
Segala puji hanya milik Allah Rabbal ‘Alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada penutup para nabi. wa ba’du:
 Ketika bashirah telah tertutup dan akal
 sehat telah tiada serta kecintaan kepada dunia telah menjalar, maka 
pengetahuan agama menjadi tidak berguna dan malah menjadi bencana serta 
sumber penyesatan yang membinasakan, sehingga menjadikan orangnya lebih 
lancang dan lebih kafir dari iblis laknatullah.
 Itulah realita banyak da’i dan sarjana 
universitas yang berlebel Islam pada masa sekarang dimana mereka 
itu telah meninggalkan prinsip tauhid dan jihad dan malah menjadi 
pengusung jalur demokrasi. Seharusnya mereka itu menjadi pelopor umat 
dalam dakwah tauhid dan jihad untuk menegakkan kalimat Allah dan 
menggerakkan umat untuk menyingkirkan para thaghut yang telah mengotori 
bumi Allah dengan kebejatan dan yang telah merampas kebebasan umat 
Islam, namun ternyata para da’i dan sarjana itu malah bergandeng tangan 
dengan para perusak itu menggagahi umat dan mengotori kehormatan agama 
Allah, bahkan dengan dalih agama.
 Diantara mereka berdalih dengan jabatan
 Nabi Yusuf ‘alaihissalam pada raja yang kafir sebagai menteri pangannya
 untuk melegalkan jabatan sebagai menteri atau anggota parlemen pada 
pemerintahan thaghut masa sekarang. Jadi menurut mereka jabatan menteri 
atau legislatif sekarang ini adalah boleh dan sah-sah saja karena Nabi 
Yusuf ‘alaihissalam juga menempatinya pada raja yang kafir di Mesir.
 Kita bertanya kepada mereka: Apakah 
Nabi Yusuf ‘alaihissalam saat menjadi menteri di raja yang kafir itu, 
beliau menerapkan atau memakai undang-undang raja (thaghut) ataukah 
memakai hukum Allah?
 Kalau mereka menjawab: Beliau memakai hukum Allah ta’ala.
 Maka kita bertanya: Kalau para da’i 
kalian yang menjadi menteri atau anggota Parlemen, apakah yang diikuti 
dan dijalankannya hukum Allah ta’ala ataukah undang-undang buatan?
 Mereka pasti menjawab: Memakai undang-undang buatan.
 Maka kita katakan: Kalau begitu kenapa 
kalian menyamakan posisi Nabi Yusuf ‘alaihissalam yang tidak memakai 
hukum thaghut dengan posisi mereka yang memakai hukum thaghut, bukankah 
ini qiyas yang tidak sama?!!!
 Kemudian kalau mereka malah menjawab: “Bahwa Nabi Yusuf ‘alaihissalam itu memang memakai hukum raja (thaghut).”
 Maka kita katakan: Kalian mendustakan Al Qur’an dan bahkan kalian kafir melebihi kekafiran iblis laknatullah.

Pertama “Kalian mendustakan Al Qur’an” karena kalian mendustakan firman Allah ta’ala :
مَا كَانَ لِيَأْخُذَ أَخَاهُ فِي دِينِ الْمَلِكِ“Tidak mungkin dia (Yusuf) membawa saudaranya ke dalam undang-undang raja.” [QS Yusuf 12:76]
Sedangkan orang yang mendustakan Al Qur’an adalah orang kafir, sebagaimana firman-Nya :
فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن كَذَبَ عَلَى اللَّهِ وَكَذَّبَ بِالصِّدْقِ إِذْ جَاءهُ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِّلْكَافِرِينَ
“Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat kebohongan terhadap Allah dan mendustakan kebenaran yang telah datang kepadanya? Bukankah di neraka Jahannam ada tempat tinggal bagi orang-orang kafir?.” [QS Az Zumar 39:32]
Dan diantara kebenaran yang telah datang
 itu adalah pemberitahuan Allah bahwa Yusuf ‘alaihissalam tidak memakai 
hukum raja (thaghut) dan justru ia memakai hukum Allah ta’ala, yaitu 
bahwa si pencuri itu dijadikan budak selama satu tahun sebagaimana itu 
adalah syari’at Nabi Ya’qub ‘alaihissalam. Yusuf ‘alaihissalam berkata 
saat saudara-saudaranya meminta agar saudaranya itu digantikan dengan 
salah seorang dari mereka :
قَالَ مَعَاذَ اللّهِ أَن نَّأْخُذَ إِلاَّ مَن وَجَدْنَا مَتَاعَنَا عِندَهُ إِنَّآ إِذًا لَّظَالِمُونَ“Dia (Yusuf) berkata :”Aku memohon perlindungan kepada Allah dari menahan (seseorang), kecuali orang yang kami temukan harta kami padanya, jika kami (berbuat) demikian, berarti kami orang yang zalim.”[QS Yusuf 12:79]
Kemudian pernyataan kami bahwa kalian 
ini lebih kafir dari iblis laknatullah adalah dikarenakan iblis saat 
bersumpah di hadapan Allah akan menyesatkan semua manusia, namun ia 
mengecualikan hamba-hamba Allah yang mukhlashin (terpilih), yaitu bahwa 
mereka tidak akan bisa dia sesatkan.
قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ، إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ“(Iblis) berkata: ”Demi kemuliaan-Mu, pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Mu yang terpilih di antara mereka.” [QS Shaad 38:82-83]
Yaitu iblis tidak akan bisa 
menjerumuskan hamba-hamba Allah yang terpilih ke dalam dosa apalagi ke 
dalam kekafiran dan kemusyrikan. Sedangkan Yusuf ‘alaihissalam itu 
adalah termasuk hamba-hamba Allah yang terpilih, sebagaimana firman-Nya 
ta’ala :
كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاء إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِين“Demikianlah, Kami palingkan darinya keburukan dan kekejian. Sungguh dia (Yusuf) termasuk hamba Kami yang terpilih.” [QS Yusuf 12:24]
Sedangkan kalian dengan menyatakan bahwa
 Yusuf ‘alaihissalam itu memakai hukum raja berarti telah menuduh beliau
 melakukan kekafiran dan kemusyrikan, karena tahakum (merujuk hukum) 
kepada hukum buatan (thaghut) adalah kekafiran, sebagaimana firman-Nya 
perihal orang yang berpaling dari hukum Allah ta’ala kepada hukum buatan
 (thaghut):
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُواْ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَن يَتَحَاكَمُواْ إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُواْ أَن يَكْفُرُواْ بِهِ“Apakah kamu tidak memperhatikan kepada orang-orang yang mengklaim bahwa mereka itu beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelummu, akan tetapi mereka ingin merujuk hukum kepada thaghut, padahal mereka sudah diperintahkan untuk kafir terhadapnya.” [QS An Nisa 4:60]
Juga vonis kafir yang Allah ta’ala 
berikan bagi orang yang berpaling dari memutuskan dengan hukum Allah dan
 malah memakai hukum buatan :
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ“Dan barangsiapa tidak memutuskan dengan apa yang telah Allah turunkan, maka mereka itulah orang-orang yang kafir.” [QS Al Maidah 5:44]
Juga vonis musyrik yang Allah ta’ala sematkan bagi orang yang mengikuti satu hukum buatan (thaghut):
وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ“Dan bila kalian mematuhi mereka, maka sesungguhnya kalian benar-benar orang musyrik.” [QS Al An’am 6:121]
Jadi kalian mengetahui bahwa kenapa iblis laknatullah lebih sopan daripada kalian…?!!!
Terus kami bertanya kepada kalian : 
Apakah Nabi Yusuf saat memangku jabatan menteri itu beliau mengikrarkan 
sumpah atau janji setia kepada undang-undang raja (thaghut)?
 Kalau kalian menjawab: Tidak,” Maka 
kami bertanya lagi: Kalau para menteri atau anggota parlemen demokrasi 
sekarang saat menjabat jabatan-jabatannya itu mengikrarkan sumpah atau 
janji setia kepada UUD dan undang-undang thaghut atau tidak?
 Bila kalian menjawab – dan memang harus menjawab-: ya, mengikrarkan.”
 Maka kami katakan: Kalau demikian 
halnya, kenapa kalian menyamakan posisi Yusuf ‘alaihissalam yang tidak 
bersumpah setia kepada thaghut dengan menteri dan anggota parlemen 
kalian yang mengikrarkan sumpah dan janji setia kepada thaghut?!!! 
Bukankah ini penyamaan dua hal yang berbeda, dan kemana akal kalian?!!! 
Apa sudah lenyap bersama rupiah dan mobil mewah …?!!!
 Kalau kalian menjawab: Bahwa Yusuf ‘alaihissalam bersumpah setia kepada hukum raja (thaghut).”
 Maka kami katakan: Kalian lebih bejat 
dari iblis, karena janji setia atau sumpah setia kepada hukum buatan itu
 adalah kemurtaddan, sebagaimana firman-Nya ta’ala :
إِنَّ الَّذِينَ ارْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِهِم مِّن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْهُدَى الشَّيْطَانُ سَوَّلَ لَهُمْ وَأَمْلَى لَهُمْ ، ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا لِلَّذِينَ كَرِهُوا مَا نَزَّلَ اللَّهُ سَنُطِيعُكُمْ فِي بَعْضِ الْأَمْرِ“Sesungguhnya orang-orang yang berbalik (kepada kekafiran), setelah petunjuk itu jelas bagi mereka, setanlah yang merayu mereka dan memanjangkan angan-angan mereka. Yang demikian itu, karena sesungguhnya mereka telah mengatakan kepada orang-orang yang tidak senang kepada apa yang diturunkan Allah: “Kami akan mematuhi kalian dalam sebagian urusan.” [QS Muhammad 47:25-26]
Padahal Yusuf ‘alaihissalam termasuk hamba Allah yang terpilih yang dikecualikan iblis dari bisa disesatkan.
 Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kesehatan akal pikiran….
 Kalau kalian bertanya: Jadi bagaimana posisi Yusuf ‘alaihissalam yang menjadi menteri di raja kafir itu sebenarnya?
 Ketahuilah bahwa Yusuf ‘alaihissalam 
diangkat menjadi menteri oleh raja yang kafir dengan keleluasaan penuh 
tanpa batas setelah beliau mentakwil mimpi si raja, diketahui 
kejujurannya dan setelah beliau berbicara dengan raja tentang suatu hal:
وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُونِي بِهِ أَسْتَخْلِصْهُ لِنَفْسِي فَلَمَّا كَلَّمَهُ قَالَ إِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مِكِينٌ أَمِينٌ
“Dan raja berkata: “Bawalah dia (Yusuf) kepadaku, agar aku memilih dia (sebagai orang yang dekat) kepadaku.” Ketika dia (raja) telah bercakap-cakap dengan dia (Yusuf), dia (raja) berkata: “Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi orang yang berkedudukan tinggi di lingkungan kami dan dipercaya.” [QS Yusuf 12:54]
Apakah materi pembicaraan Yusuf 
‘alaihissalam dengan raja itu? Apakah cerita cinta isteri Al Aziz 
kepadanya dan keterpesonaan para wanita terhadapnya? Apakah cerita 
semacam itu layak dilontarkan seorang rasul kepada seorang tokoh penting
 yaitu si raja? Ataukah kita mesti menafsirkan materi pembicaraan itu 
dengan husnudhdzhan kepada Yusuf ‘alaihissalam karena posisinya sebagai 
rasulullah? Ya, ini yang semestinya kita lakukan, dimana kita harus 
memastikan materi pembicaraan rasulullah kepada si raja itu adalah 
penjelasan inti dakwah rasul, sebagaimana firman-Nya ta’ala :
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus seorang rasul pada setiap umat, (mereka menyerukan): ”Ibadahlah kalian kepada Allah dan jauhilah thaghut itu.”” [QS An Nahl 16:36]
Jadi beliau itu mengajak si raja untuk 
bertauhid, yaitu ibadah hanya kepada Allah ta’ala dan menjauhi segala 
thaghut, sebagaimana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam menyurati 
dan mengajak para raja untuk masuk Islam dengan tunduk kepada ajaran 
Allah ta’ala. Dan ternyata si raja itu walaupun dia tidak menerima 
ajakan Yusuf ‘alaihissalam untuk bertauhid, akan tetapi dia tidak 
mempermasalahkan prinsip Yusuf ‘alaihissalam itu dan malah 
mempersilahkan berbuat sesuka hati dengan memberikan kepadanya kedudukan
 yang tinggi tanpa batas lagi tidak diikat oleh hukumnya lagi diberikan 
kepercayaan seluas-luasnya untuk mengurusi ekonomi negerinya: “Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi orang yang berkedudukan tinggi di lingkungan kami dan dipercaya.” [QS Yusuf 12: 54]
Jadi beliau ini seolah negara di dalam 
negara, dan apakah para menteri zaman ini dan para anggota parlemen bisa
 melaksanakan tugasnya di luar UUD dan UU yang berlaku di negeri ini dan
 mereka seluas-luasnya memakai hukum Islam?!!!… Mana mungkin … Mimpi 
kali …!!!
