Minggu, 03 Februari 2013

Membangun “Rumah kehidupan”

Posted by   on



Adalah seorang tukang bangunan  yang sudah mencapai usia senja. Hendak ingin hidup santai bersama istri dan keluarganya. Dia siap tidak menerima gaji bulanan  karena betul betul ingin beristirahat bersama keluarga yang dia sayangi.  Keinginannya tersebut dengan berat hati di sampaikan kepada majikannya.
Kontraktor yang menjadi  majikan si tukang  bangunan merasa sayang harus kehilangan seorang pekerja sebaik itu. Namun keinginan yang begitu kuat dari si tukang bangunan, akhirnya terpaksa harus mengijinkannya. Namun sang majikan memberikan satu persyaratan , yakni tukang kayu harus membangun rumah satu lagi. Tukang bangunan  itu setuju, tetapi dalam kurun waktu yang cukup singkat.
Perhatian si tukang bagunan tadi tidak sepenuhnya tertuju kepada pekerjaannya. Dia tidak bekerja dengan serius dan fokus karena pikirannya sudah ke suasana pensiun. Dia tidak bekerja dengan teliti dan rapi serta memakai bahan bahan yang kurang bermutu. Sungguh cara yang patut disayangkan untuk mengakhiri sebuah karier dengan dedikasi tinggi. Akhirnya bangunan sebagai prasyarat pensiun  tersebut terselesaikan dengan kualitas yang kurang baik.
Tibalah  sang majikanndatang untuk memeriksa rumah itu. Setelah selesai  berkeliling dan memeriksa setiap sudut ruangan bangunan rumah tersebut, sang majikan menyerahkan kunci rumah itu kepada si tukang  bangunan.
Sang majikan berujar “rumah ini milik anda, sebagai  hadiah terakhir dari saya untuk anda atas dedikasi anda selama ini”
Alangkah terkejutnya tukang bangungan tersebut! Betapa sayangnya! Seandainya saja dia tahu bahwa dia sedang membangun rumahnya sendiri. Tentunya dia akan melakukannnya dengan  sangat baik, dengan sangat teliti dan sangat rapi.
Demikian pula halnya dengan diri kita. Kita membangun hidup kita, hari demi hari, seringkali kita memberikan kemampuan maksimal kita. Kita seringkali bekerja tidak dengan sepenuh hati. Bekerja asa asalan.  Sehingga seringkali hasilnyapun asal asalan.
Kemudian sebuah kejutan menyadarkan kita . Bahwa kita harus hidup didalam apa yang telah kita bangun selama hidup kita..
Seandainya saja kita bisa mengulanginya kembali, kita pasti akan melaksanakannya dengan cara yang sangat berbeda. Tetapi tidak bisa mengulanginya lagi. Kita tak bisa memutar sang waktu ke belakang.
Kita adalah tukang bangunan dalam hidup kita. Setiap hari kita  menancapkan sebatang paku, memasang sebilah papan, membangun sebidang tembok dan lai nain.
Sikap kita dan pilihan yang kita buat pada hari ini serta kualitas kerja kita saat ini membangun “rumah” kita di  esok hari.
Bangunlah rumah kehidupan kita dengan bijaksana!
http://www.berikwicaksono.com/kisah/membangun-rumah-kehidupan.html

Tidak ada komentar:
Write komentar