1.Josef Stalin
Josef
 (Josef Vissarionovich Stalin, Iósif Vissariónovich Stálin), nama asli 
Ioseb Jughashvili, (21 Desember 1879 (tarikh Kalender Gregorian) – 5 
Maret 1953) adalah pemimpin Uni Soviet dan seorang diktator yang sangat 
kejam, dikenal juga dengan sebutan Manusia Baja. Ia diperkirakan telah 
memerintahkan pembunuhan sekitar 30 juta jiwa penduduk Rusia dan 
negara-negara sekitarnya. Ia juga dikenal sebagai orang yang membenci 
agama. Tadinya ia masuk seminari di Tbilisi, namun ia kemudian menjadi 
tak percaya lagi pada Tuhan setelah membaca buku Asal-usul Spesies karya
 Charles Darwin.
Ia tampil sebagai pemimpin partai 
komunis dalam negara Uni Republik Soviet Sosialis. Saingan utama Stalin 
Adolf Hiadalah Leon Trotsky, Leon berhasil diusir keluar dari Rusia 
kemudian dibunuh. Menjelang tahun 1929 Stalin menjadi kepala negara. Ia 
memperlakukan saingannya atau siapapun yang melawannya degan kejam 
mereka semua dihukum mati sebagai musuh negara Sovyet atau 
menjebloskannya ke dalam kamp-kamp penjara. Dalam Perang Dunia II 
(1939-1945) Rusia berperang dengan Inggris serta Amerika Serikat melawan
 Jerman. Tetapi seusai perang Stalin ”memasang Tirai Besi” antara sekutu
 Barat dan Rusia dan sebagian besar negara di Eropa Timur dijadikan 
negara Komunis. Stalin berkuasa sampai akhir hayatnya pada usia 73 
tahun. Pada masa pemerintahannya ia tidak hanya mengawasi seluruh negara
 Rusia, melainkan juga negara-negara di luar Rusia.
2.Mao Zedong
Mao
 Zedong (Shaoshan, Hunan, 26 Desember 1893 – Beijing, 9 September 1976),
 adalah nama seorang tokoh filsuf dan pendiri negara Republik Rakyat 
Cina.
Mao dan Partainya
Partai Mao didirikan pada tahun 1921 dan
 Mao semakin hari semakin vokal. Antara tahun 1934 – 1935 ia memegang 
peran utama dan memimpin Tentara Merah Cina menjalani “Mars Panjang”. 
Lalu semenjak tahun 1937 ia ikut menolong memerangi Tentara Dai Nippon 
yang menduduki banyak wilayah Cina. Akhirnya Perang Dunia II berakhir 
dan perang saudara berkobar lagi. Dalam perang yang melawan kaum 
nasionalis ini, Mao menjadi pemimpin kaum Merah dan akhirnya ia 
menangkan pada tahun 1949. Pada tanggal 1 Oktober tahun 1949, Republik 
Rakyat Cina diproklamasikan dan pemimpin Cina nasionalis; Chiang Kai 
Shek melarikan diri ke Taiwan.
Mao dan Kebijakan Politiknya
Mao membedakan dua jenis konflik; 
konflik antagonis dan konflik non-antagonis. Konflik antagonis 
menurutnya hanya bisa dipecahkan dengan sebuah pertempuran saja 
sedangkan konflik non-antagonis bisa dipecahkan dengan sebuah diskusi. 
Menurut Mao konflik antara para buruh dan pekerja dengan kaum kapitalis 
adalah sebuah konflik antagonis sedangkan konflik antara rakyat Cina 
dengan Partai adalah sebuah konflik non-antagonis.
Pada tahun 1956 Mao memperkenalkan 
sebuah kebijakan politik baru di mana kaum intelektual boleh 
mengeluarkan pendapat mereka sebagai kompromis terhadap Partai yang 
menekannya karena ingin menghindari penindasan kejam disertai dengan 
motto: “Biarkan seratus bunga berkembang dan seratus pikiran yang 
berbeda-beda bersaing.” Tetapi ironisnya kebijakan politik ini gagal: 
kaum intelektual merasa tidak puas dan banyak mengeluarkan kritik. Mao 
sendiri berpendapat bahwa ia telah dikhianati oleh mereka dan ia 
membalas dendam. Sekitar 700.000 anggota kaum intelektual ditangkapinya 
dan disuruh bekerja paksa di daerah pedesaan.
Mao percaya akan sebuah revolusi yang 
kekal sifatnya. Ia juga percaya bahwa setiap revolusi pasti menghasilkan
 kaum kontra-revolusioner. Oleh karena itu secara teratur ia memberantas
 dan menangkapi apa yang ia anggap lawan-lawan politiknya dan para 
pengkhianat atau kaum kontra-revolusioner.  Peristiwa yang paling 
dramatis dan mengenaskan hati ialah peristiwa Revolusi Kebudayaan yang 
terjadi pada tahun 1966. Pada tahun 1960an para mahasiswa di seluruh 
dunia memang pada senang-senangnya memberontak terhadap apa yang mereka 
anggap The Establishment atau kaum yang memerintah. Begitu pula di Cina.
 Bedanya di Cina mereka didukung oleh para dosen-dosen mereka dan 
pembesar-pembesar Partai termasuk Mao sendiri.
Para mahasiswa dan dosen mendirikan apa 
yang disebut Garda Merah, yaitu sebuah unit paramiliter. Dibekali dengan
 Buku Merah Mao, mereka menyerang antek-antek kapitalisme dan 
pengaruh-pengaruh Barat serta kaum kontra-revolusioner lainnya. Sebagai 
contoh fanatisme mereka, mereka antara lain menolak berhenti di jalan 
raya apabila lampu merah menyala karena mereka berpendapat bahwa warna 
merah, yang merupakan simbol sosialisme tidak mungkin mengartikan 
sesuatu yang berhenti.  Maka para anggota Garda Merah ini pada tahun 
1966 sangat membabi buta dalam memberantas kaum kontra revolusioner 
sehingga negara Cina dalam keadaan amat genting dan hampir hancur; 
ekonominyapun tak jalan. Akhirnya Mao terpaksa menurunkan Tentara 
Pembebasan Rakyat untuk menanggulangi mereka dan membendung fanatisme 
mereka. Hasilnya adalah perang saudara yang baru berakhir pada tahun 
1968.
