat sebelum Konsili Nicea? Bila jawabannya
meyakinkan adanya, berdo’alah, bawalah bukti-bukti anda; bila jawabannya
adalah sebaliknya, maka harus diakui bahwa sebagian besar orang Kirsten
tidak mengetahui apa-apa tentang "Paraclete" – nya Santo Yohanes,
sebuah kata yang dikorupsi yang tidak berarti baik "penghibur"
(comforter) ataupun "perantara" (mediator) atau tidak berarti apapun!
Hal ini pastilah suatu tuduhan yang serius dan menyedihkan terhadap
agama Kristen.
Namun kembali pada pokok persoalan.
Pshittha telah menterjemahkan kata "Eudokia" dalam bahasa Yunani (Orang
Yunani membacanya "Ivdokia," atau mungkin mengucapkannya "Ivthokia")
seperti halnya "Sobhra Tabha" (diucapkan: "Sovra Tava"), yang berarti
"harapan baik" (good hope) atau " antisipasi yang baik" (good
anticipation); sedang sementara itu di pihak lain Latin Vulgate (Injil
dalam bahasa Latin) telah menterjemahkan "Eudokia" sebagai "Bona
Volunta" atau "good will" – "itikad baik".
Tanpa takut saya menantang semua pakar
atau sarjana Yunani, jika mereka berani, untuk menentang saya bila saya
menyatakan bahwa para penterjemah buku-buku versi Syria dan Latin telah
membuat kesalahan yang serius dalam interpretasi mereka atas kata
"Eudokia." Bagaimanapun harus saya akui bahwa saya dengan berhati-hati
tidak dapat menyalahkan para penterjemah itu yang dengan kesengajaan
telah merusakkan arti istilah dalam bahasa Yunani ini; karena saya
menyadari bahwa kedua versi itu mempunyai sebuah dasar yang tidak
signifikan untuk membenarkan terjemahan mereka masing-masing. Namun
meskipun demikian, haruslah dicatat bahwa mereka dengan begitu telah
kehilangan pengertian ramalan dan arti yang sesungguhnya dari
perbendaharaan kata bahasa Semit ketika mereka merubahnya ke dalam kata
dalam bahasa Yunani "Eudokia."
Ekivalen yang tepat dan harfiah dari
"good hope" dalam bahasa Yunani bukan "eudokia," tetapi "eu elpis" atau
agaknya "euelpistia." Eksposisi dari ‘evelpistia" (pengucapan yang benar
dalam bahasa Yunani) cukup untuk membuat Pshittha diam. Istilah yang
persis dan pasti yang sama untuk "bona volunta" dalam bahasa Latin atau
"good will" dalam lidah Yunani pastilah bukan "eudokia," tetapi
"euthelyma." Dan penjelasan yang singkat namun mematikan ini sekali lagi
adalah sebuah bantahan yang mencukupi kepada para pendeta dari Vatikan,
dari Phanar (Konstantinopel), dan dari Canterbury, yang melagukan
"Gloria in Excelsis" ketika mereka merayakan sebuah Misa atau melakukan
sakramen lainnya.
- ETIMOLOGI DAN PENGERTIAN "EUDOKIA"
- pendapat atau kepercayaan
- dogma, prinsip, doktrin, dan
- anticipasi atau harapan.
- ETIMOLOGI DARI BENTUK BAHASA IBRANI MaHMaD DAN HiMDaH, DAN PENGERTIANNYA
- Hamad. Kata kerja in yang terbuat dari tiga konsonan yang penting "hmd" dan umum bagi semua dialek Semit, di manapun dalam Tulisan Suci dari bangsa Ibrani menunjukkan arti: mendambakan, jatuh cinta, rindu akan, senang dan gembira dalam," ("to covet, fall in love, long for, take pleasure and delight in") dan "bergairah sekali" ("to desire ardently"). Mereka yang mengetahui bahasa Arab akan dengan sendirinya mengerti arti yang komprehensif dari kata "Shahwat" yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan "lust, cupidity, ardent desire, and appetite." Begitulah arti dan pengertian yang tepat dari kata kerja "hamad" dalam Kitab Suci Ibrani. Salah satu dari perintah dari "Sepuluh Perintah" (Dacalogue) dari Taurat atau Hukum mengandung pasal yang berikut ini: "Lo tahmod ish reikha" artinya "Engkau tidak boleh merindukan isteri tetanggamu" ("Thou shalt not covet the wife of thy neighbour") - Exodus xx. 17).
- Hemed. sebagai substantif dalam kedudukan maskulin, dan "Himdah" dalam kedudukan feminin, mempunyai arti: "nafsu, gairah, keenakan, kesenangan, obyek kerinduan dan kegairahan, kecantikan" ("lust, desire, pleasantness, delight, object of longing and desire, loveliness") – Hagai ii. 7; Jeremiah xxv. 34, dsb.).
- MaHMaD, MaHaMoD (Ratapan i. 7, 10; ii. 4, dsb.), bentuk-bentuk partisip ini berasal dari kata kerja "hamad" dan berarti "paling didambakan, menyenangkan, mengenakkan, lezat, menarik, mulia, dicintai" ("most covetable, delightful, pleasant, delicious, charming, precious, beloved")
- Karena itu akan diamati bahwa kata dalam bahasa Yunani "eudokia" harus merupakan representasi harfiah dari substantif dalam bahasa Ibrani HiMDaH, dan bahwa keduanya berarti: "kesenangan, keenakan, kenikmatan yang baik, gairah, kecantikan, kemuliaan," ("delight, pleasantness, good pleasure (bon plaisir), desire, loveliness, preciousness") dan beberapa kata sinonim lainnya.
Sekarang marilah kita melanjutkan usaha memberikan arti yang sebenarnya dari "Eudokia".
Sisipan depan yang bersifat kata sifat
"eu" menunjukkan "baik, baik atau sehat, lebih , paling " ("good, well,
more, most,") seperti dalam kata "eudokimeo" yang berarti "dihargai,
disetujui, dicintai" ("to be esteemed, approved, loved,") dan "untuk
mendapatkan kemuliaan" ("to acquire glory"); "eudokimos" berarti "sangat
dihargai, paling terkenal dan mulia" ("very esteemed, most renowned and
glorious"); "eudoxos" berarti "paling termasyhur dan mulia" ("most
celebrated and glorious"); "eudoxia" berarti "seorang yang terkenal,
kemasyhuran" ("celebrity, renown"). Substantif dalam bahasa Yunani
"doxa" yang dipergunakan dalam kata majemuk "orthodox". "doxology" dan
sebagainya, berasal dari kata kerja "dokeo." Setiap siswa literatur
berbahasa Inggris mengetahui kata "doxa" berarti "kemuliaan, kehormatan,
kemasyhuran" (" glory, honor, renown"). Terdapat banyak ungkapan dalam
pengarang-penganrang klasik Yunani di mana "doxa" dipergunakan untuk
menunjukkan "kemuliaan" ("glory"); "Peri doxis makheshai" berarti
"berjuang untuk kemuliaan" ("to fight for glory"). Seorang orator Athena
yang terkenal Demosthenes "lebih menyukai kemuliaan daripada kehidupan
yang tenang" ("preferred glory to a tranquil life"), "kemuliaan yang
sama dengan kemuliaan para dewa" ("glory equal to that of the gods").
Saya menyadari kenyataan bahwa "doxa", meskipun jarang, dipergunakan
untuk menunjukkan
Namun pada umumnya pengertiannya yang
umum dan komprehensif adalah "kemuliaan" ("glory"). Sebenarnya, bagian
pertama dari Canticle diawali dengan "Doxa (Glory) bagi Allah Yang Maha
Tinggi."
Dalam "Dictionnaire Grec - Francais" -
kamus bahasa Yunani – Perancis (diterbitkan dalam tahun 1846 di Paris
oleh R.C. Alexandre) kata "eudokia" diterjemahkan sebagai
"bienveillence, tendresse, volunte, bon plaisir," ("benevolence, tender,
goodwill, good pleasure") dan sebagainya; dan pengarangnya memberikan
"dokeo" sebagai akar kata dari "doxa" dengan berbagai arti dan
pengertiannya seperti telah saya sebutkan di atas.
Orang-orang Yunani yang ada di
Konstantinopel yang saya mempunyai beberapa kenalan di antara para
guru-gurunya, sementara sependapat mengartikan "eudokia" dengan
"kegembiraan, kecantikan, kesenangan, dan keinginan" ("delight,
loveliness, pleasantness, and desire"), juga mengakui bahwa kata itu
berarti "seorang yang termasyhur, terkenal, keterhormatan" ("celebrity,
renown, honourability") dalam pengertian aslinya sekaligus.
Saya yakin bahwa jalan satu-satunya
untuk mengerti arti dan semangat Injil adalah untuk mempelajarinya dari
sudut pandang yang Islami. Hanya dengan begitu kemudian bahwa sifat yang
sesungguhnya dari Wahyu Suci dapat dimengerti, dihargai dan dicintai.
Juga hanya kemudian bahwa unsur-unsur yang lancung, palsu, dan heterogen
di dalamnya dapat diketemukan dalam ciri-cirinya yang paling hitam dan
dihilangkan. Dan dari sudut pandang inilah bahwa saya menyambut baik
kata dalam bahasa Yunani "Eudokia" yang dalam pengertian yang sebenarnya
dan harfiah dengan sangat mengagumkan sesuai dengan "Mahmad, Mahamod,
Himdah" dan "Hemed" dalam bahasa Ibrani yang begitu sering dipergunakan
dalam Perjanjian Lama.
Bahwa bentuk dalam bahasa Arab untuk
"MuHaMmaD" dan bentuk dalam bahasa Ibrani "MaHMaD dan MaHaMoD berasal
dari satu kata kerja atau akar kata yang sama, dan bahwa keduanya,
meskipun ada sedikit perbedaan ortografi antara keduanya, mempunyai satu
asal dan pengertian yang umum sedikitpun tidak diragukan sama sekali.
Saya telah memberikan pengertian dari bentuk-brentuk dalam bahasa Ibrani
sebagaimana orang Yahudi dan para lexicografer telah memahaminya.
Nah, dari yang tersebut di atas itu akan
diperoleh pengertian bahwa ekivalen yang sesuai dengan MaHaMoD dalam
bahasa Ibrani tidak bisa lain daripada "eudoxos" yang adalah obyek dari
kegairahan dan kerinduan, yang paling menyenangkan, mengenakkan dan
didambakan, dan yang paling mulia, disetujui, dicintai, dan dihargai.
Bahwa di antara anak-anak Adam nama
Muhammad harus telah diberikan untuk pertama kalinya hanya kepada anak
Abdullah dan Aminah di kota Mekkah, adalah suatu keajaiban yang unik
dalam sejarah agama-agama. Tak mungkin ada alat yang artifisial, usaha,
atau pemalsuan dalam hal ini. Orang tuanya dan saudara-saudaranya adalah
orang-orang yang "fitr" lurus tetapi tidak tahu apa-apa tentang ramalan
dalam Kitab-Kitab Suci Ibrani atau Kristiani mengenai seorang Nabi
besar yang dijanjikan untuk datang mengembalikan dan mendirikan agama
Islam. Pilihan mereka akan nama Muhammad atau Ahmad tidak dapat
diterangkan sebagai suatu kejadian yang bertepatan atau peristiwa yang
kebetulan. Hal itu sudah barang tentu suatu takdir Tuhan dan karena
ilham.
Apakah penyair-penyair dan ahli-ahli
sastra Arab telah memelihara atau tidak memelihara pengertian kuno dari
partisip pasif bahasa Ibrani dari bentuk pi’el dari kata kerja hamad,
saya tidak mempunyai sarana apapun untuk membuktikan dengan satu atau
cara lainnya. Namun bentuk partisip pasif dalam bahasa Arab dari
konjugasi pi’el dari kata kerja hammida adalah Muhammad, dan bahwa kata
yang sama himmid dalam bahasa Ibrani adalah Mahmad atau Mahamod.
Pertalian antara kesamaan dan identitas kedua bentuk itu tidak dapat
dipermasalahkan.
Dengan setia saya telah mereproduksikan
pengertian dari bentuk-bentuk dalam bahasa Ibrani seperti telah
diberikan oleh para lexicografer dan penterjemah. Namun pengertian
intrinsik atau spiritual dari "Himdah" dan "Mahamod" adalah: "pujian dan
pantas untuk dipuji, seorang yang termasyhur dan dihormati, kemuliaan
dan mulia" ("praise and praiseworthy, celebrity and celebrated, glory
and glorious"). Karena di antara mahluk dan benda yang diciptakan, apa
yang dapat "lebih mulia, terhormat, terkenal, dan terpuji daripada yang
paling didambakan dan dirindukan" ("more glorious, honorable,
illustrious, and praised than that which is most coveted and desired").
Di dalam pengertian praktis inilah bahwa Al Qur’an mempergunakan kata
"hamdu" dari mana kata Ahmad dan Muhammad berasal, dan "hamdu" adalah
kata yang sama dengan "hemed" dalam bahasa Ibrani. Kemuliaan Nabi
Muhammad saw melampaui kemuliaan mahluk lainnya yang manapun, seperti
dilukiskan oleh Daniel ( vii 0, dan dalam wahyu Allah: "Law la ka lama
Khalaqna ‘l-Aflaka" yang artinya: " Kalau bukan karena engkau, kalau
bukan karena engka (wahai Muhammad yang tercinta), Kami tidak telah
menciptakan dunia" (atau langit). tetapi kehormatan dan kemuliaan yang
tertinggi yang diberikan oleh Allah kepada UtusanNya yang paling
dihargai adalah bahwa beliau diperintahkan untuk mendirikan dan
menyempurnakan agama Allah yang sejati, yang bernama "Islam," yang
seperti nama Nabi Muhammad saw memiliki begitu sangat banyak pengertian
yang menghibur dan menyehatkan: "damai, jaminan, keamanan, ketenangan,
keselamatan" ("peace, security, safety, tranquility, salvation") dan
"Kebaikan" berhdapan dengan "Kejahatan"; tambahan lagi pengertian
penyerahan diri dan kepasrahan kepada Kehendak Allah. Visi dengan mana
Gembala yang saleh dihormati dalam peristiwa kelahiran Jesus Kristus
adalah tepat dan menguntungkan. Karena seorang Misionaris besar Allah,
seorang Evangelis Islam telah dilahirkan. Karena Jesus adalah Utusan
dari Kerajaan Allah, demikian pula Injilnya adalah suatu Introduksi
kepada Al Qur’an. Kebangkitan Jesus adalah permulaan suatu era baru
dalam sejarah agama dan moral. Beliau sendiri bukan "Mahamod" yang harus
datang sesudahnya untuk menghancurkan Yang Jahat dan Kerajaan
Penyembahan Berhala di Tanah jang Dijanjikan. "Binatang Keempat"
kekuasaan Romawi yang kuat, masih bertumbuh dan melebarkan daerah
taklukannya. Jeruzalem, dengan kuil dan kependetaan yang indah, akan
dihancurkan oleh Binatang itu. Jesus "datang kepada kaumnya sendiri;
tetapi kaumnya itu tidak sudi menerimanya." Dan mereka di antara
orang-orang Yahudi yang menerima beliau dijadikan "anak-anak Kerajaan"
tetapi sisanya tersebar di seluruh dunia. Kemudian diikuti oleh sepuluh
penindasan yang mengerikan di bawah Kaisar Romawi yang penyembah berhala
yang telah memahkotai ribuan orang dengan tiara kesyahidan; dan
Constantine Agung dan pengganti-penggantinya dibenarkan untuk menumpas
orang-orang yang beriman sesungguhnya pada Keesaan Allah. Kemudian
adalah Nabi Muhammad saw – bukan tuhan atau anak tuhan, tetapi "Anak
Manusia yang mulia, didambakan, yang paling terkenal, Bar Nasha yang
sempurna" yang harus datang dan menghancurkan Binatang itu.
Bab 13
YAHYA PEMBAPTIS MENGUMUMKAN TENTANG SEORANG NABI YANG SANGAT BERKUASA
John Pembaptis atau Yahya Pembaptis,
menurut ceritera empat orang Pengabar Injil, adalah sepupu dan hidup
semasa dengan Jesus, hanya kira-kira enam bulan lebih tua daripada
Jesus. Al Qur’an tidak menyebutkan apa-apa tentang kehidupan dan karya
Nabi ini kecuali bahwa Tuhan melalui para malaikat, telah memberitahu
ayahnya Zakariya: "Allah menyampaikan kabar gembira kepadamu tentang
(lahirnya) Yahya. Yang membenarkan sebuah Kalimat dari Allah. Seorang
yang mulia, suci. Seorang Nabi di antara orang yang saleh." (Q.3 : 39).
Tidak ada yang diketahui tentang masa bayinya, kecuali bahwa beliau
seorang dari Nazareth yang hidup di belantara, memakan belalang dan madu
liar, menutup tubuhnya dengan secarik kain dari bulu onta, yang diikat
dengan korset kulit. Diyakini beliau termasuk dalam sebuah sekte agama
Yahudi yang disebut "Essenes" dari siapa telah dikeluarkan "Ibionites"
orang-orang Kristen awal yang karakteristik utamanya adalah menahan diri
dari kenikmatan dunia. Sebenarnya istilah yang deskriptif dalam Al
Qur’an tentang Nabi pertapa ini ialah "hasura" yang berarti "suci" dalam
pengertian semua kata – menunjukkan bahwa beliau menjalani sebuah
kehidupan membujang yang penuh kesucian, kemiskinan dan kesalehan.
Beliau tidak terlihat dari masa awal mudanya hingga beliau seorang
laki-laki dewasa dalam usia 30 tahun atau lebih, ketika beliau memulai
misinya berdakwah tentang penyesalan dosa dan pembaptisan
pendosa-pendosa yang menyesal dengan air. Banyak orang tertarik datang
ke belantara Judea untuk mendengarkan khotbah Nabi baru yang berapi-api;
dan orang-orang Yahudi yang menyesal itu dibaptis oleh beliau
diperairan sungai Jordan. Beliau mencela orang-orang Farisi dan para
Pendeta yang berpendidikan tetapi fanatik, dan mengancam orang-orang
Saduki yang terpelajar tetapi rasional dengan pembalasan yang akan
datang. Beliau menyatakan bahwa beliau membaptis mereka hanya dengan air
saja sebagai simbol pemurnian hati dengan penyesalan. Beliau
mengabarkan bahwa akan datang sesudah beliau seorang Nabi yang akan
membaptis mereka dengan Ruh Suci dan api; yang akan akan mengumpulkan
gandumnya ke dalam lumbung dan membakar sekam dengan api yang tidak
terpadamkan.
Selanjutnya beliau menyatakan bahwa
beliau yang akan datang sesudahnya sampai titik tertentu lebih superior
daripadanya sendiri dalam kekuasaan dan martabat yang Yahya Pembaptis
mengakui tidak pantas atau tidak berharga untuk membungkuk membukakan
tali kasutnya. Hal itu terjadi dalam salah satu dari kegiatan
pembaptisan oleh Yahya Pembaptis bahwa Jesus orang Nazareth juga datang
dan masuk ke dalam air sungai Jordan dan dibaptis oleh Nabi Yahya
seperti orang-orang lain. (Markus i. 9) dan Lukas (iii.21) yang
menceriterakan pembaptisan Jesus oleh Yahya Pembaptis ini tidak
mengetahui ucapan Yahya Pembaptis dalam masalah ini seperti disebut
dalam Matius (iii), di mana dinyatakan bahwa Pembaptis itu berkata
kepada Jesus: "Akulah yang perlu dibaptis olehmu, dan engkau datang
kepadaku?" Kepada ucapan mana Jesus menjawab: "Marilah kita menggenapkan
kebenaran"; dan kemudian beliau membaptis Yahya. Sinoptik menyebutkan
bahwa ruh nubuah datang kepada Jesus dalam bentuk seekor burung merpati
pada saat beliau keluar dari air, dan sebuah suara terdengan berkata:
"Inilah anakKu yang tercinta, dengan siapa Aku merasa senang."
Injil Keempat (Yohanes) tidak mengetahui
apapun tentang Jesus yang dibaptis oleh Yahya; namun menceriterakan
kepada kita bahwa Pembaptis itu ketika melihat Jesus berseru: "Lihatlah
Domba Tuhan itu," dan sebagainya (Yohanes i.). Injil Keempat ini
berpura-pura bahwa Andrew adalah murid Pembaptis, dan sesudah
meninggalkan gurunya membawa saudara laki-lakinya Simon kepada Jesus
(Yohanes i.) – sebuah ceritera yang tanpa malu bertentangan dengan
pernyataan dari Pengabar Injil yang lain (Matius iv. 18-19; Markus i.
16-18). Dalam Injil Santo Lukas ceritera itu sama sekali lain; di sini
Jesus mengenal Simon Peter sebelum dia dijadikan murid (Lukas iv.
38-39); dan keadaan yang menyebabkan Sang Guru menerima anak-anak
laki-laki Junus dan Zebedee sebagai muridnya adalah sama sekali asing
bagi Pengabar Injil itu (Lukas iv. 1-11). Keempat Injil dari kaum Gereja
Trinitarian itu berisi banyak pernyataan yang bertentangan tentang
dialog antara dua Nabi yang bersepupu itu. Dalam Injil Keempat kita baca
bahwa Pembaptis itu tidak mengetahui siapa Jesus itu adanya hingga
sesudah beliau dibaptis, ketika Ruh yang berupa sebuah burung merpati
turun dan bertengger padanya (Yohanes i.); sementara itu Santo Lukas
berceritera kepada kita bahwa Pembaptis itu, ketika masih sebuah foetus
atau janin dalam kandungan ibunya, mengenal dan memuja Jesus, yang juga
adalah sebuah janin yang lebih muda dalam perutnya Maryam (Lukas i. 44).
Lalu kita diberitahu lagi bahwa Pembaptis itu ketika ada di penjara, di
mana beliau dipotong kepalanya (Matius xi. xiv), tidak mengetahui sifat
sebenarnya dari misi Jesus!
Terdapat indikasi yang misterius
tersembunyi dalam pertanyaan yang diajukan oleh para pendeta dan kaum
Levi kepada Nabi Yahya. Mereka bertanya pada Pambaptis: "Apakah anda itu
Al Masih? Apapah anda Eliyah?" Dan ketika beliau menjawab: "Bukan!"
mereka berkata: "Kalau anda bukan Al Masih dan juga bukan Eliyah, dan
juga bukan Nabi itu, mengapa anda membaptis?" (Yohanes i.). Karena itu
akan dicatat bahwa, menurut Injil Keempat itu, Yahya Pembaptis itu
bukanlah Al Masih, bukan pula Eliyah dan bukan pula Nabi itu! Dan saya
memberanikan diri untuk bertanya kepada Gereja Kristen, yang percaya
bahwa yang telah memberikan inspirasi semua pernyataan yang bertentangan
ini adalah Ruh Suci, yaitu yang ketiga dari tiga tuhan, siapa lalu yang
dimaksudkan oleh pendeta-pendeta Yahudi dan kaum Levi itu dengan "And
that Prophet"? Jika tidak, maka apa manfaat duniawiyah dari Injil yang
penuh kepalsuan dan interpolasi ini? Sebaliknya bila anda mengetahui
siapa Nabi itu, mengapa anda diam seribu bahasa?
Dalam kutipan di atas (Yohanes i.)
dengan jelas disebutkan bahwa Pembaptis itu berkata bahwa beliau bukan
seorang Nabi; sementara Jesus diceriterakan sebagai telah berkata: "tak
ada laki-laki yang dilahirkan oleh semua wanita yang lebih besar
daripada Yahya" (Matius xi.). Benarkah Jesus telah membuat pernyataan
sedemikian itu? Apakah Yahya Pembaptis itu lebih besar dari Ibrahim,
Musa , Daud dan Jesus sendiri? Dan dalam hal apa beliau lebih superior
dan lebih agung? Kalau kesaksian Jesus tentang anak Zakariya ini otentik
dan benar, maka keagungan dari "Pemakan Belalang di dalam belantara"
itu hanya dapat berarti dalam hal kezuhudannya atas dunia dan segala
isinya, pengingkaran terhadap dirinya sendiri, dan mencegah dirinya dari
dunia dengan segala kemewahan dan kenikmatannya; keinginannya yang
membara untuk mengajak orang-orang untuk menyesali dosa; dan berita
baiknya tentang "Nabi itu."
Atau seperti apa yang akan dikatakan
oleh gereja, bahwa keagungan beliau karena beliau adalah sepupu, hidup
semasa dengan dan menyaksikan Jesus? Nilai dan keagungan seseorang
ataupun seorang Nabi dapat ditentukan dan dihargai melalui karyanya.
Kita sama sekali tidak tahu apa-apa tentang jumlah orang-orang yang
telah dikonversikan (pindah agama) melalui dakwah dan pemurnian dengan
pembatisan oleh Yahya. Tidak juga kita diberi tahu mengenai akibat
konversi pada sikap orang-orang Yahudi yang menyesali dosa itu terhadap
"Domba Tuhan."
Kristus dikatakan sebagai telah
menyatakan bahwa Yahya Pembaptis adalah inkarnasi dari Nabi Eliyah
(Matius xi. 14, xvii. 12; Lukas i. 17), sedangkan Yohanes dengan jelas
berkata pada perutusan orang-orang Yahudi bahwa beliau bukan Eliyah,
bukan Kristus, juga bukan Nabi itu (Yohanes i.).
Dari Injil yang penuh dengan pernyataan
yang berlawanan dan saling menyangkal itu, dapatkah seseorang membuat
sebuah kesimpulan yang benar? Atau dapatkah seseorang itu mencoba untuk
menemukan kebenaran? Tuduhan itu adalah luar biasa menyedihkan dan
serius, karena orang-orang yang tersangkut di dalamnya bukan mahluk
kebanyakan yang mortal (bisa mati) seperti kita sendiri, tetapi dua
orang Nabi yang keduanya diciptakan di dalam kandungan oleh Ruh dan
terlahir dengan penuh keajaiban – yang satu tidak mempunyai ayah, sedang
yang lain orang tuanya adalah orang-orang yang sudah tua bangka yang
steril dan mandul. Urgensi dari tuduhan itu bahkan lebih serius bila
kita sampai pada mempertimbangkan sifat dari dokumen di mana
pernyataan-pernyataan yang bertentangan itu termuat. Para penceritera
itu adalah para Pengabar Injil, orang-orang yang disangkakan sebagai
mendapat inspirasi dari Ruh Suci, dan catatan-catatan mereka dianggap
sebagai sebuah wahyu! Namun di situ ada kebohongan, sebuah pernyataan
palsu, atau suatu pemalsuan disatu tempat. Eliyah (Elias/Ilyas)
dikatakan akan datang sebelum "Nabi itu" (Matius iv. 5, 6); Jesus
mengatakan: "Yahya adalah Eliyah"; dan Yahya mengatakan: "Aku bukan
Eliyah," dan ini adalah Kitab Suci yang sakral dari ummat Kristen yang
telah membuat kedua pernyataan yang positif dan sekaligus juga negatif!
Adalah mutlak tidak mungkin mendapatkan
kebenaran, agama yang sejati, dari Injil-Injil ini, kecuali jika mereka
dibaca dan diteliti dari sudut pandang Islami dan secara Unitarian.
Hanyalah kemudian bahwa kebenaran itu dapat disimpulkan dari kepalsuan,
yang otentik dibedakan dari yang palsu. Semangat dan iman Islam
sendirilah yang dapat menyaring Injil dan membuang sekam atau sampah dan
kesalahan dari halaman-halamannya. Sebelum lebih jauh melanjutkan
dengan menunjukkan bahwa Nabi yang dinubuahkan oleh Pembaptis itu tidak
dapat lain selain daripada Nabi Muhammad saw, saya harus meminta
perhatian serius dari pembaca artikel saya terhadap satu atau dua hal
penting berikut ini.
Pertama, dapat dicatat bahwa orang-orang
Muslim sangat menghormati dan memuliakan semua Nabi, terutama mereka
yang nama-namanya disebut dalam Al Qur’an, seperti Yahya (John) dan Isa
(Jesus); dan mempercayai bahwa para apostel dan murid Jesus adalah
orang-orang kudus. Namun karena kita tidak mempunyai tulisan-tulisan
mereka yang asli dan tidak telah dicemari, dengan sendirinya kita tidak
dapat membayangkan sekejappun adanya kemungkinan bahwa salah satu dari
kedua Pemuja Allah yang agung ini telah saling mempertentangkan diri.
Hal lain yang penting untuk dicatat
adalah Injil Barnabas dengan sangat berarti diam seribu bahasa tentang
Yahya Pembaptis. Injil ini yang tidak pernah menyebut nama Yahya,
meletakkan nubuahnya tentang "Nabi yang lebih berkuasa" itu di mulut
Jesus Kristus. Di situlah Kristus, ketika sedang berbicara tentang Ruh
Nabi Muhammad saw sebagai telah diciptakan sebelum Ruh semua Nabi, telah
berkata bahwa begitu mulia saat ketika beliau datang (sehingga) Jesus
akan menganggap dirinya sendiri sebagai tidak berharga untuk berjongkok
dan membuka tali kasutnya.
"Penyeru" agung di belantara itu, dalam
rangka khotbah kepada banyak orang, biasa berseru dengan keras dan
mengatakan: "Aku baptiskan engkau dengan air kepada penyesalan dan
keampunan dosa. Namun ada seorang yang datang sesudah aku yang lebih
kuasa daripada aku, yang tali kasutnya aku tidak pantas untuk
membukanya; beliau akan membaptis engkau dengan Ruh dan api."
Kalimat-kalimat ini telah diceriterakan dengan berbeda oleh para
Pengabar Injil, namun semuanya mengandung pengertian yang sama tentang
rasa hormat yang tertinggi dan perhatian mengenai kepribadian yang
mengagumkan dan kemuliaan yang penuh keagungan dari Nabi yang sangat
berkuasa yang dinubuahkan di dalam kalimat-kalimat itu. Kalimat dari
Pembaptis ini sangat deskriptif tentang cara ketimuran yang berkaitan
dengan keramah tamahan dan kehormatan yang dianugerahkan kepada seorang
tamu yang mulia. Pada saat tamu itu melangkah masuk, tuan rumah atau
salah satu dari anggota keluarga itu bergegas menyambut dan membukan
kasutnya, dan mengawalnya ke sebuah sofa atau bantal duduk. Bila tamu
itu meninggalkan rumah itu hal yang sama berupa tindakan yang penuh
hormat itu diulangi; dia dibantu mengenakan kasutnya, tuan rumah
berjongkok mengikatkan tali kasutnya.
Apa yang ingin dikatakan oleh Yahya
Pembaptis adalah bahwa seandainya beliau itu harus menjumpai Nabi yang
mulia itu, beliau pastilah akan menganggap dirinya sendiri sebagai tidak
pantas menerima kehormatan membongkok untuk membuka tali kasutnya. Dari
penghormatan yang oleh Pembaptis telah diberikan sebelum kedatangan
"Nabi itu" (paid beforehand) satu hal yang pasti: bahwa Nabi yang
dinubuahkan dikenal oleh semua Nabi sebagai Adon mereka, Tuan mereka,
Sultan mereka; bila tidak demikian maka seseorang yang begitu terhormat,
Utusan Allah yang suci dan tidak berdosa seperti Yahya itu, pastilah
tidak akan telah membuat pengakuan dengan rendah hati sedemikian itu.
Nah kini tinggallah tugas untuk
menentukan identitas dari "Nabi itu." Karena itu artikel ini harus
dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
- Nabi yang dinubuahkan itu bukan Jesus Kristus; dan
- Nabi yang dinubuahkan itu adalah Muhammad.
Setiap orang mengetahui bahwa gereja
Kristen telah selalu menganggap Yahya Pembaptis sebagai seorang bawahan
Jesus, dan bentaranya. Semua komentator Kristen menunjuk Jesus sebagai
obyek kesaksian dan nubuah dari Yahya.
Meskipun bahasa para Pengabar Injil
telah dirusak oleh para interpolator kearah itu, namun kecurangan atau
kesalahan tidak dapat selamanya lepas dari mata yang menyelidik dari
seorang pengritik dan seorang peneliti yang tidak berpihak. Jesus tidak mungkin sebagai obyek dari kesaksian Yahya, karena:
-
Preposisi "sesudah" (after) itu jelas mengecualikan Jesus dari Nabi yang dinubuahkan. Keduanya (Yahya dan Jesus – Pent.) adalah hidup dalam satu masa dan dilahirkan dalam satu tahun yang sama. "Beliau yang datang sesudah aku" kata Yahya, "lebih kuat daripada aku." Kata "sesudah" ini menunjukkan masa datang itu ada pada jarak yang tidak terbatas (indefinite); dan dalam bahasa pernubuahan hal itu menyatakan satu putaran masa atau lebih. Sangat termasyhur di kalangan para Sufi dan mereka yang menjalani kehidupan spiritual dan seorang yang melakukan kontemplasi bahwa setiap putaran, yang dianggap sama dengan lima atau enam abad, akan muncul Jiwa Seorang Yang Termasyhur yang agung yang dikelilingi oleh beberapa satelit yang muncul di beberapa bagian dunia, dan memperkenalkan gerakan keagamaan dan sosial yang agung yang berlangsung untuk beberapa generasi sampai seorang Nabi lain yang bersinar, yang disertai oleh murid-murid dan para sahabat yang banyak, muncul dengan reformasi dan pencerahan yang monumental. Sejarah agama yang sejati, dari Nabi Ibrahim hingga Muhammad saw, dengan demikian dihiasi dengan peristiwa-peristiwa yang membuka era baru di bawah Nabi Ibrahim, Musa, Daud, Zorobabel, Jesus dan Muhammad saw. Masing-masing era baru itu ditandai dengan isyarat-isyarat karkateristik yang khusus. Masing-masing membawa kemajuan dan kemudian memudar dan berkarat sampai munculnya seorang termasyhur lain pada adegan itu, dan seterusnya ke bawah hingga bangkitnya Yahya, Jesus dan Apostel satelit (Nabi Muhammad saw ? – Pent.).
-
Bukanlah Jesus yang dimaksudkan oleh Yahya, karena jika itu adalah masalahnya maka beliau pasti sudah mengikuti Jesus dan menyerahkan dirinya kepadanya sebagai seorang murid dan bawahannya. Namun hal itu bukan persoalannya. Sebaliknya kita dapati beliau berkhotbah dan membaptis, menerima pemula dan murid-murid, menghukum Herod demi kebaikan, mencela hirarki orang-orang Yahudi, dan meramalkan kedatangan seorang Nabi lain "yang lebih berkuasa" daripada dirinya, tanpa sedikitpun memperhatikan kehadiran sepupunya di Judea atau Galilee.
-
Meskipun gereja Kristen telah menjadikan Jesus sebagai seorang tuhan atau seorang anak tuhan, kenyataan bahwa beliau telah dikhitan seperti setiap orang Israel, dan dibaptis oleh Yahya seperti seorang Yahudi kebanyakan, membuktikan bahwa masalahnya adalah justru kebalikannya. Kalimat-kalimat yang dipertukarkan antara Pembaptis dan yang dibaptis di perairan sungai Jordan tampak sebagai suatu interpolasi atau suatu hal yang umum karena kalimat-kalimat itu bertentangan dan bersifat menipu. Jika benar Jesus sebagai orang yang diramalkan oleh Pembaptis sebagai "yang lebih berkuasa" dari dirinya sendiri, yang dengan begitu beliau "tidak pantas untuk membungkuk dan membuka ikatan tali kasutnya," dan bahwa "beliau akan membaptis dengan Ruh dan api," maka tidak ada keperluannya ataupun logikanya bahwa Jesus telah dibaptis oleh orang yang lebih rendah dari dirinya di sungai seperti orang Yahudi kebanyakan yang menyesali dosa! Ungkapan Jesus: "Akan bijaksana bagi kita untuk menggenapi semua keadilan," adalah tidak dapat difahami. Mengapa dan bagaimana "semua keadilan" akan diwujudkan oleh mereka jika Jesus telah dibaptis? Ungkapan ini sama sekali tidak berarti apa-apa. Hal itu disebabkan entah karena interpolasi atau sebuah klausul telah dengan sengaja dihilangkan. Inilah suatu kejadian yang menyediakan dirinya sendiri untuk dipecahkan dan diinterpretasikan oleh semangat Islam. Dari sudut pandang orang Islam, satu-satunya logika dalam ungkapan Jesus ini adalah bahwa Yahya melalui mata seorang Sufi, merasakan sifat nubuah yang ada pada orang Nazareth itu, dan mengiranya untuk sementara sebagai Nabi Akhir Allah yang Agung, dan akibatnya menarik diri untuk membaptiskannya; dan bahwa itu terjadi hanya sesudah Jesus mengakui identitasnya sendiri bahwa beliau mengizinkan untuk membaptisnya.
-
Kenyataan bahwa Yahya selagi ada di penjara mengirimkan muridnya kepada Jesus dan bertanya: "Apakah anda Nabi itu yang akan datang, atau haruskah kita menunggu yang lain lagi?" jelas sekali menunjukkan bahwa Pembaptis tidak mengetahui anugerah tentang nubuah pada diri Jesus hingga beliau mendengar, ketika ada dalam penjara, tentang keajaibannya. Kesaksian Matius ini ( xi.3) bertentangan dengan dan membatalkan ceritera dalam Injil Keempat (Yohanes i.) di mana disebutkan bahwa Pembaptis itu ketika melihat Jesus, berseru: "Lihat Domba Tuhan yang menghapuskan dosa dunia itu!" Pengabar Injil yang keempat itu tidak mengetahui apapun tentang kesyahidan yang kejam atas Yahya (Matius xiv; Markus vi. 14-29).
-
Yahya Pembaptis tidak mungkin menjadi bentara Jesus Kristus dalam arti di dalam mana gereja menafsirkan misinya. Beliau diperkenalkan kepada kita oleh Injil sebagai "suara yang berseru keras di tengah belantara," sebagai penggenapan dari pasal dalam Yesaya (xl.3), dan sebagai bentara Jesus Kristus atas otoritas Nabi Malakhi (Malakhi iii. 1). Untuk menyatakan bahwa misi atau tugas Pembaptis adalah menyiapkan jalan untuk Jesus – yang terdahulu dalam kapasitasnya sebagai seorang bentara dan yang kemudian dalam kapasitasnya sebagai Penakluk yang berjaya yang datang "tiba-tiba ke kuilnya", dan di sana mendirikan agamanya "Shalom" dan menjadikan Jeruzalem dengan kuilnya lebih mulia daripada sebelumnya (Hagai ii. 8) – adalah sama dengan mengakui kegagalan total atas seluruh permasalahan.
Yahya mendapatkan bangsanya sudah
bekerja keras di bawah penindasan kejam Romawi, dengan Herod mereka yang
jahat dan prajurit-prajurit yang kafir. Beliau menyaksikan orang-orang
Yahudi yang bodoh diselewengkan oleh seorang pemimpin agama yang
koruptif dan sombong, Kitab Suci Injil dirusak dan diganti dengan
literatur nenek moyang yang penuh takhayul. Beliau melihat bahwa
orang-orang itu telah kehilangan harapan untuk diselamatkan, kecuali
bahwa Nabi Ibrahim, yang adalah bapak bangsa mereka, mau menyelamatkan
mereka. Beliau memberi tahu mereka bahwa Nabi Ibrahim tidak menghendaki
mereka sebagai anak-anaknya, karena mereka itu tidak berharga bagi
seorang ayah yang seperti Nabi Ibrahim itu, tetapi bahwa "Tuhan dapat
membangkitan anak-anak bagi Ibrahim dari batu-batu ini" (Matius iii.).
