
Oleh: Syaikh Hisyam Kabbani
Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
 menyebutkan bahwa salah satu tanda akhir zaman adalah pembangunan Bayt 
al-Maqdis di Yerusalem dan penghancuran Yatsrib (Madinah). Sebuah hadits
 dari Mu’âdz ibn Jabal, Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berkata (bahwa di antara tanda-tanda akhir zaman adalah), “Pembangunan
 kembali Bayt al-Maqdis, penghancuran Yatsrib dan penghancuran Yatsrib, 
munculnya pembantaian dan pertempuran dahsyat atau pertikaian berdarah, 
penaklukan Konstantinopel dan kemunculan Dajjal.”
 Lalu Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menepuk paha Mu’âdz sambil berkata, “Sungguh, itu merupakan kebenaran, seperti halnya kenyataan bahwa kamu sedang duduk saat ini.”
Kita
 mungkin akan berpikir bahwa untuk membangun Yerusalem (Al-Quds) berarti
 membangun gedung-gedung tinggi beserta tampilan peradabannya yang bisa 
kita saksikan saat ini, dan bahwa di Madinah tidak akan ada “peradaban” 
semacam itu.
 Namun, di Madinah telah dibangun 
gedung-gedung tinggi, pusat-pusat perbelanjaan, hotel-hotel, 
terowongan-terowongan menuju masjid, dan perluasan masjid. Semua ini 
tampaknya bertolak belakang dengan hadits yang menyebutkan bahwa Madinah
 akan hancur.
Ketika kita cermati hadits itu lebih dalam, kita melihat bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
 tidak menyebutkan bahwa seluruh kota Yerusalem akan dibangun, tetapi 
Bayt al-Maqdis akan diperbaiki. Al-Quds mencakup seluruh Yerusalem, dan 
Bayt al-Maqdis adalah kawasan suci tempat Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam naik ke langit dalam rangka Isra’ dan Mi’raj.
Ucapan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
 tidak mencakup seluruh bangunan di Yerusalem, seperti yang disebutkan 
dalam hadits, “pemugaran kembali Bayt al-Maqdis,” yang secara khusus 
menyebutkan bayt (rumah) untuk menekankan bangunan yang akan dipelihara 
dan dipugar, termasuk bangunan di sekelilingnya, seperti monumen dan 
benda-benda sejarah.
 Kawasan tersebut telah dijaga selama 
berabad-abad, dan dipelihara dalam bentuknya yang asli.  Melalui 
pengetahuannya yang diberikan oleh Allah Azza wa Jalla, Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
 telah melukiskan peristiwa itu 1400 tahun yang lalu. Seperti yang 
disebutkan terdahulu, situasi Madinah saat ini, dengan 
bangunan-bangunannya modern, tampak bertolak belakang dengan hadits yang
 menyebutkan bahwa Madinah akan mengalami penghancuran.
Namun, dengan pencermatan yang lebih saksama, kita mengetahui bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam secara khusus menyebutkan bahwa Yatsrib, bukan Madinah, akan dirusak.
Pernyataan Nabi yang sangat akurat itu mengungkapkan makna yang bisa dipahami dalam konteks modern. Yatsrib
 adalah kota Nabi tempat munculnya cahaya pengetahuan yang menyinari 
dunia. Ia merupakan tempat berdirinya pemerintahan Islam yang pertama, 
dan sumber banyak prestasi para sahabat.
Kharâb Yatsrib berarti bahwa peradaban kota tua Madinah (yang dulu dikenal dengan nama Yatsrib) akan rusak. Dampaknya
 adalah bahwa segala peninggalan klasik dan tradisional dalam Islam akan
 dihancurkan pada masa-masa sebelum datangnya Kiamat.
PENGRUSAKKAN BANGUNAN MONUMENTAL ISLAM OLEH KAUM WAHHABI
Pengrusakkan itu dilakukan oleh 
sekelompok orang yang menyebarkan versi Islam dengan pemahaman yang 
dangkal, yang mendiskreditkan dan meremehkan tradisi-tradisi klasik. 
