Oleh: Kurt Nimmo | Infowars.com
Editor’s note: The validity of the document mentioned below cannot be verified due to the exclusivityof the Snowden cache. Cryptome sent a letter
to various sources in possession of the documents, including The New
York Times, Washington Post, The Guardian, Barton Gellman, Laura
Poitrias, Glenn Greenwald, ACLU, EFF and others demanding an accounting.
The allegation about ISIS and al-Baghdadi, however, pairs up with other
information demonstrating ISIS is an intelligence asset.
Menurut sebuah dokumen yang baru-baru ini dirilis oleh Whistleblower NSA Edward Snowden, Abu Bakar al-Baghdadi, Pemimpin ISIS, sekarang Negara Islam, adalah seorang aset intelijen.
Dokumen NSA mengungkapkan bahwa Amerika Serikat, Israel dan Inggris bertanggungjawab atas penciptaan ISIS.
Pada awal bulan ini Nabil Na’eem,,
pendiri Partai Demokrasi Jihad Islam dan mantan komandan teras pimpinan
al-Qaeda, menyatakan semua afiliasi al-Qaeda termasuk ISIS kepada TV
pan-Arab, station al-Maydeen yang berbasis di Beirut, bahwa mereka
bekerja untuk CIA.
ISIS
adalah sebuah kelompok teroris yang terlatih dengan baik dan
dipersenjatai dengan lengkap dimana saat ini sudah menguasai wilayah
yang luas di Iraq dan Syria.
Dokumen
NSA menyatakan bahwa kelompok (ISIS) dibentuk oleh intelijen Amerika
Serikat, Inggris dan Israel sebagai bagian dari strategi untuk menggelar
“the hornet’s nest” dalam rangka menarik Islam militan dari seluruh
dunia untuk berjihad di Syria.
Bukti Awal al-Baghdadi Terkait Kepada Intelijen dan Militer
Abu
Bakar al-Baghdadi “mendapatkan latihan militer secara intensif selama
setahun penuh dengan Mossad, disamping pengajaran teologi dan seni
berpidato,” dokumen itu menjelaskan, menurut Gulf Daily News, sumbernya dari seorang Bahrain.
Pada bulan Juni seorang pejabat Jordania mengatakan kepada Aaron Klein
dari WorldNetDaily bahwa para anggota ISIS dilatih pada tahun 2012 oleh
instruktur Amerika Serikat di sebuah pangkalan rahasia di Jordania. Dilaporkan
bahwa pada tahun 2012 Amerika Serikat, Turki dan Jordania
mengoperasikan sebuah pangkalan pelatihan untuk para peemberontak Syria
di kota Safawi, Jordania.
Media
korporasi telah menambahkan mengenai bobot mitos Abu Bakar al-Baghdadi,
dimana secara berulangkali mengeksposnya sebagai seorang aset
intelijen.
Al-Baghdadi dilaporkan sebagai seorang “intermiran sipil” di Camp Bucca, sebuah fasilitas tawanan militer dekat Umm Qasr, Iraq. James Skylar Gerrond,
seorang mantan pejabat keamanan dan komandan kamp di Camp Bucca pada
tahun 2006 dan 2007, mengatakan pada awal bulan ini bahwa camp “created a pressure cooker for extremism.”
“Bukti secara tidak langsung memberi kesan bahwa al-Baghdadi
kemungkinan berada di bawah kendali pikiran sewaktu berstatus sebagai
tawanan militer Amerika Serikat di Iraq” tulis Dr. Kevin Barrett.
Menciptakan Ancaman Teror Palsu.
Srtategi the hornet’s nest dirancang untuk menciptakan persepsi bahwa Israel terancam oleh musuh di dekat perbatasannya.
Menururt
catatan harian pribadi mantan Perdana Menteri Israel, Moshe Sharet,
bagaimanapun juga, Israel tidak pernah mengambil secara sesius ancaman
Arab atau Muslim terhadap keamanan nasionalnya.
Buku
catatan harian “Sharet” mengungkapkan secara eksplisit bahwa pemimpin
politik dan militer Israel tidak pernah mempercayai adanya bahaya Arab
terhadap Israel, tulis Ralph Schoenman.
Israel melakukan manuver dan memaksa negara-negara Arab masuk ke dalam
konfrontasi militer, dimana para pemimpin Zionis merasa yakin akan
menang, jadi Israel menyelesaikan destabilisasi rezim-rezim Arab dan
merencanakan pendudukan di wilayah tambahan.”
Pada tahun 1982 Oded Yinon, seorang wartawan Israel yang terhubung kepada Kementrian Luar Negeri Israel, menulis, The Zionist Plan for the Middle East.
Buku
Putih mengusulkan “bahwa semua negara-negara Arab harus dipecah oleh
Israel, menjadi negara-negara kecil” dan “memecah Syria dan Iraq yang
nantinya menjadi berbentuk negara yng berdasarkan etnis atau agama
dengan wilayah-wilayah yang unik seperti di Lebanon, apakah target utama
Israel di front sebelah Timur dilakukan dalam jangka waktu yang
panjang.”
Yinon menyarankan, untuk menghancurkan negara-negara Arab dan Muslim, maka harus dilakukan dari dalam dengan mengeksploitasi ketegangan etnis dan agama di dalam negeri mereka.
Untuk mengetahui latarbelakang ISIS lebih jauh, lihat : ISIS and the Plan to Balkanize the Middle East.
Tidak ada komentar:
Write komentar