Sebelum
setan menipu daya Adam dan Hawa, dia terlebih dahulu sudah tertipu daya oleh
dirinya sendiri. Dia mendapat kemalangan. Demikian juga anak cucunya,
pengikut-pengikutnya dan siapa saja yang menaatinya dari kalangan jin maupun
manusia.
Bentuk
tipu daya setan terhadap dirinya sendiri adalah, bahwasanya tatkala Allah
memerintahkannya bersujud kepada Adam alaihissalam, maka sebenarnya
letak kebahagiaan, kemuliaan dan keselamatannya adalah dalam menaati dan
menuruti perintah Allah itu. Namun jiwanya yang bodoh dan aniaya itu
membisikkan bahwa jika ia sampai bersujud kepada Adam, maka itu berarti
melecehkan dan merendahkan dirinya. Sebab, hal itu berarti ia tunduk dan sujud
kepada makhluk yang tercipta dari tanah, padahal dirinya tercipta dari api. Api
itu –menurutnya- lebih mulia ketimbang tanah. Maka, yang tercipta dari api itu
lebih baik daripada yang tercipta dari tanah. Dengan demikian, ketertundukan
makhluk yang lebih utama terhadap makhluk yang lebih rendah itu berarti
pelecehan terhadap dirinya.
Tatkala
kebodohan ini menghinggapi hatinya, ditambah lagi munculnya rasa dengki
terhadap Adam lantaran ia tahu bahwa Allah telah mengistimewakan Adam dengan
berbagai kemuliaan –yaitu, Dia menciptakannya dengan tangan-Nya, menipu-Nya
dengan ruh-Nya, menyuruh malaikat agar bersujud kepadanya, mengajarkan segala
macam nama kepadanya yang tidak Dia ajarkan kepada malaikat sekalipun, serta
menempatkannya di surga- maka kedengkian dari musuh Allah itu semakin
mengklimaks. Ia memandang Adam sebagai makhluk yang tercipta dari tanah kering
seperti tembikar, sehingga ia pun tak habis pikir seraya berkata, “Apa mulianya
makhluk ini? Sekiranya ia dikuasakan atas diriku, maka pasti akan aku durhakai
ia. Dan jika aku dikuasakan atas dirinya, pasti
akan aku hancurkan ia!”
Nabi
Adam diciptakan oleh Allah dalam bentuk yang paling sempurna, paling baik dan
paling indah; ditambah lagi oleh kebaikan-kebaikan bathiniyyah berupa ilmu,
kesabaran dan ketenangan. Allah menangani penciptaannya dengan tangan-Nya sendiri
yang akhirnya menghasilkan ciptaan yang terbaik dan bentuk yang paling
sempurna. Tinggi badannya 60 hasta, disandangi dengan busana indah dan megah.
Para malaikat pun melihatnya sebagai pemandangan paling indah dan paling baik,
yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.
Akhirnya
para malaikat itu pun bersujud kepadanya atas perintah Rabb mereka Yang
Mahamulia. Melihat yang demikian itu, maka setan pun dikuasai oleh
kedengkiannya yang menyebabkannya menentang nash berdasarkan akal pikirannya
sendiri seperti yang dilakukan oleh para pelaku kebatilan yang merupakan
teman-teman setan.
Setan
berpaling dari nash yang jelas dan menggantinya dengan pendapatnya yang rusak
dan buruk. Selanjutnya ia juga menentang Sang Mahatahu dan Mahabijaksana,
padahal tiada akal waras yang mendapat tempat untuk menentang hikmah atau
kebijaksanaan-Nya. Ia berkata:
أَرَءَيْتَكَ هَٰذَا ٱلَّذِى كَرَّمْتَ عَلَىَّ
لَئِنْ أَخَّرْتَنِ إِلَىٰ يَوْمِ ٱلْقِيَٰمَةِ لَأَحْتَنِكَنَّ ذُرِّيَّتَهُۥٓ إِلَّا
قَلِيلًۭا
“"Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang
Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku
sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya, kecuali
sebahagian kecil".” [Q.S. Al-Israa: 62]
Ini semua menghalanginya untuk melakukan sujud
kepada Adam yang diperintahkan oleh Tuhan itu dan ia pun durhaka kepada Tuhan
yang harus disembah. Di dalam diri setan itu telah menyatu sifat kebodohan,
kezaliman, kepongahan, kedengkian, kedurhakaan serta menentang nash berdasarkan
pendapat dan akal pikirannya sendiri. Akhirnya justru ia berarti menghinakan
dirinya sendiri padahal ia bermaksud mengagungkannya; menjatuhkan martabatnya
sendiri padahal ia bermaksud mengangkatnya; serta menyakiti dirinya sendiri
padahal ia bermaksud membahagiakannya.
Bilamana setan itu sudah tertipu oleh dirinya
sendiri, lalu bagaimana sampai ada manusia yang berakal mau mendengar dan
menerima serta menuruti kehendak setan itu? Allah berfirman:
وَإِذْ
قُلْنَا لِلْمَلَٰٓئِكَةِ ٱسْجُدُوا۟ لِءَادَمَ فَسَجَدُوٓا۟ إِلَّآ إِبْلِيسَ كَانَ
مِنَ ٱلْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِۦٓ ۗ أَفَتَتَّخِذُونَهُۥ وَذُرِّيَّتَهُۥٓ
أَوْلِيَآءَ مِن دُونِى وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّۢ ۚ بِئْسَ لِلظَّٰلِمِينَ بَدَلًۭا
Tidak ada komentar:
Write komentar