Kini, kita menyaksikan kemunculan sekelompok orang yang menentang setiap
 aspek Islam tradisional, Islam arus utama, yang telah dipelihara oleh 
umat Islam selama lebih dari 1400 tahun. Kelompok tersebut ingin 
mengubah seluruh pemahaman keagamaan dengan menawarkan Islam “modernis” 
mereka.
Orang-orang
 tersebut merupakan kelompok minoritas di tubuh umat Islam.  
Gagasan-gagasan mereka yang penuh penyimpangan telah disanggah dan 
ditolak dari berbagai sisi oleh para ulama Islam, seperti yang telah 
banyak ditulis orang. Tidak ada yang namanya Islam itu dimodernkan, 
diperbaiki, ataupun dibenahi.  Islam adalah agama yang sempurna, sejak 
pertama kali dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam hingga Hari Kiamat.
 Allah Azza wa Jalla telah berfirman:
 “Pada hari ini telah Kusempurnakan 
untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan atasmu nikmatku, dan telah 
Kuridai Islam menjadi agama bagimu.” (QS Al-Maidah 5:3)
 Islam adalah pesan terakhir dan 
pastilah mampu mengakomodasi semua kehidupan manusia hingga akhir masa. 
 Islam dapat merangkul semua jenis kebudayaan tanpa sedikit pun menambah
 atau mengurangi makna Islam itu sendiri.  Oleh karena itu, tidak ada 
reformasi, renovasi, penambahan, atau pengurangan dalam Islam.
 Sementara Islam sendiri tidak mengenal reformasi, orang-orang Islam
 sendiri-lah yang perlu mereformasi diri sehingga mereka dapat memahami 
dan melaksanakan Islam dengan benar.  Dalam kesempurnaannya, Islam mirip
 dengan bulan purnama: bulatnya tidak kurang dan tidak lebih.
 Kharâb (Penghancuran) Yatsrib disebutkan 2 kali dalam hadits di atas. Kali pertama adalah penghancuran peradaban pengetahuan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, yaitu pengrusakan agama dalam bentuk penyimpangan terhadap pesan-pesan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
 Mereka (kaum Wahhabi) yang mengklaim 
diri sebagai “pembaharu Islam” berusaha menyuguhkan hal-hal baru untuk 
menggantikan dan menghapus hal-hal klasik dan tradisional dalam Islam.
 Aliran Wahhabi inilah yang pertama kali mengajukan pemahaman yang sepenuhnya baru tentang Islam, dengan kedok “pemurnian” Islam.
 Ideologi Wahhabisme ini telah merusak Islam tradisional atas nama “pemurnian” Islam, seakan-akan semua orang Islam sebelum munculnya Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhâb telah tersesat.
Alih-alih
 membawa pemurnian, ia justru telah menghancurkan ilmu-ilmu dan praktik 
keislaman yang telah berakar selama berabad-abad. Semua hal yang telah diwariskan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan generasi Islam sepeninggal beliau tiba-tiba dicap sebagai bentuk penyembahan berhala (syirik) yang harus dimusnahkan.
 Orang-orang Islam yang melaksanakan 
ibadah haji dijejali dengan bahan-bahan bacaan dan propaganda mereka, 
sehingga para jemaah itu menganggap bahwa keyakinan dan praktik 
tradisional mereka bertentangan dengan Islam.  Sekte Wahhabi meragukan 
tradisi keilmuan yang telah berusia 1400 tahun, dan melontarkan tuduhan 
kufur, syirik, bidah, dan haram terhadap berbagai praktik dan pemahaman 
tradisional.
 Kerusakan pertama yang menimpa Yatsrib 
adalah ketika Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhâb menghancurkan ilmu-ilmu 
“keislaman” dengan cara meracuni pemahaman orang-orang Islam terhadap 
agama mereka.
 Ungkapan Kharâb Yatsrib yang 
kedua merujuk pada penghancuran fisik terhadap bangunan dan monumen yang
 berasal dari masa Nabi di Yatsrib, kota Madinah klasik. Di Madinah 
memang telah terjadi perluasan Masjidil Haram, tetapi kenyataan tersebut
 tidak bertolak belakang dengan ungkapan “Kharâb Yatsrib” karena hadits 
tersebut merujuk pada kota tua Madinah yang dikenal dengan Yatsrib, dan 
semua yang mewakilinya.