 Kemudian tamkin (kedudukan leluasa 
tanpa batas dari raja) yang didapatkan Yusuf ‘alaihissalam itu 
sebenarnya adalah tamkin dari Allah ta’ala:
وَكَذَلِكَ مَكَّنِّا لِيُوسُفَ فِي الأَرْضِ يَتَبَوَّأُ مِنْهَا حَيْثُ يَشَاء“Dan demikianlah Kami memberikan kedudukan kepada Yusuf di negeri ini (Mesir), untuk tinggal di mana saja yang dia kehendaki.” [QS Yusuf 12:56]
Dengan tamkin dari Allah ta’ala ini 
Yusuf bisa leluasa kemana saja pergi di negeri Mesir, sedangkan 
ciri-ciri dan sifat-sifat orang yang diberikan tamkin di muka bumi itu 
adalah :
الَّذِينَ إِن مَّكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنكَرِ“(Yaitu) orang-orang yang jika Kami beri kedudukan di bumi, mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan memerintahkan berbuat yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar.” [QS Al Hajj 22:41]
Jadi Yusuf ‘alaihissalam memerintahkan 
berbuat yang ma’ruf, melarang dari yang mungkar, mendirikan shalat dan 
menunaikan zakat. Sedangkan perbuatan ma’ruf tertinggi adalah tauhid dan
 perbuatan mungkar terburuk adalah syirik. Berarti Yusuf ‘alaihissalam 
menjaharkan tauhid dan mendakwahkannya dengan leluasa, bagaimana tidak, 
sedangkan pada saat beliau ditindas dan pada kondisi dipenjara saja 
beliau menjaharkan tauhid, sebagaimana ucapannya kepada kawan-kawannya 
di sel :
إِنِّي تَرَكْتُ مِلَّةَ قَوْمٍ لاَّ يُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَهُم بِالآخِرَةِ هُمْ كَافِرُونَ، وَاتَّبَعْتُ مِلَّةَ آبَآئِي إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَقَ وَيَعْقُوبَ مَا كَانَ لَنَا أَن نُّشْرِكَ بِاللّهِ مِن شَيْءٍ ذَلِكَ مِن فَضْلِ اللّهِ عَلَيْنَا وَعَلَى النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَشْكُرُون، يَا صَاحِبَيِ السِّجْنِ أَأَرْبَابٌ مُّتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ اللّهُ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ، مَا تَعْبُدُونَ مِن دُونِهِ إِلاَّ أَسْمَاء سَمَّيْتُمُوهَا أَنتُمْ وَآبَآؤُكُم مَّا أَنزَلَ اللّهُ بِهَا مِن سُلْطَانٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ أَمَرَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ
“Sesungguhnya aku telah meninggalkan millah kaum yang tidak beriman kepada Allah, dan mereka itu tidak beriman kepada hari akhirat, dan aku mengikuti millah nenek moyangku: Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub. Tidak pantas bagi kami (para nabi) mempersekutukan apapun dengan Allah, itu adalah dari karunia Allah kepada kami dan kepada manusia (semuanya); tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur. Wahai kedua penghuni penjara! Manakah yang baik, tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa? Apa yang kalian sembah selain Dia hanyalah nama-nama yang kalian buat-buat, baik oleh kalian sendiri ataupun oleh nenek moyang kalian. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang hal (nama-nama) itu. Keputusan itu hanyalah milik Allah. Dia telah memerintahkan agar kalian tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”[QS Yusuf 12:37-40]
Bila saja dalam kondisi tertindas beliau
 menjaharkan tauhid dan keberlepasan dari syirik, maka apalagi saat 
sudah diberikan tamkin dari Allah kemudian si raja pun tidak 
mempermasalahkannya…..
 Jadi jelaslah di dalam kisah Yusuf ‘alaihissalam ini tidak ada dalil bagi para du’at kaum musyrikin yang melegalkan syirik..
 Paling masalahnya adalah hukum bekerja 
di raja (penguasa) atau pemerintah yang kafir bagi orang yang bebas 
merdeka menjaharkan tauhid dan menampakkan keberlepasan dari thaghut dan
 syirik, sedang ini adalah kaitan dengan syari’at yang dibolehkan di 
dalam syari’at Yusuf ‘alaihissalam dan diharamkan di dalam syari’at Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa Sallam. Dimana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam
 melarang umatnya bila penguasanya durjana (muslim memiliki tauhid tapi 
aniaya) dan zalim, beliau melarangnya menjadi polisi, arif (orang yang 
menjadi perantara antara penguasa dengan rakyatnya, semacam RT, RW, 
Kades dll), pemungut zakat dan pemegang perbendaharaan, maka bagaimana 
halnya kalau pemimpinnya kafir ?!!! maka lebih haram lagi.
 Uraian ini atas dasar bahwa si raja itu
 kafir, namun ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa dia itu muslim, 
maka ini lebih jelas lagi.
 Semoga uraian ini bisa memuaskan 
pencari kebenaran, dan adapun lalat-lalat maka yang dia cari hanyalah 
kotoran, sehingga bila masalah ini sudah dibersihkan dari kotoran 
syubhat maka dia akan lari mencari kotoran syubhat. Tapi yakinlah bahwa 
setiap syubhat itu pasti ada jawabannya di dalam nash wahyu, sebagaimana
 janji-Nya :
وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا
“Dan mereka (orang-orang kafir itu) tidak datang kepadamu (membawa) sesuatu yang aneh, melainkan Kami datangkan kepadamu yang benar dan penjelasan yang paling baik.” [QS Al furqan 25:33]
Wallahu a’lam
Sumber:Millah Ibrahim

Tidak ada komentar:
Write komentar