G-30-S PKI dan Keterlibatan Mao
Masa Revolusi Kebudayaan Cina juga 
bertepatan dengan masa-masa pemberontakan G-30-S PKI di Indonesia di 
mana beberapa kalangan di Indonesia menuduh orang-orang dari Republik 
Rakyat Cina sebagai dalangnya. Mao menyangkalnya dan hubungan antara 
Indonesia dan RRT yang sebelumnya hangat menjadi sangat dingin sampai 
hubungan diplomatik dibuka kembali pada tahun 1990, jauh setelah Mao 
meninggal dunia.
Kegagalan Mao
Pada tahun 1958 Mao meluncurkan apa yang
 ia sebut Lompatan Jauh ke Depan di mana daerah pedesaan direorganisasi 
secara total. Di mana-mana didirikan perkumpulan-perkumpulan desa 
(komune). Secara ekonomis ternyata ini semua gagal. Komune-komune ini 
menjadi satuan-satuan yang terlalu besar dan tak bisa terurusi. 
Diperkirakan kurang lebih hampir 20 juta jiwa penduduk Cina kala itu 
tewas secara sia-sia.
3. Adolf Hitler
Adolf
 Hitler (20 April 1889 – 30 April 1945) adalah Kanselir Jerman dari 
tahun 1933 dan Führer (Pemimpin) (Reich ketiga) Jerman sejak 1934 hingga
 ia meninggal. Pada 2 Agustus 1934, ia menjadi diktator Jerman setelah 
Presiden Von Hindenburg meninggal. Ia menyatukan jabatan kanselir dan 
presiden menjadi Führer sekaligus menjadikan Nazi sebagai partai tunggal
 di Jerman. Ia juga seorang Ketua Partai Nasionalis-Sosialis (National 
Socialist German Workers Party atau Nationalsozialistische Deutsche 
Arbeiterpartei/NSDAP) yang dikenal dengan Nazi. Nazi secara resmi 
dibubarkan setelah Jerman kalah dalam Perang Dunia II yang besar karena 
sistem kediktatoran Hitler. Hitler seorang orator yang berkharisma, 
Hitler merupakan salah satu pemimpin yang paling berpengaruh di dunia. 
Ketika Perang Dunia II akan berakhir, Hitler bunuh diri di bunker bawah 
tanah-nya di Berlin bersama istrinya yang dinikahinya belum lama di 
dalam bunker, Eva Braun.
Nazi
Hitler kemudian berkecimpung secara 
langsung dalam politik dan menjadi pengurus Partai Buruh Jerman (bahasa 
Jerman: Deutsche Arbeiterpartei/DAP) pada bulan Juli 1921. Hitler 
menggunakan kebolehan berpidatonya untuk menjadi ketua partai. Dia 
kemudian menukar nama DAP menjadi Nationalsozialistische Deutsche 
Arbeiterpartei (NSDAP) atau partai Nazi. Pada tahun 1929 NSDAP menjadi 
pemenang mayoritas dalam pemilihan umum di kota Coburg, dan kemudian 
memenangi pemilu daerah Thüringen.  Presiden Jerman masa itu, Paul von 
Hindenburg akhirnya melantik Hitler sebagai Kanselir.
Hitler dan Teori Darwin
Teori Darwin telah memasuki benak 
Hitler, bahkan meresap sampai ke tulang sumsum. Hal ini amat terasa 
dalam bukunya Mein Kampf (Perjuanganku). Ia menyamakan ras non-Eropa 
sebagai kera.
Dari dalam dirinya tumbuh ‘kekuatan’ 
yang mendapat inspirasi dari teori Darwin bahwa untuk mempertahankan 
hidup manusia harus bertarung. Ia menerjemahkan impiannya dengan 
menyerang Austria, Cekoslowakia, Perancis, Rusia, dll. Malah terbersit 
nafsu menguasai seluruh dunia. Ia melansir konsep eugenetika yang 
menjadi dasar pijakan pandangan evolusionis Nazi.  Eugenetika berarti 
‘perbaikan’ ras manusia dengan membuang orang-orang berpenyakit dan 
cacat serta memperbanyak individu sehat. Sehingga menurut teori itu, ras
 manusia bisa diperbaiki dengan meniru cara bagaimana hewan berkualitas 
baik dihasilkan melalui perkimpoian hewan yang sehat. Sedangkan hewan 
cacat dan berpenyakit dimusnahkan.
Tak lama setelah berkuasa, Hitler 
menerapkan teori itu dengan tangan besi. Orang-orang lemah mental, 
cacat, dan berpenyakit keturunan dikumpulkan dalam ‘pusat sterilisasi’ 
khusus. Karena dianggap parasit yang mengancam kemurnian rakyat Jerman 
dan menghambat kemajuan evolusi, maka atas perintah rahasianya, dalam 
waktu singkat mereka semua dibabat habis.
Masih dalam euforia teori evolusi dan 
eugenetika, Nazi menghimbau muda-mudi berambut pirang bermata biru yang 
diyakini mewakili ras murni Jerman biar berhubungan seks tanpa harus 
menikah. Pada 1935, Hitler memerintahkan didirikannya ladang-ladang 
khusus reproduksi manusia. Di dalamnya tinggal para wanita muda yang 
memiliki ras Arya. Para perwira SS (Schutzstaffel) sering mampir ke sana
 buat mesum dengan dalih eugenetika. Para bayi yang lahir kemudian 
disiapkan menjadi prajurit masa depan ‘Imperium Jerman’.  Menurut 
Charles Darwin, karena ukuran tengkorak manusia membesar saat menaiki 
tangga evolusi, maka di seluruh Jerman dilakukan pengukuran buat 
membuktikan tengkorak bangsa Jerman lebih besar dari ras lain.  Mereka 
yang tak sebesar ukuran resmi, begitupun yang gigi, mata, dan rambut di 
luar kriteria evolusionis langsung dihabisi.