 Segala sesuatu yang terkait dengan 
kehidupan Nabi telah dipelihara oleh orang-orang Islam selama 
bertahun-tahun, apakah masjid tua, benda-benda sejarah, atau makam 
rasul, para sahabat, istri, dan anak-anaknya.
 Meskipun orang-orang Islam selama 
berabad-abad sepakat bahwa situs-situs tersebut merupakan bagian penting
 dalam sejarah dan tradisi Islam, semuanya dihancurkan oleh aliran 
Wahhabi dengan menggunakan dalih bahwa “semua itu bukan lagi Islam”.
 Pemahaman mereka yang dangkal terhadap 
Islam mengakibatkan penghancuran sejumlah benda peninggalan sejarah dan 
monumen. Kharâb berarti “penghancuran,” tetapi kata ini juga bermakna 
peruntuhan.”
 Memang, kantong-kantong tradisi klasik 
masih ada, dan hendak dibangun kembali oleh umat Islam, tetapi mereka 
tidak diperkenankan membangunnya kembali, sehingga yang tersisa hanyalah
 reruntuhan dan puing-puing bangunan.
 Tidak ada lagi orang yang mengetahui 
lokasi kuburan para sahabat. Di Gunung Uhud dekat Madinah, kita bisa 
menyaksikan puing-puing bangunan yang awalnya merupakan makam yang 
dilengkapi dengan kubah dan hiasan-hiasan indah. Dengan makam yang 
terlihat jelas, bangunan suci itu mengenang para sahabat yang gugur 
bersama Hamzah di Gunung Uhud.
 Kini, hanya ada reruntuhan dinding yang
 diabaikan oleh para pengunjung.  Demikian pula halnya, sudah tidak ada 
lagi bekas-bekas yang menunjukkan makam para syuhada Badar. Juga, tidak 
ada lagi tanda kuburan istri Nabi, Khadîjah al-Kubrâ di Jannat 
al-Mu’ala, Mekah.
 Di Jannat al-Baqî’ (permakaman yang 
bersebelahan dengan makam dan Masjid Nabi di Madinah), makam ‘Utsmân, 
‘Â’isyah dan sejumlah sahabat telah dipelihara oleh penguasa ‘Utsmani 
hingga awal abad ke-20, namun jejak-jejaknya kini telah dihilangkan. Hal
 itu merupakan pengrusakan fisik terhadap peradaban Islam yang ada sejak
 Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tinggal di Yatsrib.
Dengan perlahan-lahan dan diam-diam, para pengikut sekte Wahhabi telah melenyapkan semua hal yang terkait dengan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
 dan Islam tradisional, sehingga saat ini nyaris tak tersisa. Di samping
 Ka’bah di Mekah al-Mukarramah terdapat Maqâm Ibrâhîm, yang memuat jejak
 kaki Nabi Ibrâhîm ketika beliau membangun Ka’bah. Allah Azza wa Jalla berfirman:
 “Dan ingatlah ketika Kami 
menjadikan Baitullah sebagai tempat berkumpul bagi manusia dan tempat 
yang aman. Dan jadikanlah sebagian Maqâm Ibrâhîm sebagai tempat shalat.”
 (QS al-Baqarah 2:125)
 Meskipun demikian, otoritas keagamaan 
Wahhabi atau salafi di Mekah pernah mencoba melenyapkan Maqâm Ibrâhim. 
Itu terjadi pada masa almarhum Syekh Mutawallî al-Sya’râwî dari Mesir 
yang memberi tahu Raja Faisal tentang rencana mereka, sehingga raja 
memerintahkan mereka agar membiarkan Maqâm Ibrâhîm di tempatnya semula.
