Pada suatu senja yang lenggang, terlihat seorang wanita berjalan terhuyung-huyung. Pakaiannya yang serba hitam menandakan bahwa ia berada dalam duka cita yang mencekam. 
Kerudungnya
 menangkup rapat hampir seluruh wajahnya. Tanpa rias muka atau perhiasan
 menempel di tubuhnya. Kulit yang bersih, badan yang ramping dan roman 
mukanya yang ayu, tidak dapat menghapus kesan kepedihan yang tengah 
meruyak hidupnya.
Ia melangkah terseret-seret mendekati kediaman rumah Nabi Musa a.s. 
Diketuknya pintu pelan-pelan sambil mengucapkan salam. Maka terdengarlah ucapan dari dalam “Silakan masuk.” 
Perempuan
 cantik itu lalu berjalan masuk sambil kepalanya terus merunduk. Air 
matanya berderai tatkala ia berkata, “Wahai Nabi Allah. Tolonglah saya, 
Doakan saya agar Tuhan berkenan mengampuni dosa keji saya.” 
“Apakah dosamu wahai wanita?” tanya Nabi Musa as terkejut. 
“Saya takut mengatakannya,” jawab sang wanita. 
“Katakanlah jangan ragu-ragu!” desak Nabi Musa. 
Maka perempuan itupun terpatah bercerita, “Saya ……telah berzina.”
Kepala Nabi Musa terangkat, hatinya tersentak. 
Perempuan
 itu meneruskan, “Dari perzinaan itu saya pun…. lantas hamil. Setelah 
anak itu lahir, langsung saya….. cekik lehernya sampai….. tewas”, ucap 
wanita itu seraya menangis sejadi-jadinya. 
Nabi Musa as 
berapi-api matanya. Dengan muka berang ia menghardik, “Perempuan bejad, 
enyah kamu dari sini! Agar siksa Allah tidak jatuh ke dalam rumahku 
karena perbuatanmu. Pergi!” teriak Nabi Musa sambil memalingkan mata 
karena jijik. 
Perempuan berewajah ayu dengan hati bagaikan kaca 
membentur batu, hancur luluh segera bangkit dan melangkah surut. Dia 
terantuk-antuk ke luar dari dalam rumah Nabi Musa as.
Ratap 
tangisnya amat memilukan. Ia tak tahu harus kemana lagi hendak mengadu. 
Bahkan ia tak tahu mau di bawa kemana lagi kaki-kakinya. Bila seorang 
Nabi saja sudah menolaknya, bagaimana pula manusia lain bakal 
menerimanya? Terbayang olehnya betapa besar dosanya, betapa jahat 
perbuatannya. 
Ia tidak tahu bahwa sepeninggalnya, Malaikat 
Jibril turun mendatangi Nabi Musa. Sang Ruhul Amin Jibril lalu bertanya,
 “Mengapa engkau menolak seorang wanita yang hendak bertobat dari 
dosanya? Tidakkah engkau tahu dosa yang lebih besar daripadanya?” 
Nabi Musa terperanjat. “Dosa apakah yang lebih besar dari kekejian wanita pezina dan pembunuh itu?” 
Maka Nabi Musa dengan penuh rasa ingin tahu bertanya kepada Jibril. “Betulkah ada dosa yang lebih besar dari pada perempuan yang nista itu?” 
“Ada!” jawab Jibril dengan tegas.
“Dosa apakah itu?” tanya Musa kian penasaran. 
“Orang yang meninggalkan sholat dengan sengaja dan tanpa menyesal. Orang itu dosanya lebih besar dari pada seribu kali berzina.” 
Mendengar
 penjelasan ini Nabi Musa kemudian memanggil wanita tadi untuk menghadap
 kembali kepadanya. Ia mengangkat tangan dengan khusuk untuk memohonkan 
ampunan kepada Allah untuk perempuan tersebut. 
Nabi Musa 
menyadari, orang yang meninggalkan sembahyang dengan sengaja dan tanpa 
penyesalan adalah sama saja seperti berpendapat bahwa sembahyang itu 
tidak wajib dan tidak perlu atas dirinya. Berarti ia seakan-akan 
menganggap remeh perintah Tuhan, bahkan seolah - olah menganggap Tuhan 
tidak punya hak untuk mengatur dan memerintah hamba - Nya.
Sedang
 orang yang bertobat dan menyesali dosanya dengan sungguh-sungguh 
berarti masih mempunyai iman didadanya dan yakin bahwa Allah itu berada 
di jalan ketaatan kepada-Nya. Itulah sebabnya Tuhan pasti mau menerima 
kedatangannya.
Senin, 21 Januari 2013
Inilah Dosa Yang Lebih Hebat Daripada Berzina
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Write komentar