Perang Dunia II dan Kejatuhan Jerman
Pada September 1939, Hitler menyerang 
Polandia dengan serangan taktik blitzkrieg (serangan darat, udara secara
 kilat) mencapai kejayaan yang mengejutkan musuh dan jenderalnya 
sendiri. Serangan terhadap Polandia menyebabkan musuh-musuhnya Inggris 
dan Perancis menyatakan perang terhadap Jerman, dengan itu dimulailah 
Perang Dunia II.
Pada masa Perang Dunia II, pihak Inggris
 dipimpin oleh Sir Winston Churchill yang menggantikan Arthur Neville 
Chamberlain yang jatuh akibat skandal serbuan Nazi ke Polandia 1939, 
Perancis yang dipimpin oleh Jendral Gamelin yang saat itu ditunjuk 
sebagai komando tertinggi sekutu gagal menahan serangan kilat Jerman ke 
Belgia dan Perancis, Perancis akhirnya dipimpin oleh Jenderal Charles de
 Gaulle yang memimpin pasukan perlawanan Perancis pada masa Pemerintahan
 Vichy, serta bantuan Amerika Serikat yang dipimpin Jendral Eisenhower 
sebagai panglima mandala di Eropa meskipun sebelumnya Amerika Serikat 
enggan terlibat pada perang yang sebelumnya dianggap sebagai perang 
Eropa itu.
Setelah lama berperang dan setelah 
mengalami kekalahan di setiap medan pertempuran, Hitler menyadari bahwa 
kekalahan sudah tidak dapat dielakkan. Awal kekalahan Hitler adalah saat
 menggempur Kota Kursk Uni Sovyet dengan Operasi Citadel, kekuatan 
Jerman terdiri dari 800.000 infanteri, 2.700 tank lapis baja, 2.000 
pesawat tempur dan dipimpin oleh Jenderal Erich Von Manstein dan 
Jenderal Walther Models sedangkan kekuatan Uni Soviet terdiri dari 
1.300.000 infanteri, 3.600 tank, dan 2.400 pesawat tempur. Rencana 
serangan ini telah diketahui secara detail oleh intelejen Uni Sovyet 
yang berada di Switzerland. Stalin pun langsung memerintahkan tentaranya
 untuk membangun pertahanan kuat di kawasan Kursk. Di pertempuran inilah
 banyak sekali tank – tank andalan Jerman dan Uni Sovyet hancur, 
diantaranya Tank Tiger, Panther, Elefant (Jerman) dan Tank T-34, SU 
-152, dan KV -1. Jerman mengalami pukulan mematikan di Stalingrad serta 
Serangan pukulan sekutu di Normandia dan gagal dalam Ardennes Offensive,
 yaitu serangan balasan yang dilakukan tentara jerman atau Wehrmacht dan
 beberapa divisi panzer yang masih tersisa dipimpin Jenderal Mantauffel 
pada saat musim salju untuk merebut kembali Kota Antwerp di Belgia. 
Serangan ini berlangsung secara terseok – seok dan berakhir gagal karena
 kurangnya pasokan logistik dan bahan bakar untuk Panzer dari Jerman 
sehingga banyak panzer yang masih “Fresh from the Oven” seperti tank 
Tiger dan Panther teronggok di pinggir jalan karena kehabisan solar. 
Hitler yang menyadari kejatuhannya sudah dekat kemudian mengawini wanita
 simpanannya Eva Braun, kemudian bunuh diri bersama-sama pada 30 April 
1945. Jasadnya dibakar agar tidak jatuh ke tangan musuh.
4. Vladimir Lenin
Vladimir
 Illich Lenin, Nama aslinya adalah Vladimir Ilyich Ulyanov (10 April (22
 April menurut tarikh Kalender Gregorian) 1870 – 21 Januari 1924), 
adalah seorang revolusioner komunis Rusia, pemimpin partai Bolshevik, 
Perdana Menteri Uni Soviet pertama dan pencipta paham Leninisme.  Nama 
Lenin sebenarnya adalah sebuah nama samaran dan diambil dari nama sungai
 Lena, di Siberia.
Perkembangannya menjadi seorang Revolusioner
Sementara itu ketika bekerja sebagai 
seorang pengacara di Saint Petersburg, ia mulai mengenal karya-karya 
Karl Marx dan Friedrich Engels. Karena karya tentang Marxisme dilarang 
di Rusia, Leninpun ditangkap dan dipenjara selama setahun. Lalu ia 
dibuang ke Siberia.  Saat di dalam penjara pun Lenin menunjukkan 
bakatnya dengan mengalahkan para penghuni penjara yang lain dalam 
bermain catur.  Pada bulan Juli 1898, masih di Siberia, Lenin menikahi 
seorang wanita sosialis bernama Nadezhda Krupskaya. Pada tahun 1899, ia 
menulis buku tentang perkembangan Kapitalisme di Rusia. Pada tahun 1900,
 ia diperbolehkan pulang dari Siberia. Lalu ia berkeliling Eropa dan 
mengunjungi konferensi-konferensi Marxis.
Pada tahun 1903 Lenin bertengkar dengan 
para pengurus Partai Sosial-Demokrat dan Buruh Rusia mengenai struktur 
kepartaian.  Martov seorang pengurus menginginkan sebuah struktur yang 
agak lepas dan otonom sedangkan Lenin menginginkan struktur yang 
sentralistik. Lalu partai ini pecah menjadi dua. Orang-orang Lenin 
disebut kaum Bolshevik yang berarti mayoritas dan orang-orang Julius 
Martov disebut kaum Menshevik yang berarti minoritas.
Revolusi Rusia
Pada bulan Februari 1917, berhubung 
dengan kekalahan besar Rusia di Perang Dunia I, maka Tsar Nikolas II 
dipaksa untuk turun takhta. Lalu dibentuk sebuah kabinet yang dipimpin 
oleh Alexander Kerensky. Lalu Lenin pada tanggal 16 April 1917 kembali 
ke Petrograd, nama kota Saint Petersburg yang telah di’Rusia’-kan.