 Raja berdiri menentang mereka dalam 
persoalan serius itu, tetapi banyak kejadian serupa di mana beliau 
hampir mustahil menahan gelombang pengrusakan terhadap benda-benda 
peninggalan dan tradisi Islam. Hingga 1960-an, makam ayah Nabi di 
Madinah ditandai dengan tulisan di dinding sebuah rumah dekat Masjid 
Nabawi, tetapi tanda itu kini sudah lenyap.
Di Masjid Nabawi, semua dinding dan tiang masjid awalnya dihiasi dengan puisi-puisi pujian terhadap Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.
 Para pengikut aliran Wahhabi kemudian menghilangkan hiasan-hiasan itu, 
baik dengan mengganti dinding marmer itu, atau menghapusnya hingga tidak
 terlihat lagi hiasan puisi yang tersisa.
 Satu-satunya hal yang tidak dapat 
mereka lenyapkan adalah tulisan di depan mimbar pada mihrab (tempat 
salat imam) yang berisi pujian kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallamdan
 200 nama beliau. Pada tahun 1936, orang-orang Wahhabi bahkan berusaha 
memisahkan Masjid Nabawi dari makam Nabi, tetapi negara-negara Muslim 
bersatu menentang rencana tersebut dan berhasil menggagalkannya, sebuah 
keberhasilan yang sangat jarang terjadi.
 Di depan gerbang menuju makam Nabi (al-muwâjihâh al-syarîfah), pada awalnya terdapat tulisan: Yâ Allâh! Yâ Muhammad!
Pengikut aliran Wahhabi kemudian menghapus huruf yâ’ dalam ungkapan Yâ Muhammad, sehingga hanya tersisa huruf alif, Â Muhammad, atau Muhammad saja.
 Belakangan, mereka melangkah lebih jauh lagi dengan menempatkan kembali huruf yâ’ pada kata Yâ Muhammad, dan juga menambahkan titik di bawah huruf hâ’ sehingga menjadi huruf jim (ﺝ), dan menambahkan dua titik (di bawah huruf mîm) sehingga menjadi huruf yâ’. Dengan begitu, mereka telah mengubah nama Muhammad menjadi Majîd, salah satu asma Allah. Kini, tulisan tersebut menjadi: Yâ Allâh! Yâ Majîd! Persis seperti ketika melenyapkan makam para sahabat dan keluarga Nabi, mereka kini juga telah menghapus nama Nabi dari makamnya sendiri.
 Ini bertentangan dengan kenyataan bahwa Allah telah memuliakan Nabi 
saw. dengan menempatkan nama beliau bersanding dengan nama-Nya dalam 
kalimat syahadat, Lâ ilâha illâ Allâh, Muhammad Rasûl Allâh.
 Khârab Yatsrib yang disebutkan 2 kali dalam hadits di atas telah terpenuhi.
 Pertama, dari segi ideologi oleh Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhâb dan para pengikutnya. Dan kedua,
 dengan kerusakan fisik yang terus berlangsung terhadap sisa-sisa Islam 
tradisional. Pembangunan kembali Bayt al-Maqdis, yang hanya sekali 
disebut, juga sedang berlangsung.
 Ungkapan ‘Umrân Bayt al-Maqdis berarti pembangunan kembali peninggalan-peninggalan klasik di Yerusalem, sementara ungkapan Kharâb Yatsrib berarti penghancuran terhadap cara-cara dan peninggalan klasik di kota Yatsrib
 Kesaksian Penerjemah :
Saya hanya ingin menambahkan sedikit 
saja tentang kehancuran Kota Madinah, yang baru-baru saya saksikan 
secara langsung ketika mengunjungi kota Madinah Al-Munawwaroh 17-20 Juli
 2005.
 Itung-itung cerita ini sebagai 
oleh-oleh dari Madinah ya…Dari segi kemajuan tekhnologi tata ruang 
bangunan dan interior sebuah kota, saya menilai Madinah sangat cantik 
dan modern serta memiliki kemajuan yang sangat pesat sekali, terutama 
bangunan-bangunan diseputar Masjid Nabawi dan tempat-tempat sekitar 
radius 5-10 kilometer dari Masjid Nabawi.