Kemudian mereka memiliki harapan yang samar-samar akan datangnya Al
Masih, seorang dari keturunan keluarga Daud, yang mereka nantikan waktu
itu, seperti juga mereka kini menantikannya, untuk datang dan
mengembalikan kerajaan Daud di Jeruzalem.
Nah, ketika utusan orang Yahudi dari
Jeruzalem itu bertanya: "Apakah anda Al Masih itu?" dengan marah beliau
memberikan jawaban negatif terhadap pertanyaan ini maupun pertanyaan
berikutnya. Hanya Tuhan sendiri mengetahui omelan dan teguran apa yang
telah mereka dengar dari uncapan-ucapan marah Nabi Suci dari Belantara
yang gereja atau sinagog dengan hati-hati tidak membiarkan omelan dan
teguran itu muncul dalam bentuk tulisan.
Dengan mengesampingkan hal-hal yang
berlebih-lebihan, yang terbukti telah ditambahkan kepada Injil-Injil,
kami sepenuhnya percaya bahwa Pembaptis memperkenalkan Jesus sebagai Al
Masih yang sejati, dan memberi nasehat orang banyak untuk mematuhinya
dan mengikuti perintahnya dan Injilnya. Tetapi dengan jelas beliau
mengatakan kepada orang-orang itu bahwa ada seorang terkenal lain yang
agung dan yang terakhir yang begitu mulia dan dihargai di hadapan Allah
yang Yahya tidak pantas untuk membuka tali kasutnya.
Dari sudut pandang Islam dan kaum
Unitarian, adalah suatu kemustahilan moral bahwa seorang Pembaptis
seperti Yahya Pembaptis, yang digambarkan Al Qur’an sebagai "Sayyidan,
Master wa Hasuran, suci, dan seorang Nabi dari fihak yang lurus" harus
menggunakan ungkapan-ungkapan yang bersifat kafir (paganish expression)
tentang Jesus Kristus (Domba Tuhan – Pent.). Sifat dan esensi sebenarnya
dari misi Yahya adalah untuk berdakwah tentang pertobatan dosa, yaitu
bahwa setiap orang itu bertanggung jawab atas dosanya dan harus
menanggungnya, atau menghilangkannya sendiri dengan menyesali dosa atau
bertobat. Pembaptisan itu hanya penyucian dari luar saja atau pemandian
sebagai sebuah simbol pengampunan dosa, namun hal itu ialah kontribusi,
pengakuan (kepada Tuhan, dan kepada dia yang terluka karena dosa itu,
jika secara mutlak perlu) dan sebuah ikrar untuk tidak mengulanginya
lagi, yang dapat menghilangkan dosa itu. Jika Jesus itu "Domba Tuhan"
untuk menghilangkan dosa dunia, maka khotbah Yahya akan menjadi – Tuhan
melarang! – tidak masuk akal dan tidak berarti apa-apa! Tambahan lagi
Yahya yang lebih baik daripada yang lainnya telah mengetahui bahwa
kalimat semacam itu (jika keluar – Pent.) dari bibirnya pasti akan telah
menyebabkan – seperti sudah selalu demikian halnya – suatu kesalahan
yang tidak dapat diperbaiki yang pasti akan menodai dan merusak bentuk
gereja Kristus secara keseluruhan. Akar dari kesalahan yang telah
menodai agama gereja itu harus dicari dan ditemukan dalam bisnis
"vicarious sacrifice" (pengorbanan yang dilakukan untuk orang lain? –
Pent.) yang tak masuk akal ini! Apakah "Domba Tuhan" itu telah menghapus
dosa dari dunia ini? Lembaran-lembaran hitam "sejarah eklesiastikal"
dari gereja-gereja yang telah menyeleweng ("heretical") yang manapun
yang banyak sekali dan bersikap bermusuhan akan menjawab dengan sebuah
kata "TIDAK" yang besar! "Domba-domba" dalam kotak-kotak pengakuan dosa
dapat berceritera kepada anda melalui keluhan mereka di bawah beban
besar dari dosa-dosa yang beraneka ragam yang dilepaskan dari bahu
mereka yang , sekalipun (ada) ilmu pengetahuan dan sivilisasi mereka,
ummat Kristen membuat dosa-dosa lebih mengerikan, pembunuhan, pencurian,
berlebih-lebihan dalam banyak hal, perzinaan, perang, penindasan,
perampokan, dan keserakahan yang tidak pernah terpuaskan untuk
menaklukkan dan uang daripada dosa-dosa seluruh manusia dijadikan satu.
Bagaimanapun satu hal adalah benar
seperti benarnya dua tambah dua sama dengan empat – bahwa keseluruhan
proyek, sesuai dengan pandangan yang berlebihan dari ummat Kristen,
membuktikan kegagalan total. Karena dari sudut pandang yang manapun kita
meneliti penafsiran oleh gereja, kegagalan itu tampak jelas. Sebaliknya
daripada menerima pangerannya di Jeruzalem di Pintu Gerbang Kuil dengan
mengenakan tiara dan kemurnian hati, di tengah seruan-seruan ekstatik
orang-orang Yahudi, bentara itu menerimanya, telanjang seperti dia
sendiri, di tengah sungai Jordan; dan kemudian memperkenalkannya,
sesudah mencelupkan tuannya ke dalam air, kepada khalayak sebagai
"Lihatlah, inilah Al Masih itu!" atau "ini ialah Anak Tuhan!" atau
"lihatlah Domba Tuhan!" sama saja berarti semata-mata menghina
orang-orang Israel atau menghujat; atau semata-mata memperolok Jesus
maupun membuat dirinya sendiri bahan ejekan.
Karakter sebenarnya dari misi asetik
yang keras, dan arti sejati dari khotbahnya, sekaligus telah disalah
fahami oleh gereja, tetapi dimengerti oleh para pendeta Yahudi dan
"casuist" (kelompok orang yang irasional) yang dengan keras kepala
menolaknya. Saya akan menangani soal ini dalam artikel yang akan datang,
dan menunjukkan bahwa sifat dari misi Yahya maupun obyek dari wasiyat
Kristus kepada orang-orang Yahudi adalah sangat berbeda dengan apa yang
gereja berpura-pura mempercayainya.
Bab 14
NABI YANG DIRAMALKAN OLEH PEMBAPTIS PASTILAH NABI MUHAMMAD SAW
Ada dua pernyataan yang berarti tentang
Yahya Pembaptis yang dibuat oleh Jesus Kristus, namun dicatat dalam
suatu cara yang misterius. Pernyataan yang pertama tentang Pembaptis itu
ialah bahwa Yahya diperkenalkan kepada dunia sebagai reinkarnasi dari
Eliyah dari Perjanjian Lama. Misteri dengan mana sebutan ini diliput
terdiri dari hal berdiam diri Kristus yang berarti mengenai identitas
orang yang diharapkan akan diungkapkan oleh Eliyah secara resmi dan
memperkenalkannya kepada dunia sebagai Nabi Terakhir. Bahasa Jesus dalam
hal ini sangat luar bisa tidak jelas, bermakna ganda (ambiguous), dan
misterius. Jika Yahya itu Eliyah, seperti dinyatakan dengan jelas dan
tanpa takut, lalu mengapa orang itu yang bentaranya ialah Eliyah tidak
disebut dengan jelas dan tanpa takut? Jika Jesus adalah "Utusan Dalam
Perjanjian (Covenant)" dan Dominator - terjemahan Vulgate untuk "Adon"
yang bahasa Ibrani - (Malakhi iii. 1), mengapa dia tidak secara terbuka
mengatakannya begitu? Jika dia dengan berani menyatakan bahwa itu
bukan dia sendiri tetapi seorang Nabi lain yang adalah "Dominator"
tersebut, maka sesungguhnya pastilah sebuah tangan kriminal telah
menghapus dan mengganti kalimat-kalimat Jesus itu dari Injil yang asli.
Dalam semua peristiwa, adalah Injil-Injil itu yang harus bertanggung
jawab atas makna ganda dan ketidak jelasan. Tak dapat digambarkan
kecuali sebagai pengrusakan setani (diabolical) atas teks yang telah
menyesatkan milyaran orang Kristen selama begitu banyak abad. Jesus,
apapun yang beliau percaya sebagai yang beliau wakili, harus, untuk
mengatakan paling tidak, telah menunjukkan dirinya sendiri sebagai orang
yang berterus terang (straightforward), dan telah dengan berterus
terang berkata: "Yahya adalah Eliyah yang telah diutus sebagai seorang
bentara untuk menyiapkan jalan bagiku!" Atau jika itu bukan masalahnya,
maka beliau pasti sudah membuat pernyataan berikut: "Yahya adalah Eliyah
yang telah diutus untuk menyiapkan jalan bagi Nabi Muhammad saw."
Barangkali ini sebagai akibat kecintaan Jesus untuk kegandaan makna
(ambiguity). Sebenaryalah ada beberapa kejadian – seperti diceriterakan
dalam Injil – di mana Jesus memberikan sebuah jawaban atau membuat
sebuah pernyataan yang tidak jelas and sama sekali tidak bisa
dimengerti. Dengan mengesampingkan hal ketuhanannya (his godhead),
sebagai seorang Nabi, tidak, bahkan sebagai seorang guru, beliau
diharapkan sebagai guru dan pemimpin yang berterus terang.
Pernyataan yang lain bahkan diliputi
dengan misteri yang lebih pekat. "Tiada laki-laki yang dilahirkan dari
seorang wanita yang lebih besar daripada Yahya Pembaptis," kata Jesus,
"tetapi yang terkecil di Kerajaan Sorga adalah lebih besar daripada
Yahya." Apakah Jesus bermaksud untuk mengajarkan kepada kita bahwa Yahya
Pembaptis dan semua Nabi dan orang-orang beriman ada di luar Kerajaan
Tuhan? Siapakah yang "terkecil" yang "lebih besar" daripada Yahya, dan
dengan sendirinya daripada semua orang-orang Tuhan yang ada sebelum
Pembaptis? Apakah Jesus bermaksud dengan "terkecil" itu dirinya
sendiri, atau "yang terkecil" diantara orang-orang Kristen yang telah
dibaptis? Tidak mungkin itu dirinya sendiri, karena pada masanya
Kerajaan itu belum lagi berdiri di muka bumi ini; kalau itu dia sendiri,
maka dia tidak dapat menjadi "yang terkecil" di dalamnya, karena dia
adalah pendirinya. Gereja-gereja, atau lebih tepat setiap gereja,
ortodoks atau heterodoks, dari sudut pandang mereka sendiri yang janggal
– telah menemukan pemecahan yang sangat kompleks atau tidak masuk akal
untuk masalah ini; dan pemecahan masalah itu ialah bahwa orang Kristen
"yang terkecil" yang telah dicuci dengan darah Jesus – melalui sakramen
pembaptisan menurut keyakinan Sacerdotal, atau melalu regenerasi tertenu
menurut takhayul Pengabar Injil – menjadi "lebih besar" daripada
Pembaptis dan semua bala tentara yang terdiri dari orang laki-laki
maupun perempuan yang suci, termasuk di dalamnya Nabi Adam, Nuh,
Ibrahim, Musa, Daud, Eliyah, Daniel dan Yahya Pembaptis! Dan alasan atau
bukti dari akuan (claim) yang fantastik ini ialah bahwa orang-orang
Kristen betapapun berdosanya, bodohnya, rendahnya, miskinnya dia itu
mungkin, asalkan dia memiliki keyakinan pada Jesus sebagai
Penyelamatnya, mempunyai hak istimewa yang Nabi-Nabi suci
menginginkannya namun tidak bisa menikmati hak itu. Hak istimewa ini
tidak terhitung banyaknya; pemurnian dari dosa asal melalui pembaptisan
Kristen; pengetahuan tentang "Trinitas Yang Suci" (!!! hasha,
astaghfirullaah! – Allah melarang dan semoga mengampuninya); pemberian
makan kepada tubuh dan darah Jesus dalam Sakramen Eucharist; kelembutan
dalam membuat salib; hak istimewa atas kunci Sorga dan Neraka yang
diserahkan kepada Sovereign Pontiff (Paus atau Uskup yang berkuasa?) dan
ekstasi yang luar biasa dari kaum Puritan, Quaker, Brethren, dan semua
sekte yang disebut Nonconformist yang, masing-masing menurut caranya
sendiri, sementara mengaku berhak atas hak istimewa dan prerogatif,
semua sepakat bahwa setiap orang Kristen yang baik itu pada Hari
Kebangkitan akan menjadi gadis perawan dan menyediakan dirinya sebagai
pengantin wanita dari "Domba Tuhan"!
Tidakkah anda berpikir bahwa orang-orang
Kristen benar untuk mempercayai bahwa "yang terkecil" di antara mereka
"lebih besar" daripada semua Nabi? Tidakkah anda berpendapat bahwa
seorang biarawan Patagonia yang kokoh kekar dan seorang biarawati
penjara dari Paris adalah lebih tinggi daripada Adam dan Hawa, karena
misteri dari Trinitas itu disingkapkan kepada orang-orang yang
kebingungan ini dan tidak kepada orang tua pertama kita yang hidup di
Sorga Allah sebelum mereka jatuh? Atau, tidakkah anda berpikir bahwa
keyakinan sejenis ini adalah paling tidak menarik dan paling tidak
pantas dalam masa puncak ilmu pengetahuan lanjut dan sivilisasi?
Menyatakan bahwa seorang pangeran Inggris atau seorang yatim piatu negro
"lebih besar" daripada Yahya Pembaptis karena mereka orang-orang
Kristen, setidak-tidaknya, adalah penuh rasa kebencian!
Meskipun demikian semua kepercayaan dan
iman yang bermacam-macam itu berasal dari Perjanjian Baru dan dari
kalimat-kalimat yang diletakkan di mulut Jesus dan para apostelnya.
Tetapi untuk kita orang Muslim ada kilau cahaya yang menarik yang
tertinggal dalam Injil; dan itu cukup bagi kita untuk menemukan
kebenaran tentang Jesus yang sesungguhnya dan sepupunya Yohannan
Ma’mdana atau Yahya Pembaptis.
YAHYA PEMBAPTIS MERAMALKAN NABI MUHAMMAD SAW
-
Menurut kesaksian Nabi Jesus, tidak ada seorang laki-laki yang dilahirkan seorang perempuan yang pernah lebih besar daripada Yahya Pembaptis. Tetapi "yang terkecil" di dalam Kerajaan Sorga lebih besar daripada Yahya. Perbandingan yang dibuat oleh "Ruh Tuhan" (Ruhu’llah = Jesus) itu adalah antara Yahya dan semua Nabi sebelumnya sebagai opsir dan administrator Kerajaan Sorga . Kini secara kronologis Nabi yang terakhir akan menjadi yang terkecil dari antara semuanya, dia akan menjadi junior-nya dan yang termuda. Kata "zira" dalam bahasa Aramiah, seperti dalam bahasa Arab "saghir" berarti "sedikit atau kecil (little), anak muda kecil (small young)." Versi Pshittha (Injil dalam bahasa Syriac) memakai kata "zira atau z’eira" sebagai lawan kata "rabba" untuk "besar, tua atau lama" (great, old). Setiap orang Kristen akan mengakui bahwa Jesus bukanlah Nabi "yang terakhir," dan karenanya tidak mungkin Jesus "yang terkecil." Bukan saja para Apostel yang dianugerahi dengan kemampuan meramal, tetapi juga banyak orang suci lainnya dalam masa apostel mendapat anugerah hal serupa menurut kitab Kejadian xi. 27-28; xiii. 1; xv. 32; xxi. 9-10, dsb.)!
-
Yahya Pembaptis mengenal Nabi Muhammad saw sebagai superior dan lebih berkuasa daripada dirinya. Ungkapan berarti yang diucapkan kepada khalayak Yahudi, "Dia yang datang sesudah aku" mengingatkan para penulis, Farisi dan ahli hukum mereka akan ramalan kuno dari nenek moyang mereka Nabi Yakub, di mana Nabi itu menggunakan gelar yang unik "Shilokhah" untuk "Rasul Allah," sebuah sebutan yang sering dipergunakan oleh Nabi Jesus untuk Nabi Muhammad saw sebagaimana tertulis dalam Injil Barnabas. Pada waktu saya menulis artikel "Shiloh" (1) saya katakan bahwa kata itu mungkin merupakan suatu korupsi kata "shiloukh" atau "Shilokhah," (2) yang berarti Utusan Allah, tetapi saya tidak ingat bahwa St Jerome juga telah memahami bentuk bahasa Ibrani dalam artian itu, karena dia telah menterjemahkannya sebagai "qui mittendis est."
-
"Kemarahan yang akan datang." Pernahkah anda bertemu dengan suatu tafsir yang sensible, berdasarkan hukum dan meyakinkan atas ungkapan ini dalam banyak komentar atas Injil? Apa maksud Yahya, atau apa yang beliau inginkan agar pendengarnya mengerti, dengan ungkapan: "Perhatikanlah kapak itu telah diletakkan pada akar pohon itu"? Atau ucapannya: "Dia memegang (van) barisan depan (?) di tangannya untuk membersihkan lantai pintu masuk"? Atau ketika beliau mengurangi arti "Anak-anak Ibrahim" menjadi tidak berarti apa-apa?
-
Orang-orang Yahudi dan Kristen selalu menuduh Nabi Muhammad saw telah membangkitkan agama Islam melalui kekuatan, pemaksaan, dan pedang. Para Muslim modern telah selalu berusaha untuk menolak tuduhan ini. Namun ini tidak berarti mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw tidak pernah mempergunakan pedangnya. Beliau harus menggunakannya untuk mempertahankan Asma Allah. Setiap kesabaran pasti ada batasnya, setiap kebaikan hati ada akhirnya. Bukan karena Kesabaran dan Kebaikan Allah itu terbatas; bersamaNya semuanya terselesaikan, didefinisikan dan ditetapkan. Kesempatan dan waktu yang diberikan melalui kemurahan Allah kepada orang-orang Yahudi, orang-orang Arab, dan "Gentiles" - orang-orang non- Yahudi atau Arab (Gentiles = kafir) - telah berlangsung lebih dari empat ribu tahun. Hanya sesudah habisnya masa itu Allah mengutus Nabi Muhammad saw yang dicintaiNya dengan kekuasaan, kekuatan dan pedang, dengan api dan semangat, untuk menangani orang-orang tidak beriman yang jahat, anak-anak Ibrahim yang tidak tahu berterima kasih - kedua-duanya kaum Ismail dan Israel - dan untuk menangani kekuatan setan, sekali dan untuk selamanya.
-
Seluruh Perjanjian Lama adalah sebuah kisah tentang teokrasi dan penyembahan berhala. Di sana sini ada sedikit sinar Islam - yaitu Agama Allah - bercahaya di Jeruzalem dan di Mekkah; tetapi selalu ditindas oleh kekuatan setan. Empat Binatang yang kejam harus ada dan menginjak-injak di bawah kakinya sejumlah besar orang-orang beriman kepada Allah. Kemudian datanglah Nabi Muhammad saw untuk menghancurkan dan membunuh Ular Naga berbisa dan memberikan kepadanya gelar yang hina "Iblis" - Setan yang telah terusir. Sudah barang tentu bahwa Nabi Muhammad saw adalah seorang Nabi yang berjuang, namun obyek perjuangannya adalah kemenangan dan bukan pembalasan, mengalahkan musuh dan bukan membasminya, dan dalam satu kalimat, untuk menegakkan Agama Islam sebagai Kerajaan Tuhan di muka bumi. Sebenarnyalah, ketika Orang Yang Berteriak (Yahya) menyeru dengan suara lantang di padang pasir: "Siapkan jalan Allah (Lord), dan luruskan jalanNya (Allah)," beliau sedang menyinggung Agama Allah dalam bentuk Kerajaan yang semakin dekat. Tujuh abad sebelumnya, Nabi Yesaya telah berseru dan menyatakan kalimat yang sama (Yesaya xl. 1-4); dan beberapa abad kemudian Allah Sendiri membuka jalan bagi Cyrus dengan menaikkan dan mengisi setiap lembah, dan dengan merendahkan setiap bukit dan gunung, untuk memudahkan penaklukan dan bergerak cepat (xlv. 1-3). Sejarah berulang sendiri, kata mereka; bahasa dan artinya sama dalam kedua hal tersebut di atas, yang pertama menjadi prototipe yang kemudian. Allah telah melicinkan jalan bagi Cyrus, menaklukkan musuh-musuhnya kepada penakluk dari Persia karena RumahNya di Jeruzalem dan ummat pilihanNya dalam tawanan. Sekarang lagi Dia mengulangi petunjuk suciNya yang sama, namun dalam skala yang lebih besar dan luas. Sebelum syiar Nabi Muhammad saw, berhala dan kepalsuan menghilang; di hadapan pedangnya kerajaan-kerajaan berjatuhan; dan anak-anak Kerajaan Allah menjadi sama derajatnya dan membentuk sebuah kumpulan "orang-orang kudus dari Yang Maha Tinggi." Karena hanya di dalam Islam bahwa semua orang beriman itu sama kedudukannya, tidak ada pendeta, tak ada sakramen; tidak ada Muslim yang tinggi seperti bukit, atau rendah seperti sebuah lembah; tak ada kasta atau perbedaan rasial dan tingkat. Semua orang beriman adalah satu, kecuali dalam kebajikan dan kesalehan, di mana mereka dapat saling melampaui. Hanya agama Islam yang tidak mengakui mahluk yang manapun, betapapun besar dan sucinya, sebagai seorang perantara yang mutlak antara Tuhan dan manusia.
Dan karena kita tidak dapat menentukan
mana dari antara Nabi-Nabi Gereja yang banyak itu "yang terakhir", tentu
saja kita terpaksa untuk mencari di tempat lain seorang Nabi yang tak
dapat dibantah lagi sebagai Yang Terakhir dan Penutup dari Daftar Para
Nabi. Dapatkah kita membayangkan adanya bukti yang lebih kuat dan
lebih cemerlang yang mengacu pada Nabi Muhammad saw daripada penggenapan
atau pemenuhan, dalam pribadinya yang suci, ramalan suci Jesus Kristus?
Dalam daftar panjang keluarga
nabi-nabi, tentu saja "yang termuda," "yang terkecil" adalah Nabi
Muhammad saw; beliau adalah "Benjamin" dari para Nabi; namun beliau
adalah Sultan mereka, "Adon" mereka dan "Kemuliaan" mereka.
Mengingkari karakter serta sifat kenabian dan apostolikal misi Nabi
Muhammad saw merupakan pengingkaran yang mendasar atas keseluruhan Wahyu
Suci dan semua Nabi-Nabi yang berdakwah mengenai hal itu. Karena (kalau
misalnya) semua Nabi yang lain itu dikumpulkan jadi satupun tidak akan
dapat menyelesaikan karya raksasa yang telah diselesaikan sendiri oleh
Nabi Mekkah ini dalam waktu singkat selama dua puluh tiga tahun misinya.
Misteri pra-adanya ruh para
Nabi tidak telah diungkapkan kepada kita, tetapi setiap orang Islam
sejati mempercayainya. Ruh pra-ada itulah yang dengan kekuatan Kalimat
Allah "Kun" ("Jadilah") seorang Sarah, seorang Hanna, dan seorang
Perawan Maryam Yang Diberkati telah melahirkan Ishaq, hingga Pembaptis
dan Jesus. Ada beberapa nama lagi lainnya seperti yang dicatat oleh
Perjanjian Lama, misalnya Samson, Jeremiah.
Injil Barnabas melaporkan Jesus sebagai
berkata mengenai Ruh Nabi Muhammad saw yang beliau nyatakan telah
diciptakan sebelum segala sesuatu. Dari situlah kesaksian Pembaptis
tentang Nabi itu yang beliau ramalkan: "Dia yang datang sesudah aku
telah jadi sebelum aku, karena dia ada sebelum aku" (Yohanes i. 15).
Tak ada gunanya menafsirkan
kalimat-kalimat indah Pembaptis tentang Nabi Muhammad saw sebagai
mengacu pada Nabi Jesus seperti telah dicoba oleh penulis Injil Keempat
itu untuk berbuat demikian.
Terdapat bab-bab yang patut dicatat
tentang Yahya Pembaptis dalam buku terkenal Ernest Renan "La vie de
Jesu." Telah lama yang lalu dengan hati-hati saya telah membaca buku
itu. Kalau saja penulis Perancis yang terpelajar itu memiliki
pertimbangan sedikit saja terhadap pernyataan Nabi Muhammad saw dalam
dunia Nabi-Nabi, saya yakin bahwa penyelidikan dan komentarnya yang
mendalam itu akan telah membawa dia kepada kesimpulan yang sama sekali
lain. Dia seperti semua para pembangkang dan pengritik Injil yang
lainnya bukannya mencari kebenaran, tetapi telah mengritik agama dengan
sangat bermusuhan dan membawa pembacanya kepada keragu-raguan.
Saya berbahagia untuk mengatakan bahwa
adalah hak istimewa saya, dengan Rakhmat Allah, untuk memecahkan
masalah, untuk membuka tabir misteri yang telah menyelimuti logika dan
pengertian yang sesungguhnya dari "yang terkecil di dalam Kerajaan
Sorga!"
Kita hanya memiliki abstrak dari khotbah
Yahya dalam beberapa baris, ditulis bukan oleh beliau tetapi oleh
tangan yang tidak diketahui siapa punya – setidak-tidaknya tidak dalam
bahasa asli beliau – dan banyak mengalami kerusakan melalui para penulis
(transcriber) dan redaktur yang telah membuat murid-murid Jesus sebagai
patung atau tuhan. Tetapi jika tiba saatnya kita membandingkan khotbah
ini yang diucapkan di belantara Judea dan di pantai Jordan dengan gaya
lemah gemulai yang indah, luwes, kefasihan dan kekuasaan yang begitu
nyata dalam setiap bait dan halaman dari Kitab Suci Al Qur’an, kita
memahami arti dari kalimat, "Dia lebih berkuasa daripada aku!"
Ketika saya membayangkan sendiri
Pembaptis pertapa itu berkhotbah dengan suara keras ditengah belantara,
atau di tepi sungai Jordan, khalayak ramai yang terdiri dari orang-orang
Yahudi yang beriman, dengan sejarah keagamaan yang telah berusia
kira-kira empat ribu tahun di belakang mereka, dan kemudian membuat
ikhtisar ringkas tentang cara yang tenang, tertib, dan khidmat dengan
mana Nabi Muhammad saw mengucapkan ayat-ayat langit dari Al Qur'an
kepada orang-orang Arab yang tidak beriman; dan, akhirnya, ketika saya
periksa dan perhatikan akibat dari dua khotbah itu terhadap para
pendengarnya dan hasil akhirnya, saya memahami besarnya perbedaan antara
mereka berdua, dan arti kalimat: "Beliau lebih berkuasa daripada aku!"
Ketika saya merenungkan penangkapan dan
pemenjaraan Pembaptis yang tak berdaya itu oleh Herod Antipas (3) dan
pemenggalan kepalanya yang kejam - atau ketika saya periksa ceritera
Injil yang membingungkan tetapi menyedihkan tentang penebusan dosa Jesus
(Judas Ischariot) oleh Pilatus, pemahkotaan kepalanya dengan duri oleh
Herod, dan kemalangan terhadap Calvary - dan lalu memutar mata saya
melihat Adon Yang Agung, Sultan Para Nabi, masuk ke Mekkah dengan penuh
kemenangan, pemusnahan menyeluruh atas semua berhala-berhala kuno dan
pensucian Kaaba yang suci; terhadap pemandangan yang penuh sensasi atas
musuh yang mematikan yang ditaklukkan dan yang dikepalai oleh Abu Sufyan
di kaki Shilohah, Nabi Allah, yang berjaya - memohon pengampunan dan
membuat pengakuan kalimat shahadat; dan terhadap penyembahan yang mulia,
ketaatan, dan khotbah akhir Penutup Nabi dalam kalimat Suci yang
khidmat ini: " Al yauma akmaltu lakum dinakum." yang artinya: "Pada hari
ini telah Aku sempurnakan agamamu bagimu, dan telah Aku cukupkan
nikmatKu bagimu. Dan telah Aku pilih Islam sebagai agamamu…" (Al Qur'an 2
: 3). Kemudian saya mengerti bahwa Al Qur'an itu merupakan bobot dan
nilai dari pengakuan Pembaptis, bahwa "Beliau lebih berkuasa daripada
aku!"
Saya tidak akan menahan anda mengenai
tingkah laku (ucapan) yang aneh dari para komentator, karena mereka itu
semua hanya lamunan yang baik Yahya maupun pendengarnya tidak pernah
memimpikannya. Mungkinkah Yahya mengajarkan pada orang-orang Farisi yang
sombong, dan orang-orang Saduki yang rasionalistik (4) yang mengingkari
kebangkitan fisik, yang pada hari pengadilan akhir Jesus orang dari
Nazareth akan meluapkan kegusarannya terhadap mereka dan membakar mereka
seperti pohon yang tidak berbuah dan seperti sekam dalam api Neraka?
Tidak ada satu katapun dalam semua literatur Kitab-Kitab Injil tentang
kebangkitan fisik atau tentang api Neraka. Tulisan-tulisan Talmud ini
penuh dengan bahan-bahan yang menyangkut ilmu akhirat (eschatological
material) yang sangat mirip dengan ilmu orang Zardusi, namun tidak
memiliki asal yang berbeda dalam buku-buku kanon.
Nabi (yang berdakwah) tentang pertobatan
dosa dan berita-berita baik itu tidak berbicara tentang kemarahan yang
jauh dan tidak tertentu yang pasti menunggu orang-orang yang tidak
beriman dan tidak saleh, tetapi mengenai kemalangan yang dekat dan
segera atas bangsa Yahudi. Beliau mengancam dengan kemarahan Tuhan yang
menanti orang-orang itu bila mereka tetap dalam dosanya dan penolakannya
atas misi beliau dan misi koleganya, Nabi Jesus Kristus. Kemalangan
yang akan tiba itu adalah berupa penghancuran Jeruzalem dan pembubaran
final Israel yang berlangsung selama kurang lebih tiga puluh tahun
sesudahnya selama masa hidup banyak dari pendengar-pendengar beliau.
Keduanya, Yahya dan Jesus, mengumumkan perihal akan datangnya Nabi
Agung Allah, yang Patriarch Yakub telah menyatakannya dengan gelar
sebutan Shiloha, dan bahwa pada saat kebangkitannya seluruh hak-hak
istimewa dan kekuasaan kenabian dan kerajaan akan diambil dari tangan
orang Yahudi; dan benarlah bahwa yang demikian itu telah terjadi
kira-kira enam abad kemudian, ketika benteng terakhir mereka di Hijaz
diratakan dengan tanah dan kerajaan-kerajaan mereka dimusnahkan oleh
Nabi Muhammad saw. Kekuasaan Romawi yang mendominasi semakin
meningkat di Syria dan Palestina mengancam otonomi quasi orang-orang
Yahudi, dan arus emigrasi orang Yahudi telah mulai. Berdasarkan ceritera
inilah bahwa pendeta itu bertanya: "Siapa yang memberi tahu engkau
untuk lari dari kemarahan yang akan datang?" Mereka diingatkan dan
dianjurkan dengan sangat untuk menghasilkan buah-buahan dan panen yang
baik melalui pertobatan dosa dan iman kepada Utusan Tuhan yang sejati,
terutama kepada Rasul Allah, yang benar-benar Pemimpin yang sejati,
terakhir dan sangat berkuasa.
Bab 15
PEMBAPTISAN YAHYA DAN JESUS HANYA SEJENIS TANDA KEAGAMAAN "SIBGHATULLAH" (1)
"Tanda (keagamaan) Allah (yang tak
terhapuskan)! Siapakah yang lebih baik memberi tanda selain daripada
Allah? Dan kepadaNyalah kita menyembah". Al Qur'an 2 : 138
Sangat disayangkan bahwa para Pengabar
Injil tidak meninggalkan kepada kita ceritera yang lengkap dan rinci
tentang khotbah Yahya Pembaptis; dan dengan asumsi mereka pernah
melakukannya, bukanlah suatu jenis kejahatan bagi pihak gereja yang
tidak menyimpan teksnya. Karena tidak mungkin membayangkan kalimat Yahya
Pembaptis yang misterius dan mengandung teka-teki dalam bentuknya yang
sekarang ini dapat difahami meskipun oleh yang paling terpelajar di
antara para pendengarnya. Kita tahu bahwa doktor dan ahli hukum Yahudi
minta kepadanya untuk menerangkan sendiri berbagai hal dan membuat
pernyataan-pernyataannya lebih eksplisit dan terang (Yohanes i. 19-23
dan v. 33). Tidak ada keraguan bahwa beliau menguraikan hal-hal yang
vital kepada pendengarnya, dan tidak membiarkan mereka dalam ketidak
jelasan; karena beliau adalah "sebuah lilin yang membakar dan
mencerahkan" yang "memberikan kesaksian tentang kebenaran" (Yohanes v.
33, 35). Apakah kesaksian itu, dan apakah sifat dari kebenaran yang
tentang itu diberikan kesaksiannya? Dan apa yang masih membuat tidak
lebih jelas adalah kenyataan bahwa setiap Pengabar Injil itu tidak
menceriterakan hal-hal yang sama dalam istilah yang identik. Tak ada
ketepatan tentang sifat dari kebenaran itu; apakah itu tentang pribadi
Kristus dan sifat misinya, atau apakah itu tentang Utusan Allah seperti
diramalkan oleh Yakub (Genesis xlix.)? Apakah istilah-istilah yang tepat
dari kesaksian Yahya tentang Jesus, dan tentang Nabi yang akan datang
yang adalah orang yang lebih superior daripadanya?
Di dalam artikel ketiga dari serial ini
(2) saya memberikan bukti-bukti yang banyak bahwa Nabi yang diramalkan
oleh Pembaptis adalah orang lain yang bukan Jesus Kristus: and dalam
artikel keempat (3) kita dapati beberapa argumen yang menguntungkan
Utusan Allah sebagai Nabi yang lebih superior dan berkuasa daripada
Yahya. Argumen-argumen itu dalam pendapat saya yang hina dan dalam
keyakinan saya yang solid, adalah logis, benar dan konklusif.
Masing-masing argumen itu dengan mudah dapat dikembangkan untuk
menjadikannya buku yang berjilid-jilid banyak. Sepenuhnya saya menjadari
kenyataan bahwa argumentasi ini akan memberikan suara keras yang
mengganggu di telinga orang-orang Kristen yang fanatik. Namun kebenaran
itu muncul sendiri dan memuliakan orang yang menyiarkannya. Kebenaran
yang Yahya memberikan kesaksian, seperti dikutip di atas, dengan tidak
ragu-ragu kami percaya bahwa itu mengenai Nabi Muhammad saw. Nabi Yahya
memberi dua kesaksian, satu mengenai "Shliha d'Allaha" menurut dialek
Palestina waktu itu, yang berarti "Utusan Allah" - dan yang lain tentang
Jesus, yang beliau nyatakan sebagai telah dilahirkan dari Ruh Suci dan
bukan dari ayah mahluk bumi; Al Masih yang sejati yang diutus Allah
sebagai Nabi Yahudi terakhir untuk memberikan cahaya dan semangat baru
terhadap Hukum Musa; dan telah diperintahkan Allah untuk mengajar
orang-orang Yahudi bahwa keselamatan mereka terletak pada hal berserah
diri kepada anak Ismail yang agung. Seperti halnya orang-orang Yahudi
kuno yang melemparkan Kitab-Kitab Suci mereka, orang-orang Yahudi baru
dari gereja Kristen, dengan meniru nenek moyang mereka, telah menodai
Kitab-Kitab Suci mereka sendiri. Namun meski ada penodaan dalam
Kitab-Kitab Injil, kebenaran itu tetap saja tidak dapat disembunyikan.
Hal utama yang membentuk kekuasaan dan
superioritas pada Pangeran dari para Utusan Allah itu adalah pembaptisan
dengan Ruh Suci dan dengan api. Pengakuan dari pengarang Injil Keempat
bahwa Nabi Jesus dan para muridnya juga biasa membaptis dengan air
bersamaan dengan Yahya Pembaptis adalah suatu pembatalan de facto atas
catatan sekunder bahwa "Jesus tidak membaptis sendiri, tetapi hanya
murid-muridnya" (Yohanes iii. 23 dan iv. 1-2). Tetapi kalaupun Jesus
tidak membaptis sendiri, pengakuan bahwa para muridnya membaptis,
sedangkan mereka masih sebagai pemula dan belum terpelajar, menunjukkan
bahwa pembaptisan mereka itu sama sifatnya dengan apa yang dilakukan
Yahya. Dengan mengingat kenyataan bahwa Jesus selama masa misinya di
bumi mengusahakan ritual itu persis sama dengan yang dikerjakan oleh
Pembaptis di aliran air atau di kolam, dan bahwa beliau memerintahkan
pada muridna untuk meneruskan hal yang sama, hal itu telah menjadi bukti
dan seterang seperti sebuah pintu gudang bahwa beliau bukanlah orang
yang dimaksudkan oleh Penyeru di padang belantara (Pembaptis) pada saat
beliau meramal kebangkitan seorang Nabi yang sangat berkuasa dengan
pembaptisan dengan Ruh Suci dan api. Tidaklah diperlukan banyak belajar
atau suatu inteligensi yang luar biasa untuk dapat mengerti kekuatan
dari argumen itu, yaitu bahwa Jesus selama hidupnya tidak membaptis
seorangpun dengan Ruh Suci dan api. Lalu bagaimana mungkin beliau
dianggap sebagai Pembaptis dengan Ruh Suci dan api, atau
diidentifikasikan sebagai Nabi yang diramalkan Yahya? Jika
kalimat-kalimat, khotbah-khotbah dan ramalan-ramalan itu berarti
sesuatu, dan diucapkan untuk mengajarkan apapun, maka kalimat dari Yahya
Pembaptis itu berarti dan mengajar kita bahwa pembaptisan dengan air
itu akan berlanjut terus dikerjakan sehingga Munculnya "Shilohah" atau
Utusan Allah, lalu pembaptisan dengan air itu berhenti dan memberikan
tempatnya kepada praktek pembaptisan dengan Ruh Suci dan api. Inilah
kesimpulan logis dan jelas yang dapat dideduksikan dari khotbah seperti
tertulis dalam pasal tiga dari Injil Pertama. Perlanjutan pembaptisan
secara Kristiani dan peningkatannya ke martabat sakramen adalah suatu
bukti yang jelas bahwa gereja tidak percaya pada pembaptisan lain
daripada pembaptisan dengan air. Logika, akal sehat, dan rasa hormat
terhadap hukum yang sakral haruslah meyakinkan pembaca yang tidak
berpihak, bahwa kedua pembaptisan itu adalah dua hal yang sangat
berbeda. Nabi dari gurun pasir itu tidak mengenal pembaptisan dengan api
dalam pembaptisan dengan air. Sifat dan efektivitas dari masing-masing
pembaptisan itu disebut dan didefinisikan dengan jelas. Yang satu
dikerjakan dengan mencelupkan atau mencuci tubuh itu dengan air sebagai
isyarat dari pertobatan atas dosa; dan yang lain dilakukan tidak lagi
dengan air tetapi dengan Ruh Suci dan api, dengan akibat suatu perubahan
hati, iman dan perasaan yang cermat. Yang satu membersihkan tubuh
fisik, yang lainnya mencerahkan jiwa, menebalkan iman, dan
meregenerasikan hati. Yang satu bersifat sisi luar, itulah Judaism atau
agama Yahudi; yang lainnya bersifat sisi dalam, itulah Islam.
