Setelah mengetahui sebagian ciri-ciri khas alam akhirat melalui dalil akal dan wahyu, kita dapat mengadakan perbandingan antara alam dunia dan alam akhirat dari beberapa sisi yang berbeda. Beruntung bila ternyata Al-Qur’an melakukan perbandingan ini. Maka itu, kita dapat menggunakan ayat-ayatnya untuk menilai kehidupan dunia dan akhirat secara akurat, dan menerangkan keutamaan alam yang kedua.
Kefanaan Dunia dan Keabadian Akhirat
Perbedaan pertama yang tampak jelas antara alam dunia dan alam akhirat ialah bahwa usia dunia ini sangatlah terbatas dan sementara, sedangkan akhirat bersifat kekal dan abadi. Kita amati bahwa manusia di alam dunia ini memiliki usia dan ajal tertentu, yang pada suatu saat—lambat atau cepat—akan mengalami kematian. Meskipun seseorang dapat hidup dalam usia ratusan atau ribuan tahun di dunia ini, kelak suatu saat hayatnya akan berakhir juga. Dunia ini akan mengalami perubahan yang menyeluruh ketika ditiupkan shur(sangkakala) pada tiupan pertama, sebagaimana telah dijelaskan pada pelajaran yang lalu. Dari sisi lain, kita temukan lebih dari 80 ayat yang menunjukkan bahwa akhirat itu kekal dan abadi. Sudah pasti bahwa sesuatu yang terbatas—meski usianya sebegitu panjang—jika dibandingkan dengan sesuatu yang tidak terbatas, tidaklah berarti apa-apa.
Dengan demikian, alam akhirat itu jauh lebih utama dibandingkan dengan alam dunia ini dari sisi kekekalannya. Kesimpulan ini juga didukung oleh ayat Al-Qur’an yang sangat banyak jumlahnya dan dengan ungkapan yang beragam, seperti bahwa akhirat itu abqa (lebih kekal), dan bahwa harta kekayaan dunia itu sedikit. Sedang ayat lainnya menegaskan kehidupan di dunia tak ubahnya tumbuh-tumbuhan yang hanya bisa hidup beberapa hari saja lalu mulai menguning dan layu, akhirnya ia kering dan punah. Allah SWT berfirman, “Apa yang ada di sisimu itu akan sirna. Sedang apa yang ada di sisi Kami akan tetap kekal.”
Perbedaan Nikmat dan Azab di Akhirat
Perbedaan utama lainnya antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat ialah bahwa kenikmatan dunia itu bercampur dengan rasa lelah dan payah. Kita tidak menemukan sekelompok orang yang hidup di dunia ini yang senantiasa mengalami kesedihan, kesengsaraan dan siksaan di setiap bidang dan waktu. Bahkan seluruh manusia itu hidup—sedikit banyaknya—mendapatkan kenikmatan, kesenangan dan kebahagiaan, sebagaimana pula ia mengalami kesedihan, ketakutan dan kesengsaraan.
Adapun alam akhirat terbagi kepada dua bagian yang masing-masing mempunyai ciri-ciri khas, yaitu surga dan neraka. Di surga tidak terdapat siksa, kelelahan, kepayahan, ketakutan dan kesedihan sedikit pun, sebagaimana di neraka itu hanyalah api, rasa sakit, kerugian, penyesalan dan keresahan. Sudah pasti kelezatan, kepayahan dan rasa sakit di akhirat jauh lebih besar dibandingkan dengan kelelahan dan kenikmatan dunia. Al-Qur’an pun telah memaparkan perbandingan ini dan menjelaskan perbedaan keduanya. Dikatakan bahwa kenikmatan ukhrawi dan kedekatan kepada Allah itu lebih utama dibandingkan dengan kenikmatan dunia. Al-Qur’an pun menjelaskan siksa akhirat yang jauh lebih nista dan keras dari kelelahan dan musibah duniawi apa pun.
Akhirat sebagai Kehidupan Hakiki
Perbedaan penting lainnya antara dunia dan akhirat adalah bahwa kehidupan dunia itu merupakan mukadimah bagi kehidupan akhirat, sebagai sarana untuk memperoleh kebahagiaan abadi. Kehidupan akhirat merupakan kehidupan yang sesungguhnya. Karena kehidupan dunia, meskipun nikmat-nikmat materi dan maknawinya itu dituntut oleh manusia, namun melihat kenyataan bahwa kehidupan dunia itu hanyalah tempat ujian dan jalan untuk meraih kesempurnaan hakiki dan kebahagiaan abadi, kehidupan dunia itu bukanlah yang sejati. Yang sejati adalah bahwa manusia itu menyiapkan bekal untuk kehidupannya di akhirat kelak.