Namun dari sudut pandang sejarah, kota 
ini seakan-akan tidak memiliki lagi latar belakang sejarah kegemilangan 
Islam di masa lalu. Secara pribadi saya amat sangat menyayangkan 
situs-situs sejarah banyak yang dihilangkan oleh pemerintah KSA yang 
berfaham Wahhabi, seakan-akan kota ini ingin dirubah seperti newyork 
atau ala singapura. Perubahan ini terjadi dimulai sejak era tahun 
1990-an, dimana kebetulan tahun 1993 saya juga pernah mengunjungi kota 
ini selama 9 hari.
 Perubahan yang terjadi dari hasil pengamatan saya adalah :
 1. Pemakaman syuhada baqi, kalau 
dulu
 tahun 1993 kita masih bisa ziarah dan memandang ke makam baqi dengan 
hanya berdiri seperti halnya bila kita berdiri diluar tempat pemakaman 
umum di Indonesia.
dulu
 tahun 1993 kita masih bisa ziarah dan memandang ke makam baqi dengan 
hanya berdiri seperti halnya bila kita berdiri diluar tempat pemakaman 
umum di Indonesia.
 Tapi perubahan yang sekarang adalah, 
pemakaman baqi tidak bisa dilihat atau diziarahi hanya dengan berdiri 
karena pemakaman itu sekarang sudah dikurung dengan tembok berlapis 
marmer setinggi kira-kira 6-10 meter tingginya, sehingga kalau kita mau 
berziarah dan melihat makam syuhada baqi harus menaiki anak tangga dulu 
sekitar 5 meter.
 Disamping itu kalau dulu kita bebas 
berziarah kapan saja waktunya sesuai dengan keinginan kita, tapi 
sekarang tidak sembarang waktu bisa kita lakukan, kecuali antara pkl 
07.00 sampai pkl.8.30 pagi waktu setempat. walaupun kita terlambat 5 
menit saja, jangan berharap anda bisa menaiki anak tangga karena diujung
 anak tangga sudah di tutup pintu besi setinggi 3 meter-an, dan bilamana
 sudah pkl.08.30 anda masih saja berada di atas sana, askar2 kerajaan 
akan segera menarik-narik badan anda untuk segera keluar dari sana. Jadi
 memang sekarang sangat dibatasi ruang maupun waktu dalam menziarahi 
maqam baqi ini.
 Dan yang mengenaskan saya adalah, 
dibawah tembok setinggi 6-10 meter itu sekarang sudah dibuat kios-kios 
kecil sebagai tempat usaha para pedagang menjajakan barang dagangannya.
 Entahlah… mungkin 15-20 tahun kedepan 
Maqam baqi mungkin sudah tidak ada lagi dan areal pemakamannya sudah 
dijadikan gedung pasar yang modern. Menurut penilaian saya, penutupan 
areal pemakaman dengan tembok setinggi 6-10 meter saat ini hanya sebagai
 awal saja, dengan maksud supaya orang tidak lagi secara bebas berziarah
 kesana, sehingga lama-kelamaan orang akan lupa untuk berziarah ke maqam
 Baqi ini. Akhirnya setelah orang melupakan areal ini, generasi berikut 
tak ada lagi yang mengetahui dimana areal pemakaman baqi, selanjutnya 
mungkin akan dijadikan gedung pertokoan, siapa tahu…?
2.
 Masjid Qiblatain, (masjid 2 kiblat), dulu tahun 1993 masjid ini 
memiliki 2 mimbar, satu menghadap Makkah, satu lagi menghadap Baytul 
Maqdis.Pada mimbar baytul maqdis tertulis dengan berbagai bahasa 
termasuk dalam bahasa indonesia, yang menceritakan bahwa mimbar ini 
sebelumnya digunakan sebagai mimbar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
 ketika shalat menghadap baqtul maqdis, namun setelah turun ayat 
(al-Isra..?) yang memerintahkan untuk merubah qiblat dari menghadap 
masjidil aqsha ke masjidil harom, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
 berpindah ke mimbar yang sekarang menghadap Masjidil harom (mimbar ke 
2).Tapi sekarang ; mimbar yang menghadap Masjidil Aqso sudah dihilangkan
 sehingga tidak ada tanda lagi bahwa masjid ini memiliki 2 kiblat, 
sehingga sudah hilang nilai sejarahnya. “Masjid qiblatain” hanyalah 
tinggal sebuah nama saja, mimbarnya tinggal 1, sepantasnya namapun 
berubah menjadi Masjid Qiblat, karena mimbarnya hanya satu.