Pembaptisan oleh Yahya dan Jesus mencuci pembungkusnya (the shell),
tetapi pembaptisan oleh Utusan Allah membersihkan intinya (kernel).
Secara singkat, pembaptisan ala Judeo Kristiani digantikan oleh "ghusl"
dan "wudhu" yang Islami - atau pembersihan yang dikerjakan oleh orang
yang beriman itu sendiri dan bukan oleh seorang nabi atau pendeta.
Pembaptisan ala Judeo Kristiani perlu dan bersifat keharusan selama
pembaptisan oleh Allah - "Sibghatullah" menurut Al Qur'an - masih
diharapkan; dan ketika Nabi Muhammad saw menyerukan Wahyu Suci Al
Qur'an, maka pembaptisan model terdahulu lenyap sebagai sebuah bayangan.
Arti penting yang luar biasa dari kedua
pembaptisan itu patut mendapatkan pertimbangan yang sangat serius, dan
saya yakin observasi yang dibuat dalam artikel ini haruslah
sungguh-sungguh menarik minat baik pembaca Muslim dan juga pembaca lain.
Karena, dari sudut pandang agama, masalah yang sedang dibicarakan ini
sangat penting untuk keselamatan (salvation). Dengan jujur saya tetap
mempertahankan pendapat, bahwa ummat dan agama Kristen tidak dapat
dibenarkan untuk tetap meneruskan pembaptisan mereka dengan air ad
infinitum (tanpa batas akhir), karena Injil mereka sendiri meramalkan
bahwa pembaptisan dengan air itu akan dihapuskan oleh pembaptisan secara
lain yang akan mengecualikan penggunaan air sekaligus. Saya mengajukan
observasi berikut ini kepada para pembaca yang berpikir dan tidak
memihak.
PEMBAPTISAN JENIS APA DAN APA YANG BUKAN PEMBAPTISAN
-
Merupakan hak kita untuk menyetujui atau tidak menyetujui suatu doktrin atau teori, akan tetapi tak ada alasan apapun untuk membenarkan kelakuan kita jika kita dengan sengaja merusak dan salah menggambarkan suatu doktrin untuk membuktikan teori kita sendiri mengenai hal itu. Merusak Kitab Suci adalah tidak bermoral dan kriminal; karena kesalahan yang disebabkan dalam hal itu tidak lagi dapat diperbaiki dan jahat. Nah, pembaptisan oleh Yahya dan Jesus di dalam Injil dideskripsikan dan digambarkan kepada kita dengan sederhana, dan sama sekali asing dan bertentangan dengan pembaptisan oleh gereja.
-
Dengan mempertimbangkan arti klasik kata "baptismos" yang bahasa Yunani itu yang berarti larutan obat dalam alkohol (tincture), "celup" (dye) dan "membenamkan atau memasukkan ke dalam air" (immersion), kata yang dipakai tidak dapat lain harus "Saba," dan bahasa Arab "Sabagha" "mencelup" (to dye). Hal itu merupakan kenyataan yang telah dikenal orang banyak bahwa orang Sabiin, yang disebut dalam Al Qur'an dan oleh Romo Kristen awal - seperti Epiphanus dan yang lainnya - adalah pengikut Yahya. Nama "Sabiin" menurut Ernest Renan yang terpandang (La vie de Jesu vi) berarti "Pembaptis." Mereka mempraktekkan pembaptisan, dan seperti orang Hassayi kuni (Essenians atau al Chassaites) dan Ibionayi (Ebionit) menjalani hidup yang keras. Mengingat kenyataan bahwa pendiri mereka, Budasp, adalah sebuah kisah bangsa Kaldea, ortografi yang sebenarnya dari nama mereka adalah"Saba'i," yaitu "Pencelup" (Dyers) atau "Pembaptis." Seorang ummat Kristen Katholik dari Kaldea atau Asiria yang bernama Mar Shimon, disebut "Bar Saba'i" "Anak Para Pencelup" (Son of Dyers). Mungkin keluarga dia termasuk orang yang beragama Sabiin. Al Qur'an menuliskan "Sabi'm" untuk nama itu dengan huruf hidup hamzah dan bukan 'ain seperti dalam kata aslinya dalam bahasa Aramiah "Saba'i." Tetapi saya merasa tergoda dengan interpretasi lain yang diletakkan pada nama "Sabian": beberapa pengarang mengira kata itu berasal dari "Sabi," anak Seth, dan yang lainnya mengira dari "Saba," sebuah kata dalam bahasa Ibrani yang berarti "tentara' (army), karena mereka biasa mempunyai semacam ketaatan kepada bintang-bintang sebagai tuan rumah di langit. Meskipun itu semua tidak memiliki kesamaan dengan gereja Kristen, kecuali "Sabi'utha" atau Pembaptisan mereka yang aneh, mereka dengan salah dijuluki "ummat Kristen Yahya Pembaptis." Al Qur'an seperti biasa menuliskan nama-nama asing seperti nama-nama itu diucapkan oleh orang Arab.
-
Pembaptisan ala Kristen, meskipun definisinya yang fanfaronade (bagai taring?), bukan apa-apa kecuali hanya sebuah kata-kata yang menjelek-jelekkan dengan air atau sebuah pencelupan ke dalamnya. Konsili Trent mengecam siapapun yang akan mengatakan bahwa pembaptisan ala Kristen adalah sama dengan pembaptisan oleh Yahya. Saya memberanikan diri untuk menyatakan bahwa pembaptisan ala Kristen bukan saja tidak memiliki karakter atau akibat spiritual, tetapi bahkan itu juga di bawah pembaptisan oleh Pembaptis. Dan jika saya patut mendapat celaan dari gereja karena keyakinan saya, maka saya akan memandangnya sebagai kehormatan besar di hadapan Pencipta saya. Saya beranggapan kepura-puraan pendeta Kristen tentang pembaptisan sebagai alat untuk pensucian jiwa dari dosa asal dan semua sisa upacara lain-lainnya sebagai satu batang dengan klaim seorang penyihir. Pembaptisan dengan air hanya sebuah tanda pembaptisan dengan Ruhul Kudus dan api, dan setelah berdirinya Islam sebagai Kerajaan Allah yang resmi kesemua tiga jenis pembaptisan terdahulu itu lenyap dan dihapuskan.
-
Dari ceritera dalam Injil yang sedikit dan tidak cukup kita tidak bisa mendapat definisi yang positif mengenai sifat sesungguhnya dari pembaptisan yang dilaksanakan oleh Nabi Yahya dan Jesus. Klaim bahwa gereja adalah tempat Wahyu Suci disimpan dan penafsir yang sesungguhnya adalah sama tidak masuk akal seperti halnya menggelikan untuk mengklaim bahwa anak bayi atau orang dewasa yang dibaptis menerima Ruhul Kudus dan menjadi anak Tuhan.
-
Menurut kesaksian St Markus ( i. 1-8), pembaptisan oleh Yahya memiliki sifat "pengampunan dosa." Disebutkan bahwa "seluruh negeri Judea dan penduduk Jeruzalem pergi kepadanya dan semuanya dibaptis oleh beliau di sungai Jordan sementara mereka melakukan pengakuan dosa." Ini sama dengan mengatakan bahwa berjuta-juta orang Yahudi yang bertobat membuat pengakuan dosa mereka, dibaptis oleh Nabi, dan dosa mereka dihapuskan dengan air pembaptisan itu. Pada umumnya diakui bahwa Injil St Markus adalah yang tertua dari keempat Injil. Semua manuskrip Yunani kuno tidak berisi 12 ayat terakhir yang ditambahkan pada pasal xvi dari Injil ini (ayat 19-20). Bahkan dalam ayat-ayat tambahan ini formula: "atas nama Bapa, dan Anak serta Ruh Suci" tidak dituliskan di dalamnya. Jesus hanya berkata: "Pergilah dan dakwahkan Injilku keseluruh dunia; dia yang percaya dan dibaptis akan hidup, dan dia yang tidak percaya akan dikutuk."
-
Kalau saja Injil itu berarti apapun dalam pernyataan mereka mengenai pembaptisan, mereka memberikan kesan bahwa tidak ada perbedaan antara kedua pembaptisan itu, kecuali bahwa mereka diberikan atas nama salah satu dari kedua Nabi itu. Paul orang Farisi atau Saul dari Tarsus tak memiliki satu kata manispun untuk Yahya Pembaptis, yang telah mengecap orang Farisi dengan sebutan yang menghina "anak-anak ular." Ada nuansa keluh kesah terhadap Nabi Yahya dan terhadap nilai dari pembaptisannya dalam ucapan yang dibuat oleh Lukas dalam "Kisah Para Apostel." Dan Lukas adalah murid dan teman Paul. Pengakuan Lukas bahwa pembaptisan atas nama Jesus juga tidak dilakukan oleh Ruh Suci adalah sebuah bukti yang pasti terhadap gereja yang dengan sewenang-wenang dan tanpa alasan telah mengubahnya menjadi sebuah sakramen atau sebuah misteri. Pembaptisan oleh gereja adalah pengabadian dari pembaptisan Yahya dan tidak lebih daripada itu; tetapi pembaptisan dengan Ruh Suci dan dengan api disediakan hanya untuk Islam. Ungkapan bahwa kira-kira dua belas orang di Samaria "belum menerima Ruh Suci, karena mereka hanya dibaptis atas nama tuan kita Jesus" (Kisah Para Apostel vii. 16-17), adalah menentukan untuk menggagalkan kepura-puraan gereja.
Kita secara positif tidak yakin tentang
asal usul kata dalam bahasa Ibrani atau Aramiah untuk kata dalam bahasa
Yunani "baptism". Injil versi Pshittha memakai kata "ma'muditha" dari
kata kerja "aimad" dan aa'mid" yang berarti: "tegak berdiri seperti
sebuah tiang atau kolom" (a'muda=pillar atau column), dsb, akan tetapi
kata itu tidak punya arti "membenamkan, mencelupkan, mencuci, menyiram,
memandikan" seperti maksud pembaptisan eklesiastikal. Kata asli Ibrani
"rahas" (memandikan), "tabhal" - baca: taval - (mencelupkan,
membenamkan), mungkin memberikan arti seperti yang terkandung dalam kata
"baptizo" - "saya baptiskan." Perjanjian Baru versi Arab telah memakai
bentuk kata bahasa Aramiah, dan menyebut Pembaptis "al-Ma'midan," dan
"ma'mudiyeh" untuk pembaptisan. Dalam semua bahasa Semit, termasuk Arab,
kata kerja "a'mad" menunjukkan dalam bentuknya yang sederhana atau qal
form "berdiri tegak bagai sebuah pilar," dan tidak menunjukkan arti
mencuci atau mencelupkan; dan karena itu kata tersebut pasti bukan kata
asli dari mana kata dalam bahasa Yunani "baptismos" sebagai
terjemahannya. Tak ada perlunya berdebat bahwa Yahya dan Jesus tidak
pernah mendengar kata "baptismos" dalam bahasa Yunani, namun bahwa
dengan jelas ada nomenklatur lain dalam bahasa Semit yang dipergunakan
oleh mereka.
Penelitian yang ekstensif dan mendalam
dalam agama orang Sabiin, yang hampir melindas bangsa Arab jauh sebelum
cahaya Islam disinarkan oleh kedatangan Nabi Allah yang suci, akan
memberikan kepada kita beberapa kebenaran. Ada tiga jenis pembaptisan
yang dilakukan oleh orang Yahudi, orang Sabiin, dan orang Kristen.
Pembaptisan ala Yahudi yang tidak berasal dari dalam kitab suci mereka,
terutama dilakukan untuk orang yang baru pindah agama. Setiap agama
mempunyai formula penyucian tertentu dan sebuah upacara khusus. "Cohen"
atau pendeta Yahudi membaptis orang yang masuk agama Yahudi dengan atas
nama Allah; orang Sabiin dengan nama Allah dan Yahya; tetapi orang
Kristen "Qushlsha" (dalam bahasa Arab "qassis" atau presbyter - orang
yang terpandang seperti ketua suku, pinisepuh, dsb.) membaptis dengan
atas nama Bapa, Anak dan Ruhul Kudus, yang di dalamnya nama Allah dan
Jesus tidak secara langsung disebut. Perbedaan dan pertentangan antara
tiga macam pembaptisan itu jelas. Orang Yahudi sebagai Unitarian sejati,
tidak dapat memberikan toleransi nama Yahya dipersekutukan dengan Nama
Elohim; sedangkan formula orang Kristen sangat menjijikkan sekali bagi
selera keagamaannya. Tidak ada keraguan bahwa pembaptisan ala Kristen
dengan karakter sakramen dan nuansa penyekutuan Tuhan, juga dibenci
orang Sabiin. Simbol dari covenant (perjanjian) Allah dengan para
penyembahNya bukan pembaptisan tetapi pengkhitanan (Genesis xviii.),
sebuat lembaga kuno yang diperhatikan dengan seksama, bukan saja oleh
ketiga agama, tetapi juga oleh banyak orang Arab penyembah berhala.
Bentuk-bentuk pembaptisan dan ritualnya yang berbeda antara bangsa Semit
di Timur itu bukan suatu lembaga sakral yang penting tetapi hanya
merupakan simbol atau tanda, dan karena itu tidak cukup kuat dan manjur
untuk saling menggantikan. Mereka semua memakai air sebagai bahan
pembaptisan, dan, kurang lebih, dengan bentuk dan cara yang sama. Namun
setiap agama memakai nama lain untuk membedakan kebiasaan mereka sendiri
dengan apa yang dilakukan oleh yang dua lainnya. Kata asli dalam bahasa
Aramiah "Sab'urtha" dengan pantas dan sebenarnya telah diterjemahkan ke
dalam bahasa Yunani "baptismos" - dengan setia dipertahankan oleh orang
Sabiin. Tampaknya bahwa orang Semit Kristen, untuk membedakan
pembaptisan mereka yang sakramental dari hal serupa yang dilakukan orang
Sabiin, menggunakan sebutan "ma'muditha" yang dari segi linguistik
tidak berkaitan dengan pembaptisan atau bahkan pencucian atau
pencelupan. Mengapa "ma'muditha" dipakai untuk mengganti "Sab'utha"
adalah sebuah persoalan sekaligus hal yang asing dalam subyek
pembicaraan kita ini; tetapi en passant, saya bisa menambahkan bahw kata
itu dalam Pshittha dipergunakan juga untuk sebuah kolam, sebuah bejana
air untuk pembersihan (Yohanes v. 2). Satu-satunya keterangan yang bisa
membawa kepada pemecahan masalah "ma'muditha" ini adalah kenyataan bahwa
Yahya Pembaptis dan pengikutnya, termasuk Jesus anak Maryam dan
muridnya, menyebabkan orang yang telah bertobat atau pemeluk baru agama
berdiri tegak bagai pilar di dalam kolam air atau sungai agar dapat
dimandikan dengan air, dari situlah nama "aa'mid" dan "ma'muditha."
Bila kata dalam bahasa Yunani
"baptismos" adalah kata yang tepat untuk kata dalam bahasa Aramiah
"Sab'utha" atau "Sbhu'tha," yang saya yakin memang benar begitu, maka
kata "Shibghat" dalam bahasa Arab yang ada dalam Al Qur'an, bukan saja
hal itu memecahkan masalah dan menyingkap selubung yang menyembunyikan
ramalan Yahya Pembaptis yang misterius, tetapi juga suatu bukti yang
indah bahwa Kitab Suci Islam adalah suatu arahan (direction) dari Wahyu
Allah, dan bahwa NabiNya adalah benar dan orang yang sesungguhnya yang
telah diramalkan oleh Yahya! Pembaptis ("Saba'a") memasukkan atau
mencelupkan pemeluk baru agama atau seorang bayi ke dalam kolam air,
sebagai seorang tukang celup atau seorang fuller memasukkan sepotong
kain atau pakaian ke dalam ketel yang berisi bahan celupan. Dengan mudah
dimengerti bahwa pembaptisan bukan suatu "thara", purifikasi atau
penyucian, bukan suatu "tabhala," suatu pencelupan, atau bahkan bukan
juga suatu "rahsa" sebuah pemandian atau penyucian, tetapi sebuah
"sab'aitha," pencelupan warna, pemberian warna. Sangat penting sekali
untuk mengetahui perbedaan-perbedaan ini. Persis seperti seorang
"saba'a" seorang pencelup, memberi warna baru pada sepotong pakaian
dengan mencelupkannya ke dalam ketel berisi zat pewarna, jadi seorang
pembaptis memberikan warna spiritual baru kepada para pemeluk baru
agama. Di sini kita harus membuat perbedaan yang mendasar antara seorang
kafir (Gentile) yang berpindah agama dengan seorang Yahudi dan kaum
Ismail Arab yang bertobat atas dosanya. Yang pertama itu secara resmi
dikhitan, sedang yang belakangan hanya dibaptis saja. Melalui khitan
seorang Gentile diterima masuk ke dalam keluarga Ibrahim, dan karenanya
ke dalam kelompok orang-orang Tuhan. Dengan pembaptisan seorang beriman
yang sudah dikhitan diterima ke dalam masyarakat orang-orang beriman
yang sudah bertobat dan direformasikan. Khitan adalah lembaga kuno yang
sakral yang tidak ditolak oleh Nabi Jesus atau Nabi Muhammad saw.
Pembaptisan yang dilakukan oleh Yahya dan Kristus hanyalah untuk
kebaikan orang-orang yang bertobat di antara yang sudah dikhitan. Kedua
lembaga ini menunjukkan dan memberikan sebuah agama. Pembaptisan oleh
Yahya dan Jesus sepupunya adalah suatu tanda diterimanya ke dalam
masyarakat orang-orang yang bertobat yang sudah disucikan yang berikrar
setia dan hormat kepada Utusan Allah yang kedatangannya diramalkan oleh
keduanya.
Karena itu kelanjutannya adalah bahwa
persis seperti khitan itu merujuk pada agama Nabi Ibrahim, begitupun
pembaptisan itu merujuk pada agama Yahya dan Jesus, yang sebagai
persiapan bagi orang Yahudi dan para kafir untuk menyetujui penerimaan
yang ramah terhadap Nabi Islam dan untuk memeluk agamanya.
Jelas bahwa pembaptisan oleh Jesus
adalah sama dengan yang dilakukan Yahya dan sebagai kelanjutan
daripadanya. Jika pembaptisan oleh Yahya sebagai sarana yang mencukupi
untuk pengampunan dosa, maka klaim bahwa "Domba Tuhan membawa pergi
dosa-dosa dunia" (Yohanes i.) diledakkan (exploded = terlalu dibesarkan
sehingga meledak). Bila air sungai Jordan cukup efektif untuk
membersihkan lepra dari Naaman melalui do'a Nabi Elisha (2 Raja-Raja
v.), dan untuk mengampuni dosa jutaan orang melalui pembaptisan oleh
Nabi Yahya, darah tuhan akan berlebih-lebihan dan sesungguhnyalah tidak
sesuai dengan Keadilan Suci.
Tidaklah ada keraguan bahwa hingga
datangnya Paul dalam adegan itu, para pengikut Jesus Kristus melakukan
ritual pembaptisan Nabi Yahya Pembaptis. Berguna untuk mencatat bahwa
Paul adalah seorang "Farisi" yang tergolong dalam sekte Yahudi yang
terkenal - seperti sekte Saduki - yang Nabi Yahya dan Jesus
menyatakannya sebagai "anak-anak ular." Juga harus diamati bahwa
pengarang buku kelima dari Perjanjian Baru ini, yang disebut: "Kisah
Para Apostel," adalah seorang teman Paul, dan berpura-pura menunjukkan
bahwa mereka yang dibaptis oleh Yahya Pembaptis telah tidak menerima
"Ruh Suci" dan karena itu dibaptis kembali dan diisi dengan "Ruh Suci"
(Kisah Para Apostel viii. 16-17 dan xix. 2-7), tidak melalui pembaptisan
atas nama Nabi Jesus, tetapi melalui "peletakan tangan" (the laying of
hands). Jelas disebutkan di dalam kutipan-kutipan ini bahwa kedua
pembaptisan itu identik dalam sifat dan efektivitas mereka, dan bahwa
mereka tidak "membawa turun (masuk)' Ruh Suci atas orang yang dibaptis
baik oleh Yahya, Jesus, atau atas nama salah satu dari keduanya. Dengan
"meletakkan tangan-tangan mereka (para apostel)" atas orang yang
dibaptis maka Ruh Suci itu menyentuh hatinya, mengisinya dengan iman dan
cinta Tuhan. Namun anugerah yang suci ini hanya diberikan kepada para
Utusan yang benar-benar Nabi, dan tidak dapat diaku oleh apa yang
disebut sebagai para penggantinya.
Tiga ayat yang terakhir dalam pasal yang
dikutip itu diyakini oleh banyak orang sebagai sebuah interpretasi.
Ayat-ayat itu tidak terdapat dalam MS tertua yang ada, yang tentu saja
asal muasal dari semua versi Injil-Injil berikutnya, termasuk Vulgate. Sebuah
dokumen adalah mutlak tidak bernilai sebagai catatan judisial yang
serius jika satu bagian daripadanya terbukti sebuah pemalsuan. Namun di
sini kita selangkah maju lebih jauh karena penambahan kepada teks asli
tersebut diakui menjadi sedemikian rupa bahkan oleh mereka yang
berbicara mengenai keasliannya.
Tetapi biarlah kita mengambil ramalan
itu sebagaimana adanya. Saya tidak perlu mengatakan bahwa ramalan itu
berbicara tentang hal-hal yang dapat ditebak oleh logika biasa (common
sense), dengan memperhatikan bahwa perisitwa-peristiwa yang diramalkan
itu selalu terjadi dari waktu ke waktu dalam perjalanan alam. Epidemi
dan perang, kelaparan dan gempa bumi telah menimpa dunia begitu sering
yang penyebutannya dalam sebuah ramalan sebagai tanda keotentikannya
akan merusakkan arti penting yang bisa saja ada pada ramalan itu.
Tambahan lagi pengikut-pengikut pertama dari agama baru pastilah akan
menjumpai penindasan, terutama jika mereka kebetulan dari status sosial
yang rendah. Namun terlepas dari hal itu, ramalan itu berbicara dalam
satu upaya dari beberapa hal, yang bisa atau tidak bisa terjadi
bersamaan pada suatu waktu. Hal-hal itu belum pernah terjadi begitu.
Penindasan atas para murid dimulai segera setelah kepergian Jesus dari
Judea. Mereka itu "diserahkan ke sinagog dan penjara, dan dihadapkan
pada raja-raja dan para penguasa" untuk kepentingan namanya. Tetapi
ramalan tidaklah memerlukan jiwa profetik, karena penindasan telah
dimulai bahkan ketika Nabi Jesus masih bersama para muridnya.
Peristiwa-peristiwa itu adalah kelanjutan yang alamiah dari pengajaran
yang tidak disukai oleh orang-orang Yahudi. Tidak diragukan para murid
itu menerima setiap kesulitan dan cobaan yang dapat dipikirkan dengan
kesabaran dan ketabahan, tetapi mereka yakin bahwa Tuannya akan datang
kembali sesuai dengan janjinya: "Sebenarnyalah aku berbicara dengan
kamu, bahwa generasi ini tidak akan lulus, sehingga semua hal-hal ini
selesai." Keyakinan terhadap kalimat-kalimat ini yang menghasilkan
kesabaran yang indah dalam generasi yang dirujuk itu. Namun
kalimat-kalimatnya telah berlalu meskipun waktu tidak datang untuk
"langit dan bumi melenyap." Lebih-lebih lagi hari-hari penindasan atas
para murid itu tidak menyaksikan suatu fenomena yang luar biasa dalam
bentuk gempa bumi, perang atau epidemi. Bahkan dalam kurun waktu
berikutnya, empat peristiwa yang diramalkan itu tidak serempak
(terjadi). Dalam kurun waktu empat puluh tahun terakhir dari dua abad
terakhir kita dengar "mengenai perang dan kerusuhan."Bangsa" benar-benar
"bangkit terhadap bangsa dan kerajaan terhadap kerajaan." Gempa bumi
besar dialami dalam berbagai tempat dan kelaparan dan epidemi, namun
tidak juga matahari menjadi gelap atau bulan gagal memberikan cahayanya,
hal-hal mana harus terjadi sebelum "kedatangan Anak Manusia." Kalimat
ini bisa saja diambil dalam pengertian metaforikal, namun dalam hal itu,
mengapa kaum Advent harus mencari kedatangan kedua dalam pengertian
literal? Lebih daripada itu, sebagian besar dari fenomena yang
disebutkan itu telah terjadi pada waktu ketika mereka yang berdakwah dan
mengajar atas nama Jesus untuk alasan politik tidak mungkin rasanya
dibawa menghadap raja-raja dan penguasa untuk dihukum. Sebaliknya mereka
telah mendapat akses bebas ke dalam tanah yang lama telah tertutup bagi
mereka. Semua itu membuktikan bahwa ramalan itu adalah atau hanya
sebuah ceritera rakyat atau sebuah legenda mengenai hal-hal yang
diucapkan oleh Jesus tentang peristiwa yang berbeda. Salah satu di
antara dua kemungkinan ini, apa beliau sendiri yang telah mempunyai
pandangan kabur tentang peristiwa yang akan datang, atau
pencatat-pencatat hikayat hidupnya yang menuliskannya dua abad kemudian
sesudah kehadiran beliau, telah dengan sembrono mencampur adukkan
hal-hal yang berlainan tentang masalah yang berbeda.
Bab 16
"SIBGHATULLAH" ATAU PEMBAPTISAN DENGAN RUH SUCI DAN API
Satu diantara fenomena agama yang
sedikit yang tak dapat saya terangkan ialah: Bagaimana orang-orang
Sabiin, begitu predominan di peninsula Arab dan Mesopotamia, tidak
memeluk agama Kristen jika Nabi Yahya Pembaptis telah dengan sebenarnya
dan secara terbuka menyatakan dan memperkenalkan Jesus sebagai Nabi yang
"lebih berkuasa" daripada beliau sendiri, dan Al Masih yang beliau
menyatakan dirinya tidak patut untuk membuka tali kasutnya? Jika seperti
diramalkan oleh Yahya, Jesus adalah Nabi Allah yang datang untuk
membaptis dengan Ruh Suci dan api, jutaan orang yang telah beliau
"celup" di perairan sungai Jordan dan tempat lainnya, mengapa Nabi Jesus
tidak dengan segera membaptis mereka dengan Ruh Suci dan api dan lalu
menghapuskan penyembahan berhala di semua tanah yang dijanjikan Allah
bagi anak cucu Nabi Ibrahim dan mendirikan Kerajaan Allah dengan
kekuatan dan api? Secara mutlak tidak dapat dipikirkan bahwa para murid
dan orang-orang beriman pada misi suci Nabi Yahya tidak harus mematuhi
Jesus bila saja kepada khalayak beliau telah diperkenalkan sebagai
Tuannya atau Superior-nya di tempat itu. Para pengikut Yahya mungkin
saja telah dimaafkan atas penolakan mereka untuk masuk ke dalam gereja
Kristen jika Jesus Kristus telah datang, katakanlah, satu abad kemudian
daripada Pembaptis, tetapi untunglah yang begitu itu bukan masalahnya.
Mereka berdua adalah merupakan rekan semasa (kontemporer) dan dilahirkan
dalam tahun yang sama. Mereka keduanya membaptis dengan air atas
pertobatan dosa, dan menyiapkan pemeluk agama yang telah bertobat bagi
Kerajaan Allah yang mendekat tiba tetapi tidak telah berdiri di zaman
mereka.
Kaum Sabiin, para "Pencelup" atau
"Pembaptis" adalah pengikut setia Yahya. Mungkin saja mereka telah jatuh
ke dalam perbuatan salah dan takhayul; namun mereka mengetahui dengan
baik bahwa bukanlah Jesus yang dimaksudkan di dalam ramalan Nabi mereka.
Mereka memeluk Islam ketika Nabi Muhammad saw tiba. Orang Haran di
Syria bukanlah sisa orang Sabiin kuno seperti yang disangkakan. Di tanah
yang dijanjikan hanya ada tiga agama non Muslim yang diakui dan
dibiarkan adanya oleh Al Qur'an yaitu agama Yahudi, agama Kristen dan
agama kaum Sabiin. Disebutkan bahwa orang-orang Haran berpura-pura
adalah sisa kaum Sabiin kuno, karena itu mereka diizinkan untuk
mengamalkan agama mereka yang aneh tanpa perlakuan tidak baik oleh
pemerintah Turki.
Konsepsi Kristen tentang Ruh Suci sama
sekali berbeda dengan konsepsi Islam dan Yahudi. Ruh Suci bukan seorang
pribadi yang suci dengan atribut dan fungsi suci yang bukan milik
pribadi suci lain salah satu dari tiga tuhan. Ummat Kristen mempercayai
bahwa ruh suci yang sama ini, pribadi ketiga yang suci, turun dari
tahtanya di sorga (his atau her atau its throne) atas permintaan yang
diajukan setiap pendeta - dalam upacara hariannya dari beberapa sakramen
- untuk mensucikan unsurnya dan mengubah esensi dan mutu mereka menjadi
beberapa unsur supranatural yang dianggap amat sangat menjijikkan bagi
sentimen keagamaan setiap kaum Unitarian, apakah dia seorang Yahudi atau
seorang Muslim. Tak suatupun dapat menakutkan perasaan seorang Muslim
selain daripada keyakinan bahwa Ruh Suci -selalu melalui intervensi
seorang pendeta - mengubah air pembaptisan menjadi darah tuhan yang
disalib dan menghapuskan apa yang disebut dosa asal; atau keyakinan
bahwa operasi ajaib atas unsur material dari Eucharist merubah substansi
unsur itu menjadi darah dan tubuh tuhan inkarnasi. Keyakinan itu mutlak
bertolak belakang dengan ajaran Perjanjian Lama dan (merupakan)
pemalsuan atas doktrin asli Yahya dan Jesus. Pengakuan orang Kristen
bahwa Ruh Suci melalu mantera-mantera pendeta, mengisi dan memenuhi
orang-orang tertentu dan memberkati mereka, tetapi tidak menjamin
kesucian hati dan kebodohan mereka, adalah tidak berarti apapun.
Diceriterakan kepada kita bahwa Hananiah (Ananias) dan isterinya
Shapirah telah dibaptis, yang berarti telah diisi dengan Ruh Suci.
Dengan begitu mereka memperoleh inspirasi dari pribadi ketiga yang suci
untuk menjual ladang mereka dan meletakkan harganya dalam bentuk tunai
di kaki Apostel Peter, tetapi pada saat bersamaan dirayu oleh setan
untuk menyembunyikan sebagian dari uang itu. Akibatnya ialah bahwa
pasangan communist yang malang itu mati mengenaskan dengan cara yang
ajaib (Kisah Para Apostel v.)
Coba pikirkan tentang keyakinan bahwa
pribadi ketiga dari trinitas turun atas orang, memberkati mereka, dan
lalu membiarkan mereka jatuh ke dalam kesalahan, penyelewengan dalam
keyakinan, dan ketidak percayaan pada tuhan, dan membiarkan mereka
melakukan perang dan pembantaian yang mematikan. Mungkinkah ini?
Dapatkah iblis merayu orang yang telah diisi dengan dan dijaga oleh Ruh
Suci dan merubahnya menjadi seekor setan? Al Qur'an yang suci sangat
mengesankan dalam hal ini. Allah berfirman kepada setan:
"Dia berfirman: "Ini adalah jalan yang
lurus, kewajiban Aku-lah untuk menjaganya. Sesungguhnya atas
hamba-hambaKu engkau tidak memiliki kekuasaan terhadap mereka, kecuali
orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat" Q. 15 :
41-42
Kita dapat percaya, atau bahkan
membayangkannya sesaatpun, bahwa seorang hamba Allah, seorang beriman
yang lurus yang telah menerima Ruh pensucian, dapat jatuh ke dalam dosa
yang mematikan dan musnah dalam neraka. Tidak, seorang yang suci, selama
dia masih ada dalam dunia yang nyata ini, harus memerangi dan berjuang
melawan dosa dan kejahatan; dia mungkin saja jatuh, tetapi dia akan
bangkit lagi dan tidak akan pernah ditinggalkan oleh Ruh murni yang
menjaganya. Pertobatan dosa yang sejati adalah hasil karya Ruh yang baik
yang ada dalam diri kita. Jika seorang Kristen dibaptis dengan Ruh Suci
dan api, dalam arti seperti digambarkan dalam "Kisah Para Apostel" dan
gereja-gereja menerimanya, maka setiap orang Latino, Yunani, atau
Abesinia bukan saja harus menjadi seorang suci yang tidak berdosa tetapi
juga seorang nabi linguist dan polyglot!
Kebenarannya adalah bahwa agama Kristen
tidak mempunyai sebuah konsepsi yang pasti atau tepat mengenai Ruh Suci
memenuhi seorang Kristen yang dibaptis. Jika itu Tuhan, maka betapa
beraninya setan mendekati, menggoda dan merayu orang yang telah
disucikan atau lebih baik yang telah bersifat tuhan (deified)? Dan
tambahan lagi, apa yang lebih serius ialah: Bagaimana setan itu dapat
mengusir Ruh Suci dan menempatkan dirinya dalam hati seorang heretic
atau atheist yang telah dibaptis. Pada pihak lain, jika Ruh Suci itu
berarti malaikat Jibril atau malaikat lainnya, makan gereja-gereja
Kristen mengarungi pada pasir ketakhayulan; sebab malaikat itu tidak
bersifat bisa hadir di semua tempat dalam satu waktu (omni-present).
Jika Ruh yang memurnikan dan mengisi hati seorang Kristen yang telah
dibaptis itu adalah Tuhan Sendiri, karena yang demikian itu adalah
kepercayaan mereka pada pribadi ketiga dalam Trinitas, maka semua orang
Kristen yang telah dibaptis harus mengaku dirinya suci dan bersifat
tuhan (deified)!
Lalu ada pula konsepsi Protestant
mengenai Ruh Suci, yang - which atau who - (1) mengisi hati mereka yang
pada saat tertinggi dari kegairahan dan ekstasi selama khotbah yang
membakar dari seorang pembicara yang bodoh atau terpelajar, mempercayai
dirinya sendiri menjadi "dilahirkan kembali"; namun banyak di antara
mereka yang meluncur kembali dan menjadi apa yang mereka sebelumnya,
bajingan dan penipu!
Nah sekarang sebelum saya terangkan,
menurut pengertian saya yang hina ini, pembaptisan spiritual dan
berapi-api itu, saya ingin membuat pengakuan bahwa banyak orang-orang
saleh dan takut terhadap Tuhan di antara orang Yahudi dan Kristen.
Karena betapapun pandangan dan keyakinan agama mereka itu mungkin
berbeda dengan pandangan dan keyakinan kita, mereka mencintai Tuhannya
dan berbuat baik atas namanya. Kita tidak dapat memahami dan menentukan
perlakuan terhadap Tuhan dengan orang-orang yang berbeda agama. Konsepsi
Kristen tentang Ketuhanan hanyalah merupakan kesalahan definisi tentang
Tuhan yang sejati kepada siapa mereka meyakini dan mencintaiNya. Jika
mereka memuliakan Jesus dan mempertuhankannya, hal itu bukan karena
mereka ingin tidak menghormati Tuhan, tetapi karena mereka melihat
keindahanNya pada Ruh Allah itu, yaitu Jesus. Sudah barang tentu mereka
tidak bisa menghargai kerasulan Nabi Muhammad saw, bukan karena mereka
mengingkari jasanya yang tak dapat ditandingi terhadap wasiyat Allah
dengan memberikan pukulan terbesar kepada setan dan kultur penyembahan
berhalanya, tetapi karena mereka tidak mengerti sebagaimana Nabi
Muhammad saw memahami sifat sesungguhnya dari misi dan pribadi Jesus
Kristus. Alasan yang sama bisa diajukan atas sikap orang-orang Yahudi
terhadap Nabi Jesus dan Nabi Muhammad saw. Allah Maha Pemurah dan
Pengampun!
Ruh Suci dengan definite article
"the" menunjuk khusus kepada malaikat Jibril, atau salah satu dari
ruh-ruh "yang murni" yang begitu banyak yang diciptakan oleh Allah, dan
diangkat untuk melaksanakan misi tertentu. Turunnya Ruh Suci kepada
seorang manusia ialah untuk mengungkapkan kepadanya kehendak Allah, dan
untuk membuatnya seorang nabi. Orang yang demikian itu tak akan pernah
dapat dirayu oleh setan.
Apa yang dikenal sebagai pembaptisan
sebelum masa Nabi Muhammad saw kini disebut "sibghatullah" yaitu
pemberian tanda keagamaan yang bersifat permanen yang disebut dalam Al
Qur'an yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, diterangkan kepada kita oleh
Wahyu Suci hanya dalam satu ayat Al Qur'an surah 2 ayat 138.
"Pemberian tanda - pencelupan - (yang
bersifat tetap bagi orang-orang yang beriman kepada) Allah. Dan
pemberian tanda siapakah yang lebih baik daripada Allah? KepadaNya kita
semua menyembah."
Komentator (ahli tafsir) Muslim mengerti
dengan benar kata "sibghat" bukan dalam arti harfiah "mencelup", tetapi
dalam pengertian spiritual atau metaforikal agama. Ayat Al Qur'an ini
membatalkan dan menghapuskan agama dari "Sab'utha" dan "Ma'muditha" atau
kedua-duanya kaum Sabiin dan Nasara. "Sibghatullah" adalah tanda tetap
bagi orang-orang beriman kepada Allah, bukan dengan air tetapi dengan
Ruh Suci dan api! Agama yang dipeluk oleh siapapun dari para sahabat
Nabi Allah pada tahun-tahun pertama Hijriyah kini dipeluk dalam
keseluruhannya oleh setiap Muslim. Hal ini tidak berlaku bagi agama yang
mengenal pembaptisan. Lebih dari enam belas Konsili Ekumeni telah
diundang untuk mendefinisikan agama Kristen, hanya untuk ditemukan oleh
Sinode Vatikan dalam abad sembilan belas bahwa misteri dari 'The
Infallibility" dan "The Immaculate Conception" adalah dua dari dogma
utama, keduanya tidak dikenal oleh Apostel Peter dan Perawan Maryam Yang
Diberkati! Keyakinan atau agama apapun yang bergantung pada
pertimbangan dan keputusan Sinode Umum - suci ataupun menyimpang
(heretical) - adalah artifisial dan manusiawi. Agama Islam ialah
keyakinan pada Satu Tuhan (Allah) dan penyerahan mutlak kepada
kehendakNya, dan agama ini dipeluk oleh para malaikat di langit dan oleh
Muslimin dan Muslimat di bumi. Ini adalah agama pemberkatan dan
pencerahan, dan merupakan benteng yang tak dapat ditembus oleh
penyembahan berhala. Marilah kita kembangkan hal ini sedikit lebih
lanjut.