Maka itu, siapa yang melupakan kehidupan akhirat dan pandangannya hanya terfokus kepada kelezatan dunia, serta ia menganggap bahwa kelezatan dunia itu merupakan tujuan terakhirnya, berarti ia belum mengetahui nilai akhirat secara baik. Bahkan ia menduga bahwa dunia itu mempunyai nilai sendiri, karena ia menempatkan sarana sebagai tujuan. Sebenarnya usaha dan penilaiannya itu adalah sia-sia dan penipuan atas diri sendiri. Oleh karena itu, Al-Qur’an menganggap kehidupan dunia ini sebagai permainan, sia-sia dan tipu daya, serta mengangkat akhirat sebagai kehidupan yang hakiki dan sejati.
Akan tetapi, perlu diketahui bahwa hinanya dunia sedemikian itu dalam kaitannya dengan pandangan para pecinta dunia dan orang-orang yang senantiasa hidup dalam kesenangan dunia. Pada dasarnya, kehidupan dunia ini bagi orang-orang yang saleh yang telah mengenal hakikatnya dan memandang dunia ini hanyalah sarana, senantiasa dioptimalkan untuk kebahagiaan mereka yang abadi. Maka, dunia bagi orang-orang seperti ini tidaklah hina dan tercela, malah sebagai sarana yang bernilai besar bagi mereka.
Akibat Mengutamakan Kehidupan Dunia
Setelah kita memahami ciri-ciri khas alam akhirat yang penuh dengan kenikmatan surgawi dan keridaan Ilahi yang jauh lebih mulia dan tinggi nilainya dibandingkan dengan kelezatan duniawi, tidak tersisa lagi keraguan bahwa mengutamakan kehidupan dunia—yang hanya meninggalkan kerugian dan penyesalan—di atas akhirat adalah perbuatan yang bodoh menurut akal sehat. Bodoh, buruk, tercela dan salahnya pilihan tersebut akan lebih nampak ketika kita mengetahui bahwa memilih dan menumpahkan hati pada kelezatannya yang sementara itu bukan saja kendala dalam mencapai kebahagiaan abadi, bahkan dapat menyebabkan kesengsaraan yang abadi pula.
Dengan kata lain, seseorang yang memilih dan mengu-tamakan kelezatan duniawi yang sementara ini untuk meraih kebahagiaan abadi—walaupun sebut saja pilihannya itu tidak membawa dampak buruk pada dirinya di akhirat kelak—ini menunjukkan kebodohan dan kedunguan dirinya, karena ia telah memilih kehidupan dunia dan meninggalkan kelezatan dan kenikmatan akhirat yang bersifat abadi. Yang jelas, tidak seorang pun yang dapat mengelak dari kehidupan abadi. Seseorang yang mengerahkan kesungguhannya demi meraih kehidupan dunia dan kesenangannya dan melupakan atau mengingkari alam akhirat, ia tidak saja jauh dari kenikmatan surga, bahkan akan mendapatkan siksa dan kerugian yang berlipat ganda di jahanam kelak.
Dari sinilah Al-Qur’an menekankan—dari satu sisi—keutamaan nikmat akhirat dan memperingatkan manusia dari tipu-daya dunia. Dari sisi lain, Al-Qur’an memperingatkan keburukan dan bahayanya terikat dengan dunia, melupakan akhirat, mengingkari alam abadi atau ragu tentangnya. Al-Qur’an menekankan bahwa hal-hal semacam ini akan mengakibatkan kesengsaraan dan kehinaan yang abadi. Kelirulah orang yang mengira bahwa mengutamakan dunia itu hanya akan membuat orang kehilangan pahala akhirat saja, namun di samping kehilangan, justru orang seperti ini akan men-dapatkan siksa abadi.
Rahasia dan hikmah di balik itu adalah bahwa orang yang hatinya terpatri pada dunia ini telah menyia-nyiakan anugerah Ilahi sehingga pohon yang hijau dan rindang itu telah menjadi kering dan rontok di tangannya, padahal diharapkan akan mendatangkan buah yang abadi. Ia telah membuat layu pohon itu dan tidak lagi dapat berbuah. Ia tidak peduli kepada pemberi nikmat yang hakiki. Ia menggunakan nikmat Ilahi itu bukan pada jalan yang diridai Allah SWT. Tatkala penyeleweng seperti ini menyaksikan hasil usahanya yang hampa dan merugikan lantaran pilihannya yang buruk, berharap ingin menjadi tanah sehingga dapat terhindar dari bencana besar dan nasib terakhir yang amat menyakitkan
Tidak ada komentar:
Write komentar