ADA yang khas dalam setiap pergantian tahun baru Masehi; terompet dan
topi kerucut. Di balik semua itu, ada sejarah yang tersimpan
berhubungan dengan umat Muslim di masa lalu.
Dalam kajian Kristologi yang disampaikan Irena Handono, dahulu, pada
masa Raja Ferdinand dan Ratu Isabela (keduanya penganut Kristiani)
berkuasa di Andalusia—ketika kaum Muslimin dibantai—memberi jaminan
hidup kepada orang Islam dengan satu syarat, yakni keluar dari Islam.
Maka untuk membedakan mana yang sudah murtad dan mana yang belum
adalah ketika seorang muslim menggunakan baju seragam dan topi berbentuk
kerucut dengan nama Sanbenito. Jadi, Sanbenito adalah sebuah tanda
berupa pakaian khusus untuk membedakan mana yang sudah di-converso (murtad).
Saat itu umat Islam di Andalusia dibantai, kecuali yang memakai
Sanbenito. Topi itu digunakan saat keluar rumah, termasuk ketika ke
pasar. Dengan menggunakan sanbenito, mereka aman dan tidak dibunuh.
Setelah pembantaian selesai, agenda Ratu Isabela selanjutnya adalah
mengejar muslim yang lari dan bersembunyi ke Amerika Selatan. Orang
Islam yang tertangkap lalu diseret ke lembaga inkuisi (penyiksaan) yang
dilaksanakan oleh orang gereja. Adapun pastur pertama yang ditunjuk
Ferdinand dan Isabela untuk melaksanakan inkuisi adalah pastur bernama
Torquemada. Ia adalah Jenderal Yahudi yang dikenal sebagai pembantai
umat Islam Andalusia.
Bukan hanya orang Islam saja yang diseret ke lembaga inkuisisi, tapi
juga orang Yahudi yang menolak masuk Kristen. Di tanah lapang, mereka
kemudian ada yang dibakar hidup-hidup, ada pula yang disiksa dengan kayu
yang diruncingkan sehingga bokongnya akan tertusuk. Penyiksaan lainnya
berupa pematahan tulang kaki.
Kini, enam abad setelah peristiwa, jutaan umat Muslim di dunia
mengenakan topi kerucut Sanbenito ketika akan menyambut tahun baru
Masehi. Detik pergantian tahun, mereka pun dengan wajah gembira
membunyikan terompet, TEEEEET!, dan sama sekali tidak paham soal topi di
kepalanya.
Tidak ada komentar:
Write komentar