Pencelupan tetap yang bersifat spiritual
adalah Karya langsung Tuhan Sendiri. Sebagaimana halnya tukang cuci
mencuci kain atau obyek lainnya dengan air; seperti halnya tukang celup
memberi warna pada wool atau katoen dengan bahan pewarna untuk
memberikan nuansa baru; dan seperti halnya penandaan tetap menutup
dosa-dosa yang lalu dari seorang beriman sejati yang telah bertobat,
begitulah Allah Yang Maha Berkuasa memberikan tanda, bukan tubuh, tetapi
ruh dan jiwa dari dia (hambaNya) yang Allah dengan RakhmatNya memberi
arah dan petunjuk kepada agama suci Islam. Inilah "Sibghatullah"
pemberian tanda oleh Allah yang membuat orang sesuai dan mulia menjadi
warga Kerajaan Allah dan seorang hamba dalam agamaNya. Ketika untuk
pertama kalinya malaikat Jibril menyampaikan Kalimat Allah kepada Nabi
Muhammad saw, kedalam dirinya diberikan anugerah ramalan. Ruhnya
disucikan dan diperbesar dengan Ruh Suci hingga sampai pada tingkat dan
luas yang sedemikian yang memutuskan waktu dan malaikat Jibril membuka
dada dan hatinya serta mencucinya, dengan mana menghilangkan dasar-dasar
yang memungkinkan bisikan setan. Sekali, yaitu ketika beliau masih
kanak-kanak dan sedang bermain di padang pasir, dan yang kedua di Kaaba
sebelum mi'raj, dan hingga sampai pada suatu batas yang ketika pada
gilirannya beliau mendakwahkan Kalimat itu kepada mereka yang Allah
berkenan untuk memberikan petunjukNya, mereka (ummat Muahmmad saw)itupun
disucikan, diberi tanda. Jadi merekapun menjadi perwira-perwira suci
dalam barisan baru tentara yang terdiri dari orang-orang Muslim.
Pemberian tanda spiritual ini tidak menjadikan orang-orang Muslim itu
nabi-nabi, orang-orang suci yang tidak berdosa, atau penjaja keajaiban. Karena sesudah Kehendak dan Firman Allah itu diungkapkan dalam Al Qur'an, maka itulah akhir daripada kenabian dan wahyu.
Mereka tidak dijadikan orang-orang suci yang tidak berdosa, karena
kealiman dan amalan baik mereka bukan merupakan hasil usaha dan
perjuangannya melawan kejahatan dan karena itu tidak sepantasnya
dihargai. Mereka tidak diangkat menjadi pekerja-pekerja keajaiban
supernatural karena mereka memiliki keyakinan yang mantap dan sehat pada
Penciptanya, Allah.
Selanjutnya, "sibghatullah" ini membuat
orang-orang Muslim sejati itu khidmat, konsisten dalam menjalankan
kewajibannya kepada Allah dan terhadap rekan-rekan semasyarakat,
terutama keluarga mereka. Sibghatullah itu tidak menyebabkan mereka gila
untuk mempercayai diri mereka lebih suci daripada rekan-rekan seagama,
dan dengan begitu bersombong dengan jabatan kependetaan bagi mereka
sendiri terhadap rekan-rekan lainnya, seakan-akan mereka itu jamaah dan
gembalaan mereka. Kefanatikan, ego keagamaan dan sejenisnya bukanlah
hasil dari Ruh Suci. Setiap orang Muslim mendapatkan sibghatullah yang
sama pada saat penciptaannya, agama yang sama dan pemberian tanda
spiritual keagamaan yang tidak dapat dihapuskan, dan harus bersaing
dalam masa hidup dunianya yang singkat dengan sebaik-baik kemampuan dan
daya upayanya agar dapat memenangkan mahkota kemuliaan di dunia yang
akan datang. Setiap orang Muslim hanya memerlukan pendidikan dan
pelatihan keagamaan sesuai dengan kebijakan Firman Allah. Namun dia
tidak memerlukan campur tangan seorang pendeta, sakramen, atau orang
suci. Setiap orang beriman yang tercerahkan dapat menjadi seorang Imam
(pemimpin dalam beribadah), misionaris, khotib sesuai dengan ajaran yang
diperolehnya serta semangat keagamaannya, tidak untuk kemuliaan yang
sia-sia atau hasil yang menguntungkan.
Dengan singkat seorang Muslim, apakah
pada saat kelahirannya atau pada saat kepindahan agamanya, diberi tanda
secara spiritual, dan menjadi seorang warga dari Kerajaan Tuhan, seorang
yang bebas merdeka, dan memiliki hak dan kewajiban yang sama, sesuai
dengan kemampuannya, kebaikan, pengetahuan, kekayaan, kedudukan.
Yahya Pembaptis yang suci merujuk
pemberian tanda spiritual dan igneous (sesuatu yang panas yang
dihasilkan oleh magma, atau seperti bara api) kepada Nabi Allah Yang
Besar, bukan sebagai mahluk yang keramat, Tuhan, atau anak Tuhan, tetapi
sebagai seorang agen yang suci, dan suatu instrumen melalui mana
pemberian tanda itu dilaksanakan. Nabi Muhammad saw menyampaikan Wasiyat
Allah yang adalah FirmanNya; beliau memimpin peribadatan, melaksanakan
upacara suci, dan berjihad melawan orang-orang kafir dan penyembah
berhala untuk mempertahankan perjuangannya (menegakkan agama Allah).
Namun kejayaan dan kemenangan yang diperolehnya adalah milik Allah.
Dengan cara yang sama Yahya berdakwah dan membaptis, tetapi penyesalan
yang mendalam, penebusan dosa, dan pengampunan dosa hanya dapat
dilakukan oleh Tuhan. Ramalan Nabi Yahya bahwa "dia yang datang sesudah
aku lebih berkuasa daripada aku; dia akan membaptismu dengan Ruh dan
api" adalah sangat mudah untuk dimengerti, karena pemberian tanda secara
spiritual ini hanya diberikan dan dilaksanakan melalui Nabi Muhammad
saw.
Harus dicatat bahwa bentuk dan materi
sibghatullah (pencelupan) ini adalah Sakral dan sekaligus Supernatural.
Kita merasakan dan melihat akibat dari jalan yang tidak tampak tetapi
nyata yang mewujudkan akibat itu. Tiada lagi air sebagai materi ataupun
tanda untuk memimpin dalam upacara atau bentuk. Allah itulah yang
melalui Ruh, melaksanakannya. Materi Sibghatullah dalam kalimatPemberi
Tanda (Allah) adalah Ruh Suci dan api. Bentuk itu secara eksklusif milik
Allah. Kita tidak dapat memberikan atribut itu kepada Allah dalam
bentuk apapun kecuali KalimatNya: "Kun" atau "Jadilah" dan PerintahNya
diturut atau dicipta. Hasilnya ialah bahwa seorang Muslim menjadi
diberkati, dicerahkan, dan menjadi seorang prajurit yang dipersenjatai
untuk bertempur melawan setan dan berhala-berhalanya. Tiga akibat dari
Sibghatullah in patut memperoleh pertimbangan dan studi yang serius.
-
Ruh Suci , apakah itu malaikat Jibril atau Ruh-Ruh Superior lainnya yang diciptakan, melalui perintah Allah mensucikan jiwa seorang Muslim pada saat kelahirannya atau pada saat bertukar agama, sesuai dengan peristiwanya, dan pensucian ini berarti:
-
Ke dalam hatinya dipahatkan suatu keyakinan yang sempurna akan adanya Satu Tuhan Yang Sejati. "Sibghatu'I-Lah" itu menjadikan jiwa seorang Muslim sejati mempercayai Keesaan Tuhan yang mutlak, untuk menyandarkan diri padaNya, dan untuk mengerti bahwa Dia sendirilah Tuannya, Pemiliknya dan Tuhannya. Keyakinan terhadap Tuhan Yang Sejati itu tampak pada diri setiap orang yang mengaku dirinya seorang Muslim. Tanda dan bukti atas keyakinan yang telah terpahatkan dalam diri seorang Muslim itu bersinar dengan gemilang ketika dia menegaskan: "Aku seorang Muslim, Alkhamdulillaah." Apakah yang lebih berkesan dan secara sendiri jelas sebagai sebuah tanda dari keyakinan yang suci selain daripada kebencian dan ketidak sukaan yang dirasakan seorang Muslim terhadap obyek sesembahan lain di samping Allah? Mana dari yang dua ini yang lebih suci dalam Pandangan Allah: dia yang menyembah Penciptanya dalam sebuah bangunan sederhana Mesjid, atau dia yang menyembah empat belas gambar dan lukisan yang mewakili pemandangan penyaliban dalam sebuah bangunan yang dinding dan altarnya dihiasi dengan patung-patung berhala, tanahnya menutupi tulang belulang orang-orang yang sudah mati, dan kubahnya dihiasi dengan tokoh-tokoh malaikat dan orang-orang suci?
-
Pensucian oleh Ruh Suci dan api yang Allah kerjakan atas jiwa seorang Muslim adalah bahwa Dia mengisinya dengan rasa cinta akan dan penyerahan diri kepada Dia. Seorang suami yang terhormat lebih suka menceraikan isteri tercintanya daripada melihatnya membagi cintanya kepada seorang laki-laki lain. Yang Maha Berkuasa akan melemparkan setiap "orang beriman" yang ternyata menyekutukan Dia dengan obyek atau mahluk lain. Cinta seorang Muslim akan Allah tidak teoritis atau idealistik namun bersifat praktis dan nyata. Tidak sesaatpun dia ragu untuk mengusir isteri, anak atau temannya dari rumahnya jika dia menghujat Nama atau Pribadi Suci. Seorang penyembah berhala atau seseorang dari agama lain bisa saja menunjukkan kemarahan hati yang sama untuk obyek yang disembahnya. Tetapi cinta yang ditunjukkan untuk Satu Tuhan Sejati adalah suci dan diberkati: dan cinta yang demikian itu hanya bisa ada dalam hati seorang Muslim. Formula yang bersifat isyarat tanda baik dan kidung suci "Bismillaah" dan "Alkhamdulillaah" yang masing-masing berarti: "Dengan Menyebut Asma Allah" dan "Puji dan Syukur bagi Allah" pada awal dan akhir setiap kegiatan atau upaya, adalah sebuah pernyataan tulus dari jiwa seorang Muslim yang telah disucikan, terkesan dan dimabukkan dengan "cinta akan Tuhan" yang memancar dan melebihi semua cinta lainnya. Seruan-seruan ini bukan suatu pernyataan yang artifisial dan hipokritikal dalam mulut orang Muslim, tetapi kata-kata itu adalah do'a dan pujian dari jiwa yang telah disucikan tanpa dapat terhapus lagi yang menempati tubuhnya. Dan jika seorang Kristen dan seorang Yahudi dicelup dengan keyakinan dan ketaatan yang sama, dan jika jiwa mereka tergelitik dengan sungguh-sungguh akan pernyataan itu yang benar-benar dirasakan oleh jiwa seorang Muslim, maka dia (orang Kristen atau Yahudi) itu adalah seorang Muslim meskipun dia tidak menyadarinya.
-
Penandaan pemberkatan yang tak terhapuskan yang diinspirasikan ke dalam ruh seorang Muslim melalui "sibghatullah", di samping keyakinan dan cinta akan Allah, adalah sebuah penyerahan diri dan kepasrahan diri yang menyeluruh kepada Kehendak Allah Yang Suci. Penyerahan diri yang mutlak ini memancar bukan saja dari keyakinan dan cinta, akan tetapi juga dari rasa takut yang suci dan dari rasa hormat yang mendalam yang begitu latent dalam jiwa dan ruh setiap orang beriman yang sebenarnya.
-
-
Pencerahan adalah tanda kedua dari penandaan spiritual yang tak terhapuskan. Pengetahuan yang sebenarnya tentang Allah dan KehendakNya, sebanyak yang dapat dimiliki oleh seorang manusia, hanya dapat dilihat dan secara eksklusif ada pada diri orang-orang Muslim. Pengetahuan ini bersinar dengan cemerlang pada roman muka dan tingkah laku setiap Muslim. Mungkin dia tidak mengerti esensi Tuhan, seperti halnya seorang anak kecil tidak dapat mengerti sifat dan mutu kedua orang tuanya; namun seorang bayi bisa mengenali ibunya di antara wanita-wanita lainnya. Analogi itu jauh di bawah kenyataan, dan perbandingan itu bersifat inferior tanpa batas antara seorang Muslim baik yang telah tercerahkan dalam hubungannya kepada Penciptanya dan seorang bayi yang menangis di belakang ibunya sendiri. Seorang Muslim, betapapun dia bodoh, miskin, dan berdosa, melihat tanda-tanda Allah pada setiap gejala alam. Apapun yang menimpanya, dalam kebahagiaan atau penderitaan, Allah tetap ada dalam hatinya. Seruan sholat seorang Muslim adalah bukti hidup dari pencerahannya. "Tidak ada apapun yang patut disembah kecuali Allah," merupakan protes abadi terhadap semua mereka yang menyekutukan Tuhan dengan obyek apapun yang tidak patut disembah. Setiap Muslim mengakui: "Saya bersaksi bahwa Allah ialah Sesuatu yang patut disembah."
-
"Sibghatullah" adalah penandaan suci dengan api yang mempersenjatai dan melengkapi seorang Muslim untuk menjadi benteng terhadap kesalahan dan ketakhayulan, terutama terhadap kemusyrikan dalam segala bentuknya. Tanda dari api itulah yang melebur jiwa dan ruh seorang Muslim, begitulah dipisahkan substansi yang emas dari segala kekotoran dan korupsi. Kekuatan Tuhan inilah yang memperkuat dan mengkonsolidasikan hubungan antara Dia dengan hambaNya yang beriman, dan mempersenjatainya untuk berjuang demi agama Tuhan. Gairah dan semangat seorang Muslim terhadap Allah dan agamaNya adalah unik dan suci. Orang-orang biadab juga berjuang untuk jimat mereka, si musyrik untuk berhalanya, dan orang-orang Kristen untuk salib mereka; akan tetapi betapa kontrasnya antara obyek-obyek yang tidak patut disembah itu dengan Tuhan agama Islam!
Yang demikian itu adalah karakteristik
utama dari penandaan spiritual yang tak terhapuskan, dan tidak dijumpai
di manapun kecuali di antara penganut agama Islam. Yahya Pembaptis,
Jesus Kristrus dan para apostel mempercayai, mencintai dan merasa takut
pada Allah yang sama seperti setiap orang Muslim melakukannya sesuai
dengan tingkat kelembutan dan rahmat yang suci. Ruh Suci, atau seperti
dikenal dalam Islam sebagai Ruh Yang Disucikan, berarti malaikat Jibril
sendiri, yang, juga memegang jabatan sebagai Utusan, juga seorang mahluk
serta mencintai dan merasa takut pada Allah sebagaimana anda dan saya
juga demikian.
Dalam hubungan ini saya bisa memberi
jejak pada kenyataan bahwa jiwa manusia itu sangat berbeda dengan ruh
manusia. Ruh yang suci itu yang mencerahkan jiwa dan menanamkan ke
dalamnya pengetahuan tentang kebenaran. Sekali lagi adalah ruh jahat
yang mendorong jiwa kepada kesalahan, penyembahan berhala, dan
penghujatan terhadap Tuhan.
Kesimpulannya, saya harus meminta
perhatian saudara-saudara saya orang-orang Muslim untuk memikirkan siapa
diri mereka itu; untuk mengingat pahala Allah; dan hidup sesuai dengan
semua itu.
Bab 17.
"PARACLETE" BUKAN RUH SUCI
Dalam artikel ini kita sekarang dapat
membicarakan tentang "Paraclete" yang terkenal dari Injil Keempat
(Yohanes). Jesus Kristus seperti halnya Yahya, mengumumkan bangkitnya
Kerajaan Tuhan, mengundang orang-orang untuk melakukan pertobatan dosa,
dan membaptis mereka untuk menghapuskan dosa-dosa mereka. Dengan
terhormat beliau menyelesaikan tugasnya, dan dengan setia menyampaikan
wasiyat Tuhan kepada orang Israel. Beliau sendiri bukanlah pendiri
Kerajaan Tuhan itu, namun hanya seorang bentara, dan karena itu beliau
tidak menuliskan apapun dan tidak pula memberi perintah kepada
seorangpun untuk menulis Kitab Suci Injil yang telah terpateri dalam
jiwanya. Beliau mengungkapkan Injil yang berarti "berita baik" tentang
"Kerajaan Tuhan" dan "Pereiklitos" kepada para pengikutnya, tidak dalam
bentuk tertulis, tetapi dalam bentuk ceramah lisan, dan dalam khotbah
kepada umum. Khotbah-khotbah ini beserta ceritera-ceritera itu oleh
orang-orang yang pernah mendengarnya diteruskan kepada mereka yang belum
mendengarnya. Barulah kemudian bahwa perkataan dan ajaran-ajaran Sang
Guru itu dituliskan. Jesus bukan lagi seorang Rabbi, tetapi suatu Logos -
Kalimat Yang Suci; bukan lagi seorang pendahulu dari Paraklete namun
sudah sebagai Tuhannya dan Superiornya ("nya" disini menunjuk kepada
Parakaklete - Pent.). Perkataannya yang murni dan sebenarnya telah
dipalsukan dan dicampur adukkan dengan mitos dan legenda. Untuk sesaat
beliau diharapkan setiap saat turun dari awan disertai dengan barisan
malaikat. Semua apostel telah meninggal; kedatangan Jesus Kristus untuk
kedua kalinya tertunda. Pribadi dan doktrinnya telah menimbulkan
berbagai spekulasi keagamaan dan falsafi. Sekte-sekte saling bergantian;
Injil dan Epistle dengan berbagai nama dan judul yang berbeda
bermunculan di banyak pusat-pusat kegiatan; dan banyak pakar agama
Kristen serta kaum apologist saling membasmi dan mengritik masing-masing
teori mereka. Seandainya ada Kitab Injil yang ditulis selama masa
Jesus, atau bahkan sebuah Kitab yang disahkan oleh Kumpulan Para
Apostel, maka ajaran Nabi dari Nazareth ini pasti telah mengamankan
kemurnian dan integritas mereka hingga saat tibanya "Periqlit" - Ahmad.
Sayang hal itu bukanlah masalahnya. Setiap penulis mengambil
pandangan yang berbeda tentang Sang Guru dan agamanya, dan melukiskannya
dalam bukunya - yang dia sebut Injil atau Epistle - sesuai dengan
khayalannya sendiri. Pemikiran yang meruyak banyak tentang Kalimat;
ramalan tentang Periqlit; khotbah Jesus yang tidak terjelaskan atas
daging dan darahnya; dan sejumlah serial beberapa keajaiban, peristiwa,
dan perkataan yang tercatat dalam Injil Keempat tidaklah dikenal oleh
Synoptic dan dengan sendirinya juga bagi sebagian besar ummat Kristen
yang tidak telah melihatnya setidak-tidaknya selama beberapa abad.
Injil Keempat seperti buku-buku lainnya,
juga telah ditulis dalam bahasa Yunani dan tidak dalam bahasa Aramiah,
yang adalah bahasa lidah Jesus dan para pengikutnya. Dengan sendirinya
sekali lagi kita dihadapkan kepada kesulitan yang sama yang kita jumpai
ketika kita membicarakan "Eudokia" dari St Lukas, yaitu: "Kata atau
nama apa yang dipakai Jesus dalam bahasanya sendiri untuk menyatakan apa
yang disebut oleh Injil Keempat sebagai "Paraclete" dan yang telah
diterjemahkan sebagai "penghibur" "penolong" ("comforter", "consoler")
dalam semua versi Injil?
Sebelum membicarakan mengenani etimologi
dan arti sesungguhnya dari bentuk Paraclete yang tidak klasikal atau
telah dikorupsi ini, adalah perlu untuk membuat pengamatan singkat atas
satu ciri dari Injil Yohanes. Hal kepengarangan serta otentik tidaknya
Injil ini adalah persoalan yang menyangkut Higher Biblical Criticism; tetapi
tidak mungkin untuk percaya bahwa Apostel telah menulis kitab ini
seperti kita jumpai dalam bentuk dan isinya yang seperti sekarang ini.
Penulisnya, apakah itu Yohannan (John) anak Zebedee, atau seorang lain
yang bernama itu, tampaknya akrab dengan doktrin dari pakar Yahudi yang
terkenal dan ahli falsafah Philon mengenai Logos atau Firman. Sangat
terkenal bahwa penaklukan Palestina dan berdirinya Alexandria oleh
Alexander Agung untuk pertama kalinya telah membuka epoch baru bagi
kebudayaan dan peradaban. Pada saat itulah bahwa pengikut Musa bertemu
dengan pengikut Epicurus, dan terjadilah dampak besar dari doktrin
spiritual Injil terhadap materialisme dari keberhalaan (paganism)
Yunani. Seni dan falsafah Yunani mulai dikagumi dan dipelajari oleh
pakar-pakar hukum bangsa Yahudi di Palestina maupun di Mesir, di mana
terdapat masyarakat Yahudi yang sangat banyak di kedua tempat itu.
Penetrasi alam fikiran dan belles-lettres Yunani ke dalam mazhab Yahudi
menyadarkan pendeta-pendeta dan orang-orang terpelajar Yahudi akan
bahayanya. Dalam kenyataannya, bahasa Ibrani sangat diabaikan sehingga
Kitab Suci itu dibaca di sinagog-sinagog Alexandria dalam versi
Septuagint (Injil dalam bahasa Yunani). Tetapi invasi oleh ilmu
pengetahuan asing ini menggerakkan orang Yahudi untuk lebih baik
mempelajari hukum mereka sendiri, dan mempertahankannya terhadap spirit
baru yang tidak menguntungkan itu. Karena itu mereka berusaha untuk
menemukan cara baru untuk menafsirkan Injil agar kemungkinan adanya
"rapproachment" (penyesuaian) dan rekonsiliasi kebenaran Injil dengan
alam fikiran Hellenisme dapat diberdayakan. Karena cara lama mereka
yaitu tafsir harafiah dari hukum dirasakan tidak bisa dipergunakan dan
terlalu lemah terhadap penalaran yang halus dari Plato dan Aristoteles.
Pada saat yang sama kegiatan orang-orang Yahudi yang padat dan ketaatan
mereka terhadap agamanya yang menonjol sering membangkitkan di dalam
dirinya rasa iri dan benci kepada orang Yunani. pada masa kekuasaan
Alexander, seorang pendeta Mesir, Manetho, telah menulis yang berisi
fitnah terhadap Judaisme (agama orang Yahdui). Di bawah Tiberius juga,
orator besar Apion menghidupkan kembali dan meracuni dengan
hinaan-hinaan dari Manetho. Dengan demikian tulisan-tulisan itu telah
meracuni orang-orang kemudian yang menindas dengan kejam orang-orang
yang beriman akan Satu Tuhan yang sesungguhnya.
Metode baru itu diketemukan sesuai
dengan yang diinginkan dan diterapkan. Metode itu adalah sebuah cara
penafsiran alegoris atas setiap hukum, aksioma, narasi dan bahkan
nama-nama dari pribadi-pribadi besar dipertimbangkan untuk
menyembunyikan di dalamnya sebuah gagasan rahasia yang mereka upayakan
untuk mewujudkannya. Cara penafsiran alegoris ini segera menyombongkan
diri pada tempat Injil, dan seperti halnya sebuah amplop yang membungkus
di dalamnya suatu sistim falsafah keagamaan.
Nah kini orang yang paling terkemuka
yang mempersonifikasikan ilmu pengetahuan ini ialah Philon, yang
dilahirkan dari keluarga Yahudi yang kaya di Alexandria dalam tahun 25
sebelum Masehi. Mengenal dengan baik falsafah Plato, dia menulis karya
alegoris gaya Yunani yang murni dan serasi. Dia percaya bahwa doktrin
tentang Wahyu dapat bersesuaian dengan ilmu dan kebijakan insani yang
tertinggi. Apa yang terutama telah ada dalam benaknya adalah gejala
tentang perbuatan Tuhan, Ruh murni, dengan mahluk bumi. Dengan mengikuti
teori Plato tentang "gagasan" dia menanamkan suatu serial gagasan
antara yang dia sebut sebagai "Pancaran Kesucian" yang dia ubah menjadi
sudut-sudut yang mempersatukan Tuhan dengan dunia. Substansi dasar dari
gagasan-gagasan ini, Logos atau Firman, membentuk kebijakan adi
(supreme) yang diciptakan di dunia dan pernyataan tertinggi dari
perbuatan yang menguntungkan.
Mazhab Alexandria mengikuti kejayaan
Judaisme atas Paganisme. "Namun" seperti dicatat dengan benar oleh Rabbi
Besar Paul Hagenauer dalam buku kecilnya yang menarik "Manuel de
Litterature luive" (halaman 24): "mais d'elle surgirent, plus tard, des
systemes nuisibles Li l'hebraisme" benarlah sistim yang berbahaya, bukan
saja bagi Judaisme tetapi bagi agama Kristen juga!
Asal usul doktrin Logos dilacak
karenanya, ke falsafah Philon, dan apostel Yohanes atau pengarang dari
Injil Keempat, siapapun dia itu - hanya mendogmatisir teori "gagasan"
yang telah timbul pertama kali dari otak emas Plato. Seperti telah
dicatat dalam artikel pertama dari serial ini, Firman Suci itu berarti
Firman Tuhan, dan bukan Tuhan itu Firman. Kalimat atau perkataan adalah
sebuah atribut dari mahluk rasional; itu bisa milik pembicara yang
manapun, tetapi itu bukanlah mahluk rasional, si pembicara. Kalimat Suci
tidaklah abadi, kalimat itu mempunyai asal usul, suatu permulaan;
kalimat itu tidak ada sebelum ada permulaan kecuali hanya sebatas
potensial. Kalimat itu bukan sebuah esensi atau inti. Adalah merupakan
kesalahan yang serius untuk merubah atribut yang manapun menjadi suatu
substansi. Jikalau diizinkan untuk berkata: "Tuhan itu Firman"
mengapa tidak diperbolehkan untuk berkata: Tuhan itu Rahim, Tuhan itu
Cinta, Tuhan itu Pembalas (Pemberi azab), Tuhan itu Kehidupan, Tuhan itu
Kekuasaan, dan sebagainya? Saya dapat mengerti dan menerima dengan baik
sebutan bagi Jesus "Ruh Tuhan" (Ruhu 'l-Lah), bagi Musa "Kalimat Allah"
(Kalamu 'l-Lah), bagi Muhammad "Utusan Allah" (Rasul Allah), yang
berarti Ruh Tuhan, Firman Tuhan dan Utusan Tuhan. Namun
saya tidak pernah bisa mengerti ataupun menerima bahwa Ruh, atau
Firman, atau Utusan itu adalah suatu Pribadi Suci yang memiliki sifat
suci dan sifat manusiawi.
Sekarang kita akan melanjutkan untuk
menghadirkan dan mencari jawaban final atas kesalahan agama Kristen
tentang Paraclete. Dalam artikel ini saya akan mencoba untuk membuktikan
bahwa Paraclete bukanlah Ruh Suci ataupun "penghibur" (comforter,
consoler) atau "perantara" (intercessor) sebagaimana orang-orang Kristen
dan gereja meyakininya, dan dalam artikel berikut ini semoga Tuhan
mengizinkan, saya akan menunjukkan dengan jelas bahwa bukanlah
"Paraclete" tetapi "Periclyte" yang dengan tepat berarti "Ahmad" dalam
pengertian "Yang Sangat Terkenal, Yang Terpuji, dan Dihormati."
-
RUH SUCI DIGAMBARKAN DALAM PERJANJIAN BARU SEBAGAI TIDAK LAIN SELAIN DARIPADA SEORANG PRIBADI
-
Dalam Lukas xi.13 Ruh Suci itu dinyatakan sebagai sebuah "karunia" Tuhan ( a gift of God). Perbedaan antara "karunia yang baik" yang diberikan oleh orang tua yang jahat dan Ruh Suci yang dilimpahkan kepada orang-orang beriman oleh Tuhan sama sekali mengecualikan (sama sekali tidak menyinggung) gagasan tentang kepribadian suatu Ruh yang manapun. Dapatkah kita dengan sadar dan positif menegaskan bahwa Jesus Kristus pada saat menceriterakan tentang perbedaan itu, bermaksud untuk mengajarkan kepada para pendengarnya bahwa "Tuhan Bapa" memberikan karunia "Tuhan Ruh Suci" kepada "anak-anakNya" yang mahluk bumi? Pernahkah beliau menginsinuasikan bahwa beliau percaya bahwa orang ketiga dalam Trinitas sebagai karunia dari orang pertama dalam Trinitas? Dapatkah kita dengan sadar mengakui bahwa para Apostel itu percaya bahwa "karunia" ini adalah Tuhan Yang Maha Kuasa yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa kepada mahluk yang bersifat tidak abadi? Gagasan atas keyakinan yang demikian itu menjadikan orang Muslim merasa jijik dan tidak menyukainya.
-
Dalam 1 Korintian ii. 12 Ruh Suci ini digambarkan sebagai dalam kasus gender "netral" (bukan pria bukan wanita) "Ruh dari Tuhan". Paul dengan jelas menyebutkan bahwa sebagai suatu Ruh yang dalam diri manusia menjadikannya dia mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan dirinya sehingga Ruh Tuhan membuat seorang manusia mengetahui hal-hal yang suci (1 Korintian 11). Dengansendirinya Ruh Suci di sini bukan Tuhan tetapi suatu perkara, saluran, atau perantara yang suci melalui mana Tuhan mengajar, mencerahkan, dan memberikan inspirasi mereka yang Dia kehendaki. Hal itu semata-mata adalah suatu karya Tuhan terhadap jiwa dan ruh manusia.
-
Sekali lagi dalam 1 Korintian vi. 19 kita baca bahwa hamba Tuhan yang lurus disebut sebagai "rumah dari Ruh Suci" (the temple of the Holy Spirit) yang "mereka terima dariTuhan." Di sini sekali lagi Ruh Tuhan itu tidak ditunjukkan sebagai suatu pribadi atau malaikat, tetapi kebaikanNya, firmanNya, atau kekuasaan dan agama. Tubuh dan jiwa orang beriman yang lurus dibandingkan dengan sebuah rumah yang diabdikan untuk menyembah Yang Maha Abadi.
-
Dalam Epistle kepada orang Romawi (Roma viii. 9) ruh yang sama yang "hidup" di dalam diri orang-orang beriman disebut secara bergantian sebagai "Ruh Tuhan" dan "Ruh Kristus." Dalam pasal ini "Ruh" itu hanyalah berarti suatu keyakinan dan agama sejati Tuhan yang didakwahkan oleh Jesus. Tentu saja ruh ini tidak dapat berarti sebagai suatu ideal orang Kristen tentang Ruh Suci (Holy Ghost), yaitu ketiga yang lain dari yang tiga. Kita orang-orang Muslim selalu ingin dan bermaksud untuk mengatur hidup dan tingkah laku kita sesuai dengan semangat Nabi Muhammad saw, yang berarti bahwa kita bersikap mantap untuk tetap setia kepada agama Allah dengan cara yang sebanyak mungkin sama dengan cara yang dilakukan oleh Nabi Terakhir saw. Karena Ruh Suci yang ada dalam diri Nabi Muhammad saw, Nabi Jesus, dan dalam setiap diri Nabi tidak lain ialah Ruh Allah swt! Untuk membedakannya dari ruh setan dan kawannya yang tidak murni dan jahat, Ruh ini disebut "suci". Ruh itu bukan pribadi yang suci, tetapi sebuah sinar suci yang mencerahkan dan memberkati hamba Tuhan.
-
Formula Injil "Atas nama Bapa, dan Anak, dan Ruh Suci," bahkan sekalipun itu otentik dan benar diberikan oleh Kristus, mungkin secara sah diterima sebagai suatu formula keyakinan sebelum bangkitnya secara resmi agama Islam, yang adalah Kerajaan Tuhan di muka bumi. Tuhan Yang Kuasa dalam kualitasNya sebagai Pencipta adalah Ayah dari semua mahluk, benda, kecerdasan, tetapi bukan Ayah dari seorang anak yang khusus. Para orientalis mengetahui bahwa kata dalam bahasa Semit "abb" atau "abba" yang diterjemahkan sebagai "bapa," berarti "seorang yang membawa ke depan, atau yang membawa buah" ("ibba"=buah). Arti kata ini sangat jelas dan penggunaannya cukup sah. Berulang kali Injil menggunakan sebutan "Bapa." Di dalam Injil Tuhan berfirman: "Israel ialah anak laki-lakiKu yang pertama lahir"; dan dalam kitab Ayyub, Dia disebut "bapa dari hujan." Karena penyalah gunaan Sebutan Suci dari Sang Pencipta oleh agama Kristen inilah maka Al Qur'an menahan diri untuk menggunakannya. Dari sudut pandang murni seorang Muslim, dogma Kristen yang menyangkut kelahiran abadi atau kebangkitan Anak adalah sebuah penghujatan.
Penelitian dengan hati-hati dari pasal-pasal berikut dalam Perjanjian Baru akan meyakinkan para pembaca bahwa Ruh Suci, bukan saja itu bukan orang ketiga dalam Trinitas, tetapi bahkan bukan seorang yang berbeda sama sekali. Namun "Paraclete" yang diramalkan oleh Jesus adalah seorang lain yang berbeda. Perbedaan mendasar antara dua pribadi itu karenanya adalah sebuah alasan yang menentukan atas hipotese mereka bahwa Paraclete dan Ruh Suci itu menyatu dan pibadi yang sama.Seperti halnya - falsafah Plato bukanlah Plato itu sendiri, dan Philon yang Platonist itu bukan pencipta dari kebijakan khusus itu, jadi Peter bukanlah Tuhan karena pencerahannya disebabkan oleh Ruh Tuhan. Dengan jelas Paul meneruskan dalam pasal yang telah disebut, bahwa jiwa manusia tidak dapat memahami kebenaran mengenai Tuhan tetapi hanya melalui RuhNya, inspirasi dan petunjuk (direction).Apakah formula pembaptisan Kristen itu otentik atau palsu, saya percaya di situ ada kebenaran yang tersembunyi di dalamnya. Karena haruslah diakui bahwa para Penyiar Injil (evangelist) tidak pernah memberikan otorisasi penggunaan formula itu dalam ritual, do'a atau kebaktian lainnya selain daripada ritual pembabtisan. Soal ini adalah sangat penting. Yahya telah meramalkan adanya pembaptisan dengan Ruh Suci dan api oleh Nabi Muhammad saw, seperti telah kita lihat dalam artikel sebelum ini. Pembaptis yang dekat atau segera itu tidak lainTuhan sendiri, dan yang menengah ialah Anak Manusia atau Bar Nasha dalam visi Nabi Daniel, betul-betul sempurna adil dan sah untuk menyebutkan kedua nama itu sebagai penyebab yang pertama dan kedua; dan nama Ruh Suci juga sebagai causa materialis dari Sibghatullah! Nah, Sebutan Suci "Bapa," sebelum penyalah gunaannya oleh gereja, dengan tepat diterapkan. Sebenarnya bahwa Sibghatullah adalah suatu kelahiran baru, kelahiran Al Masih (nativity) (1) ke dalam Kerajaan Tuhan yang adalah Islam.Pembaptis yang menyebabkan regenerasi ini ialah Allah Sendiri secara langsung. Dilahirkan dalam agama Islam, dibekali dengan keyakinan pada Tuhan Sejati, adalah sebuah kemurahan dan karunia terbesar dari "Bapa Yang Ada Di Sorga" untuk menggunakan ungkapan seperti biasa dinyatakan oleh para penyiar Injil. Dalam hubungan ini Tuhan dengan tanpa batas sama sekali lebih bermurah daripada bapa di bumi.Mengenai nama kedua dalam formula "Anak," orang sama sekali tidak tahu siapa atau apa "anak" itu. Jikalau Tuhan dengan benar disebut "Bapa," maka orang menjadi ingin tahu, ingin bertanya dan bergairah untuk mengetahui, yang mana dari antara "anak-anak" Nya yang dimaksudkan dalam formula pembaptisan itu. Jesus mengajar kita untuk berdo'a: "Bapa kami yang ada di sorga." Kalau kita semua ini adalah anak-anakNya dalam arti mahlukNya, maka penyebutan kata "anak" dalam formula bagaimanapun menjadi tidak berarti dan bahkan tidak masuk akal. Kita tahu bahwa nama "Anak Manusia" atau "Bar Nasha" disebut sebanyak delapan puluh tiga kali dalam ceramah Jesus. Al Qur'an tidak pernah menyebut Jesus sebagai "anak manusia" tetapi selalu "anak Maryam." Beliau tidak mungkin menyebut dirinya sendiri "anak manusia" karena beliau hanyalah "anak seorang wanita." Tidak ada jalan untuk lari dari kenyataan ini. Anda boleh saja menjadikannya sebagai "anak Tuhan" seperti telah anda lakukan, tetapi anda tidak dapat membuatnya "anak manusia" kecuali jika anda percaya bahwa beliau adalah anak keturunan Yusuf atau seseorang lainnya, dan dengan demikian anda menetapkan bagi beliau cacad sebagai anak tidak sah.Saya tidak tahu dengan tepat bagaimana, apakah melalui intuisi, inspirasi, atau mimpi, saya diajar dan menjadi yakin bahwa nama kedua dalam formula itu adalah sebuah pengkorupsian yang jelek dari "Anak Manusia" yaitu "Bar Nasha" dari Nabi Daniel (vii.), dan karenanya Ahmad "Periclytos" (Paraclete) dari Injil St Yohanes.Mengenai Ruh Suci dalam formula, itu bukan suatu pribadi atau suatu ruh individual, tetapi suatu agency, kekuatan, enerji Tuhan dengan mana seorang manusia dilahirkan atau diubah ke dalam agama dan pengetahun dari Satu Tuhan. -
-
APA KATA ROMO PENDETA-PENDETA NASHARA (KRISTEN) MASA AWAL MENGENAI RUH SUCI.
-
Hermas (Similitude v, 5, 6) memahami "Ruh Suci" sebagai unsur suci yang ada dalam diri Kristus, yaitu Anak yang diciptakan sebelum semua hal. Tanpa memasuki pembicaraan yang tak berguna atau yang tak mempunyai arti apakah Hermas mencampur adukkan Ruh Suci dengan Firman, atau bahwa itu adalah suatu unsur berbeda milik Kristus, diakui bahwa unsur berbeda milik Kristus itu telah diciptakan sebelum semua hal - yaitu pada masa awal - dan bahwa Ruh dalam keyakinan Hermas itu bukan seorang pribadi.
-
Justin - disebut "Syuhada" (100?-167? M) dan Theophilus (120?-180?) memahami Ruh Suci kadangkala sebagai bentuk yang aneh atas manifestasi Firman dan kadangkala sebagai atribut yang suci, tetapi tidak pernah sebagai seorang pribadi yang suci. Haruslah diingat bahwa dua orang Romo dan penulis Yunani dari abad kedua Masehi ini tidak memiliki pengetahuan dan keyakinan yang definitif tentang Ruh Suci dari Trinitas dari abad keempat dan seterusnya.