Kemudian Lenin pada bulan Juli mencoba 
mengadakan pemberontakan kaum buruh. Tetapi pemberontakan ini gagal, 
lalu Lenin melarikan diri ke Finlandia. Pada bulan Oktober ia kembali 
lagi dan berusaha mengadakan Revolusi Oktober. Pada saat ini ia 
berhasil, maka pada tanggal 7 November 1917 menurut tarikh Kalender 
Gregorian atau tanggal 25 Oktober menurut tarikh Kalender Julian, 
revolusinya berhasil dan Kerensky terpaksa melarikan diri.  Pada tanggal
 30 Agustus 1918, Lenin ditembak oleh Fanya Kaplan, seorang wanita 
revolusioner pula, sebanyak tiga kali. Kaplan menganggap Lenin telah 
mengkhianati Revolusi Rusia. Lenin bisa selamat tetapi kesehatannya 
mulai menurun dan akhirnya ia meninggal dunia pada tanggal 21 Januari 
1924 setelah stroke empat kali.
5. Idi Amin
Jenderal
 Idi Amin Dada Oumee (Koboko, Uganda, sekitar tahun 1925–Jeddah, Arab 
Saudi, 16 Agustus 2003), yang juga dikenal dengan nama Idi Amin, adalah 
pemimpin diktator militer di Uganda yang memerintah pada 25 Januari 
1971- 13 April 1979.
Masa berkuasa
Begitu Idi Amin berkuasa, Uganda menjadi
 negara yang sangat terkenal di dunia internasional. Pada bulan Agustus 
1972, semua orang Asia berwarga negara Inggris (60.000 jiwa) diberi 
waktu sembilan puluh hari untuk angkat kaki dari Uganda. Tindakan ini 
bukan karena rasialisme, tetapi karena ia ingin memberikan “kemerdekaan 
yang sesungguhnya bagi rakyat Uganda”. Yang kalang kabut tentu saja 
Inggris, yang para pejabatnya buru-buru menghubungi Australia, Selandia 
Baru, dan negara-negara persemakmuran Inggris lainnya untuk membicarakan
 penampungan, apalagi Kenya dan Tanzania menolak memberikan penampungan 
terhadap para pengungsi. Sepuluh hari kemudian ditetapkan aturan 
tambahan bahwa orang asing yang sudah menjadi warga negara Uganda harus 
pergi dari Uganda. Jumlahnya sekitar 23.000 jiwa. Sudah tentu warga 
negara keturunan asing yang lahir di Uganda kebingungan. Jika mereka 
pergi, status mereka adalah tanpa negara (stateless). Ditambah lagi, 
India, Pakistan, dan Bangladesh (negara asal mereka) menolak menerima 
kembali mereka. Ditambah pula dengan kebijakan nasionalisasai 
perusahaan-perusahaan milik orang-orang Eropa di Uganda. Idi Amin memang
 benar benar “memusingkan banyak orang”.
Akibat keputusan ini, timbul krisis 
ekonomi parah di Uganda. Sekitar 90% perdagangan dan industrinya 
dikuasai orang-orang Asia.  Orang Uganda sendiri masih sangat agraris 
tradisional dan kurang kecakapan, modal, dan ketrampilan. Sebenarnya, 
rencana pengusiran orang Asia sudah direncanakan oleh Milton Obote 
karena dirasakan terlalu mencengkram ekonomi Uganda, tetapi masih 
menargetkan waktu lima tahun, dengan alasan mempersiapkan orang Uganda.
Pemerintahan Uganda sedemikian kacaunya 
sehingga Komisi Hukum Internasional PBB melapor kepada sekjen PBB saat 
itu, Kurt Waldheim pada tanggal 7 Juni 1974, yang isinya: “Uganda adalah
 negeri tanpa hukum”. Salah satu puncak krisis adalah minta suakanya 
Menteri Keuangan Emmanuel Wakheya ke Inggris karena tidak tahan lagi 
terhadap keputusan ekonomi yang diambil oleh pemerintahan rezim militer 
Idi Amin.
Di awal 1977, William Johnshon menulis 
laporan kepada harian Bangkok Post yang isinya: “Setelah empat tahun 
berkuasa, Idi Amin telah mengubah kehidupan Uganda yang buruk. Dulu 
negeri Uganda pengekspor teh dan kopi, namun karena sistem administrasi 
dan transportasi yang buruk, ratusan karung kopi teronggok di gudang 
menunggu diekspor, semetara puluhan ribu ton diselundupkan ke Kenya. 
Uganda dulunya sebagai salah satu negeri tersubur di Afrika, kini hasil 
pertanian begitu langkanya sampai penduduk kota menanam tebu dan pisang.
 Sabun, gula, dan gandum diperlakukan seperti emas saking langkanya. 
Sementara di pedesaan hasil panen begitu melimpah, penduduk kota tidak 
dapat menikmati hasilnya. Lima tahun lalu beroperasi 298 bus yang 
dijalankan pemerintah, kini cuma 11 yang masih jalan.”Pada bulan April 
1979, Idi Amin berhasil digulingkan oleh tentara nasionalis Uganda yang 
dibantu Tanzania.  Sebelumnya Idi Amin dengan bantuan Libya mencoba 
menyerang Kagera, provinsi utara Tanzania.
Idi Amin akhirnya terbang mengungsi ke 
Libya yang kemudian meminta suaka ke Jeddah, Arab Saudi serta menetap di
 sana. Menurutnya, angka kematian 100.000 sampai 300.000 orang yang 
dianiya dan dibunuh adalah akibat kesalahan bagian intelijen. Bahkan 
Biro Riset Nasional mengancam akan membunuhnya. Menurut Amin, banyak 
hal-hal buruk yang disembunyikan ketika dia berkuasa. Ketika dia tahu 
keberadaan biro itu, semua sudah terlambat.
Namun, semasa Amin belum jatuh, David 
Martin dalam artikelnya di South China Morning Post membeberkan 
bagaimana Idi Amin mengetahui sepak terjang oknum-oknumnya. Ia mengaku 
tidak ingin jadi Presiden, tentaranyalah yang memintanya, namun mengenai
 pengusiran orang Asia dia mengatakan, “Mereka terlampau berkuasa dan 
mencemooh kaum kami”.