 3. Parit (Khandaq) – yang pernah digunakan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
 untuk menghalau musuh dalam peperangan Khandaq atau Ahzab- pada tahun 
1993 masih ada berupa gundukan tanah yang digali seperti lobang saluran 
air yang panjang, tapi kini Khandaq hanya tinggal nama, lokasinya sudah 
diuruk rata.
4. “Tanah basah” tempat dimana Sayyidina
 Hamzah bin Abdul Muthalib terbunuh pada perang Uhud, sekarang sudah 
ditutup dengan aspal yang tebal dan dijadikan lokasi parkir kendaraan. Tapi
 anehnya, walupun sudah dilapisi dengan aspal, aspalnya tetap basah 
hingga sekarang walaupun sudah 14 abad terpanggang sinar matahari. Konon
 tanah ini tetap menangis selama-lamanya karena ditumpahi darah. 
Sayyidina Hamzah bin Abdul Muthalib ra, adalah seorang yang sangat gagah
 berani di medan Uhud, dan mati syahid dibunuh oleh budak Hindun, isteri
 Abu Sufyan, dan ibu dari Muawiyyah.
5.
 Kota Madinah sebetulnya memiliki sebuah sumur abadi seperti halnya 
sumur zam-zam di Makkah, perbedaannya kalau sumur zam-zam itu asalnya 
adalah peninggalan Nabi Ibrahim AS, ketika Siti Hajar istrinya 
mencarikan air untuk memberi minum putranya Nabi Ismail AS.
Tapi kalau di Madinah adalah peninggalan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam,
 yang masih tetap mengeluarkan air hingga sekarang. Namanya adalah sumur
 “Tuflah”, lokasinya dipinggiran kota Madinah. Tuflah asal katanya 
berarti air ludah, konon kata kuncen penjaga sumur ini, sumur ini dibuat
 semasa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dalam perjalanan menuju kota Madinah, namun ketika itu kehabisan persediaan air.
Akhirnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
 dengan mu’jizatnya meludahi dengan air ludahnya sendiri suatu tempat di
 padang pasir yang gersang itu, dan saat itu juga tanah itu mengeluarkan
 air dan hingga sekarang dijadikan sebuah sumur yang airnya sangat 
jernih sejernih zam-zam, dan tetap mengalirkan air hingga sekarang. Saya
 mencoba minum dan berwudhu dari air sumur ini, memang terasa sangat 
nikmat bagaikan meminum air zam-zam.
Tapi sangat disayangkan, sumur ini sudah jelas sebagai peninggalan sejarah dimasa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam,
 tidak dilestarikan sama-sekali bahkan dibiarkan saja oleh Pemerintah 
Kerajaan Saudi Arabia yang beraliran Wahhabi sehingga nampak kusam dan 
tidak terurus sama-sekali. Mungkinkah kaum Wahhabi tidak terlalu suka 
pada peninggalan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam?
Kata kuncen penjaga, kebanyakan 
orang-orang yang mengunjungi sumur ini adalah orang-orang Ahlus-Sunnah 
yang mencintai Ahlul-Bayt, termasuk Anda, Anda dari Indonesia?, 
katanya…Tapi maaf, disini anda tidak boleh berlama-lama melancong, 
karena setiap 2 jam sekali ada patroli dari Askar kerajaan dan 
mata-matanya (spionase) yang mengawasi orang-orang yang berkunjung 
kesini. Saya khwatir anda ditangkap oleh tentara Wahhabi. Maka bila anda
 sudah minum dan berwudhu silakan anda segera pergi dari sini.
Wa min Allah at Tawfiq
Sumber: http://barrynuqoba.wordpress.com/
Tidak ada komentar:
Write komentar