-
Athenagoras (110-180M) mengatakan Ruh Suci ialah sebuah pancaran Tuhan yang berasal dan kembali kepadaNya seperti sinar matahari (Deprecatio pro Christiarus, ix, x.). Irenaeus (130?-202? M) mengatakan bahwa Ruh Suci dan Anak adalah dua penyembah Tuhan dan bahwa malaikat tunduk kepada mereka. Jurang perbedaan yang lebar antara keyakinan dan konsepsi dari dua orang Romo masa awal tentang Ruh Suci ini terlalu jelas memerlukan komentar lebih lanjut. Mengherankan bahwa dua orang penyembah Tuhan itu, sesuai dengan pernyataan otoritas semacam Irenaeus itu, dua abad kemudian harus diangkat pada derajat ketinggian Tuhan dan dua pribadi suci itu dinyatakan bersekutu dengan Tuhan Satu yang sejati yang telah menciptakan kedua orang penyembah Tuhan itu.
-
Origen (185-254 M) merupakan yang paling terkenal dan terpelajar di antara semua Romo sebelum masa Nicea (ante-Nicene) dan para apologist Kristen. Pengarang Hexepla menggambarkan Ruh Suci sebagai memiliki kepribadian, tetapi menjadikannya sebagai mahluk dari Anak. Penciptaan Ruh Suci oleh Anak tidak bisa terjadi pada awal waktu ketika Firman -atau Anak - diciptakan oleh Tuhan.
-
-
"PARACLETE" TIDAK BERARTI BAIK "PENGHIBUR" MAUPUN "PERANTARA"; sebenarnya itu sama sekali bukan sebuah kata klasikal.
Doktrin yang berkenaan dengan Ruh Suci
ini tidak cukup dikembangkan dalam tahun 325 M, dan karenanya tidak
dibuatkan definisi oleh Konsili Nicea. Baru dalam tahun 386 M pada
Konsili Ekumenikal di Konstantinopel bahwa Ruh Suci itu dinyatakan
sebagai pribadi ketiga dalam Trinitas, memiliki kosubstansi dan koeval
(berbagi substansi dan waktu) dengan Bapa dan Anak.
Ortografi Yunani dari kata itu ialah
Paraklytos yang dalam literatur eklesiastikal dibuat untuk berarti
"seorang yang dipanggil untuk membantu (aid), menyokong (advocate),
perantara (intercessor)" (Kamus Grec.-Francais, oleh Alexander).
Seseorang tidak perlu mengaku sebagai seorang pakar Yunani untuk
mengetahui bahwa kata Yunani untuk "penghibur" atau "penolong"
(comforter atau consoler) bukan "Paraclytos" tetapi "Paracalon." Saya
tidak memiliki Septuagint dalam versi Yunani, tetapi saya ingat dengan
baik bahwa dalam bahasa Ibrani kata "penghibur" ("mnahem") dalam
tangisan Jeremiah (I, 2, 9, 16, 17, 21, dsb.) diterjemahkan sebagai
Parakaloon, dari kata kerja Parakaloo, yang berarti memanggil,
mengundang, menganjurkan dengan sangat, menghibur, berdo'a, meminta.
Harus dicatat bahwa ada sebuah huruf hidup alpha yang panjang sesudah
huruf mati kappa dalam kata "Paracalon" yang tidak ada dalam
"Paraclytos." Dalam ungkapan ("Dia yang menghibur kita dalam kesulitan
kita") "paracalon" yang dipergunakan dan bukan "paraclytos." (Saya
mengajak, atau mengundang, anda ke pekerjaan"). Banyak contoh lainnya
yang dapat dikutip di sini.
Ada kata lain dalam bahasa Yunani untuk
"penghibur" dan "penolong" ("comforter" dan "consoler") yaitu
"Parygorytys" dari "I console."
Mengenai arti lain "perantara" atau
"advokat' yang diberikan dalam kata eklesiastikal "Paraclete", sekali
lagi saya mendesak bahwa "Paracalon," dan bukan Paraclytos," dapat
menyampaikan sendiri suatu pengertian yang sama. Istilah yang pantas
dalam bahasa Yunani untuk "advocate" adalah Sunegorus dan untuk
"intercessor" atau "mediator" ialah Meditea.
Dalam artikel berikutnya saya akan
memberikan bentuk dalam bahasa Yunani yang sebenarnya yang menunjukkan
bahwa Paraklytos adalah sebuat korupsi. En passant, saya ingin
membetulkan sebuah kesalahan yang savant Perancis Ernest Renan telah
jatuh ke dalamnya. Jika kita mengingatnya dengan baik, Monsieur Renan,
dalam bukunya yang terkenal "The Life of Christ" menterjemahkan
"Paraclete" dari Yohanes (xiv. 16, 26; xv. 7; 1 Yohanes ii. 1) dengan
"penganjur" ("advocate"). Dia mengutip bentuk Syria Kaldea untuk
"Peraklit" sebagai lawan dari "Ktighra" "penuduh" dari Kategorus. Nama
dalam bahasa Syria untuk perantara (mediator atau intercessor) adalah
"mis'aaya," tetapi di dalam pengadilan hukum, kata "Snighra" (dari
bahasa Yunani "Sunegorus") yang dipergunakan untuk seorang pengacara
(advocate). Banyak orang Syria yang tidak faham dengan bahasa Yunani
menganggap kata "Paraqlita" benar-benar bentuk kata dalam bahasa Aramiah
atau Syria untuk "Paraclete" dalam versi Pshittha dan tersusun dari
"Paraq," "untuk menyelamatkan dari" - "untuk mengeluarkan dari," serta
"lita" "yang terkutuk." Gagasan bahwa Kristus adalah "Penyelamat dari
kutukan hukum," dan karena itu beliau juga seorang "Paraqlita" (1
Yohanes ii. 1), mungkin telah menyebabkan beberapa orang untuk berpikir
bahwa kata dalam bahasa Yunani itu aslinya adalah sebuah kata dalam
bahasa Aramiah, persis seperti kalimat dalam bahasa Yunani "Maran atha"
dalam bahasa Aramiah "Maran Athi," yaitu "Tuan kita sedang datang" ("our
Lord is coming") (1 Yohanes xvi. 22) yang tampaknya menjadi sebuah
ungkapan di antara orang-orang beriman tentang kedatangan Nabi Besar
Terakhir. "Maran Athi" ini seperti halnya, terutama, formula
pembaptisan, berisikan hal-hal yang terlalu penting untuk diabaikan.
Keduanya pantas untuk dipelajari secara khusus dan penjelasan rinci yang
berharga. Keduanya mewujudkan ciri-ciri dan indikasi yang sebaliknya
daripada menguntungkan agama Kristen.
Saya pikir saya sudah cukup membuktikan
bahwa "Paraclytos" dari sudut pandang bahasa dan etimologi tidak berarti
"penganjur," "penolong," "penghibur" (advocate, comforter, consoler).
Selama berabad-abad orang Eropa dan Latin yang bodoh telah menulis nama
Nabi Muhammad sebagai "Mahomet," "Mushi" untuk Nabi Musa. Karena itu,
anehkah bila pendeta Kristen yang kekar atau seorang penulis telah
menuliskan nama yang sejati dalam bentuk yang telah dikorupsi
"Paraklytos? Yang terdahulu "Paraclytos" berarti "Yang terkenal, Yang
terpuji," tetapi bentuk yang telah dikorupsi "Paraklytos" sama sekali
tidak berarti apapun kecuali rasa malu yang terus menerus bagi mereka
yang selama delapan belas abad telah memahaminya sebagai berarti seorang
Penganjur (advocate) atau seorang Penolong (consoler).
Bab 18.
"PERIQLYTOS" BERARTI "ACHMAD"
Kitab Suci Al Qur'an (surah 61 ayat 6)
menyatakan bahwa Jesus telah mengumumkan kepada orang-orang Israel akan
kedatangan Achmad: "Dan ketika Jesus, anak laki-laki Maryam bersabda:
'Wahai anak-anak Israel, aku diutus kepadamu oleh Allah untuk menegaskan
Taurat yang ada sebelum aku, dan untuk memberitakan seorang Utusan yang
akan datang sesudah aku yang namanya pasti Achmad.' Namun ketika beliau
datang kepada mereka dengan bukti yang terang, mereka berkata: 'Ini
pasti suatu sihir yang nyata.' "
"Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan
memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai
kamu selama-lamanya." (Yohanes xiv. 16, dsb.)
Ada semacam ketidak sesuaian dalam
kalimat yang disebutkan sebagai perkataan Jesus oleh Injil Keempat.
Terbaca seolah-olah ada beberapa periqlytos yang telah datang dan pergi,
dan bahwa "Periqlytos lain" akan diberikan hanya atas permintaan Jesus.
Kalimat-kalimat ini juga meninggalkan kesan bahwa para Apostel
sepertinya telah mengenal dengan nama ini yang teks Yunani
menterjemahkan sebagai Periqlytos. Kata sifat "yang lain" di depan
sebuah kata benda asing yang untuk pertama kalinya diumumkan tampaknya
sangat asing dan sama sekali berlebih-lebihan. Tidak ada keraguan bahwa
teks itu telah diubah dan dirusak. Teks itu berpura-pura bahwa Bapa akan
mengirimkan Periqlyte atas permintaan Jesus, jika tidak demikian maka
Periqlyte itu tidak akan pernah datang! Kata "minta" juga tampaknya
berlebih-lebihan, dan dengan tidak benar memperagakan sentuhan
kecongkakan Nabi dari Nazareth itu. Jika kita ingin menemukan pengertian
yang sebenarnya dalam kalimat ini kita harus membetulkan teks itu dan
memberikan kata-kata yang telah dicuri atau dikorupsi, jadi:
"Aku akan pergi menghadap Bapa, dan Dia
akan mengutus kepadamu utusan lain yang namanya secara pasti ialah
Periqlytos, yang dia boleh tinggal beserta kamu selama-lamanya." Dengan
adanya tambahan kata-kata yang ditulis miring (mungkin pengetik asli
naskah ini lupa menuliskan kata-kata tersebut dengan dimiringkan,
karena nyatanya tidak ada yang dimiringkan - pent.), maka kesopanan Jesus yang dirampok telah dikembalikan dan sifat dari Periqlyte dikenali.
Kita telah melihat bahwa Pariqlyte bukan
Ruh Suci, yaitu pribadi yang suci, Jibril, atau malaikat lain yang
manapun. Tinggallah kini untuk membuktikan bahwa Periqlyte tidak mungkin
seorang penghibur ataupun penolong (consoler atau advocate) antara
Tuhan dan manusia.
-
Periqlyte itu bukan "Penghibur" (consoler), juga bukan "Perantara" (intercessor). Telah kami tunjukkan sepenuhnya ketidak mungkinan material untuk menemukan arti tersedikit dari "penghiburan" ataupun "perantaraan" (consolation atau intercession). Kristus tidak memakai kata Paracalon. Disamping itu bahkan dari sudut pandang agama dan moral, gagasan "penghiburan" dan "perantaraan" tidak dapat diterima.
-
Keyakinan bahwa kematian Jesus di atas tiang salib mengurangi orang-orang yang percaya itu dari kutukan dosa asal, dan bahwa jiwanya, anggun, dan hadir dalam diri Eucharist akan bersamanya untuk selamanya, menyebabkannya tidak memerlukan penghiburan atau akan kedatangan seorang penghibur sama sekali. Di pihak lain, jika mereka memerlukan seorang penghibur yang demikian itu, maka seluruh asumsi dan pretensi Kristen tentang pengorbanan Cavalry jatuh berserakan di tanah.Sesungguhnya bahwa dalam Injil dan yang ada dalam Epistle secara jelas menunjukkan bahwa kedatangan Jesus untuk kedua kalinya di atas awan adalah iminen (Matius, xvi. 28; Markus ix. 1; Lukas ix. 27; 1 Yohanes ii. 18; 2 Timoti ii. 1; 2 Tesalonika ii. 3, dsb.).
-
Penghiburan tidak pernah dapat mengembalikan kehilangan. Menghibur seseorang yang telah kehilangan matanya, kekayaannya, anaknya, atau keadaannya tidak dapat mengembalikan kehilangan tersebut. Janji bahwa seorang penghibur akan diutus oleh Tuhan sesudah Jesus pergi akan berarti kehilangan total seluruh harapan dalam kejayaan Kerajaan Tuhan. Janji akan seorang penghibur menunjukkan kedukaan dan ratapan dan tentu saja pasti telah mendorong para Apostel kepada kekecewaan kalau tidak kepada keputus asaan. Mereka membutuhkan pejuang yang jaya untuk menghancurkan setan dan kekuatannya, seorang yang akan mengakhiri semua kesulitan dan penindasan yang mereka alami, dan bukan hanya penghibur untuk keadaan sulit dan penderitaan mereka.
-
Gagasan seorang "perantara" antara Tuhan dan manusia bahkan lebih tidak dapat dipertahankan daripada gagasan tentang "penghibur." Tidak ada mediator yang mutlak antara Pencipta dan mahlukNya. Keesaan Tuhan sendiri sajalah perantara kita yang mutlak. Kristus yang menganjurkan ummatnya untuk berdo'a kepada Tuhan dengan sembunyi-sembunyi, untuk memasuki ruangan dan menutup pintu serta kemudian berdo'a - karena hanya dalam keadaan demikian itu "Bapa" mereka yang ada di Sorga akan berkenan mendengarkan do'a mereka dan menganugerahkan kepada mereka kemurahanNya dan pertolonganNya - tidak dapat menjanjikan mereka seorang perantara. Bagaimana melakukan rekonsiliasi terhadap kontradiksi ini!
-
Semua mereka yang beriman, dalam do'a mereka, saling menengahi, nabi-nabi dan malaikat melakukan hal yang sama. Merupakan kewajiban kita untuk memohon Kemurahan Allah, ampunanNya, dan pertolonganNya untuk kita sendiri serta untuk orang lain juga. Namun Allah tidaklah terikat atau berwajib untuk menerima campur tangan dari siapapun melainkan bila dikehendakiNya. Bila Allah berkenan menerima perantaraan NabiNya yang Suci Muhammad saw, semua orang laki-laki dan perempuan pastilah sudah dikonversikan ke dalam agama Islam.
-
Keyakinan akan perantara itu memancar dari keyakinan akan pengorbanan, korban-korban bakaran, kependetaan, dan sejumlah besar takhayul. Keyakinan ini membawa manusia pada pemujaan kuburan dan gambar-gambar para santo dan syuhada; hal ini membantu meningkatkan pengaruh dan dominasi dari para pendeta dan biarawan; hal itu tetap menjadikan orang bodoh tentang hal-hal yang suci; awan tebal perantaraan menutup mati suasana kejiwaan antara Tuhan dan jiwa manusia. Lalu kepercayaan ini mendorong orang yang, untuk kejayaan Tuhan yang pura-pura dan konversi orang-orang yang termasuk agama yang berlainan dengan mereka, mengumpulkan sejumlah besar uang, mendirikan misi-misi yang kuat dan kaya, dan rumah-rumah tuhan; tetapi dalam hatinya misionaris-misionaris itu adalah agen politik dari pemerintah mereka masing-masing. Sebab yang sebenarnya dari malapetaka yang menimpa orang Armenia, Yunani, dan Kaldea Asiria di Turki dan Persi harus dicari perintah-perintah yang khianat dan revolusioner yang diberikan oleh semua misi-misi asing di Timur. Sungguh, keyakinan dalam perantara telah selau menjadi sumber penyalah gunaan, fanatikisme, penindasan, kebodohan, dan banyak kejahatan lain.
Saya pastilah akan berterima kasih kepada orang melalui perantaraan siapa saya mendapat ampunan, dan keringanan. Namun saya akan selalu merasa takut terhadap hakim atau seorang despot yang telah menyebabkan saya jatuh ke tangan pengeksekusi. Betapa terpelajar orang-orang Kristen ini, ketika mereka percaya bahwa Jesus di tangan kanan Bapa menjadi perantara bagi mereka, dan pada saat yang bersamaan percaya kepada perantara lain - yang lebih rendah dari dirinya sendiri - yang duduk di singgasana Yang Maha Kuasa! Al Qur'an yang suci melarang keras mempercayai, keyakinan terhadap seorang "shafi" atau perantara dengan cara ini. Tentu saja kita tidak tahu dengan pasti tetapi dapat dibayangkan bahwa malaikat-malaikat tertentu, ruh para Nabi dan para orang suci diizinkan oleh Tuhan untuk menolong dan memberi petunjuk mereka yang ada di bawah perlindungan mereka. Gagasan atas seorang perantara di hadapan pengadilan Allah, membela jalan yang ditempuh oleh pelanggannya, mungkin sangat mengagumkan, namun hal ini adalah keliru, karena Tuhan bukanlah seorang manusia yang menjadi hakim, yang bisa berbuat karena nafsu, kebodohan, keberpihakan, dan lain-lain. Kaum Muslimin, orang-orang beriman, hanya memerlukan pendidikan dan pelatihan keagamaan; Allah mengetahui perbuatan dan hati manusia tanpa terkira lebih baik daripada para malaikat dan nabi. Dengan sendirinya tak ada keharusan adanya perantara antara Tuhan dan mahlukNya.Patut untuk dicatat bahwa perantaraan dari orang baik siapapun terhadap orang lain, terbatas pada mereka yang mengikuti nabinya dan mereka yang menerima nabi berikutnya, namun tidak bagi mereka yang mengikuti nabinya tetapi lalu menolak nabi berikutnya.Sesudah membuktikan bahwa "Paraclete" dari Injil Yohanes bukan dan tidak dapat berarti baik "penghibur" maupun "perantara," atau sama sekali apapun lainnya, dan bahwa itu merupakan bentuk Periqlytos yang sudah dikorupsi, kini kita akan melanjutkan dengan membicarakan arti kata itu yang sebenarnya. -
-
Secara etimologis dan harafiah "Periqlytos" berarti "yang paling terkenal, termasyhur, yang patut dipuji." Sebagai otoritas saya pergunakan kamus Yunani Perancis dari Alexandre bahwa "Periqlytos", "Ou'on peut entendre de tous les cotes; qu'il est facile a entendre. Tres celebre," ect."= Periqleitos, tres celebre, illustre, glorieux" dari = Kleos, glorire, renommee, celebrite." (maaf, penterjemah tidak bisa berbahasa Perancis, jadi kata-kata di atas tidak diterjemahkan). Kata majemuk ini terdiri dari kata depan "peri" dan "kleotis" yang terakhir ini berasal dari "to glorify, praise" atau "untuk memuliakan, memuji." Kata benda, yang saya tulis dalam ejaan bahasa Inggris Periqleitos atau Periqlytos, tepat berarti seperti AHMAD dalam bahasa Arab, yaitu yang termasyhur, yang mulia, dan terkenal. Kesulitan satu-satunya untuk dipecahkan dan diatasi adalah untuk menemukan nama aslinya dalam bahasa Semit yang dipakai oleh Jesus Kristus dalam bahasa Ibrani ataupun Aramiah.
-
Pshittha yang berbahasa Syria, meskipun menuliskan "Paraqleita" namun tidak memberikan arti apapun di dalam daftar istilah. Sedang Vulgate yang berbahasa Latin, menterjemahkannya sebagai "penghibur" atau "penolong." Kalau saya tidak salah bentuk dalam bahasa Aramiah itu pastilah "Mhamda" atau Hamida" agar cocok dengan kata yang sama dalam bahasa Arab "Muahmmad" atau "Achmad" dan bahasa Yunani "Periqlyte."
-
Wahyu Al Qur'an bahwa Jesus anak Maryam, menyatakan kepada orang-orang Israel bahwa dia "membawa berita baik tentang seorang utusan, yang akan datang sesudah aku dan yang namanya pasti Ahmad," adalah salah satu bukti yang terkuat bahwa Nabi Muhammad saw benar-benar seorang Nabi dan bahwa Al Qur'an benar-benar sebuah Wahyu Suci. Beliau pastilah tidak pernah dapat mengetahui bahwa Periqlyte itu berarti Ahmad, kecuali melalui inspirasi dan Wahyu Suci. Otoritas Al Qur'an adalah menentukan dan bersifat final; karena arti harafiah dari nama dalam bahasa Yunani itu dengan tepat dan tanpa dapat diperdebatkan sesuai dengan Ahmad dan Muhammad.
-
Sangat jelas dari deskripsi Injil Keempat bahwa Periqlyte adalah seorang pribadi yang tertentu, suatu ruh suci yang diciptakan, yang akan datang dan menempati tubuh seorang manusia untuk melaksanakan dan mewujudkan karya agung yang ditugaskan oleh Tuhan kepadanya, yang tidak ada seorang lainpun, termasuk Musa, Jesus, dan nabi lainnya yang manapun, pernah dapat mewujudkannya.
-
Orang Kristen awal dari abad pertama dan kedua lebih banyak bersandar pada tradisi daripada pada tulisan-tulisan mengenai agama baru itu. Papias dan yang lainnya termasuk kelompok ini. Bahkan pada masa hidup para Apostel beberapa sekte, orang Kristen palsu (pseudochrists), orang yang anti Kristus (Antichrists), dan para guru palsu telah mencabik-cabik gereja (I Yohanes ii, 18-26; 2 Tesalonika ii, 1-12; 2 Peter ii, iii, 1; Yohanes 7-13; 1 Timoti iv, 1-3; 2 Timoti iii, 1-13; dsb.). "Orang-orang yang beriman" disarankan dan sangat dianjurkan untuk bertahan dan patuh pada tradisi, yaitu ajaran lisan para Apostel. Sekte-sekte yang disebut "bid'ah" ini, seperti Gnostik, Apollinarian, Docetae dan lain-lainnya tampaknya tidak memiliki kepercayaan pada ceritera-ceritera, legenda dan pandangan yang berlebih-lebihan tentang pengorbanan dan penebusan dosa Jesus Kristus seperti termuat dalam banyak tulisan yang bersifat kisah seperti disampaikan oleh Lukas (i. 1-4). Salah satu daripada penganut yang bersifat bi'dah dari suatu sekte tertentu, yang saya lupa namanya, sebenarnya telah mengambil "Periqleitos" sebagai namanya, berpura-pura menjadi Nabi " yang paling patut dipuji" yang diramalkan oleh Jesus, dan mempunyai banyak pengikut. Kalau ada Injil yang otentik dan disahkan oleh Jesus Kristus atau oleh semua Apostel, tak mungkin akan ada begitu banyak sekte, semua bertentangan dengan isi buku yang termuat dalam atau yang ada di luar Perjanjian Lama yang ada sekarang ini. Dengan aman kita dapat menyimpulkan dari perbuatan pseudo Periqlyte bahwa ummat Kristen awal menganggap "Ruh Kebenaran" yang dijanjikan itu sebagai seorang pribadi dan Nabi Tuhan yang terakhir.
Penafsiran dalam bahasa Yunani dalam artian penghiburan tidaklah berarti bahwa Periqlyte itu sendiri adalah penghibur, tetapi keyakinan dan harapan dalam janji bahwa dia akan datang "untuk menghibur ummat Kristen awal." Harapan bahwa Jesus akan turun lagi dalam kemuliaan sebelum banyak dari para pencatatnya telah "merasakan kematian," telah mengecewakan mereka, dan mengkonsentrasikan semua harapan mereka pada kedatangan Periqlyte.Benarlah, malaikat Jibril atau Ruh Suci, tampaknya telah juga membedakan bentuk yang positif daripada yang superlatif yang terdahulu berarti dengan tepat Muhammad dan yang kemudian Ahmad.Mengagumkan bahwa nama yang unik ini tidak pernah sebelumnya diberikan kepada siapapun, telah dengan ajaib disimpan untuk Nabi Allah yang paling termasyhur dan paling pantas terpuji! Kita tidak pernah menjumpai dalam bahasa Yunani sesuatu yang memakai Periqleitos (atau Periqlytos) sebagai namanya, tidak juga dalam bahasa Arab nama Ahmad terpakai sebelumnya. Benar bahwa ada seorang dari Athena yang bernama Periqleys yang berarti "terpandang" dsb., tetapi tidak dalam bentuk superlatif.Tentu saja kita tidak mengingkari bahwa para pengikut Nabi Jesus sungguh telah menerima Ruh Tuhan, bahwa orang yang berpindah agama dengan sebenarnya kepada keyakinan Jesus telah disucikan oleh Ruh Suci, dan bahwa banyak orang Kristen Unitarian yang menjalani hidup suci dan lurus. Di hari Pantekosta - yaitu sepuluh hari sesudah kenaikan Jesus Kristus - Ruh Tuhan turun atas para pengikut dan orang-orang beriman lainnya yang berjumlah seratus dua puluh orang, dalam bentuk lidah api (Kisah Rasul ii.); dan jumlah ini yang telah menerima Ruh Suci dalam bentuk seratus dua puluh lidah api, telah dinaikkan menjadi tiga ribu jiwa yang dibaptis, tetapi tidak dikunjungi oleh api dari Ruh. Sudah barang tentu suatu Ruh yang definitif tidak dapat dibagi menjadi enam puluh individu. Dengan Ruh Suci, kecuali jika telah dideskripsikan dengan definitf sebagai suatu pribadi, kita dapat memahaminya sebagai kekuatan, kemurahan, karunia, karya dan insipirasi Tuhan. Jesus telah menjanjikan karunia dan kekuatan dari langit ini untuk memberkati, mencerahkan, menguatkan, dan mengajar gembalaannya; tetapi Ruh ini sangat berbeda dengan Periqlyte yang mewujudkan sendirian karya agung yang Jesus dan sesudahnya pada Apostel tidak diberi kuasa dan diberi wewenang untuk mewujudkannya, seperti akan kita lihat kemudian. -
-
Tak ada sedikitpun keraguan bahwa yang dimaksudkan dengan "Periqlyte" adalah Nabi Muhammad saw, yaitu Ahmad. Kedua nama itu, yang satu dalam bahasa Yunani dan yang lain dalam bahasa Arab, mempunyai arti yang persis sama, dan keduanya berarti "yang paling termasyhur dan paling terpuji," tepat sama seperti "Pneuma" dan "Ruh" yang tidak lebih berarti "Spirit" dalam kedua bahasa tersebut. Telah kita lihat bahwa penterjemahan kata menjadi "penghibur" atau "penolong" (consoler atau advocate) mutlak tidak dapat dipertahankan dan salah. Bentuk kata majemuk Paraqalon berasal dari kata kerja yang terdiri dari sisipan awal-Para-qalo, tetapi Periqlyte berasal dari Peri-qluo. Perbedaannya tampak sejelas seperti apapun yang mungkin berbeda. Marilah kita selidiki ciri-ciri Periqlyte yang hanya dapat dijumpai pada diri Ahmad - Nabi Muhammad saw.
- Nabi Muhammad saw sendiri sajalah yang telah mengungkapkan seluruh kebenaran tentang Tuhan, KeesaanNya, agama, dan memperbaiki pencemaran dan kebohongan yang tidak agamawi yang ditulis dan dipercayai terhadap Dia dan banyak para penyembahNya yang suci.
-
Di antara ciri utama Periqlyte "Ruh Kebenaran," ketika beliau datang sebagai pribadi "Anak Seorang Manusia" - Ahmad - ialah "dia akan menginsyafkan dunia akan dosanya" (Yohanes xvi. 8, 9). Tidak ada abdi Tuhan lain, apakah itu seorang raja seperti Raja Daud dan Suleiman atau seorang nabi seperti Ibrahim dan Musa, yang benar-benar telah menginsyafkan dunia atas dosanya, hingga ujung yang ekstreem, dengan resolusi, kegairahan dan keberanian seperti telah ditunjukkan oleh Nabi Muhammad saw. Setiap pelanggaran hukum adalah suatu dosa, namun kemusyrikan adalah induknya dan sumbernya. Kita berbuat dosa terhadap Tuhan ketika kita mencintai suatu obyek lebih daripada mencintaiNya, namun penyembahan terhadap obyek atau mahluk lainnya di samping Tuhan adalah suatu kemusyrikan, kejahatan dan kelalaian yang mutlak terhadap Kebaikan - pendeknya adalah dosa pada umumnya. Semua orang yang mengabdi pada Tuhan menginsyafkan tetangganya serta orang-orang atas dosanya, tetapi "bukan dunia" seperti dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. Bukan saja beliau mencabut akar kemusyrikan di jazirah Arab pada masa hidup beliau, tetapi beliau juga mengirim utusan ke raja Chosroes Parviz dan Heraclius yang adalah pemegang daulat dua kerajaan terbesar, Persia dan Romawi, dan kepada Raja Ethiopia, Gubernur Mesir, dan beberapa Raja dan Emir lainnya, mengundang mereka semua untuk memeluk agama Islam dan meninggalkan kemusyrikan dan kepercayaan palsu. Pensucian atau pembersihan dosa oleh Nabi Muhammad itu dimulai dengan turunnya Firman Tuhan sebagaimana beliau telah menerimanya, yaitu pembacaan ayat-ayat Al Qur'an; kemudian dengan berkhotbah, mengajar dan mempraktekkan agama sejati; namun ketika Kekuatan Hitam, kemusyrikan, menentangnya dengan senjata beliau menarik pedangnya dan menghukum musuhnya yang tidak beriman. Ini ialah pemenuhan pernyataan Tuhan (Daniel vii.), Nabi Muhammad saw dianugerahi Tuhan dengan kekuatan dan daerah kekuasaan untuk mendirikan Kerajaan Tuhan , dan menjadi Penguasa utama dan Komandan Utama di bawah "Raja di Raja dan Tuhan di Tuhan-Tuhan" (King of Kings and Lord of Lords).
-
Karakteristik lain dari ciri Periqlyte - Ahmad - adalah bahwa dia akan mencela dunia karena kelurusan dan keadilan (loc. cit.). Penafsiran "akan kebenaran, karena aku akan pergi kepada Bapa" (Yohanes xvi. 10) diletakkan pada mulut Jesus adalah tidak jelas dan bermakna ganda. Kembalinya Jesus kepada Tuhannya diberikan sebagai salah satu alasan untuk pensucian dunia oleh Periqlyte yang akan datang. Mengapa begitu? Dan siapa yang mensucikan dunia pada ceritera itu? Orang-orang Yahudi yakin bahwa mereka telah menyalib dan membunuh Jesus, dan tidak percaya bahwa dia dibangkitkan dan diangkat ke langit. Nabi Muhammad saw itulah yang mensucikan dan menghukum mereka dengan sangat karena kekafiran mereka. "Tapi (sebenarnya) Allah telah mengangkatnya (Jesus) kepadaNya ..." (Q. 4:158). Pensucian yang sama telah dikenakan juga kepada orang Kristen yang mempercayai dan masih percaya bahwa sebenarnya Jesus itu telah disalib dan dibunuh di atas salib, dan membayangkannya sebagai Tuhan atau anak Tuhan. Terhadap ini Al Qur'an menjawab: "... Mereka tidak membunuhnya, tidak pula menyalibnya, namun kepada mereka (orang yang disalib itu) telah diserupakan (seperti Jesus). Mereka yang berbeda pendapat mengenai dia (Jesus) adalah penuh dengan keraguan mengenai hal dia, mereka tidak memiliki pengetahuan tentang dia, kecuali hanya mengikuti dugaan dan mereka tidak membunuhnya dengan yakin. (Q.4:157). Beberapa orang yang beriman kepada Jesus pada awal Kekristenan membantah bahwa Kristus sendiri yang menderita di atas salib, tetapi bertahan dengan pendapat bahwa seorang lain di antara pengikutnya, Judas Iscariot atau orang lain yang serupa dengan dia, yang ditangkap dan disalib pada tempatnya. Sekte-sekte Corinthian, Basilidian, Corpocratian dan banyak sekte lainnya memiliki pandangan yang sama. Saya telah membicarakan sepenuhnya tentang masalah Penyaliban dalam karya tulis saya yang berjudul "Injil wa Salib" atau "The Gospel and the Cross," yang mana hanya satu jilid saja yang diterbitkan di Turki sebelum Perang Besar. Saya akan menyediakan waktu khusus untuk sebuah artikel mengenai subyek ini. Begitulah keadilan yang diberikan oleh Ahmad kepada Jesus ialah sebuah pernyataan otoritatif bahwa Jesus adalah "Ruhu'l-Lah," Ruh Tuhan yang bukan dia sendiri yang disalib dan dibunuh, dan bahwa dia adalah seorang manusia tetapi seorang yang dicintai dan Utusan Suci Tuhan. Inilah yang dimaksudkan oleh Jesus dengan keadilan tentang pribadinya, misinya, dan kenaikannya ke langit, dan hal ini sebenarnyalah telah diwujudkan oleh Nabi dan Rasul Allah, Muhammad saw.
-
Ciri yang paling penting dari Periqlyte adalah bahwa dia akan mensucikan dunia atas dasar pertimbangan "karena penguasa dari dunia ini harus dihakimi" (Yohanes xvi. 11). Raja atau Penguasa dunia ini adalah setan (Yohanes xii. 31; xiv. 30), karena dunia tunduk kepada setan. Saya harus meminta perhatian para pembaca akan pasal tujuh dari Buku Daniel yang ditulis dalam dialek Aramiah atau Baylonian. Di situ dilukiskan bagaimana "singgasana" ("Kursavan") dan "penghakiman" ("Judgment" atau "dina") dimulai, dan buku-buku ("siphrin") dibuka. Dalam bahasa Arab juga kata "dinu" seperti kata "dina" dalam bahasa Aramiah berarti penghakiman, tetapi pada umumnya dipergunakan dalam arti agama. Bahwa Al Qur'an telah menggunakan kata "Dina" dari Nabi Daniel sebagai ungkapan tentang penghakiman dan agama adalah lebih daripada sekedar berarti (sangat berarti sekali). Dalam pendapat saya yang hina, ini adalah tanda dan bukti langsung tentang kebenaran yang diungkapkan oleh Ruh Suci yang sama atau Jibril kepada Nabi Daniel, Jesus, dan Muhammad. Nabi Muhammad saw pastilah tidak sudah menempa atau membuat hal itu meskipun seandainya beliau itu sepandai seorang filosof seperti Aristoteles. Penghakiman itu yang digambarkan dengan segala kebesaran dan kemuliaan diadakan untuk menghakimi setan dalam bentuk Binatang Keempat yang menakutkan oleh Hakim Agung, Yang Maha Abadi. Di situlah kemudian bahwa muncul "seorang anak manusia" ("kbar inish") atau "barnasha" yang diabdikan kepada Yang Maha Kuasa, dibekali dengan kekuatan, kehormatan, dan kerajaan abadi, dan diberi tugas untuk membunuh Binatang dan untuk membangunkan Kerajaan Orang-Orang Suci dari Yang Maha Tinggi.
-
Ciri terakhir namun bukan yang terkecil dari Periqlyte adalah bahwa dia tidak akan berbicara dari dirinya sendiri apapun, tetapi apapun yang dia dengar itulah yang akan dia ucapkan, dan dia akan menunjukkan kepadamu hal-hal yang akan datang" (Yohanes xv. 13). Tidak satu iota pun, tidak satu katapun atau komentar dari Nabi Muhammad saw atau dari para sahabat beliau yang penuh pengabdian dan suci ada dalam tekst Kitab Suci Al Qur'an yang mulia. Semua isinya adalah Wahyu Allah yang diungkapkan sebagaimana beliau mendengarnya, dibacakan kepadanya oleh malaikat Jibril, dan kemudian semua itu diingat dan dituliskan oleh pada penulis yang setia. Kalimat-kalimat, ucapan-ucapan, ajaran-ajaran Nabi Muhammad saw, betapapun sakral dan disucikan, bukanlah Firman Allah, itu semua disebut Al Hadith atau Tradisi.
Dilaporkan bahwa Jesus telah berkata tentang Periqlyte bahwa dia adalah "Spirit of Truth" atau "Ruh Kebenaran" dan bahwa dia akan "memberikan kesaksian" mengenai sifat sebenarnya dari Jesus dan misinya (Yohanes xiv. 17; xv. 26). Dalam khotbah dan orasinya Jesus berbicara tentang pra-adanya dari ruhnya sendiri (Yohanes viii. 58; xvii. 5, dsb.). Dalam Injil Barnabas, dilaporkan bahwa Jesus sering berbicara tentang kemuliaan dan keagungan ruh Nabi Muhammad saw yang telah beliau lihat. Tidak ada keraguan bahwa Ruh dari Nabi Terakhir telah diciptakan lama sebelum Nabi Adam. Karena itulah Jesus ketika berbicara tentang dirinya sendiri, pastilah akan menyatakan dan menggambarkannya sebagai "Ruh Kebenaran." Ruh Kebenaran inilah yang menyanggah orang-orang Kristen yang telah membagi Keesaan Tuhan menjadi sebuah trinitas pribadi-pribadi; yang telah mengangkat Jesus pada tingkat ketinggian Tuhan dan anak Tuhan, dan yang telah menanamkan semua macam ketakhayulan dan inovasi. Ruh Kebenaran inilah yang telah mengungkapkan kebohongan baik orang Yahudi maupun orang Kristen yang telah mencemari Kitab-Kitab Sucinya; yang telah mencela orang-orang Yahudi atas fitnah terhadap kelurusan Perawan Maryam yang diberkati dan terhadap kelahiran puteranya Jesus. Ruh Suci inilah yang telah menunjukkan hak berdasarkan kelahiran Ismail, ketidak salahan Nabi Luth, Suleiman, dan banyak nabi lainnya sebelumnya dan membersihkan nama mereka dari hinaan dan hal-hal yang memalukan yang dilemparkan kepada mereka oleh orang-orang Yahudi, para pemalsu nabi-nabi. Ruh Kebenaran juga yang memberikan kesaksian yang sejati atas diri sebenarnya Jesus, seorang manusia, nabi dan abdi Tuhan; dan telah menjadikan orang Islam sama sekali tidak mungkin menjadi penyembah berhala, tukang sihir, dan orang yang percaya terhadap lebih dari Satu Tuhan.Jesus Kristus tidak ditugaskan untuk membinasakan Binatang; beliau menjauhi urusan politik, menghormati caesar, dan melarikan diri ketika mereka ingin memahkotai beliau sebagai Raja. Dengan jelas beliau menyatakan bahwa Penguasa dunia itu sedang akan datang; karena Periqlyte itu akan mencabut budaya kemusyrikan yang sangat dibenci. Semua ini telah dicapai oleh Nabi Muhammad saw dalam beberapa tahun. Islam adalah Kerajaan dan Hakim, atau agama; Islam memiliki Kitab Hukumnya, Al Qur'an yang suci; Islam memiliki Allah sebagai Hakim dan Raja Agung, dan Nabi Muhammad saw sebagai pahlawannya yang berjaya, yang berbahagia dan mulia selamanya!Apakah beliau itu, demikianpun dalam deskripsi seperti tersebut di atas, bukan Periqlyte yang sejati? Dapatkah anda menunjukkan kepada saya orang lain, di samping Ahmad, yang memiliki pada dirinya kualitas material, moral dan prkatikal, ciri-ciri dan tanda-tanda Periqlyte? Anda tidak mungkin dapat.Saya pikir saya telah berbicara banyak tentang Periqlyte dan akan menyudahi dengan ayat suci Al Qur'an: "Aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku, aku hanya seorang pemberi peringatan yang nyata." Q. 46:9.
Bab 19.
"ANAK MANUSIA," SIAPAKAH DIA?
Kitab Suci Al Qur'an menghadirkan tokoh Jesus Kristus sebagai
"Anak Laki-Laki Maryam,"
dan Kitab Suci Injil juga menghadirkannya sebagai "Anak Laki-Laki
Maryam"; namun bahwa Injil yang ditulis pada lempeng putih dari hati
Jesus dan disampaikan kepada para murid dan pengikutnya secara lisan,
dengan segera telah dicemari dengan sejumlah mitos dan legenda. "Anak
Laki-Laki Maryam" segera berubah menjadi
"Anak Laki-Laki Yusuf,"
yang mempunyai saudara laki-laki dan saudara perempuan (Matius xiii.