Idi Amin mempunyai empat orang istri. 
Istri pertamanya adalah Sarah atau Mama Malian yang dinikahinya pada 
tahun 1958, yang kedua Kay, yang ketiga Norah, dan yang keempat Medina, 
yang dinikahinya pada tahun 1971. Pada awal tahun 1974 ia ceraikan tiga 
istrinya yang pertama sehingga tinggal Medina. Pada 1 Agustus 1975, ia 
menikah dengan Sarah, seorang pembalap pasukan berani mati Angkatan 
Darat Uganda. Empat bulan kemudian, dia menikahi Babirye putri seorang 
usahawan Uganda. Waktu itu Idi Amin sudah mempunyai 34 orang anak.  Pada
 tanggal 20 Juli 2003, menjelang kematiannya di Rumah sakit Raja Faisal 
di Jeddah, istrinya memohon kepada Presiden Uganda Yoweri Museveni agar 
Idi Amin dikuburkan di negaranya, namun permintaan ini ditolak. Idi Amin
 meninggal di Arab Saudi pada tanggal 16 Agustus 2003 dan dimakamkan di 
Jeddah.
Pada tanggal 17 Agustus 2003, David Owen
 mengatakan dalam wawancara oleh Radio BBC bahwa ketika menjabat sebagai
 Sekertaris Kementrian Luar Negeri Inggris (1977-1979), dia 
memerintahkan agar Idi Amin dibunuh untuk mengakhiri rezim terorya. 
 Usulnya ditolak, namun alasan Owen adalah rezim Idi Amin sangatlah 
buruk, sangat mengerikan bila dia dibiarkan berkuasa terlalu lama.
6. Benito Mussolini
Benito
 Amilcare Andrea Mussolini (29 Juli 1883 – 28 April 1945) adalah seorang
 diktator Italia yang menganut Fasis. Ia adalah diktator Italia pada 
periode 1922-1943. Ia dipaksa mundur dari jabatan Perdana Menteri Italia
 pada 28 Juli 1943 setelah serangkaian kekalahan Italia di Afrika. 
Setelah ditangkap, ia diisolasi. Dua tahun kemudian, ia dieksekusi di 
Como, Italia utara. Mussolini mengakhiri sebuah dekade seperti di Jerman
 yang dilakukan diktator Adolf Hitler dengan Nazi-nya.
Kehidupan Awal
Mussolini lahir di Predappio, Forlì 
(Emilia-Romagna). Ayahnya Alessandro seorang pandai besi dan ibunya Rosa
 seorang guru sekolah. Seperti ayahnya, ia menjadi seorang sosialis 
berat. Tahun 1902 ia beremigrasi ke Swiss. Karena sulit mencari 
pekerjaan tetap, akhirnya ia pindah ke Italia. Pada 1908 ia bergabung 
dengan surat kabar Austria di kota Trento.
Keluar dari situ, ia jadi editor sebuah 
koran sosialis la Lotta di Class (Pertentangan Kelas). Di sini 
antusiasmenya pada Karl Heinrich Marx makin besar. Tahun 1910, ia 
menjabat sekretaris partai sosialis tingkat daerah di Forlì dan 
kepribadiannya berkembang menjadi antipatriot. Ketika Italia menyatakan 
perang dengan Kerajaan Ottoman tahun 1911, ia dipenjara karena 
propaganda perdamaiannya. Ini bertentangan dengan kinerjanya kemudian.
Setelah ditunjuk jadi editor koran 
sosialis Avanti, ia pindah ke Milan, tempatnya membangun dirinya sebagai
 kekuatan berpangaruh atas para pemimpin buruh sosialis Italia. Ia 
percaya, para proletar bisa dibuhul dalam gerakan fascio. Agaknya inilah
 cikal bakal gerakan fasis, yang lahir di saat perekonomian Italia 
memburuk akibat perang, dan pengangguran merebak di mana-mana.  Pada 
Maret 1919, fasisme menjadi suatu gerakan politik ketika ia membentuk 
Kelompok untuk Bertempur yang dikenal sebagai baju hitam, yakni kumpulan
 penjahat, kriminal, dan preman yang bertindak sebagai tukang pukul para
 cukong.   Penampilan mereka seram dan tiap hari terlibat perkelahian di
 jalan-jalan.
Setelah gagal pada Pemilu 1919, ia 
mengembangkan paham kelompoknya, sehingga mulai mendapat pengaruh. 
Mereka, kaum fasis, menolak parlemen dan mengedepankan kekerasan fisik. 
 Anarki pecah di mana-mana.  Pemerintah liberal tak berdaya 
menghadapinya.  Ia membawa “geng”nya, sejumlah besar kaum fasis yang 
bertampang sangar, untuk melakukan Berbaris ke Roma.  Melihat rombongan 
preman berwajah angker memasuki Roma, Raja Vittorio Emanuele III menciut
 jeri. Mussolini diundang ke istana lalu diberi posisi sang Pemimpin. 
Pada Oktober 1922, Raja memintanya membentuk pemerintahan baru. Jadilah 
Italia dikelola pemerintahan fasis.
Gebrakan pertamanya setelah memegang 
kekuasaan, adalah menyerang Ethiopia dengan merujuk pada pandangan rasis
 Charles Robert Darwin, “Ethiopia bangsa kelas rendah, karena termasuk 
kulit hitam. Jika diperintah oleh ras unggul seperti Italia, itu sudah 
merupakan akibat alamiah dari evolusi.” Bahkan ia bersikeras bahwa 
bangsa-bangsa berevolusi melalui peperangan. Sehingga jadilah Italia 
waktu itu bangsa yang ditakuti sepak terjangnya.
Yang meresahkan, ketika ia menduduki 
Abbesinia tahun 1937, kontan dunia tersentak. Teman akrabnya di Eropa 
adalah Adolf Hitler, dan mereka membuat aliansi, yang menyeret Italia ke
 dalam Perang Dunia II di pihak Jerman pada 1940. Namun, pasukannya 
kalah di Yunani dan Afrika, dan Italia sendiri diserbu oleh pasukan 
Britania Raya dan Amerika Serikat pada 1943.  Pada saat itu Mussolini 
telah diturunkan dari takhtanya dan ditahan.  Pasukan payung Jerman 
membebaskan dan mengembalikannya berkuasa di Italia Utara.  Akhir 
riwayatnya tiba tak lama kemudian. Ketika akhirnya Italia dikalahkan, ia
 ditembak oleh musuh Italianya dan mayatnya digantung terbalik di Piazza
 Loreto di Milan.