55-56; Markus vi. 3; iii. 31; Lukas ii. 48; viii. 19-21; Yohanes ii. 12;
vii. 3, 5: Kisah Rasul i. 14; I Korintus ix. 5; Galatia i. 19; Judas
i.).
Kemudian dia menjadi "Anak Laki-Laki Daud"
(Matius xxii. 42; Markus xii. 35; Lukas xx. 41; Matius xx. 30; ix. 27;
xxi. 9; Kisah Rasul xiii. 22-23; Apoc. v. 5; Roma xv. 12; Ibrani vii.
14; dsb.),
"Anak Laki-Laki Manusia" (sebutan ini diulang sebut kira-kira sebanyak 83 kali dalam satu discourses of Jesus),
"Anak Laki-Laki Tuhan" (Matius xiv. 32; xvi. 16; Yohanes xi. 27; Kisah Rasul ix. 20; I Yohanes iv. 15; v. 5; Ibrani i. 2, 5, dsb.),
"Anak Laki-Laki" saja (Yohanes v. 19-21, 23-24, 26, dsb.; dan dalam formula Baptis, Matius xxviii. 19; Yohanes i. 34, dsb.) "Kristus" (Matius xvi. 16, dan seringkali dalam Epistles), dan
"Domba" (Yohanes i. 29, 36; dan seringkali dalam Wahyu).
Beberapa tahun yang lalu, pada suatu
hari saya mengunjungi Exeter Hall di London; pada saat itu saya masih
sebagai seorang pendeta Katholik; suara hiruk pikuk ketika saya dibawa
ke Hall di mana seorang gentleman medis yang masih muda mulai berkhotbah
pada pertemuan dari YMCA (Young Men's Christian Association). "Saya
ulangi apa yang telah sering saya katakan," seru si dokter muda itu,
"Jesus Kristus haruslah sebagai apa yang dia akui sebagai itu dalam
Injil, atau dia pasti seorang penyamar terbesar yang dunia pernah
menyaksikannya!" Saya tidak pernah melupakan pernyataan dogmatis ini.
Apa yang ingin dia katakan ialah bahwa Jesus itu adalah Anak Tuhan atau
seorang penyamar terbesar. Jika anda menerima hipotese pertama maka anda
seorang Kristen, seorang trinitarian; jika yang kedua, maka anda adalah
seorang Yahudi yang tidak beriman. Namun kita yang tidak menerima kedua
proposisi itu adalah jelas Muslim. Kita orang Muslim tidak dapat
menerima yang manapun dari keduanya yang memberikan gelar kepada Jesus
Kristus dalam pemahaman yang gereja dan kitab suci mereka yang tidak
dapat dipercaya itu telah berpura-pura untuk menggunakan sebutan itu.
Tidak sendirian dia sebagai "Anak Laki-Laki Tuhan" dan tidak pula
sendirian sebagai "Anak Laki-Laki Manusia" karena jika orang diizinkan
untuk memanggil Tuhan dengan "Bapa", maka bukan saja Jesus, tetapi
setiap nabi dan orang beriman yang lurus, adalah secara khusus seorang
"anak laki-laki Tuhan." Dalam cara yang sama, jika Jesus benar-benar
anak laki-laki Yusuf Tukang Kayu, dan mempunyai empat saudara laki-laki
dan beberapa saudara perempuan yang sudah menikah seperti yang Injil
berpura-pura mengenai hal itu, maka mengapa dia sendiri saja yang
menyandang sebutan yang asing ini "Anak Laki-Laki Manusia" yang
sesungguhnya galib bagi siapapun?
Tampaknya para pendeta dan pastor, ahli
teologi dan apologist Kristen ini memiliki logika mereka sendiri yang
aneh untuk penalaran serta kecenderungan akan misteri dan hal-hal yang
tidak masuk akal. Logika mereka tidak mengenal medium, tak ada pembedaan
istilah, dan tak ada gagasan definitif tentang gelar dan sebutan yang
mereka pergunakan. Mereka memiliki selera yang membuat orang iri hati
untuk pernyataan-pernyataan yang tidak dapat dicocokkan dan yang
bertolak belakang yang hanya mereka sendiri dapat menelannya seperti
telur rebus. Mereka dapat mempercayai, tanpa keraguan sedikitpun, bahwa
Maryam adalah sekaligus seorang perawan tetapi juga seorang isteri,
bahwa Yusuf adalah baik seorang pasangan maupun suami, bahwa James,
Jossi, Simon, dan Judah adalah baik sepupu maupun saudara laki-laki
Jesus, bahwa Jesus adalah Tuhan yang sempurna dan seorang manusia yang
sempurna juga, dan bahwa "Anak Laki-Laki Tuhan," "Anak Laki-Laki
Manusia." "Domba," dan "Anak Laki-Laki Daud" adalah semuanya satu dan
pribadi yang sama! Mereka memberi makan kepada diri mereka sendiri dalam
hal doktrin yang heterogen dan bertentangan satu dengan lainnya yang
terwakili dalam istilah-istilah itu dengan selera serakus seperti
laiknya mereka rasakan terhadap bacon dan telur ketika makan pagi.
Mereka tidak pernah berhenti berfikir dan merenungkan obyek yang mereka
sembah; mereka memuja penyaliban dan Yang Maha Kuasa seolah-olah mereka
mencium pedang pembunuh saudara laki-lakinya yang berdarah dalam
kehadiran ayahnya!
Saya berpendapat bahwa bahkan tidak ada
satu orang Kristen pun dalam sepuluh juta orang yang benar-benar
mempunyai gagasan tepat atau pengetahuan yang definitif tentang asal
muasal dan arti sebenarnya dari istilah "Anak Laki-Laki Manusia." Semua
gereja dan para ahli tafsir mereka tanpa kecuali akan berkata kepada
anda bahwa "Anak Laki-Laki Tuhan" mengenakan sebutan "Anak Laki-Laki
Manusia" atau "Barnasha" karena sikap rendah diri dan karena sopan
santun, tanpa mengetahui bahwa Kitab Suci Apokaliptikal (Wahyu) orang
Yahudi, di mana Jesus dan para muridnya percaya dengan sepenuh hati dan
jiwanya, meramalkan bahwa bukanlah "Anak Laki-Laki Manusia" yang akan
bersikap lembut hati, rendah hati, tidak memiliki tempat untuk tidur,
dan diserahkan ke tangan orang yang berbuat jahat dan dibunuh, tetapi
"Anak Manusia" adalah seorang laki-laki yang kuat dengan kekuasaan dan
kekuatan yang luar biasa untuk membinasakan dan mencerai beraikan
burung-burung sasaran dan binatang-binatang buas yang mengoyak-koyak dan
memakan biri-biri dan dombanya! Orang-orang Yahudi yang mendengar Jesus
berbicara tentang "Anak Laki-Laki Manusia" mengerti dengan sebenarnya
kepada siapa sebutan itu dia tujukan. Jesus tidaklah menemukan kata
"Barnasha" itu, tetapi meminjamnya dari Kitab Suci Apokaliptikal Yahudi:
Kitab Enoch, Kitab-Kitab Sibylline, the Assumption of Moses, Kitab
Daniel, dsb. Marilah kita menyelidiki asal muasal gelar "Barnasha" atau
"Anak Laki-Laki Manusia" ini.
-
"Anak Laki-Laki Manusia" adalah Nabi Terakhir, yang membangun "Kerajaan Perdamaian" dan menyelamatkan hamba-hamba Tuhan dari perbudakan dan penindasan di bawah kekuatan musyrik setan. Gelar "Barnasha" adalah ungkapan simbolis untuk membedakan Penyelamat dari hamba-hamba Tuhan yang diwakili sebagai "biri-biri," dan bangsa-bangsa musyrik lainnya di bumi ini yang ada dalam berbagai jenis burung sasaran, binatang-binatang buas, dan binatang-binatang kotor. Nabi Hezekiel hampir selalu disebut oleh Tuhan sebagai "Ben Adam" yaitu "Anak Laki-Laki Manusia" (atau Adam) dalam pengertian seorang Penggembali dari biri-biri Israel. Nabi ini juga memiliki beberapa porsi Apokaliptikal dalam bukunya. Dalam visi pertamanya dengan mana dia memulai kitab ramalannya dia melihat di samping singgasana safir dari Yang Maha Abadi, penampakan dari "Anak Laki-Laki Manusia" (Ezekiel i. 26). "Anak Laki_laki Manusia" ini yang disebut berulang kali sebagai selalu dalam kehadiran Tuhan dan di atas Cherubim bukan Hezekiel (atau Ezekiel) sendiri (Ezekiel x. 2). Dia adalah "Barnasha" yang ada dalam ramalan, Nabi Terakhir, yang diangkat untuk menyelamatkan hamba Tuhan dari tangan orang-orang kafir di sini di bumi dan tidak di tempat lain!
-
"Anak Laki-Laki Manusia" menurut Apokalipse Enoch (atau Henoch)
-
Wahyu Sibylline yang disusun sesudah kehancuran terakhir Jeruzalem oleh tentara Romawi, menyebutkan bahwa "Anak Manusia" akan muncul dan membinasakan Kerajaan Romawi dan menjadikan orang beriman percaya percaya kepada hanya Satu Tuhan saja. Kitab ini telah ditulis paling tidak empat puluh tahun sesudah Jesus Kristus.
-
Kita telah menyaksikan penyajian "Anak Manusia" ketika kita membicarakan visi dari Nabi Daniel (Daniel vii. Lihat artikel "Muhammad Dalam Perjanjian Lama" dalam Islamic Review November 1938.
Tidak ada keraguan bahwa Jesus Kristus sangat mengenal Wahyu Enoch, yang diyakini telah ditulis oleh patriarch ketujuh dari Adam. Karena Judah "saudara laki-laki James" dan "pelayan Jesus Kristus," yaitu saudara laki-laki Jesus, percaya bahwa Enoch adalah pengarang yang sebenarnya dari karya yang memakai namanya (Judah i. 14. Di dalam Injil dia disebut sebagai salah satu dari empat saudara laki-laki Jesus, Matius xiii. 55-56, dsb.). Ada beberapa fragmen yang terserak dari Apokalipse yang indah ini yang diawetkan dalam bentuk kutipan (quotation) oleh penulis-penulis Kristen awal. Buku itu telah hilang lama sebelum Photius. Hanya kira-kira pada awal abad yang lalu bahwa karya yang penting ini ditemukan dalam Dalih-Dalih Agama dari Kitab Suci (Canon of the Scriptures) yang termasuk gereja Abesina, dan diterjemahkan dari bahasa Ethiopia ke dalam bahasa Jerman oleh Dr. Dillmann, dengan catatan dan keterangan (Juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh seorang Uskup Irlandia Laurence). Buku itu terdiri dari lima bagian atau buku, dan keseluruhannya berisi seratus sepuluh pasal dari panjang pendeknya berbeda. Pengarangnya menggambarkan kejatuhan dari malaikat, perdagangan gelap mereka dengan anak-anak perempuan manusia, melahirkan bayi pada suatu jenis raksasa yang menemukan semua macam kelicikan dan pengetahuan yang merusak. Lalu sifat buruk dan kejahatan meningkat sampai ke puncak sedemikian rupa sehingga Yang Maha Kuasa menghukum mereka dengan banjir. Dia juga menceriterakan dua perjalanannya ke langit dan mengelilingi bumi, dengan dipandu oleh malaikat yang baik, dan misteri serta keajaiban yang dia lihat di situ. Dalam bagian kedua, yang adalah sebuah deskripsi dari Kerajaan Perdamaian, "Anak Lak-Laki Manusia" menangkap raja-raja di tengah kehidupan mereka yang menggiurkan dan mengendapkan mereka ke dalam neraka (Enoch xlvi. 4 - 8). Tetapi buku kedua ini tidak oleh satu orang pengarang, dan secara meyakinkan buku itu telah banyak dicemari oleh tangan orang-orang Kristen. Buku atau bagian ketiga berisi beberapa gagasan yang penuh keinginan tahu serta gagasan tentang astronomi dan fisik yang telah berkembang. Buku keempat menyajikan pandangan apokaliptikal dari jenis manusia dari sejak awal hingga masa Islam, yang pengarangnya menyebutnya sebagai masa Al Masih, dalam dua parabel atau alegori yang simbolis. Seekor sapi jantan putih muncul dari bumi; lalu seekor heifer putih (sejenis sapi lain) berkawin dengannya dan melahirkan dua anak sapi: satu berwarna hitam, yang lainnya merah; sapi jantan hitam itu memukul dan mengusir yang merah; kemudian dia kawin dengan seekor heifer dan memberikan beberapa anak sapi hitam, hingga induknya meninggalkan sapi jantan hitam untuk mencari yang merah; dan, karena dia tidak menemukannya, menangis dan berteriak dengan keras, ketika seekor sapi jantan merah muncul, dan mereka mulai menggandakan jenisnya. Tentu saja, perumpamaan yang transparan ini melambangkan Adam, Hawa, Cain, Abel, Sheth, dsb. hingga ke Yakub yang turunannya diwakili oleh "sekelompok biri-biri" sebagai bangsa terpilih Israel; tetapi keturunan saudara laki-lakinya Esau, yaitu kaum Edomit, digambarkan sebagai sebuah kumpulan babi. Dalam perumpamaan kedua ini sekawanan biri-biri itu sering diganggu, diserang, dicerai beraikan,dan dibunuh oleh binatang-binatang dan burung-burung sasaran hingga kita tiba pada masa yang disebut masa Al Masih, ketika sekelompok biri-biri itu diserang lagi dengan lebih dahsyat oleh burung elang dan beberapa binatang pemakan daging lainnya; tetapi seekor "ram" (sejenis kambing) melawan dengan keberanian dan kegagahan besar. Barulah kemudian bahwa "Anak Laki-Laki Manusia" yang adalah Tuan atau Pemilik sesungguhnya dari sekawanan itu tampil ke depan untuk menyelamatkan gembalaannya.Seorang pakar non Muslim tidak pernah dapat menerangkan pandangan atau visi seorang sufi atau semacam paranormal. Dia akan - seperti mereka semua melakukannya - membawa visi itu kepada kaum Makabi dan Raja Antiochus Epiphanus dalam pertengahan abad kedua S.M. ketika Penyelamat datang dengan alat pukul yang besar atau tongkat kerajaan (scepter) dan memukul ke kanan dan kiri terhadap burung-burung dan binatang-binatang, membuat banyak di antaranya yang mati terbunuh; bumi membuka mulutnya, menelan mereka semua; dan sisanya lari. Lalu pedang dibagikan kepada biri-biri, dan seekor sapi jantan putih memimpin mereka dalam kedamaian dan keamanan yang sempurna.Buku kelima berisi anjuran-anjuran agamawi dan moral yang bersifat keras. Seluruh karya dalam bentuknya yang sekarang memberikan petunjuk bahwa karya itu dikarang semutakhir 110 S.M. dalam dialek asli Aramiah oleh seorang Yahudi Palestina. Setidak-tidaknya ini pendapat dari Ensiklopedia Perancis.Al Qur'an hanya menyebutkan Enoch dengan nama panggilan Idris - bentuk dalam bahasa Arab untuk "Drisha" yang bahasa Aramiah yang dalam kategori yang sama dari kata benda sederhana seperti "Iblis" dan "Blisa" ("Iblis" kata dalam bahasa Arab untuk "Blisa" kata dalam bahasa Aramiah sebuah sebutan yang diberikan kepada setan yang berarti "yang terkutuk"). "Idris" dan "Drisha" menunjukkan seorang laki-laki terpelajar, seorang pakar dan seorang yang berilmu, dari "darash" (bahasa Arab "darisa"). Ayat Al Qur'an menyebutkan: "Dan disebutkan dalam Kitab Idris; dia juga seorang yang cinta akan kebenaran dan seorang Nabi, yang Kami muliakan." Q.19 : 56-57.Ahli tafsir Al Qur'an, Al-Baydhawi dan Jalalu 'd-Din, tampaknya mengetahui bahwa Enoch telah mempelajari astronomi, fisik, aritmatika, bahwa dia ialah yang pertama menulis dengan pena, dan bahwa "Idris" menunjukkan orang yang banyak ilmu, dengan demikian menunjukkan bahwa Apocalypse dari Enoch tidak telah hilang di masa hidup mereka.Setelah berakhirnya Kanon dari Kitab Suci Ibrani kira-kira dalam abad keempat S.M. oleh "Anggota Sinagog Agung" yang didirikan oleh Ezra dan Nehemiah, semua literatur sakral atau agama yang lainnya di samping literatur-literatur yang dimasukkan ke dalam Canon disebut "Apocrypha" dan dikecualikan dari Injil Ibrani oleh suatu kumpulan orang-orang Yahudi terpelajar dan alim, yang terakhir di antara mereka adalah "Simeon Yang Adil" yang terkenal, yang meninggal dalam tahun 310 S.M. Nah sekarang di antara buku-buku Apocrypha ini dimasukkan ke dalam Apocalypse dari Enoch, Barukh, Musa, Ezra, dan buku-buku Sibylline, yang ditulis pada masa berbeda antara masa Makabi dan masa sesudah pemusnahan Jeruzalem oleh Titus. Tampaknya Saga Yahudi seperti mengikuti mode saat itu untuk menulis literatur yang berisi ramalan (apocalypse) dan bersifat keagamaan di bawah nama seorang terkenal dari masa lalu. Apokalipse pada akhir dari Perjanjian Baru yang menuliskan nama Yahya yang suci bukanlah suatu kekecualian dalam kebiasaan Yahudi Kristen kuno itu.. Jika "Judah saudara laki-laki dari Tuhan (Lord)" dapat mempercayai bahwa "Enoch (Idris) adalah Ketujuh dari Adam" adalah penulis yang sebenarnya dari seratus sepuluh pasal yang mengandung nama itu, tidak mengherankan bahwa Justin si Syuhada, Papas, dan Eusebius pasti akan percaya pada kepengarangan Matius dan Yohanes.Namun tujuan saya bukanlah untuk mengritik kepengarangan dari, atau untuk memperluas komentar atas wahyu yang bermakna ganda dan misterius yang disusun dalam keadaan yang paling menyakitkan dan menyusahkan dalam sejarah bangsa Yahudi; tetapi untuk memberikan pertanggung jawaban tentang asal usul dari sebutan "Anak Manusia" dan untuk menjelaskan arti sesungguhnya daripadanya. Juga buku Enoch, seperti halnya Apokalipse dan gereja dan seperti juga Injil, berbicara tentang akan datangnya "Anak Manusia" untuk membebaskan hamba Tuhan dari musuhnya dan mencampur adukkan visi ini dengan Hari Pengadilan Terakhir. -
- "Anak Manusia" dalam Apokalipse pasti bukan Jesus Kristus
-
Seorang Utusan Tuhan tidaklah diperintah untuk membuat ramalan untuk dirinya sendiri sebagai tokoh masa yang akan datang., atau untuk menceriterakan reinkarnasinya sendiri dan dengan begitu menyajikan dirinya sebagai pahlawan dalam drama besar dunia yang akan datang. Yakub telah meramalkan tentang "Nabi Allah" (Genesis xlix. 10), Musa tentang seorang nabi yang akan datang sesudah beliau dengan Hukum, dan Israel dianjurkan dengan sangat untuk mematuhinya (Deuteronomy xviii. 15); Haggai meramalkan Ahmad (Hagai ii. 7); Malakhi meramalkan kedatangan "Utusan dari Perjanjian (Covenant)" dan Eliyah (Malakhi iii. 1, iv. 5), tetapi tidak seorang nabipun pernah meramal kedatangannya sendiri kembali untuk kedua kalinya ke dunia ini. Apa yang sangat tidak wajar dalam hal Jesus adalah bahwa beliau dibuat untuk berpura-pura dalam identitas sebagai "Anak Manusia" namun beliau tidak sanggup hingga taraf terendah sekalipun untuk mengerjakan karya yang "Anak Manusia" yang diramalkan itu telah diharapkan untuk mewujudkannya! Menyatakan kepada orang-orang Yahudi yang ada dalam genggaman Pilate bahwa beliau adalah "Anak Manusia", dan lalu berkunjung kepada Caesar; dan mengaku bahwa "Anak Manusia tidak memiliki tempat untuk tidur;" dan kemudian menunda pembebasan rakyat dari kekuasaan Romawi untuk jangka waktu yang tidak terbatas, secara praktis adalah meremehkan bangsanya, dan mereka yang meletakkan hal-hal yang irasional dan tidak masuk akal itu sebagai perkataan Jesus hanya menjadikan dirinya sebagai orang gila.
-
Jesus mengetahui dengan lebih baik daripada orang lain di Israel, siapa gerangan "Anak Manusia" itu dan apa pula misinya. Beliau ditugaskan untuk menurunkan raja-raja yang jahat dan untuk melemparkan mereka ke dalam api neraka. "Wahyu Baruch" dan wahyu dari Ezra - Kitab Keempat dari Esdras dalam Vulgate - berbicara tentang munculnya "Anak Manusia" yang akan membangun Kerajaan Perdamaian yang kuat di atas reruntuhan kerajaan Romawi. Semua wahyu apokripal ini menunjukkan keadaan kejiwaan bangsa Yahudi pada saat itu yang mengharapkan datangnya Nabi akhir terbesar yang mereka sebut "Anak Manusia" dan "Al Masih." Jesus tak mungkin tidak mengetahui dan tidak mengenal literatur ini serta harapan penuh gairah dari bangsanya. Tidak bisa beliau mengasumsikan dirinya sendiri dengan kedua sebutan itu ("Anak Manusia" dan "Al Masih") dalam pemahaman yang dikaitkan kepada kedua sebutan itu oleh Sanhedrin - Pengadilan Tertinggi dari Jeruzalem - agama Yahudi atau Judaisme; karena beliau bukan "Anak Manusia" dan "Al Masih," karena beliau tidak memiliki program politik dan rencana sosial, dan karena beliau sendiri adalah bentara dari "Anak Manusia," dan "Al Masih" - Adon, Nabi yang menaklukkan, Yang diurapi dan dijuluki dengan Pemimpin Para Nabi.
-
Penelitian kritis atas sebutan "Anak Manusia" yang diletakkan sebanyak delapan puluh tiga kali pada mulut sang guru akan dan harus berakibat dengan kesimpulan bahwa Jesus sendiri tidak pernah mengenakan gelar-gelan itu pada dirinya sendiri; dan sesungguhnyalah beliau seringkali menggunakan gelar itu pada orang ketiga. Beberapa contoh akan mencukupi kiranya untuk meyakinkan kita bahwa Jesus mengenakan gelar itu pada orang lain yang akan muncul di masa yang akan datang.
-
Seorang penulis, yaitu seorang yang terpelajar, mengatakan: "Saya akan mengikuti anda ke manapun anda pergi." Jesus menjawab: "Anjing mempunyai liangnya; burung sorga sarangnya; tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk tidur." (Matius viii. 20). Dalam ayat berikutnya Jesus menolak memberi izin kepada seorang di antara pengikutnya untuk pergi dan menguburkan ayahnya! Anda tidak akan menjumpai seorang sucipun, romo, atau ahli tafsir yang telah menyulitkan kepalanya atau akal budinya hanya sekedar untuk memahami nalar yang sederhana yang terkandung dalam penolakan Jesus untuk mengizinkan penulis terpelajar itu mengikutinya. Jika beliau mempunyai tempat untuk 13 orang, pastilah beliau dapat memberikan tempat bagi yang keempat belas juga. Disamping itu beliau pastilah sudah dapat memasukkannya ke dalam kelompok tujuh puluh orang pengikutnya (Lukas x. 1). Penulis yang dalam persoalan ini bukan seorang nelayan yang bodoh seperti anak-anak Zebedee dan Yunus.; doa adalah seorang sarjana dan seorang ahli hukum praktek. Tidak ada alasan untuk mencurigai ketulusannya; dia dibuat menjadi yakin bahwa Jesus ialah Al Masih yang diramalkan, Anak Manusia, yang setiap saat mungkin memanggil legiun langitnya dan menaiki singgasana nenek moyangnya - Daud. Jesus melihat pandangan yang salah dari penulis itu, dan dengan terus terang membuatnya mengerti bahwa beliau yang tidak mempunyai tanah seluas kurang dari 2 meter persegi (dua yard persegi) di bumi ini untuk tempat tidurnya, pastilah bukan "Anak Manusia"! Beliau tidak berlaku kasar terhadap penulis itu; beliau menyelamatkannya dengan kemurahan hatinya dari membuang waktu dengan sia-sia untuk mengejar sebuah harapan yang kosong!
-
Diceriterakan bahwa Jesus Kristus telah menyatakan bahwa Anak Manusia itu "akan memisahkan biri-biri dari kambing." (Matius xxv. 31-34). Biri-biri tiu lambang dari orang-orang Israel yang beriman yang akan memasuki Kerajaan, tetapi kambing menunjuk pada orang-orang Yahudi yang tidak beriman yang telah bergabung dengan musuh dari agama sejati dan dengan sendirinya ditakdirkan untuk dimusnahkan. Secara praktis ini ialah apa yang telah diramalkan dalam wahyu (Apocalypse) dari Enoch (Idris) tentang Anak Manusia. Jesus hanya menegaskan wahyu Enoch itu dan memberi karakter sakral. Beliau sendiri diutus sebagai penganjur bagi orang Israel (Matius xv. 24) untuk tetap setia kepada Tuhan dan menunggu dengan sabar kedatangan Anak Manusia yang akan datang untuk menyelamatkan mereka untuk selamanya dari musuh mereka; namun beliau sendiri bukanlah Anak Manusia, dan tidak berkaitan apapun dengan dunia politik, demikian juga tidak dengan "biri-biri" dan "kambing" yang keduanya sama-sama menolak dan membenci beliau, kecuali sebagian kecil orang yang mencintai dan beriman kepada beliau.
-
"Anak Manusia" itu dikatakan sebagai "Tuan dari Hari Sabath," yaitu, bahwa dia memiliki kekuasaan untuk meniadakan hukum yang membuat hari itu sebagai hari istirahat yang suci dari pekerjaan, Jesus adalah penganut taat hari Sabath, di hari mana beliau biasa menghadiri kebaktian di kuil atau sinagog. Dengan jelas beliau memerintahkan para pengikutnya untuk berdo'a agar kehancuran bangsa dalam pemusnahan Jeruzalem itu tidak akan terjadi di hari Sabath. Lalu bagaimana mungkin bahwa Jesus mengklaim dirinya sebagai Anak Manusia, Tuan hari Sabath, sementara beliau berwajib untuk mengikuti dan memelihara hari itu seperti orang-orang Israel lainnya? Bagaimana mungkin beliau berani mengklaim dirinya untuk gelar yang membanggakan itu dan lalu meramalkan kehancuran kuil dan ibu kota negeri?
Sebutan "anak Manusia" ini secara mutlak tidak berlaku bagi anak Maryam. Semua kepura-puraan atau kepalsuan dari "apa yang-disebut Injil" yang menjadikan "Domba" dari Nazareth "menangkap raja-raja di tengah kehidupan yang penuh gairah serta menghela raja-raja itu masuk ke dalam neraka;" (Enoch xlvi. 4-8) memiliki cacad ketiadaan otentisitas dan jarak waktu yang memisahkannya dari "Anak Manusia" yang berbaris beserta legiun para malaikat di atas awan ke arah Singgasana dari Yang Maha Abadi adalah lebih banyak daripada jarak dari bumi kita ke planet Jupiter. Bisa saja dia "anak manusia" dan seorang "almasih," seperti halnya setiap raja, nabi dan kepala pendeta Yahudi, namun dia bukan "Anak Manusia" bukan juga seorang "Al Masih" yang telah diceriterakan oleh para nabi dan ramalan Yahudi.. Dan orang-orang Yahudi seratus persen benar untuk menolak gelar dan jabatan itu bagi Jesus. Jelas kesalahan orang Yahudi itu ialah dalam mengingkari kenabiannya, dan bertindak kriminal telah mengalirkan darahnya yang tidak berdosa - seperti mereka dan orang Kristen mempercayainya. "Dewan Sinagog Agung" sesudah kematian Simeon yang adil dalam tahun 310 SM telah digantikan oleh "Sanhedrin," yang presidennya disebut "Nassi" atau Pangeran. Mengangumkan bahwa "Nassi" yang mengadili Jesus, yang telah mengatakan: "Adalah lebih menguntungkan bahwa satu orang harus mati daripada seluruh bangsa dimusnahkan," (Yohanes xi. 50), adalah seorang nabi (Idem, 51)! Kalau dia adalah seorang nabi, betapa mungkin bahwa dia tidak mengenal misi kenabian atau karakteristik almasih dari "Al Masih"?Maka inilah alasan-alasan utama mengapa Jesus itu bukan "Anak Manusia" juga bukan Al Masih yang diceriterakan dalam Apokalipse:Hal-hal ini dan beberapa contoh lainnya menunjukkan bahwa Jesus tidak pernah dapat memakai gelar atau sebutan "Barnasha" bagi dirinya sendiri, tetapi beliau mengenakan gelar itu pada Nabi Terakhir Yang Sangat Berkuasa, yang telah menyelamatkan "biri-biri" itu - yaitu orang Israel yang beriman -dengan sebenarnya; dan tidak memusnahkan atau memporak perandakan orang-orang yang tidak beriman di antara orang-orang Israel; tidak pula menghapuskan hari Sabath; juga tidak mendirikan Kerajaan Perdamaian; tidak pula menjanjikan bahwa agama dan kerajaan ini akan bertahan hingga Hari Kiamat.Dalam karangan yang berikutnya akan kita mengalihkan perhatian kita untuk menemukan semua ciri dan karakteristik dari "Anak Manusia" yang diramalkan yang secara harfiah dan sempurna terdapat pada diri Nabi Allah Yang Terakhir, semoga keselamatan dan berkah Allah bersama beliau! -
-
Bab 20.
YANG DIMAKSUD DENGAN "ANAK MANUSIA" DALAM APOCALYPSE (WAHYU) ADALAH NABI MUHAMMAD SAW
Dalam artikel saya terdahulu telah saya
tunjukkan bahwa "Anak Manusia" yang diceriterakan dalam wahyu Yahudi
bukanlah Jesus Kristus, dan bahwa Jesus tidak pernah mengasumsikan
sebutan itu bagi dirinya sendiri, karena jika demikian maka beliau hanya
akan menjadikan dirinya bahan tertawaan di mata para pendengarnya.
Hanya ada dua jalan yang terbuka
baginya; mengingkari ramalan tentang Al Masih dan visi wahyu tentang
Barnasha itu sebagai pemalsuan dan legenda saja, atau untuk menegaskan
kebenaran wahyu itu dan sekaligus dirinya sendiri menggenapi ramalan ini
sebagai "Anak Manusia," jika beliau itu benar pribadi yang menonjol
itu. Untuk mengatakan: "Anak Manusia" itu datang untuk melayani dan
bukan untuk dilayani," (Matius xx. 28) atau "Anak Manusia itu akan
diserahkan kepada Kepala Pendeta dan Para Ahli Taurat" (Ibid. xx. 18),
atau "Anak Manusia datang sambil makan dan minum (anggur)" dengan para
pendosa dan pemungut pajak (Ibid. xi. 18), dan pada saat yang sama
mengaku bahwa dia adalah seorang pengemis yang hidup bersandarkan pada
sedekah dan kemurahan orang lain, adalah sebuah penghinaan terhadap
bangsa dan sentimen agamanya yang paling suci! Untuk menyombongkan diri
bahwa dia adalah Anak Manusia dan telah datang untuk menyelamatkan dan
memulihkan kembali biri-biri Israel yang hilang (Ibid. xviii. 11),
tetapi telah harus menunda penyelamatan ini hingga Hari Pembalasan
Akhir, dan bahkan kemudian dilemparkan ke dalam api yang abadi, adalah
hanya membuat frustrasi bangsa yang tertindas itu (Israel) atas segala
harapan; yang hanya mereka sendiri di antara semua bangsa di dunia ini
telah mendapat kehormatan menjadi satu-satunya bangsa yang memeluk
keyakinan dan agama dari Tuhan yang sejati; dan bangsa itu (terpaksa)
harus mencela nabi-nabi dan wahyu-wahyu mereka.
Mungkinkah Jesus Kristus memakai gelar
itu? Apakah pengarang keempat Injil itu orang-orang Ibrani? Dapatkah
Jesus dengan sadar meyakini dirinya seperti apa yang dikemukakan dengan
bohong oleh Injil-Injil itu atas dirinya? Dapatkah seorang Yahudi dengan
sadar menulis ceritera yang demikian itu yang dengan sengaja ditulis
untuk membingungkan dan menggagalkan harapan bangsa itu sendiri? Sudah
barang tentu, bahwa tidak ada jawaban lain yang dapat diharapkan dari
saya kecuali jawaban negatif atas semua pertanyaan itu. Tidak Jesus, dan
tidak pula para apostel akan pernah ingin memakai gelar yang
berlebih-lebihan semacam itu di antara suatu bangsa yang sudah mengenal
betul siapa pemilik yang sah atas sebutan itu. Akan merupakan suatu hal
yang sama (analogi) untuk meletakkan mahkota raja di atas kepala
utusannya, sedang utusan ini tidak memiliki rakyat untuk memproklamirkan
dirinya sebagai raja. Hal itu semata-mata akan menjadi suatu pengambil
alihan secara gila atas hak dan privilege dari "Anak Manusia" yang sah.
Dengan sendirinya, pengambil alihan yang tidak dapat dibenarkan itu pada
pihak Jesus akan sama seperti penggunaan sebutan " Anak Manusia Palsu"
dan Anti Kristus! Membayangkan perbuatan berani yang sama oleh Jesus
Kristus yang suci membuat seluruh diri saya memberontak. Semakin banyak
saya membaca Injil-Injil ini semakin saya menjadi yakin untuk
mempercayai bahwa Injil-Injil itu adalah buah hasil karya para
pengarang yang bukan bangsa Yahudi - setidak-tidaknya Injil dalam bentuk
dan isinya yang sekarang ini. Injil-Injil ini adalah sebuah
counterpoise -suatu hal yang mengubah keseimbangan - terhadap
Wahyu-Wahyu Yahudi - terutama sebagai suatu counter-project terhadap
Kitab-Kitab Sibyllian. Hal ini hanya mungkin bisa dilakukan oleh
orang-orang Kristen bangsa Yunani yang tidak punya minat pada claim anak
keturunan Ibrahim. Pengarang Kitab-Kitab Sibyllian meletakkan
nama-nama tokoh Yunani Hermes, Homer, Orpheus, Pythagoras, dan
lain-lainnya berdampingan dengan nama-nama nabi Yahudi Idris, Suleiman,
Daniel, dan Ezra, dengan jelas untuk maksud mempropagandakan agama
Ibrani. Kitab-kitab ini telah ditulis ketika Jeruzalem dan Kuilnya dalam
keadan hancur, beberapa saat sebelum atau sesudah publikasi buku wahyu
(apocalypse) santo Yohanes. Arti dari Wahyu Sibyllian adalah bahwa Anak
Manusia (versi) Ibrani (Istilah "Ibrani" ini dalam pengertiannya yang
luas dipakai untuk seluruh anak keturunan Ibrahim yang kemudian
menggunakan nama-nama para leluhurnya yang bersangkutan, seperti kaum
Ismaili, kaum Edomit, kaum Israel, dsb.) atau Al Masih akan datang untuk
membinasakan kekuasaan Romawi dan mendirikan agama Tuhan yang
sebenarnya untuk seluruh manusia.
Kita dapat membuat argumentasi yang kuat
untuk membuktikan jati diri "Anak Manusia" sebagai Muhammad saw saja,
dan kita akan membagi argumentasi itu sebagai berikut:
ARGUMENTASI DARI KITAB-KITAB INJIL, DAN DARI APOCALYPSE (WAHYU/RAMALAN)
Dalam pasal-pasal yang paling koheren
dan berarti dari ceramah-ceramah Jesus di mana sebutan "Barnasha" atau
"Anak Manusia" muncul, hanya Nabi Muhammad saw sajalah yang
dimaksudkannya, dan hanya pada diri beliau saja seorang diri seluruh
ramalan yang ada di dalamnya telah digenapi secara harfiah. Dalam
beberapa pasal di mana Jesus dikirakan telah menggunakan gelar itu untuk
dirinya sendiri, pasal itu menjadi tidak koheren, tidak bermakna sama
sekali, dan seratus persen meragukan. Ambillah contoh misalnya pasal
berikut: "Anak Manusia" itu datang sambil makan dan minum, dan mereka
berkata, Lihatlah" (Matius xi. 19). Yahya Pembaptis adalah seorang yang
sangat zuhud, beliau hanya memberi makan dirinya dengan air, belalang,
dan madu liar; mereka mengatakan beliau itu seorang yang seperti setan
(diabolical); tetapi "Anak Manusia" id est Jesus (?), yang makan dan
minum anggur, dicap sebagai "teman dari pemungut pajak dan pendosa"!
Mencerca seorang nabi karena puasanya dan kepantangannya adalah dosa
kekafiran atau kebodohan yang besar. Tetapi mengecam seseorang yang
mengaku sebagai Utusan Tuhan dengan terlalu sering ke pesta para
pemungut pajak serta pendosa, dan sangat gemar akan anggur, adalah
sangat wajar dan merupakan sebuah tuduhan yang sangat serius atas
ketulusan orang itu yang bertindak sebagai penunjuk spiritual bagi
manusia. Kita orang-orang Muslim, dapatkah kita percaya pada para Khwaja
atau Mullah jika kita lihat mereka itu bergaul dengan para pemabuk dan
pelacur? Dapat kah orang Kristen tahan terhadap kurator atau parson
(sejenis pendeta) dengan kelakuan yang demikian itu? Pastilah tidak.
Seorang penunjuk spiritual mungkin saja berkomunikasi dengan semua jenis
pendosa untuk menyeru mereka kembali ke jalan yang benar, asalkan dia
itu bersikap zuhud dan tulus. Menurut kutipan yang baru saja disebut
itu, Kristus mengaku bahwa tingkah lakunya telah mencemarkan para
pemimpin agama bangsanya. Benar, bahwa petugas dari kantor pajak itu,
yang disebut "publican" dibenci oleh orang-orang Yahudi semata-mata
karena jabatannya itu. Kita diberi tahu bahwa hanya ada dua "publicans"
(Matthew dan Zacchaeus, - Matius ix. 9; Lukas xix. 1-11) dan satu
"harlot" (pelacur) (Yohanes iv.) dan "possessed woman" atau seorang
wanita yang telah dikuasai setan ( Mary Magdalena - Lukas viii. 2) yang
telah berhasil di konversikan oleh Jesus; tetapi semua pendeta dan para
ahli hukum dicap dengan kutukan dan kebencian (Matius xiii., dsb.).
Semua ini nampak tidak baik dan suatu kemustahilan. Gagasan atau dugaan
bahwa seorang Nabi Suci , begitu berpantang dan tidak berdosa seperti
Jesus, gemar akan anggur, bahwa beliau telah merubah enam barel air
menjadi anggur yang sangat memabukkan agar membuat gila sekelompok tamu
yang sudah sedikit mabuk dalam suatu ruang pesta perkawinan di Cana,
(Yohanes ii,.) praktis sama dengan menggambarkan beliau sebagai seorang
penyaru dan penyihir! Bayangkanlah sebuah keajaiban yang dilakukan oleh
sorang penyihir dihadapan sekelompok orang mabuk! Melukiskan
Jesus sebagai seorang pemabuk, dan seorang yang tamak, dan seorang kawan
dari orang yang tidak bertuhan, dan lalu memberikan nama pangilan
kepadanya sebagai "Anak Manusia" adalah mengingkari seluruh nubuah
Yahudi serta agamanya.
Lagi-lagi Jesus dilaporkan sebagai telah
berkata:"Anak Manusia" datang untuk mencari dan memulihkan kembali apa
yang telah hilang," (Matius xiii, 11; Lukas ix. 56; xix. 10, dsb.). Para
ahli tafsir tentu saja telah menafsirkan pasal ini hanya dalam
pengertian spiritual belaka. Demikian itulah misi dari tugas setiap nabi
dan pendakwah agama untuk menyeru orang-orang yang berdosa untuk
bertobat atas dosanya dan kejahatannya. Kita sangat mengakui bahwa Jesus
hanya diutus untuk "anak domba Isarel yang hilang" untuk memperbaiki
dan agar mereka meninggalkan dosa-dosanya; dan terutama untuk mengajar
mereka dengan lebih nyata mengenai "Anak Manusia" yang akan datang
dengan kekuasaan dan kekuatan serta penyelamatan untuk mengembalikan apa
yang telah hilang dan untuk membangun kembali apa yang telah hancur;
tidak, untuk menaklukkan dan membinasakan musuh-musuh dari orang-orang
beriman sejati. Jesus tidak mungkin mengenakan pada dirinya sendiri
sebutan apokaliptik "Barnasha," dan kemudian tidak mampu menyelamatkan
rakyatnya kecuali Zacchaeus, seorang wanita Samaritan, dan beberapa
dikit orang Yahudi lainnya, termasuk para Apostel, yang kebanyakannya
kemudian telah dibunuh karena beliau. Yang paling mungkin mengenai
apa yang Nabi Jesus katakan ialah: "Anak Manusia itu akan datang untuk
mencari dan menemukan kembali apa yang telah hilang." Karena hanya pada
Nabi Muhammad saw sendri sajalah orang-orang Yahudi yang beriman seperti
halnya orang-orang Arab dan orang-orang beriman lainnya dapat menemukan
semua apa yang telah hilang dan binasa yang tanpa dapat diketemukan
kembali itu - Jeruzalem dan Mekkah, semua daerah yang dijanjikan; banyak
sekali kebenaran-kebenaran mengenai agama sejati itu; kekuasaan dan
kerajaan Tuhan; perdamaian dan rakhmat yang dibawa Islam kepada dunia
ini serta pada kehidupan kemudian.
Kami tidak dapat menyita ruangan lagi
untuk lebih banyak kutipan dari berbagai pasal di mana "Anak Manusia"
itu dibicarakan dalam kapasitas sebagai subyek, atau obyek, atau
predikat dalam kalimat. Namun satu kutipan lagi kiranya mencukupi,
yaitu: "Anak Manusia" itu akan diserahkan ke tangan orang-orang (Matius
xvi. 21; xvii. 12, dsb.), dan semua pasal di mana beliau sebagai subyek
kegairahan dan kematian. Sebutan-sebutan demikian itu telah
diletakkan pada mulut Jesus oleh beberapa penulis non Yahudi yang tidak
terhormat dengan tujuan menyelewengkan kebenaran tentang "Anak Manusia"
seperti dimengerti dan diyakini oleh orang-orang Yahudi, dan membuat
mereka percaya bahwa Jesus dari Nazareth adalah Penyelamat apokaliptikal
yang berjaya, namun hanya akan menampakkan diri pada Hari Pengadilan
Akhir. Itu adalah sebuah kebijakan dan propaganda untuk menyeru
dan kemudian membujuk, yang telah dibuat khusus untuk orang Yahudi.
Namun penipuan itu terbuka kedoknya, dan orang-orang Yahudi yang Kristen
itu tergabung dalam gereja yang meyakini Injil ini sebagai telah
diungkapkan dengan kesucian. Karena tidak ada sesuatu apapun yang lebih
menjijikkan bagi aspirasi nasional bangsa Yahudi dan sentimen keagamaan
selain daripada menghadapkan kepada mereka Al Masih yang diharapkan itu,
Barnasha yang agung, dalam pribadi Jesus yang Kepala Pendeta dan
Tetua-Tetua telah mengutuknya untuk disalib sebagai perayu. Jelas sekali
karena itu bahwa Jesus tidak pernah mengenakan gelar "Anak Manusia"
itu; tetapi beliau telah menyediakan nama sebutan itu hanya bagi Nabi
Muhammad saw. Inilah beberapa argumentasinya:
-
Nubuah-Nubuah Yahudi menggambarkan gelar-gelar "Al Masih" dan "Anak Manusia" semata-mata bagi Nabi Terakhir yang akan berperang melawan Kekuatan Hitam dan menghancurkan mereka, dan kemudian membangun Kerajaan Perdamaian dan Cahaya di atas bumi ini. Jadi kedua sebutan itu adalah sinonim; mengingkari salah satu daripada keduanya adalah sekaligus mengingkari claim tentang Nabi Terakhir. Nah kini terbaca oleh kita dalam Synoptic bahwa Jesus secara kategoris membantah dirinya sebagai Kristus dan melarang pengikutnya untuk menyatakannya sebagai "Al Masih"! Diceriterakan bahwa Simon Peter dalam menjawab pertanyaan Jesus: "Siapakah gerangan aku ini menurut engkau?" telah memberi jawaban: "Engkau adalah Kristus (Al Masih) Tuhan." (Lukas ix. 20) . Kemudian Kristus memerintahkan pengikutnya agar tidak mengatakan kepada siapapun bahwa dirinya adalah Kristus (Lukas ix. 21 mengatakan:"Dia mencelanya dan memerintahkan mereka untuk tidak mengatakan bahwa dia adalah Al Masih." Cf Matius viii. 30). St Markus dan St Lukas tidak mengetahui apapun tentang "kekuatan dari kunci-kunci" yang diberikan kepada Peter; mereka itu yang tidak ada di situ pada saat itu, telah tidak mendengar tentang hal itu. Yohanes tidak berkata apapun tentang perbincangan mesianik ini; mungkin dia telah melupakannya! St Matius menceriterakan (Lcc, cit., 21 - 28) bahwa ketika Jesus berkata kepada mereka agar tidak berkata bahwa dirinya adalah Kristus, Jesus menerangkan kepada mereka bagaimana beliah akan diserahkan dan dibunuh. Karena itulah Peter lalu memprotesnya dan mengingatkannya agar beliau tidak lagi mengulang kalimat-kalimat yang sama tentang emosi dan kematiannya. Menurut ceritera Matius ini, Peter benar sekali ketika dia berkata: "Guru, dijauhkanlah kiranya hal itu dari padamu!" Kalau seandainya hal itu benar bahwa pengakuannya "Engkau adalah Al Masih" telah menyenangkan hati Jesus, yang telah memberikan gelar "Sapha" atau "Cepha" kepada Simon Peter, maka menyatakan bahwa "Anak Manusia" itu harus merasakan derita kematian yang memalukan di atas salib adalah tidak lebih dan tidak kurang melainkan sebuah pengingkaran nyata atas sifat Mesianik dari "Anak Manusia" itu. Namun Jesus menjadi semakin positif dan mencela Peter dengan marah seraya berkata: "Enyahlah engkau dari hadapanku, setan!" Apa yang mengikuti cercaan keras ini adalah kalimat-kalimat sang Guru yang paling eksplisit, tidak meninggalkan sedikitpun keraguan bahwa beliau bukanlah "Al Masih" atau "Anak Manusia." Bagaimana kita harus merekonsili "keyakinan" Peter yang dihadiahi dengan gelar mulia "Sapha" dan kekuatan kunci-kunci Sorga dan Neraka, dengan "kekafiran" Peter yang dihukum dengan sebutan "setan" yang menghinakan, dalam jangka waktu kira-kira setengah jam? Beberapa renungan melintas dalam benak saya, dan saya merasakan itu sebagai kewajiban saya untuk menyatakannya dalam hitam dan putih. Jika Jesus itu "Anak Manusia" atau "Al Masih" seperti yang dilihat dan diramalkan oleh Nabi Daniel, Ezra, Enoch, dan beberapa nabi dan orang-orang suci Yahudi lainnya, pastilah beliau telah memberi kuasa kepada para pengikutnya untuk mengumumkan dan menyatakan beliau sedemikian rupa; dan beliau sendiri pastilah mendukungnya. Kenyataannya adalah bahwa beliau berbuat sebaliknya. Sekali lagi, seandainya beliau itu "Al Masih" atau "Barnasha", pastilah beliau sudah segera menghancurkan musuh-musuhnya dengan teror, dan dengan bantuan para malaikat yang tidak tampak telah membinasakan kekuasaan Romawi dan Persia, dan lalu menguasai dunia yang beradab. Tetapi beliau tidaklah berbuat hal semacam itu; atau seperti Nabi Muhammad saw, beliau (Jesus) pastilah telah merekrut panglima-panglima perang yang gagah berani seperti Ali, Omar, Khalid. dsb. dan bukan orang seperti Zebedees dan Jonah yang menghambur hilang seperti bayangan yang ketakutan ketika polisi-polisi Romawi datang untuk menangkap mereka.
-
"Anak Manusia" itu oleh Jesus disebut sebagai "Tuan (Lord) Hari Sabath" (Matius xii. 7)("Lord" dalam "Al Kitab" terbitan Lembaga Alkitab Indonesia 1996 diterjemahkan sebagai "Tuhan" dan bukan Tuan,- pen.) . Ini sungguh pantas untuk dicatat. Kesakralan hari ke tujuh adalah tema dari Hukum Musa. Tuhan menyelesaikan karya penciptaanNya dalam masa enam hari, dan pada hari ketujuh Dia beristirahat tidak berkarya. Laki-laki dan perempuan, anak-anak dan budak-budak, bahkan binatang piaraan harus berhenti kerja dengan ancaman mati. Perintah Keempat dari Sepuluh Perintah ("Decalogue" atau "Ten Commandments") memerintahkan orang-orang Israel: "Kalian harus mengingat hari Sabath untuk mensakralkannya." (Keluaran xx,). Siswa klas Injil mengetahui bagaimana Tuhan diceriterakan sebagai merasa iri atas ketaatan yang ketat terhadap Hari Istirahat. Sebelum masa Nabi Musa tidak ada hukum khusus atas hal ini; dan Patriarch yang pengelana (nomad) itu tampaknya telah tidak memperhatikan hal itu. Ada kemungkinan bahwa Hari Sabath Yahudi ini berasal dari Sabattu dari masa Babilonia. Al Qur'an menyanggah konsepsi Yahudi yang antropomorfis tentang Ketuhanan itu, karena hal itu sama saja dengan mengatakan bahwa seperti halnya manusia, Tuhan bekerja selama enam hari, menjadi lelah, berhenti bekerja dan beristirahat. Ayat suci dari Al Qur'an (50 : 38) berbunyi: "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan langit dan bumi, dan apa-apa yang ada di antaranya dalam masa enam hari; serta tidak ada kelelahan menimpa Kami".
-
Kita telah membuat beberapa catatan mengenai pasal-pasal dalam St Matius (xviii. 11) di mana misi dari "Anak Manusia" adalah untuk "mencari dan menemukan kembali apa yang telah hilang." Ini adalah nubuah lain yang penting mengenai Nabi Muhammad saw, atau Barnasha apokaliptikal - meskipun tanpa diragukan hal itu telah dikorupsi dalam bentuk. "Hal-hal yang hilang" yang akan dicari oleh Barnasha dan dipulihkan kembali ada dalam dua kategori, religius dan nasional. Marilah kita teliti secara rinci
-
Misi dari Barnasha adalah untuk mengembalikan kemurnian dan universalitas agama Nabi Ibrahim yang telah hilang. Seluruh orang dan suku keturunan bapak orang beriman itu harus dibawa masuk ke dalam lingkup "Agama Damai" yang tidak lain ialah "Dina da-Shlama," atau agama Islam. Agama Nabi Musa adalah bersifat nasional dan khusus, dan karenanya kependetaan yang turun temurun, pengorbanan-pengorbanan Levitikal dan ritual yang berlebih-lebihan (penuh kepongahan), Hari Sabath, jubilee dan festival, dan semua hukum serta kitab-kitab suci yang telah dikorupsi harus dihapuskan dan diganti dengan yang baru yang memiliki sifat universal, kekuatan, dan ketahanan. Nabi Jesus adalah seorang Yahudi; beliau pasti tidak telah mewujudkan karya yang begitu raksasa dan mengagumkan, karena secara material adalah tidak mungkin baginya untuk melakukan hal itu. Beliau berkata: "Saya datang bukan untuk merubah hukum atau para nabi," (Matius v. 17-19). Di pihak lain, kemusyrikan, dengan segala praktek pelbegu (pagan), takhayul, dan sihir, yang bangsa-bangsa Arab sangat tergila-gila pada hal-hal tersebut, sama sekali harus dikikis habis semuanya, dan Keesaan Allah serta Ketunggalan agama harus dipulihkan kembali di bawah bendera Utusan Allah atau Rasul Allah yang memuat Inskripsi Suci: "Saya bersaksi bahwa tidak ada sesuatu apapun yang patut disembah kecuali Allah; dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah."
-
Unifikasi dari bangsa-bangsa keturunan Nabi Ibrahim, dan para kawula mereka harus dipulihkan kembali dan terwujud. Dari catatan-catatan yang banyak dikorupsi, mementingkan diri, dan sinting tanpa bisa dibenarkan yang terdapat dalam Kitab-Kitab Suci Ibrani terdapat bias yang tidak pandang bulu yang mereka perlakukan terhadap orang non-Yahudi. Mereka tidak pernah merasa hormat terhadap keturunan lainnya dari nenek moyang besar Nabi Ibrahim; dan rasa antipati ini dipertunjukkan terhadap kaum Ismail, Edom, dan suku-suku Ibrahim lainnya bahkan ketika Israel telah menjadi penyembah berhala yang paling buruk dan kafir. Adanya kenyataan bahwa di samping Nabi Ibrahim dan Ismail ada kira-kira tiga ratus sebelas budak pria dan para pejuang yang ada dalam barisannya telah dikhitan (Kejadian/Genesis) adalah sebuah argumen yang dapat dipaksakan tanpa dapat dikirakan atas sikap orang Yahudi terhadap bangsa sepupu mereka. Kerajaan Daud hampir tidak memperluas batas-batas teritorialnya di luar daerah yang dalam masa pemerintahan Kekaisaran Ottoman hanya merupakan dua provinsi (Vilayets). Dan "Anak Daud" yang dinantikan oleh orang Yahudi dengan membawa atribut "Al Masih terakhir" mungkin bisa atau mungkin tidak bisa menduduki bahkan kedua provinsi tersebut; dan di samping itu, bilakah dia akan datang? Dia seyogyanya datang untuk menghancurkan "Binatang" Romawi. Ternyata "Binatang" itu hanya dimusnahkan dan dibunuh oleh Nabi Muhammad saw! Apalagi yang diharapkan? Ketika Nabi Muhammad saw, Barnasha apokaliptikal itu, mendirikan Kerajaan Damai (Islam), sebagian besar orang Yahudi di Arabia, Syria, Mesopotamia, dsb. dengan sukarela segera berdatangan kepada gembala agung manusia ketika beliau menampakkan diri dengan pukulan maut yang beliau pukulkan kepada dedengkot kemusyrikan ("Brute" of paganism). Nabi Muhammad saw mendirikan Persaudaraan yang universal, yang nukleus-nya tentulah keluarga Nabi Ibrahim, termasuk dalam anggota keluarganya adalah orang-orang Persia, Turki, Cina, Negro, Jawa, India, Inggris, dsb., keseluruhannya membentuk suatu "Ummat" atau "Umtha da-Shlama," yaitu The Islamic Nation!
-
Kemudian pemulihan kembali tanah yang dijanjikan, termasuk tanah Kanaan dan semua teritori dari lembah sungai Nil hingga Efrat, dan lambat laun perluasan Kerajaan Allah dari Samodera Pasifik hingga pantai Timur Atlantik, adalah penggenapan yang ajaib dan mengagumkan dari seluruh nubuah mengenai Anak Manusia Yang Paling Suci dan Paling Agung!
-
Ada dua pernyataan Matius yang tidak
dapat direkonsilikan atau diperiksa kebenarannya (atau telah dikorupsi
oleh para interpolator yang secara logis saling membinasakan. Dalam
jangka waktu satu jam Peter adalah "batu karang keimanan" seperti
dibanggakan oleh ummat Katholik, dan "setan kekafiran" sebagaimana
diteriakkan oleh ummat Protestan! Mengapa demikian? Karena ketika dia
mempercayai Jesus sebagai Al Masih dia memperoleh pujian atau hadiah;
namun ketika dia menolak untuk mengakui bahwa sang guru bukanlah Al
Masih maka dia dihukum! Tidak mungkin ada dua "Anak Manusia," yang satu
adalah komandan orang-orang beriman, berjuang di jalan Tuhan dengan
pedangnya, dan mencabut akar kemusyrikan serta kerajaannya; sedang yang
lain sebagai seorang rektor kaum Ankorit yang miskin di tengah angkatan
bersenjata, berjuang di jalan Tuhan dengan salib di tangan, menjadi
syuhada secara memalukan oleh orang Romawi penyembah berhala dan
Pendeta-Pendeta serta para Rabbi Yahudi yang tidak mempercayainya! "Anak
Manusia" yang tangannya terlihat di bawa sayap Cherub oleh Nabi Ezekiel
(Matius ii.), dan di hadapan singgasana Yang Maha Kuasa oleh Nabi
Daniel (Matius vii,) dan digambarkan dalam apokalipse Yahudi lainnya
tidaklah telah ditentukan nasibnya untuk digantung di bukit Golgotha,
tetapi untuk mengubah singgasana raja kafir menjadi salib bagi mereka
sendiri; untuk mengubah istana-istana mereka menjadi tentara, dan untuk
menjadikan ibukota-ibukotanya sebagai kuburan . Bukan Nabi Jesus tetapi
Nabi Muhammad saw yang mendapat kehormatan atas gelar "Anak Manusia"!
Kenyataannya bahkan lebih jelas dan tegas daripada apokalipse dan visi
(Nabi Ezekiel dan Nabi Daniel). Penaklukan secara material dan moral
yang diperoleh oleh Nabi Muhammad saw Utusan Suci Allah atas musuhnya
tidak ada yang dapat menandinginya.
Gagasan Yahudi mengenai Hari Sabath
telah menjadi terlalu material dan berbau tipuan. Hari itu telah berubah
menjadi hari berpantang dan menahan diri, dan bukan yang seharusnya
yaitu menjadi hari istirahat yang menyenangkan dan hari libur yang
menggembirakan. Tidak ada masak memasak, tidak ada perjalanan, tidak ada
kerja amal atau kebebasan yang diizinkan. Para pendeta di kuil akan
membakar roti dan menghidangkan korban pada hari Sabath, tetapi mencela
Nabi dari Nazareth ketika beliau secara ajaib menyembuhkan seorang
laki-laki yang tangannya mengecil (Matius xii. 10-13). Atas hal ini
Jesus berkata bahwa adalah Hari Sabath itu diciptakan untuk kebaikan
manusia, dan bukannya manusia untuk kepentingan Hari Sabath. Sebaliknya
daripada menjadikan Hari Sabath itu hari untuk beribadah dan kemudian
sebuah hari libur untuk kesenangan yang tidak bernuansa maksiyat dan
istirahat yang sesungguhnya, mereka telah menjadikan Hari Sabath itu
suatu hari pemenjaraan dan kebosanan. Pelanggaran yang paling kecil dari
prisep apapun dari Hari Ketujuh dihukum dengan lapidation atau jenis
hukuman lainnya. Nabi Musa sendiri mengukum seorang miskin dengan
lapidasi karena telah memetik beberapa stik dari tanah pada Hari Sabath;
dan para murid Jesus dicerca karena telah memetik beberapa tangkai
gandum pada Hari Sabath meskipun mereka itu lapar. Sangat nyata bahwa
Jesus Kristus bukan seorang pengikut Sabath, dan tidak mematuhi tafsir
secara harfiah atas aturan drakonik yang menyangkut Hari Sabath. Beliau
menghendaki kemurahan hati atau amal baik dan bukannya pengorbanan.
Bagaimanapun beliau tidak pernah berpikir untuk membatalkan Hari Sabath
itu, tidak pula beliau telah memberanikan untuk berbuat demikian.
Seandainya saja beliau memberanikan diri untuk memproklamirkan
pembatalan hari itu atau menggantinya dengan hari Minggu, pastilah tanpa
diragukan beliau akan ditinggalkan oleh para pengikutnya, dan segera
pula dikeroyok dan dilempari batu. Namun beliau telah memperhatikan,
demikian dikatakan, Hukum Musa pada judulnya itu. Sebagaimana kita telah
belajar dari orang Yahudi yang ahli sejarah, Joseph Flavius, dan dari
Eusebius dan lain-lainnya, James "saudara" Jesus adalah seorang dari
kaum Ibionit yang ketat dan pemimpin dari orang-orang Yahudi yang
beragama Kristen yang memperhatikan Hukum Musa dan Hari Sabath dengan
segala keketatannya. Orang-orang Yunani yang beragama Kristen
(Hellenistik) lambat laun telah menggantikan pertama-tama "Hari Tuhan"
yaitu Minggu; namun orang-orang Kristen dari Gereja Timur sampai dengan
abad keempat masih memperhatikan kedua hari itu. Kalau sekarang
Jesus itu adalah "Tuan Hari Sabath" pastilah beliau telah merubah aturan
yang keras itu atau sama sekali menghapusnya. Beliau tidak melakukan
yang manapun dari keduanya. Orang-orang Yahudi yang mendengar
beliau mengerti dengan sebenarnya bahwa beliau merujuk Al Masih yang
diharapkan itu sebagai "Tuan ("Lord") Hari Sabath," dan karena itu
mereka tetap tinggal diam. Redaksi dari Synoptic, seperti di tempat
lain, telah menghilangkan beberapa kata (atau kalimat, pen.) Jesus bila
saja "Anak Manusia" itu menjadi subyek pembicaraan Jesus, dan
penghilangan kata ini telah menjadi sebab dari semua kegandaan arti atau
ketidak jelasan arti, kontradiksi, dan kesalah fahaman. Kecuali jika
kita mengambil Al Qur'an sebagai pedoman, dan Nabi Allah sebagai obyek
dari Injil, semua upaya untuk menemukan kebenaran dan untuk sampai pada
kesimpulan yang memuaskan akan berakhir dengan kegagalan. "The Higher
Biblical Criticism" akan memandu anda sampai sejauh pintu gerbang dari
kuil suci kebenaran, dan di sanalah berhenti, dilanda kekaguman dan
ketidak percayaan. Panduan itu tidak membukakan pintu untuk masuk ke
dalam dan meneliti dokumen-dokumen abadi yang tersimpan di dalamnya.
Semua penelitian dan pengetahuan yang dipertunjukkan oleh ahli-ahli
kritik yang "tidak berpihak" itu, apakah itu para pemikir liberal, para
rasionalis, atau penulis-penulis terkemuka, betapapun, adalah terasa
dingin yang menyesakkan, skeptis dan mengecewakan.
Belakangan saya membaca karya penulis
Perancis Ernest Renan "La vie de Jesus, Saint Paul, dan L'Antichrist.
Saya merasa kagum atas luasnya karya itu, yang kuno dan yang modern,
yang telah dia teliti; dia mengingatkan saya pada Gibbon dan yang
lainnya. . Namun, apakah kesimpulan daripada riset dan studi mereka yang
luas sekali itu? NOL atau negasi. Dalam lapangan ilmu pengetahuan
keindahan alam ditemukan oleh para positifis; tetapi dalam lapangan
agama kaum positifis itu memporak perandakan agama dan meracuni sentimen
keagamaan pembacanya. Jika para ahli kritik terpelajar ini
mengambil semangat dari Al Qur'an sebagai pedoman mereka dan Nabi
Muhammad saw sebagai penggenapan harfiah, moral dan praktis terhadap
Hukum Suci, riset mereka pasti tidak begitu mengecewakan dan merusak.
Orang yang religius menginginkan agama yang yang nyata (riil) dan bukan
yang ideal; mereka menginginkan "Anak Manusia" yang akan mencabut
pedangnya dan berbaris di depan tentaranya yang gagah berani untuk
menghancurkan musuh Tuhan dan untuk membuktikan dengan perkataan dan
perbuatan bahwa dia adalah "Tuan Hari Sabath" dan untuk sekaligus
menghapuskannya karena orang-orang Yahudi telah menyalah gunakan hari
itu, seperti halnya orang Kristen menyalah gunakan "Kebapakan" Tuhan.
Nabi Muhammad saw melaksanakan semua hal tersebut ! Seperti telah sering
saya ulangi dalam halaman-halaman ini, kita hanya dapat
mengerti kitab-kitab suci yang telah banyak dikorupsi ini bila kita
lakukan penetrasi dengan bantuan Al Qur'an, ke dalam
pernyataan-pernyataan yang enigmatik dan kontradiktif, dan baru kemudian
kita bisa menyaring dengan saringan kebenaran dan memisahkan yang asli
dengan yang palsu. Misalnya, ketika berbicara tentang para
pendeta terus menerus mengaburkan Sabath di kuil-kuil, dilaporkan bahwa
Jesus telah berkata: "Perhatikanlah, ini adalah sesuatu yang lebih besar
dari kuil" (Matius xii.6). Saya tidak bisa menduga arti dari adanya
kata keterangan tempat "di sini" (here) dalam kalimat itu, kecuali jika
kita berikan dan kaitkan sebuah tambahan huruf "t" kepadanya dan
berbunyi "there" atau "di sana ada". Karena jika Jesus atau nabi lainnya
sebelum beliau berani untuk menyatakan dirinya "lebih besar daripada
kuil," pastilah dia segera akan digantung atau dilempari dengan batu
oleh orang-orang Yahudi sebagai seorang "penghujat" kecuali jika dia
bisa membuktikan dirinya sebagai "Anak Manusia" yang dibekali dengan
kekuasaan dan kemuliaan seperti halnya Nabi Allah.
Penghapusan hari Sabtu oleh Pangeran
dari para Nabi - Nabi Muhammad saw - disebutkan dalam surah 62 Al
Jumu'ah. Sebelum masa Nabi Muhammad saw hari Jumu'ah itu oleh orang Arab
disebut "A'ruba" sama dengan dalam Pshitta yang dalam bahasa Syriac
"A'rubta" dari bahasa Aramiah "arabh" "tenggelam (matahari)" Hari itu
disebut demikian karena sesudah matahari tenggelam pada hari Jumu'ah
maka mulailah hari Sabath. Alasan yang diberikan untuk kesakralan hari
Sabtu adalah bahwa pada hari itu Tuhan "jedah" dari karya penciptaan.
Tetapi seperti dengan mudah dapat dilihat, ada dua alasan untuk memilih
hari Jumu'ah . Yang pertama, karena pada hari itu karya agung
penciptaan, atau pembentukan universal dari semua dunia yang tidak
terhitung banyaknya, mahluk dan benda yang kelihatan dan yang tidak
kelihatan, planit, dan kuman-kuman telah disempurnakan. Ini ialah
peristiwa pertama yang menginterupsi keabadian, ketika waktu, ruang, dan
benda (matter) berubah menjadi sesuatu (being). Peringatan atau
perayaan untuk memperingati, dan kesakralan peristiwa yang mengagumkan
pada hari di mana penyempurnaan itu terselesaikan adalah adil, masuk
akal, dan bahkan perlu. Alasan kedua, adalah bahwa pada hari ini do'a
dan pemujaan diselenggarakan oleh orang-orang yang beriman dengan
kesepakatan bersama, dan untuk alasan inilah hari itu disebut "jum'ah"
yaitu kongregasi atau majlis atau pertemuan; ayat suci mengenai hal ini
memberikan karakteristik pada kewajiban kita pada hari Jumu'ah sebagai:
"Wahai orang -orang yang beriman, apabila diseru untuk sholat di hari
Jumu'ah, bergegaslah dalam mengingat Allah dan tinggalkanlah
perdagangan, dsb." (Q. 62 : 9). Orang-orang yang beriman diseru untuk
bergabung dalam beribadah kepada Yang Maha Suci bersama-sama dalam satu
Rumah yang diperuntukkan beribadah kepadaNya, dan untuk meninggalkan
pada saat itu semua pekerjaan yang memberi keuntungan (perdagangan);
namun seusai sholat Jumu'ah itu mereka tidak dilarang untuk meneruskan
pekerjaannya masing-masing. Seorang Muslim sejati menyembah Sang
Pencipta (sholat) sebanyak lima kali dalam masa dua puluh empat jam
dengan penuh keikhlasan.
Dengan mengingat karya yang
mengagumkan yang dicapai oleh Nabi Muhammad saw untuk Satu Tuhan Sejati,
kurun waktu yang singkat yang beliau perlukan, serta para sahabatnya
yang pemberani dan setia dalam mencapai semua itu, serta akibat yang
tidak mungkin bisa dihapuskan yaitu bahwa karya dan agama (yang dibawa
oleh) Nabi Muhammad saw telah meninggalkan atas semua kerajaan dan para
pemikir kemanusiaan hanya satu keinginan yaitu untuk melihat beliau
bersinar dalam kemuliaan yang berlipat ganda di hadapan Singgasana Yang
Maha Abadi seperti telah disaksikan oleh Nabi Daniel dalam visinya,
karena orang tidak bisa mengetahui penghormatan apa yang harus diberikan
kepada Nabi Arabia ini!
Bab 21.
ANAK MANUSIA MENURUT VERSI WAHYU YAHUDI
Dari apa yang telah dibicarakan dalam
halaman-halaman ini maka sebutan "Barnasha" atau "Anak Manusia" bukanlah
sebuah gelar seperti "Al Masih" yang dapat diberikan kepada sebarang
nabi, kepala pendeta, dan raja yang secara sah telah diurapi, tetapi
bahwa sebutan ini adalah sebuah kata nama diri (proper noun) yang
merupakan milik khusus Nabi Terakhir. Para Penglihat Masa Depan (semacam
para normal), para sofi (semacam ahli falsafah bukan ahli tasawuf) dan
para ahli wahyu (apocalyptist) melukiskan "Anak Manusia" yang akan
datang pada waktunya seperti telah ditetapkan oleh Yang Maha Kuasa untuk
menyelamatkan orang-orang Israel dan Jeruzalem dari penindasan kaum
kafir dan untuk mendirikan kerajaan "Orang-orang suci dari Yang Maha
Tinggi" yang permanen. Para penglihat masa depan, para sofi meramalkan
bangkitnya seorang Penyelamat Yang Sangat Berkuasa; mereka melihat dia -
hanya dalam suatu visi, wahyu dan keimanan - dengan segala kuasa dan
kemuliaannya. Tidak ada Nabi atau Sofi yang pernah berkata bahwa dia
sendiri adalah "Anak Manusia" itu, dan bahwa dia "akan datang lagi pada
Hari Akhir untuk mengadili baik orang-orang yang pandai ("quick") dan
yang sudah mati, seperti dituliskan dalam Dekrit Nicea yang seakan-akan
itu dilakukan atas kuasa Jesus Kristus.
Penggunaan yang sering oleh para
penginjil atas sebutan yang kita persoalkan ini menunjukkan, dengan
sangat pasti, pengenalan mereka dengan Wahyu Yahudi (Jewish
Apocalypses), seperti juga suatu keyakinan yang mantap dalam otentisitas
dan asal muasalnya yang suci. Sangat jelas bahwa Wahyu yang memuat
nama-nama nabi Enoch (Idris), Musa, Baruch, dan Ezra telah ditulis jauh
sebelum Injil; dan bahwa nama "B arnasha" yang disebut di dalamnya itu
dipinjam oleh para pengarang Injil; jika tidak demikian maka penyebutan
gelar itu yang sering dilakukan akan menjadi misterius dan tidak dapat
dimengerti sama sekali - jika bukan suatu penemuan baru yang tidak
memiliki arti apapun. Karena itu diikuti dengan bahwa Nabi Jesus itu: atau
beliau mempercayai dirinya adalah "Anak Manusia" seperti tersebut dalam
Wahyu; atau beliau mengetahui bahwa "Anak Manusia" itu adalah seseorang
yang berbeda sama sekali daripada dirinya sendiri. Jika
beliau meyakini dirinya adalah "Anak Manusia" itu, maka berikutnya ialah
atau Jesus itu atau para Ahli Wahyu itu yang melakukan kesalahan; dan dalam hal manapun dari kedua alternatif itu semua argumen dengan sangat pasti akan bertentangan dengan Jesus Kristus.
Karena kesalahan beliau mengenai dirinya sendiri serta misinya adalah
sama buruknya dengan ramalan yang keliru dari para Ahli Wahyu yang
beliau yakini sebagai orang-orang yang mendapat ilham suci. Sudah barang
tentu penalaran yang dilematik ini akan membawa kita pada kesimpulan
akhir yang tidak menguntungkan bagi diri beliau sendiri. Satu-satunya
jalan untuk menyelamatkan Nabi Jesus dari ketidak hormatan ini ialah
untuk memandang beliau sebagaimana diungkapkan oleh Al Qur'an kepada
kita; dan sesuai dengan itu memberikan tanggung jawab semua pernyataan
yang bertolak belakang serta tidak koheren mengenai diri beliau di dalam
Injil itu kepada para pengarang Injil itu sendiri atau para
redaktirnya.
Sebelum membicarakan lebih lanjut
tentang subyek "Anak Manusia" sebagaimana digambarkan dalam Wahyu
Yahudi, beberapa fakta harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Pertama,
Kitab-kitab Wahyu itu bukan saja tidak termasuk dalam kanon Injil
Ibrani, bahkan kitab -kitab itu tidak pula termasuk dalam Apocrypha atau
yang disebut kitab-kitab Perjanjian Lama yang "Deutro-canonical".
Kedua, pengarang kitab-kitab itu tidak diketahui. Kitab-kitab itu
mencantumkan nama Enoch, Musa, Baruch, Ezra, namun pengarang atau editor
yang sesungguhnya tampaknya telah mengetahui pemusnahan final atas
Jeruzalem dan berseraknya orang-orang Yahudi di bawah pemerintah Romawi.
Nama-nama pseudo ini telah dipilih, bukan dengan tujuan penipuan,
tetapi karena motif kealiman oleh para sofi atau ahli penglihat masa
depan yang telah menyusun kitab-kitab itu. Bukankah Plato telah mengatas
namakan pandangannya dan dialektikanya itu pada sang guru Socrates?
Ketiga, "kitab-kitab" ini menurut Rabbi Agung Paul Haguenauer adalah
"dalam bentuk yang bertolak belakang, misterius, supernatural, mencoba
untuk menerangkan rahasia alam, asal muasal (sic) Tuhan, masalah baik
dan buruk, keadilan dan kebahagiaan, masa lalu dan masa yang akan
datang. Terhadap semua masalah itu kitab Wahyu (Apocalypse) itu
mengungkapkan beberapa hal yang melampaui pengertian manusia pada
umumnya. Pribadi-pribadi utamanya ialah Enoch, Musa, Baruch, Ezra.
Tulisan-tulisan ini jelas sekali produk dari masa derita dan bencana
dari Judaisme (Munuel de Litterature Juivre Nancy, 1927). Konsekuensinya
ialah kitab-kitab itu tidak sepenuhnya dapat lebih dimengerti lagi
daripada wahyu yang memakai nama apostel St Yohanes. Keempat,
wahyu-wahyu ini telah diinterpolasi (ditambahi atau disisipi) oleh
orang-orang Kristen. Dalam kitab Enoch "Anak Manusia" itu juga disebut
"Anak Perempuan" serta "Anak Tuhan", dengan begitu ada interpolasi teori
inkarnasi gereja; sangat pasti sekali bahwa tidak akan mungkin
ada orang Yahudi yang akan menulis "Anak Tuhan". Kelima, akan dicatat
bahwa doktrin mengenai al masih ini adalah sebuah perkembangan kemudian
dari ramalan-ramalan kuno tentang Nabi Allah Yang Terakhir sebagaimana
telah diramalkan oleh Yacob dan Nabi-Nabi lainnya. Bahwa "Penyelamat
Terakhir" ini diklaim sebagai dari turunan Daud hanyalah terdapat dalam
Apocrypha dan Apocalypse, dan khususnya dalam tulisan para Rabbi
(pendeta Yahudi). Benar bahwa ada ramalan sesudah penangkapan oleh orang
Babilonia, dan bahkan sesudah deportasi atas Sepuluh Suku Bangsa ke
Asiria, mengenai "Anak Daud" yang akan datang untuk mengumpulkan kembali
orang-orang Israel yang tersebar itu. Namun semua ramalan itu telah
tergenapi hanya sebagian saja di bawah Zorobabel - seorang dari turunan
Raja Daud. Kemudian sesudah invasi orang Yunani ramalan yang sama telah
diungkapkan dan diumumkan, dan kita hanya melihat Judah Maqbaya yang
berjuang dengan sedikit keberhasilan melawan Antiochus Epiphanes.
Tambahan lagi, sukses ini bersifat sementara dan tidak bernilai
permanen. Kitab wahyu (apocalypse) yang membawakan visinya dari masa
sesudah pemusnahan Jeruzalem oleh Titus dan Vespasian, meramalkan "Anak
Manusia" yang akan muncul dengan kekuasaan dan kekuatan besar untuk
membinasakan kekuasaan Romawi dan musuh-musuh orang Israel lainnya. Dua
puluh abad telah berlalu sebelum Kekaisaran Romawi dibinasakan dalam
abad ke 5 S.M. oleh seorang maharaja Turki - Atilla - seorang Hun yang
musyrik - dan akhirnya oleh seorang Turki Muslim, Fatih Muhammad II.
Namun kekuasaan itu telah dibinasakan secara menyeluruh dan untuk
selamanya di tanah yang dijanjikan kepada Ismail oleh Sultan para Nabi,
Muhammad al-Mustapha.