7. Pol Pot
Saloth
 Sar (19 Mei 1925 – 15 April 1998), lebih dikenal sebagai Pol Pot, 
adalah pemimpin Khmer Merah dan Perdana Menteri Kamboja dari 1976 hingga
 1979. Pemerintahannya banyak disalahkan untuk kematian sekitar dua juta
 warga Kamboja, meski perkiraan jumlahnya beragam.
Kamboja Demokratis
Pada awal 1976 pihak Khmer Merah menahan
 Sihanouk dalam tahanan rumah. Pemerintah yang ada saat itu segera 
diganti dan Pangeran Sihanouk dilepas dari jabatannya sebagai kepala 
negara. Kamboja menjadi sebuah republik komunis dengan nama “Kamboja 
Demokratis” (Democratic Kampuchea) dan Khieu Samphan menjadi presiden 
pertama.  Pada 13 Mei 1976 Pol Pot dilantik sebagai Perdana Menteri 
Kamboja dan mulai menerapkan perubahan sosialis terhadap negara 
tersebut. Pengeboman yang dilakukan pihak Amerika Serikat telah 
mengakibatkan wilayah pedesaan ditinggalkan dan kota-kota sesak diisi 
rakyat (Populasi Phnom Penh bertambah sekitar 1 juta jiwa dibandingkan 
dengan sebelum 1976).
Saat Khmer Merah mendapatkan kekuasaan, 
mereka mengevakuasi rakyat dari perkotaan ke pedesaan di mana mereka 
dipaksa hidup dalam ladang-ladang yang ditinggali bersama.  Rezim Pol 
Pot sangat kritis terhadap oposisi maupun kritik politik; ribuan 
politikus dan pejabat dibunuh, dan Phnom Penh pun ikut berubah menjadi 
kota hantu yang penduduknya banyak yang meninggal akibat kelaparan, 
penyakit atau eksekusi. Ranjau-ranjau darat (oleh Pol Pot mereka disebut
 sebagai “tentara yang sempurna”) disebarkan secara luas ke seluruh 
wilayah pedesaan.
Pada akhir 1978, Vietnam menginvasi 
Kamboja.  Pasukan Kamboja dikalahkan dengan mudah, dan Pol Pot lari ke 
perbatasan Thailand. Pada Januari 1979, Vietnam membentuk pemerintah 
boneka di bawah Heng Samrin, yang terdiri dari anggota Khmer Merah yang 
sebelumnya melarikan diri ke Vietnam untuk menghindari pembasmian yang 
terjadi sebelumnya pada 1954. Banyak anggota Khmer Merah di Kamboja 
sebelah timur yang pindah ke pihak Vietnam karena takut dituduh 
berkolaborasi. Pol Pot berhasil mempertahankan jumlah pengikut yang 
cukup untuk tetap bertempur di wilayah-wilayah yang kecil di sebelah 
barat Kamboja. Pada saat itu, Tiongkok, yang sebelumnya mendukung Pol 
Pot, menyerang, dan menyebabkan Perang Tiongkok-Vietnam yang tidak 
berlangsung lama. Pol Pot, musuh Uni Sovyet, juga memperoleh dukungan 
dari Thailand dan Amerika Serikat. Amerika Serikat  dan Tiongkok memveto
 alokasi perwakilan Kamboja di Sidang Umum PBB yang berasal dari 
pemerintahan Heng Samrin.  Amerika Serikat secara langsung dan tidak 
langsung mendukung Pol Pot dengan menyalurkan bantuan dana yang 
dikumpulkan untuk Khmer Merah.
Jumlah korban jiwa dari perang saudara, 
konsolidasi kekuasaan Pol Pot dan invasi Vietnam masih dipertentangkan. 
Sumber-sumber yang dapat dipercaya dari pihak Barat [1] menyebut angka 
1,6 juta jiwa, sedangkan sebuah sumber yang spesifik, seperti jumlah 
tiga juta korban jiwa antara 1975 dan 1979, diberikan oleh rezim Phnom 
Penh yang didukung Vietnam, PRK. Bapa Ponchaud memberikan perkiraan 
sebesar 2,3 juta—meski jumlah ini termasuk ratusan ribu korban sebelum 
pengambil alihan yang dilakukan Partai Komunis. Amnesty International 
menyebut 1,4 juta; sedangkan Departemen Negara Amerika Serikat, 1,2 
juta. Khieu Samphan dan Pol Pot sendiri, masing-masing menyebut 1 juta 
dan 800.000.
Pasca pemerintahan Partai Komunis
Pol Pot mundur dari jabatannya pada 
1985, namun bertahan sebagai pemimpin de facto Partai Komunis dan 
kekuatan yang dominan di dalamnya.  Pada 1989, Vietnam mundur dari 
Kamboja. Pol Pot menolak proses perdamaian, dan tetap berperang melawan 
pemerintah koalisi yang baru. Khmer Merah bertahan melawan pasukan 
pemerintah hingga 1996, saat banyak pasukannya yang telah kehilangan 
moral mulai meninggalkannya. Beberapa pejabat Khmer Merah yang penting 
juga berpindah pihak.
Pol Pot memerintahkan eksekusi terhadap 
rekan dekatnya Son Sen dan sebelas anggota keluarganya pada 10 Juni 1997
 karena mencoba mengadakan persetujuan dengan pemerintah (kabar tentang 
ini tidak diketahui di luar Kamboja selama tiga hari). Pol Pot lalu 
melarikan diri namun berhasil ditangkap Kepala Militer Khmer Merah, Ta 
Mok dan dijadikan tahanan rumah seumur hidup.  Pada April 1998, Ta Mok 
lari ke daerah hutan sambil membawa Pol Pot setelah sebuah serangan 
pemerintah yang baru.  Beberapa hari kemudian, pada 15 April 1998, Pol 
Pot meninggal – kabarnya akibat serangan jantung.  Jasadnya kemudian 
dibakar di wilayah pedesaan, disaksikan oleh beberapa anggota eks-Khmer 
Merah.
8. Augusto Pinochet
Augusto
 José Ramón Pinochet Ugarte (Valparaíso, 25 November 1915–Providencia, 
10 Desember 2006) adalah seorang jenderal dan diktator Chili. Ia adalah 
kepala junta militer yang berkuasa di Chili pada periode 1973 – 1990. Ia
 meraih kekuasaan dengan cara kudeta sesaat setelah pemilu demokratis 
yang memilih Presiden Salvador Allende yang sosialis. Ia tampil sebagai 
presiden Republik pada 1974 – 1990 (dari 1981 hingga terbentuknya sebuah
 Konstitusi 1980) yang baru.  Sekitar 3.000 orang Chili terbunuh selama 
masa pemerintahannya. Pinochet memperkenalkan banyak kebijakan pasar 
bebas neoliberal.
Melalui Operasi Jakarta, presiden 
Amerika Serikat, Richard Nixon menggunakan CIA untuk membantu junta 
militer Chili dalam mengkudeta Presiden Salvador Allende dan menaikan 
Wakil Panglima Angkatan Bersenjata Chile, Augusto Pinochet Agurte. 
 Sejak 1974-1990, tidak kurang dari 2025 kasus pelanggaran HAM dilakukan
 oleh rezim Pinochet melalui dinas rahasianya DINA (semacam 
Kopkamtib-nya Chile) telah terjadi. 1068 berupa kasus pembunuhan dan 957
 kasus orang hilang.  Kudeta yang dilakukan Pinochet terhadap Allende, 
bila dicermati amat mirip dengan yang diduga dilakukan Soeharto terhadap
 Soekarno yaitu setidaknya antara lain pada:
* Beredarnya dokumen yang meresahkan 
tentang perencanaan pembunuhan beberapa jenderal dan komandan-komandan 
militer. Hal itu selain terjadi di Chile (dokumen rencana ‘Z’) juga 
Indonesia (Beredarnya daftar pejabat AD yang akan dibunuh dikalangan 
tokoh-tokoh buruh, politisi dan elit militer Chili).
* Disebarnya isu yang menimbulkan 
keresahan dan ketidakstabilan poltitik dalam negeri. Di Chile masyarakat
 terutama serikat buruh militan dan jenderal-jenderal konservatif 
mendapat kiriman kartu-kartu kecil di mana tercetak kata-kata “Jakarta 
Se Acerca” (Jakarta Sudah Mendekat).
* Diduga sangat kuat kedua kudeta tersebut sama-sama di dukung CIA.
Pada 1990 ia kehilangan kekuasaan, namun
 ia menjadikan dirinya senator seumur hidup, untuk mencegah agar ia tak 
ditangkap.  Ia dipaksa meninggalkan kedudukan senator pada 2002, namun 
sekali lagi ia tak ditangkap, saat itu dikatakan ia menderita dementia. 
Pada Mei 2004 hakim berkata itu tidak benar. Pada 13 Desember ia 
ditempatkan dalam tahanan rumah.  Ia meninggal dunia pada 10 Desember 
2006 seminggu setelah terkena serangan jantung.
9. Soeharto
Jend.
 Besar TNI Purn. Haji Moehammad Soeharto, (ER, EYD: Suharto) (lahir di 
Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta, 8 Juni 1921 – wafat di Jakarta, 27 
Januari 2008 dalam umur 86 tahun[1]) adalah Presiden Indonesia yang 
kedua, menggantikan Soekarno, dari 1967 sampai 1998.  Sebelum menjadi 
presiden, Soeharto adalah pemimpin militer pada masa pendudukan Jepang 
dan Belanda, dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal. Setelah Gerakan 30 
September, Soeharto menyatakan bahwa PKI adalah pihak yang bertanggung 
jawab dan memimpin operasi untuk menumpasnya. Operasi ini menewaskan 
lebih dari 500.000 jiwa.
Soeharto kemudian mengambil alih 
kekuasaan dari Soekarno, dan resmi menjadi presiden pada tahun 1968. Ia 
dipilih kembali oleh MPR pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 
1998. Pada tahun 1998, masa jabatannya berakhir setelah mengundurkan 
diri pada tanggal 21 Mei tahun tersebut, menyusul terjadinya Kerusuhan 
Mei 1998 dan pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa. Ia 
merupakan orang Indonesia terlama dalam jabatannya sebagai presiden. 
Soeharto digantikan oleh B.J. Habibie.
Naik ke kekuasaan
Pada pagi hari 1 Oktober 1965, beberapa 
pasukan pengawal Kepresidenan, Tjakrabirawa di bawah Letnan Kolonel 
Untung Syamsuri bersama pasukan lain menculik dan membunuh enam orang 
jendral. Pada peristiwa itu Jendral A.H. Nasution yang menjabat sebagai 
Menteri Koordinator bidang Hankam dan Kepala Staf Angkatan Bersenjata 
berhasil lolos.  Satu yang terselamatkan, yang tidak menjadi target dari
 percobaan kudeta adalah Mayor Jendral Soeharto, meski menjadi sebuah 
pertanyaan apakah Soeharto ini terlibat atau tidak dalam peristiwa yang 
dikenal sebagai G-30-S itu. Beberapa sumber mengatakan, Pasukan 
Tjakrabirawa yang terlibat itu menyatakan bahwa mereka mencoba 
menghentikan kudeta militer yang didukung oleh CIA yang direncanakan 
untuk menyingkirkan Presiden Soekarno dari kekuasaan pada “Hari ABRI”, 5
 Oktober 1965 oleh badan militer yang lebih dikenal sebagai Dewan 
Jenderal.