Kini tinggal ada dua observasi yang saya
tidak dapat mengingkarinya dalam kaitan ini. Kalau saja saya ini
seorang Zionist yang penuh semangat, atau seorang Rabbi yang paling
terpelajar, pastilah saya sekali lagi akan mempelajari masalah ke -
almasihan ini seintensif dan seadil mungkin (tidak berpihak) yang dapat
saya lakukan. Dan kemudian saya akan menganjurkan dengan sangat
rekan-rekan seagama saya orang-orang Yahudi untuk menghentikan dan
meninggalkan harapan (akan datangnya al masih - pen.) ini
selama-lamanya. Bahkan seandainya "Anak Daud" menampakkan diri di atas
bukit Zion, dan meniup trompet, dan mengklaim dirinya "Al Masih", saya
akan menjadi orang pertama yang akan mengatakan kepada mereka dengan
garang: "Maaf tuan-tuan, anda telah terlambat! Jangan ganggu
keseimbangan di Palestina! Jangan tumpahkan darah! Jangan biarkan para
malaikat anda mencampurkan diri dengan racun yang mengerikan ini! Apapun
keberhasilan yang mungkin anda peroleh dari petualangan anda, saya
khawatir keberhasilan itu tidak akan melampaui keberhasilan nenek moyang
anda Raja Daud, Zorobabel, dan Judah Maccabaeus (Maqbaya)!" Penakluk
Agung dari Ibrani bukanlah Daud tetap Jesus bar Nun (Joshuah); dia
adalah almasih yang pertama, yang bukannya mengkonversikan orang-orang
musyrik penyembah berhala dari suku bangsa Kanaan yang telah begitu
banyak menunjukkan keramahan dan kebaikan kepada Nabi Ibrahim, Ishak dan
Yacob, namun bahkan tanpa ampun telah membunuh semuanya. Dan Joshuah
tentu saja adalah seorang Nabi dan Al Masih pada waktunya. Setiap
Hakim Israel selama kurun waktu tiga abad atau lebih adalah seorang Al
Masih dan Penyelamat. Dengan demikian kita dapati bahwa selama masa
bencana nasional, terutama sebuah katastrofi, seorang Al Masih telah
diramalkan, dan seperti biasanya penyelamatan itu selalu terwujud segera
setelah bencana itu dan dalam tingkat yang sangat kurang memadai.
Merupakan sifat yang aneh bangsa Yahudi bahwa hanya mereka sendiri
sajalah dari seluruh bangsa-bangsa, melalui penaklukan-penaklukan yang
mentakjubkan oleh seorang Anak Daud, menginginkan dominasi universal atas seluruh penduduk dunia.
Kesemrawutan dan kelambanan mereka itu sangat sesuai dengan keyakinan
mereka yang tidak tergoyahkan akan kebangkitan "Singa dari Judah".
Sementara mereka menanti Moshiakh yang di dalam Islam disebut sebagai
"Massiekh, ad-dajjal" yang berarti yang anti Kristus atau almasih palsu.
Dan barangkali itulah alasan mengapa mereka itu memusatkan seluruh
sumber daya, enerji dan kekuatan nasional mereka serta melakukan usaha
bersama untuk menjadi orang yang memerintah dirinya sendiri (bangsa
merdeka). Ini ialah introduksi dari kesimpulan tentang munculnya mahluk
yang anti kristus dan munculnya cicit dari Nabi Muhammad saw, Al Mahdi,
melalui puteri beliau Fatimah yang dipercayai baik oleh kaum Sunni
maupun Syi'ah. Al Mahdi akan memerangi mereka yang anti kristus,
kemudian Jesus akan turun dan membunuh anti kristus itu di bawah pohon
yang menghadap ke danau Tiberias yang telah menjadi kering untuk masa
yang panjang, tetapi kini telah berisi air kembali.
Nah kini orang-orang Kristen yang
mengklaim Jesus adalah Anak Manusia yang diramalkan itu, saya ingin
memberanikan diri untuk berkata: Jika beliau itu benar Sang Penyelamat
bangsa Israel pastilah beliau telah menyelamatkan bangsa itu dari
kekuasaan Romawi, tidak peduli apakah orang Yahudi mempercayai beliau
apa tidak. Penyelamatan yang utama, terima kasih dan kesetiaan kemudian;
dan bukan sebaliknya. Pertama-tama orang harus dibebaskan dari kaum
penakluknya dengan membunuh atau menakuti mereka, dan kemudian
diharapkan mereka menunjukkan keterikatan dan kesetiaannya kepada sang
penyelamat. Orang-orang Yahudi bukanlah pasien dari sebuah rumah sakit
yang harus dikunjungi para dokter dan perawat; mereka praktis adalah
tawanan yang terikat dan perlu ada seorang pahlawan untuk memerdekakan
mereka. Keyakinan mereka kepada Tuhan dan kepada hukumNya adalah
sesempurna para nenek moyangnya di kaki bukit Sinai ketika Dia
menurunkannya kepada Nabi Musa. Mereka tidak memerlukan seorang nabi
penyihir; seluruh sejarah bangsa itu telah terjalin erat dengan hal-hal
yang mentakjubkan serta keajaiban. Hidupnya lagi Lazarus yang telah
mati, terbukanya mata buta Barimaeus, atau penyembuhan penderita lepra
yang telah tersingkir, tidaklah pernah akan memperkuat keyakinan mereka
dan tidak pula akan memuaskan kehausan mereka akan kebebasan dan
kemerdekaan. Orang-orang Yahudi itu menolak Jesus bukan karena
beliau itu bukan "Anak Manusia" yang diramalkan atau Al Masih - bukan
pula karena beliau itu bukan seorang Nabi, karena mereka mengetahui
dengan pasti bahwa beliau tidak mengklaim dirinya sebagai "Anak Manusia"
yang diramalkan itu, dan bahwa beliau itu benar seorang Nabi, tetapi
karena mereka membenci Jesus disebabkan perkataan beliau: "Al Masih itu
bukan keturunan Nabi Daud (Anak Daud), tetapi Al Masih itu adalah Tuan
(Lord) beliau (Matius xxii. 44-46; Markus xii. 35-37; Lukas xx. 41-44).
Sangat jelas sekali karena itu bahwa
penerimaan atau penolakan oleh orang-orang Yahudi atas Jesus itu bukan
suatu syarat sine qua non untuk menentukan sifat dari misinya. Jika
beliau itu seorang Penyelamat Yang Terakhir pastilah beliau telah
membuat orang-orang Yahudi itu tunduk patuh kepadanya, nolens volens,
seperti yang telah diperbuat oleh Nabi Muhammad saw. Namun kontras
antara dua keadaan yang dijumpai oleh masing-masing dari dua orang Nabi
itu sendiri, dan hasil karya mereka, tidak mengenal dimensi dan batas.
Cukup kiranya untuk mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw telah
menkonversikan sekitar sepuluh juta orang Arab yang penyembah berhala
itu menjadi bangsa yang memiliki keyakinan yang sangat tulus dan
bergairah kepada Tuhan yang sebenarnya, dan hampir sama sekali mencabut
akar kemusyrikan di negeri di mana kemusyrikan itu telah berurat
berakar. Hal ini beliau lakukan, karena di satu tangan beliau memegang
Hukum dan di tangan lainnya Tongkat Kekuasaan (Sceptre); yang pertama
ialah Al Qur'an dan yang kedua ialah lambang kekuasaan dan pemerintahan.
Beliau dibenci, dicaci maki, ditindas oleh orang-orang Arab dari puak
yang paling terhormat di mana beliau itu berasal, dan terpaksa lari
untuk menyelamatkan diri; namun dengan berkat Kekuasaan Allah beliau
telah berhasil membuat karya terbesar bagi jalan agama yang benar yang
tidak ada Nabi lainnya sebelum beliau yang pernah bisa mewujudkannya.
Kini saya akan melanjutkan untuk menunjukkan bahwa Anak Manusia yang diramalkan itu tidak lain ialah Nabi Muhammad al-Mustapha.
-
Bukti yang paling absah dan penting bahwa Barnasha yang diramalkan itu ialah Nabi Muhammad saw diberikan dalam deskripsi yang indah dalam visi Nabi Daniel (vii) yang telah dibicarakan dalam artikel terdahulu. Dengan cara apapun tidak mungkin menemukan Barnasha seperti digambarkan di dalam visi Nabi Daniel pada siapapun pahlawan orang-orang Maqbaya (Makabi) atau pada diri Nabi Jesus; tidak pula mungkin bahwa Binatang yang mengerikan yang telah dibunuh dan dibinasakan oleh Anak Manusia itu seorang prototipe Antiochus Epiphanes atau kaisar Romawi Caesar, Nero. Kejahatan terpuncak dari Binatang yang mengerikan itu ialah "tanduk Kecil" yang mengucapkan hujatan terhadap Yang Maha Tinggi dengan menyekutukan ZatNya dengan tiga pribadi suci yang sama-sama abadi dan penindasan terhadap mereka yang tetap menyakini Keesaan Tuhan. Constantine Agung adalah manusia yang dilambangkan sebagai Tanduk Kecil yang tersembunyi itu.
-
Kitab Enoch (Apocalypse of Enoch) (*) meramalkan kehadiran Anak Manusia pada saat ketika sekelompok kecil domba, meskipun dipertahankan dengan mati-matian oleh seekor domba jantan, akan diserang dengan hebat oleh sekawanan burung pemangsa dari atas dan oleh binatang-binatang buas pemakan daging di daratan. Di antara musuh-musuh kelompok kecil domba itu tampak terlihat banyak kambing-kambing jantan dan domba lainnya yang telah tersesat. Tuan dari kelompok itu, seperti halnya seorang gembala yang baik, tiba-tiba muncul dan menghantam bumi dengan tongkat kekuasaannya (sceptre); bumipun membuka dan menelan musuh yang menyerang itu; mengejar dan mengusir pergi dari padang gembalaan sisa-sisa dari burung dan orang-orang biadab. Kemudian sebuah pedang diberikan kepada kelompok itu sebagai lambang kekuasaan dan senjata pemusnah. Sesudah itu kelompok itu tidak lagi dipimpin oleh domba jantan tetapi oleh sapi putih dengan dua buah tanduk besar berwarna hitam.
-
pembagian menjadi dua atas domba itu menunjuk pada orang-orang ahli Kitab, apakah itu orang Yahudi atau orang Kristen, yang diantara mereka terdapat orang yang beriman kepada Satu Tuhan, dan juga orang-orang yang menjadi Nabi Jesus dan Roh Suci sama dan sezaman (sama-sama ada) dengan Tuhan. Para ahli penglihat masa depan membedakan orang-orang beriman dengan orang-orang yang ingkar (apostate). Injil menyebutkan bahwa pada Hari Pengadilan Akhir "domba itu akan dipisahkan dari kambing" (the sheep will be separated from the goats) - Matius xxv. 32-46. dsb. - yang menunjukkan kesamaan pandangan. Tentang "ram" (sejenis kambing jantan) yang simbolis, mungkin bisa kita artikan sebagai Arius atau beberapa pemimpin kaum Unitarian bagi kaum Nasrani, dan Rabbi Kepala untuk orang-orang Yahudi yang beriman - karena mereka keduanya memiliki musuh yang sama. Bila kita mengidentifikasikan Constantine dengan Tanduk yang jahat, secara adil kita boleh mengidentifikasikan Arius dengan "Ram". Sebenarnyalah Arius berhak atas kehormatan ini karena dia mengepalai kelompok yang lebih besar dalam Konsili Nicea dan dengan gigih mempertahankan agama sejati terhadap doktrin Tinitas yang mengerikan dan gereja-gereja Sakramen. Dari sudut pandang Muslim yang lurus, maka orang Yahudi sejak dari saat penolakan mereka dan penghukuman hingga mati atas Jesus Kristus telah berakhir bagi mereka sebutan "sebagai orang-orang yang terpilih", dan bahwa gelar kehormatan itu hanya boleh disandang oleh orang yang beriman kepada kerasulan Nabi Jesus.
-
"Anak Manusi" yang telah menyelamatkan kelompok domba dari berbagai macam musuhnya yang telah dibenamkan ke dalam perut bumi dengan menghantamkan secara bersemangat kedudukannya yang pastoral kepada musuh itu dan memberikan pedang yang kuat kepada domba untuk membantai orang-orang biadab dan burung-burung pemangsa yang kafir, secara pastilah Nabi Muhammad saw. Tongkat Kerajaan (sceptre, atau shebet dalam bahasa Ibrani,) adalah lambang kedaulatan, jurisdiksi, dan pemerintahan. Sceptre kecil yang diberikan Tuhan kepada suku Judah (Genesis xlix. 10) telah diambil kembali, dan sceptre yang lebih kuat dan besar diberikan kepada Nabi Allah (("Shiloah") sebagai gantinya. Sesungguhnya sangat menakjubkan betapa visi kenabian dari para Penglihat Masa Depan dengan secara harfiah telah tergenapi ketika sceptre yang di tangan Nabi Muhammad saw menjadi lambang kedaulatan Muslim atas seluruh negara-negara Mesir, Asiria, Kaldea, Siria dan Arabia - di mana hamba-hamba Tuhan ditindas oleh kekuatan kaum musyrikin yang ada di negeri itu, dan oleh kekuatan asing (luar negeri) yang kafir dari Medo Persi, Yunani dan Romawi! Alangkah mulianya penggenapan ramalan itu ketika domba-domba itu, yang selama bertahun-tahun telah dihadapkan pada paruh dan cakar burung pemangsa yang tidak memiliki rasa belas kasih dan pada gigi-gigi dan cakar yang tajam dan mengerikan dari binatang-binatang, kini telah dilengkapi dengan sebuah pedang besar untuk mempertahankan diri yang dilakukan oleh kaum Muslimin hingga darah para Syuhada secara sama telah tertebus (Rev. vi. 9-11).
-
Sapi Jantan Putih. Hingga zaman Nabi Ismail, semua Nabi dilambangkan sebagai sapi jantan putih; namun semenjak Nabi Yakub dan selanjutnya ke bawah para pangeran dari orang-orang terpilih muncul dalam bentuk "ram" - sejenis kambing jantan. Agama yang universil telah diperkecil menjadi agama nasional; dan Kaisar telah menjadi seorang Kepala kecil saja. Sekali lagi di sini ada penggenapan visi yang menakjubkan dalam zaman Islam. Para pemimpin atau para patriarch dari agama internasional dilambangkan sebagai sapi jantan putih, dan para pemimpin Muslim dari orang-orang beriman juga sebagai sapi jantan putih, dengan hanya satu perbedaan bahwa sapi jantan putih yang belakangan itu (pemimpin-pemimpin Muslim) mempunyai tanduk hitam yang besar sebagai lambang kekuasaan ganda, spiritual dan temporal. Di antara semua binatang menyusui yang murni tidak ada satupun yang lebih cantik dan mulia selain daripada sapi jantan putih, dan lebih begitu lagi terutama bila sapi jantan putih itu kepalanya dihiasi dengan sepasang tanduk hitam yang besar. Sapi itu tampak paling anggun sebagai raja dan penuh dengan keelokan! Sangat patut dicatat bahwa para Imam dari orang-orang beriman, apakah itu seorang khalifah atau seorang Sultan, atau memiliki kedua gelar tersebut, sangat terkemuka dan siang serta malam selalu disnari oleh kemurnian iman dan amalnya serta oleh kemantapan kekuatan dan kekuasaan atas orang-orang beriman yang begitu tak terhitung banyaknya yang terdiri semua jenis suku bangsa dan bahasa! Dengan secara tegas visi itu menyatakan dengan tulus masuknya dan penerimaan orang-orang yang berpindah agama (apostates) serta orang-orang yang tidak beriman ke dalam kelompok domba - orang Yahudi, beribu-ribu daripada mereka - orang-orang Kristen, dan Sabiin, begitu juga jutaan orang Arab dan bangsa-bangsa lain yang kafir, telah meyakini akan Keesaan Allah dan memeluk Islam. Dalam hubungan ini patut dicatat bahwa semua darah yang tertumpah dalam perang Badr, Uhud, dan ekspedisi lain-lainnya yang dipimpin secara pribadi oleh Nabi Muhammad saw, tidaklah dapat melebihi seperseratus dari darah yang tertumpah oleh Nabi Joshua. Namun tidak sepercik apapun kekejaman atau ketidak adilan dapat dituduhkan kepada Nabi Allah. Beliau adalah pengasih, mulia, pemurah, dan pemaaf. Itulah sebabnya mengapa hanya beliau sendiri saja "Anak Manusia" di antara semua ummat manusia yang diperlambangkan dalam berbagai visi para Nabi seperti halnya manusia pertama sebelum kejatuhannya!
-
"Anak Manusia" itu mendirikan Kerajaan Damai, yang ibukotanya bukan lagi Jeruzalem, tetapi Jeruzalem baru - "Daru 's-Salam" atau "kota atau istana Perdamaian". Para Sofi atau para Penglihat Masa Depan dalam visi yang indah ini menceriterakan bagaimana Jeruzalem yang di bumi itu diangkat dan ditanamkan kembali di sebuah negeri di Selatan; tetapi sebuah Rumah Tuhan yang baru, lebih besar dan lebih tinggi daripada yang semula, dibangun di atas reruntuhan bangunan yang terdahulu! Tuhan Yang Maha Pengasih! betapa indahnya semua ini telah diwujudkan oleh NabiMu yang paling terkemuka dan suci Muhammad saw! Tidak lain dan tidak bukan Jeruzalem yang baru itu adalah Mekkah, karena kota ini tertelak di sebuah negeri di Selatan, dua bukitnya, "Marwa" dan "Sapha" menyandang nama yang sama dengan Moriah dan Zion, dari akar kata serta arti yang sama tetapi secara orisinil lebih dahulu adanya. "Irushalem" atau "Urshalem" dari masa lalu menjadi kota "Cahaya dan Perdamaian". Untuk alasan ini jugalah mengapa Mekkah sebagai tempat kedudukan Ka'aba yang suci menjadi Kiblat - arah yang orang-orang Muslim menghadapkan mukanya ketika bersholat. Di sini setiap tahun puluhan ribu (kini jutaan! - pen.) ummat Islam berhajji dari seluruh penjuru dunia berkumpul, mengunjungi Ka'aba yang suci, menunaikan korban, dan memperbaharui iman mereka kepada Allah dan berjanji menjalani hidup baru sebagai seorang Muslim yang taat. Bukan saja hanya Mekkah, tetapi juga Medina dan wilayah yang mengitarinya telah menjadi tanah suci dan tidak boleh melakukan pelanggaran di dalamnya, dan terlarang bagi setiap non Muslim, laki-laki atau perempuan! Juga hal ini ada dalam penggenapan visi Nabi Idris atau Enoch, bahwa khalifah kedua Omar bin Khatab r.a. membangun kembali Mesjid Suci di Jeruzalem di atas bukit Moriah, di tempat kedudukan Rumah Tuhan Solomon! Semua ini membuktikan dengan sangat indah bahwa visi yang dilihat oleh para Penglihat Masa Depan adalah karena ilham Tuhan, yang melihat peristiwa-peristiwa Muslim dalam masa datang yang jauh di depan. Dapatkah Roma dan Byzantium mengklaim dirinya sebagai Jeruzalem Baru? Dapatkah Paus atau Patriarch yang menghujat (kelompok dissident) mengklaim dirinya sebagai Sapi Jantan Apokaliptikal dengan dua buah tanduk yang besar? Dapatkah agama Kristen mengklaim dirinya sebagai Kerajaan Perdamaian (Islam="Shalom") sementara agama itu menjadikan Nabi Jesus dan Ruh Suci sezaman dan bersama ada dengan Tuhan Yang Maha Esa yang mutlak? Jawabannya seratus persen pasti tidak!!!
-
Dalam bagian-bagian lalu yang berhubungan dengan Kerajaan Damai, Al Masih disebut Anak Manusia, tetapi dalam Pengadilan Akhir Zaman yang mengikuti akhir dari Pemerintahan Islam atau Perdamaian disebut sebagai "Anak Perempuan" dan "Anak Tuhan" dan dijadikan hadir besama Tuhan dalam Pengadilan Dunia. Para pakar semuanya mengakui bahwa pernyataan yang berlebihan dan tidak masuk akal ini tidak berasal dari orang Yahudi, tetapi berasal dari imajinasi orang-orang Kristen, disisipkan dan diinterpolasikan oleh orang Kristen.
(* Catatan Prof. Keldani - Saya menyesal untuk mengatakan bahwa "Jewish Apocalypses" tidak bisa saya peroleh. Buku-buku ensiklopedi hanya memberikan suatu konpendium dari masing-masing kitab, yang tidak memuaskan maksud saya untuk meneliti teks itu. Saya tahu bahwa archbishop Laurence dari Irlandia telah menterjemahkan apocalypse ini ke dalam bahasa Inggris, namun sayang itupun tidak bisa saya peroleh)Visi yang parabolik ini cukup transparan. Dari Nabi Yakub ke bawah "orang-orang terpilih" itu diwakili secara simbolis oleh kelompok domba. Keturunan Esau digambarkan sebagai babi. Orang-orang da suku-suku bangas kafir lainnya dalam visi itu diwakili oleh, sesuai dengan karakteristik masing-masing, sejenis gagak (ravens), rajawali (eagles), burung hering (vultures) dan jenis-jenis kejam yang berbeda-beda, semua haus untuk menghisap darah domba atau lapar untuk mengganyang mereka. Hampir semua pakar Injil setuju bahwa visi itu menunjuk pada masa derita dan orang-orang Maqbaya dan perjuangan berdarah mereka melawan tentara Antiochus Epihanes hingga kematian John Hurcanus dalam tahun 110(?) S.M.. Cara menafsirkan visi ini adalah sama sekali salah, dan mengurangi arti dari seluruh kitab menjadi nol. Bahwa seorang Nabi dari masa sebelum banjir besar (antediluvian) atau seorang Penglihat Masa Depan harus mengilustrasikan sejarah manusia dari sudut pandang agama, mulai dari Adam, di bawah lambang Sapi Putih, dan berakhir dengan John Hurcanus atau saudara laki-lakinya Judah Maccabacus (Maqbaya) sebagai Sapi Putih Terakhir, dan kemudian meninggalkan kelompok "orang-orang beriman" untuk diganyang lagi oleh orang-orang Romawi, orang-orang Kristen, dan orang-orang Islam hingga kini, adalah sangat tidak masuk akal dan mengejutkan. Pada kenyataannya, perang Maqbaya dan konsekuensinya tidak begitu berarti dalam sejarah agama Tuhan untuk menjadi yang akhir titik perkembangannya. Tidak seorangpun orang Maqbaya yang menjadi nabi, tidak juga mereka para pendiri apa yang disebut "pemerintahan Mesianik" yang Injil menyebutnya sebagai "Kerajaan Tuhan". Tambahan lagi, interpretasi visi ini tidak konsisten dengan karakter yang diwakili dalam drama di bawah lambang figuratif tuan dari kelompok, tongkat kekuasaan di tangan, Domba jantan, dan Sapi Putih; dan kemudian dengan sebuah pedang besar yang diberikan kepada para penggembala dengan mana mereka membunuh atau mengenyahkan binatang dan burung-burung yang berdosa itu. Selanjutnya, interpretasi ala Kristen atas kitab ramalan Enoch tidak menerangkan transplantasi yang mistikal atau pemindahan Jeruzalem yang ada di bumi itu ke suatu negeri yang lebih ke selatan; dan arti apa dapat diberikan kepada Rumah Tuhan yang baru itu yang dibangun di tempat yang lama, lebih besar dan lebih tinggi daripada bangunan terdahulu yang sakral, ke mana kelompok-kelompok bukan saja dari orang-orang beriman - orang-orang Yahudi yang setia - tetapi juga berbagai bangsa-bangsa kafir yang telah memeluk agama Anak Manusia yang telah membinasakan musuh dengan tongkat kekuasaan! Karena semua perbuatan dan representasi khusus dilihat dan digambarkan di dalam visi yang dramatis ini. Rantai yang menghubungkan semua peristiwa yang dilukiskan dalam bahasa figuratif itu bermula dari Nabi Adam dan berakhir pada diri pribadi Nabi dari Mekkah! Ada beberapa argumen yang otoritatif untuk membuktikan claim ini,Ramalan-ramalan (apocalypses) yang lain yang menyandang nama Musa, Baruch, Ezra, the Jubilees dan Oracula Sibylliana harus dipelajari secara tidak memihak, karena hanya dengan cara itu maka seperti halnya dengan ramalan Daniel dan Enoch, bukan saja ramalan itu bisa dimengerti tetapi juga membuktikan bahwa ramalan itu digenapi hanya oleh Nabi Muhammad saw. -
Bab 22.
NABI DARI ARABIA SEBAGAIMANA DIUTARAKAN DALAM INJIL "BEBAN ATAS ARABIA" YESAYA XXI. 13.
Masa pakar klasik yang gersang saat ini,
bersamaan dengan kelangkaan pengetahuan kita mengenai bahasa-bahasa
kuno yang meningkat, telah memenggal selera modern dalam usahanya untuk
mengapresiasi usaha-usaha semacam itu pada saat saya bermaksud menuju ke
arah situ. Halaman-halaman berikut telah menghasilkan beberapa serial
artikel yang paling mampu dari Profesor Abdul Ahad Dawud, namun saya tak
yakin bahwa banyak orang, termasuk mereka yang dari gereja-gereja
Kristen, yang dapat mengikuti uraian yang begitu terpelajar dari
Profesor yang sangat cerdas itu. Semakin lebih lagi saya kagum ketika
beliau berusaha membawa para pembaca ke masalah bahasa yang telah mati
dan habis setelah ribuan tahun yang lalu. Bagaimana dengan bahasa
Aramiah, ketika sangat sedikit di antara para pendeta yang mampu untuk
mengerti Vulgate dan Injil Perjanjian Baru versi Yunani yang orisinil?
Lebih istimewa lagi ketika para peneliti kita itu hanya mendasarkan diri
semata-mata pada etimologi Yunani dan Latin! Apapun nilai yang mungkin
dari disertasi semacam itu di mata orang lain, kita saat ini mutlak
tidak mampu untuk mengapresiasi disertasi itu dari sudut keterpelajaran;
karena kegandaan arti (ambiguity) ramalan yang terkait dengan
ucapan-ucapan profetik yang saya rujuk, membuatnya cukup elastis untuk
menutupi setiap masalah.
"Yang terkecil" dalam ramalan Nabi Yahya
(Yohanes) Pembaptis tidak mungkin anak Maryam, meski beliau dipandang
dengan cara yang sedemikian menghina oleh suku bangsanya sendiri. Tukang
Kayu yang suci itu berasal dari orang tua yang sederhana. Beliau
diteriaki, diejek dan didiskreditkan; beliau diremehkan dan dibuat
seperti "yang terkecil" dalam pandangan umum oleh para penulis dan kaum
Farisi. Semangat yang berlebihan yang ditunjukkan oleh para pengikutnya
dalam abad kedua dan ketiga Masehi, yang selalu cenderung untuk meloncat
ke apapun dalam bentuk ramalan dalam Injil, dengan sendirinya akan
membawa mereka untuk mempercayai bahwa Tuan (Lord) mereka itu adalah
orang yang dirujuk oleh Yahya Pembaptis.
Namun masih ada kesulitan lain
menghadang di jalan. Bagaimana seseorang bisa mengandalkan kesaksian
dari sebuah buku yang diakui penuh dengan ceritera-ceritera rakyat ?
Secara universil keaslian Injil telah dipertanyakan. Tanpa mempersoalkan
keasliannya, paling tidak kita boleh berkata bahwa kita tidak dapat
menggantungkan diri pada pernyataan-pernyataan Injil tentang Jesus serta
keajaibannya. Beberapa orang bahkan telah melangkah begitu jauh untuk
mengatakan bahwa eksistensinya sebagai pribadi sejarah patut
dipertanyakan, dan bahwa atas kuasa Injil adalah akan sangat berbahaya
dalam hal ini untuk sampai pada kesimpulan apapun yang tampaknya aman.
Seorang Kristen dari tipe fundamentalis tidak dapat dengan baik
mengatakan apapun menentang pernyataan saya dalam hal ini. Bila
"kalimat-kalimat sesat" dan kata-kata yang telah tercemari dalam
Perjanjian Lama dapat dipisahkan oleh para penulis sinoptik sebagai
telah diucapkan oleh Jesus, maka komentar atau tafsir oleh para penulis
yang memiliki kepakaran tentang artikel-artikel yang ilmiah dan menyerap
banyak perhatian ini haruslah menjadi acuan setiap rasa hormat dan
apresiasi bahkan dari para pendeta. Saya menulis dalam upaya yang sama,
namun saya telah mencoba mendasarkan argumen saya pada bagian dari Injil
yang hampir tidak memungkinkan adanya sengketa linguistik. Saya tidak
akan pergi ke arah bahasa Latin, Yunani atau Aramiah karena hal itu akan
tidak berfaedah: saya hanya sekedar memberikan kutipan-kutipan berikut
sebagaimana terdapat dalam Versi yang sudah direvisi seperti yang
diterbitkan oleh British and Foreign Bible Society.
Kita membaca kalimat-kalimat berikut dalam kitab Deuteronomy (Ulangan) pasal xviii ayat 18: "Seorang
nabi akan Kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti
engkau ini; Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya." Jikalau
kalimat-kalimat ini tidak berlaku bagi Nabi Muhammad saw, maka
kalimat-kalimat itu masih tetap tidak terpenuhi maksudnya. Nabi Jesus
sendiri tidak pernah mengklaim dirinya sebagai Nabi yang dimaksudkan
oleh kalimat itu. Bahkan para muridnyapun memiliki pendapat yang sama:
mereka masih mengharapkan kedatangan Jesus yang kedua kalinya untuk
menggenapi ramalan itu. Sejauh ini tidaklah dipersengketakan bahwa
kedatangan Jesus yang pertama bukanlah kebangkitan dari "nabi seperti
engkau ini," dan kebangkitannya yang kedua kalinya tidak dapat sama
sekali menggenapi kalimat ramalan itu. Jesus sebagaimana
dipercayai oleh gerejanya, akan menampakkan diri sebagai hakim dan bukan
sebagai pemberi hukum; tetapi nabi yang dijanjikan itu harus datang
dengan "hukum yang berapi-api" di "tangan kanannya."
Namun dalam memastikan siapa pribadi
nabi yang dijanjikan itu ramalan lain dari Nabi Musa sangat membantu di
mana ramalan itu bicara tentang cahaya Tuhan dari Paran, gunung di
Mekkah. Kalimat dalam kitab Ulangan pasal xxxiii ayat 2 berbunyi sbb:
"Tuan (Lord) datang dari Sinai dan terbit kepada mereka dari Seir; Ia
tampak bersinar dari pegunungan Paran dan datang dari tengah-tengah
puluhan ribu orang yang kudus; di tangan kanannya tampak kepada mereka
api yang menyala."
Dalam kalimat-kalimat ini Tuan (Lord)
telah dibandingkan dengan matahari. Dia datang dari Sinai, dia terbit
dari Seir, tetapi dia bersinar dalam kemuliaannya yang penuh dari Paran,
di mana dia harus muncul beserta puluhan ribu orang kudus dengan hukum
yang berapi-api di tangan kanannya. Tidak seorangpun dari bangsa Israel,
termasuk Jesus, yang memiliki hubungan apapun dengan Paran. Hagar
dengan putranya Ishmail mengembara di padang belantara Birseba, yang
kemudian menetap di padang belantara Paran (Kejadian xxi. 21.). Dia
(Ishmail) telah menikahi seorang wanita Mesir, dan melalui anak
pertamanya, Kedar, telah memberikan keturunan bangsa Arab yang dari
sejak saat itu hingga kini adalah penduduk dari padang belantara Paran.
Dan jika Nabi Muhammad saw yang diakui oleh semua penulis sebagai
memiliki garis keturunan dari Nabi Ishmail melalui Kedar dan beliau
muncul sebagai seorang nabi di padang belantara Paran dan memasuki
Mekkah kembali dengan puluhan ribu orang-orang kudus serta memberikan
hukum yang berapi-api kepada rakyatnya, tidakkah ramalan yang tersebut
di atas itu telah tergenapi huruf demi huruf?!
Kalimat-kalimat ramalan dalam Habakkuk
adalah terutama patut dicatat. Kemuliaannya (Orang Suci Dari Paran)
meliputi langit dan bumi adalah penuh dengan pujian kepadanya. Ya kata
"pujian" itu sangat berarti, karena justru nama Muhammad itu secara
harfiah berarti "yang terpuji." Di samping itu bangsa Arab yang adalah
penduduk padang belantara Paran juga telah diberi janji untuk suatu
Wahyu: "Biarlah padang belantara dan kota-kota di situ mengangkat
suaranya, desa-desa yang adalah tempat tinggal sebenarnya dari Kedar;
biarlah penduduk dari batu-batu karang bernyanyi, biarlah mereka
berteriak dari puncak gunung. Biarlah mereka memuliakan Tuhan (Lord),
dan mengucapkan pujianNya di pulau. Tuhan (Lord) akan tampil sebagai
seorang laki-laki yang perkasa, dia akan membangkitkan kecemburuan
seperti seorang pahlawan perang, dia akan berteriak, ya, mengaum; dia
akan mengendalikan musuhnya." (Yesaya)
Catatan Penterjemah:
Dalam Al Kitab (bahasa Indonesia) kata Lord hampir selalu diterjemahkan
sebagai Tuhan. Menurut hemat penterjemah tidak semuanya bisa begitu
tetapi harus melihat dalam konteks apa kata itu dipergunakan, namun
inipun merupakan kesukaran tersediri bagi penterjemah.
Sehubungan dengan hal itu ada dua
ramalan lagi yang berharga untuk dicatat di mana telah dibuat rujukan ke
Kedar. Sebuah ada di pasal 1x. Yesaya: "Bangkitlah, bersinarlah karena
cahayamu telah datang, dan kemuliaan Tuhan telah dibangkitkan
terhadapmu...... Unta yang banyak akan mendukungmu, unta-unta muda dari
Midian dan Ephah; semua mereka dari Sheba akan datang... Seluruh
kelompok kambing domba dari Kedar akan dikumpulkan mendukungmu, kambing
jantan dari Nebaioth akan mengabdi padamu: mereka akan tampil dengan
persembahan (korban) yang diterima di altarku, dan aku akan memuliakan
rumah muliaku." (1-7) Ramalan yang lain juga ada dalam Yesaya "Beban
bagi Arabia. Kamu akan tinggal di padang belantara Arabia, wahai para
pengembara (kafilah-kafilah) dari Dedanim. Penduduk tanah Tema membawa
air bagi dia yang haus, mereka tidak memberikan roti kepada dia yang
melarikan diri. Karena mereka melarikan diri dari pedang dan dari busur
panah yang telah terpentang, dan dari kepedihan perang. Begitulah Tuhan
telah berfirman kepadaku, Dalam waktu setahun, menurut masa kerja orang
sewaan, dan seluruh kemuliaan Kedar akan sia-sia: Dan sisa-sisa sejumlah
para pemanah, orang-orang perkasa dari Kedar, akan dimusnahkan."
Bacalah ramalan-ramalan Yesaya ini dalam kaitannya dengan sebuah ramalan
dalam Kitab Ulangan (Deuteronomy) yang berbicara tentang cahaya Tuhan
yang datang dari Paran. Jika Ishmail bertempat tinggal di belantara
Paran, di mana dia memberikan keturunan Kedar yang adalah nenek moyang
orang Arab; dan jika keturunan Kedar harus menerima wahyu dari Tuhan;
jika kelompok dari Kedar harus tampil dengan persembahan yang diterima
di altar Yang Maha Suci untuk memuliakan "Rumah Kemuliaan" di mana
kegelapan harus meliputi bumi untuk beberapa abad, dan kemudian bumi
yang sama itu harus menerima cahaya Tuhan; dan jika seluruh kemuliaan
Kedar harus menjadi sia-sia, dan sejumlah pemanah, orang-orang perkasa
dari Kedar harus binasa dalam waktu setahun setelah seseorang yang
melarikan diri dari pedang dan dari busur panah yang terpentang - maka Orang Suci dari Paran itu (Habakkuk iii.3) tidak bisa lain kecuali dialah Nabi Muhammad saw.
Nabi Muhammad saw adalah keturunan suci dari Nabi Ishmail melalui
Kedar, yang bertempat tinggal di belantara Paran. Muhammad saw adalah
satu-satunya Nabi melalui siapa orang Arab menerima wahyu pada saat
ketika kegelapan telah menutupi bumi. Melalui beliau Tuhan bersinar dari
Paran, dan Mekkah adalah satu-satunya tempat di mana Rumah Tuhan
dimuliakan dan kelompok orang-orang Kedar datang dengan persembahan yang
diterima ke altarnya. Nabi Muhammad saw ditindas oleh orang-orangnya
sendiri dan harus meninggalkan Mekkah. Beliau dahaga dan melarikan diri
dari pedang yang telah terhunus serta busur panah yang terpentang, dan
dalam waktu setahun sesudah pelariannya keturunan Kedar itu bertemu
dengan beliau di (perang) Badr, tempat dari perang pertama antara
orang-orang Mekkah dan Nabi, keturunan Kedar dan sejumlah pemanah hancur
lebur dan seluruh kejayaan Kedar sia-sia. Jika Nabi Suci ini tidak
diterima sebagai pemenuhan atau penggenapan atas semua ramalan itu, maka
ramalan itu semua tetap tinggal tidak terpenuhi. "Rumah Kemuliaan"
seperti dirujuk dalam Yesaya IX adalah Rumah Tuhan yang ada di Mekkah
dan bukan gereja Kristen seperti dipikirkan oleh para ahli tafsir
Kristen. Kelompok Kedar seperti tersebut dalam ayat 7, tidak pernah
datang ke gereja Kristen; dan pada kenyataannya desa-desa di Kedar dan
penduduknya adalah satu-satunya bangsa di seluruh dunia yang tetap tidak
dimasuki pengaruh gereja Kristen yang manapun. Sekali lagi, penyebutan
10.000 orang kudus dalam Kitab Ulangan xxx.3 adalah sangat mempunyai
arti. DIA (Tuhan) bersinar dari Paran, dan DIA datang dengan 10.000
orang kudus. Bacalah seluruh sejarah belantara Paran dan anda akan
menemukan tidak satupun peristiwa lainnya kecuali ketika Mekkah
ditaklukkan oleh Nabi Muhammad saw. Dia datang dengan 10.000 orang
pengikutnya dari Medina dan memasuki kembali "rumah kemuliaanku." Dia
memberikan hukum yang keras kepada dunia, yang menghancur leburkan semua
hukum lainnya. Penghibur (Comforter) - Ruh Kebenaran - yang diucapkan
oleh Nabi Jesus tidak lain kecuali Nabi Muhammad saw sendiri. Tidak bisa
Ruh Kebenaran itu dianggap sebagai Ruh Kudus seperti dikatakan oleh
teologi gereja. "Patutlah bagimu bahwa aku harus pergi," kata Jesus,
"karena bila aku tidak pergi maka Penghibur (Comforter) itu tidak akan
datang kepadamu, tetapi bila aku pergi maka aku akan memintanya datang
kepadamu." Kalimat ini jelas menunjukkan bahwa Penghibur harus datang
sesudah Jesus pergi, dan bukannya bersama Jesus ketika beliau mengatakan
kalimat itu. Haruskah kita menduga bahwa Jesus tanpa Ruh Kudus itu jika
kedatangannya adalah mensyaratkan kepergian Jesus; tambahan lagi, cara
dengan mana Jesus menggambarkannya membuat beliau (Jesus) membuktikan
bahwa Jesus adalah manusia, bukan ruh (ghost). "Beliau tidak akan
berbicara tentang dirinya sendiri, tetapi apapun yang akan beliau dengar
beliau akan mengatakannya." Haruskah kita menduga bahwa Ruh Kudus dan
Tuhan itu dua pribadi yang berbeda dan bahwa Ruh Kudus itu berbicara
tentang dirinya sendiri dan juga apa yang didengarnya dari Tuhan?
Kalimat Jesus jelas merujuk kepada utusan tertentu Tuhan. Beliau
menyebutnya Ruh Kebenaran, dan begitulah Al Qur'an berbicara tentang
Nabi Muhammad saw, "Tidak, sebenarnyalah, dia membawa kebenaran, dan membenarkan Rasul-Rasul (sebelumnya)." Q. 37 : 37
Tidak ada komentar:
Write komentar