Peristiwa ini segera ditanggapi oleh 
Mayjen Soeharto untuk segera mengamankan Jakarta, menurut versi resmi 
sejarah pada masa Orde Baru, terutama setelah mendapatkan kabar bahwa 
Letjen Ahmad Yani, Menteri / Panglima Angkatan Darat tidak diketahui 
keberadaannya. Hal ini sebenarnya berdasarkan kebiasaan yang berlaku di 
Angkatan Darat bahwa bila Panglima Angkatan Darat berhalangan hadir, 
maka Panglima Kostrad yang menjalankan tugasnya. Tindakan ini diperkuat 
dengan turunnya Surat Perintah yang dikenal sebagai Surat Perintah 11 
Maret (Supersemar) dari Presiden Soekarno yang memberikan kewenangan dan
 mandat kepada Soeharto untuk mengambil segala tindakan untuk memulihkan
 keamanan dan ketertiban. Langkah yang diambil Soeharto adalah segera 
membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) sekalipun sempat ditentang 
Presiden Soekarno, penangkapan sejumlah menteri yang diduga terlibat 
G-30-S (Gerakan 30 September). Tindakan ini menurut pengamat 
internasional dikatakan sebagai langkah menyingkirkan Angkatan 
Bersenjata Indonesia yang pro-Soekarno dan pro-Komunis yang justru 
dialamatkan kepada Angkatan Udara Republik Indonesia di mana jajaran 
pimpinannya khususnya Panglima Angkatan Udara Laksamana Udara Omar Dhani
 yang dinilai pro Soekarno dan Komunis, dan akhirnya memaksa Soekarno 
untuk menyerahkan kekuasaan eksekutif.  Tindakan pembersihan dari 
unsur-unsur komunis (PKI) membawa tindakan penghukuman mati anggota 
Partai Komunis di Indonesia yang menyebabkan pembunuhan sistematis 
sekitar 500 ribu “tersangka komunis”, kebanyakan warga sipil, dan 
kekerasan terhadap minoritas Tionghoa Indonesia. Soeharto dikatakan 
menerima dukungan CIA dalam penumpasan komunis. Diplomat Amerika 25 
tahun kemudian mengungkapkan bahwa mereka telah menulis daftar “operasi 
komunis” Indonesia dan telah menyerahkan sebanyak 5.000 nama kepada 
militer Indonesia. Been Huang,  mantan diplomat bidang politik kedutaan 
besar Amerika Serikat di Jakarta mengatakan di 1990 bahwa: “Itu 
merupakan suatu pertolongan besar bagi Angkatan Bersenjata. Mereka 
mungkin membunuh banyak orang, dan saya kemungkinan memiliki banyak 
darah di tangan saya, tetapi tidak seburuk itu. Ada saatnya di mana anda
 harus memukul keras pada saat yang tepat.” Howard Fenderspiel, ahli 
Indonesia di State Department’s Bureau of Intelligence and Research di 
1965: “Tidak ada yang peduli, selama mereka adalah komunis, bahwa mereka
 dibantai. Tidak ada yang bekerja tentangnya.”1 Dia mengakhiri 
konfrontasi dengan Malaysia dalam rangka membebaskan sumber daya di 
militer.
Jendral Soeharto akhirnya menjabat 
sebagai Presiden Republik Indonesia setelah pertanggungjawaban Presiden 
Soekarno (NAWAKSARA) ditolak MPRS pada tahun 1967, kemudian mendirikan 
apa yang disebut Orde Baru.  Beberapa pengamat politik baik dalam negeri
 maupun luar negeri mengatakan bahwa Soeharto membersihkan parlemen dari
 komunis, menyingkirkan serikat buruh dan meningkatkan sensor. Dia juga 
memutuskan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina dan menjalin 
hubungan dengan negara barat dan PBB. Dia menjadi penentu dalam semua 
keputusan politik.
Jendral Soeharto dikatakan meningkatkan 
dana militer dan mendirikan dua badan intelijen – Komando Pemulihan 
Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) dan Badan Koordinasi Intelijen 
Nasional (Bakin). Sekitar 2 juta orang dieksekusi dalam pembersihan 
massal dan lebih dari 200.000 ditangkap hanya karena dicurigai terlibat 
dalam kudeta. Banyak komunis, tersangka komunis dan yang disebut “musuh 
negara” dihukum mati (meskipun beberapa hukuman ditunda sampai 1990).
Diduga bahwa daftar tersangka komunis 
diberikan ke tangan Soeharto oleh CIA. Sebagai tambahan, CIA melacak 
nama dalam daftar ini ketika rezim Soeharto mulai mencari mereka. 
Dukungan yang tidak dibicarakan ini dari Pemerintah Amerika Serikat 
untuk rezim Soeharto tetap diam sampai invasi Timor Timur, dan terus 
berlangsung sampai akhir 1990-an. Karena kekayaan sumber daya alamnya 
dan populasi konsumen yang besar, Indonesia dihargai sebagai rekan 
dagang Amerika Serikat dan begitu juga pengiriman senjata tetap 
dipertahankan ke rezim Soeharto. Ketika Soeharto mengumjungi Washington 
pada 1995 pejabat administratif Clinton dikutip di New York Times 
mengatakan bahwa Soeharto adalah “orang seperti kita” atau “orang 
golongan kita”.
Pada 12 Maret 1967 Soeharto diangkat 
sebagai Pejabat Presiden Indonesia oleh MPR Sementara. Setahun kemudian,
 pada 27 Maret 1968 dia resmi diangkat sebagai Presiden untuk masa 
jabatan lima tahun yang pertama. Dia secara langsung menunjuk 20% 
anggota MPR. Partai Golkar menjadi partai favorit dan satu-satunya yang 
diterima oleh pejabat pemerintah. Indonesia juga menjadi salah satu 
pendiri ASEAN.
Ekonomi Indonesia benar-benar amburadul 
di pertengahan 1960-an. Soeharto pun kemudian meminta nasehat dari tim 
ekonom hasil didikan Barat yang banyak dikenal sebagai “mafia Berkeley”.
 Tujuan jangka pendek pemerintahan baru ini adalah mengendalikan 
inflasi, menstabilkan nilai rupiah, memperoleh hutang luar negeri, serta
 mendorong masuknya investasi asing. Dan untuk satu hal ini, kesuksesan 
mereka tidak bisa dipungkiri. Peran Sudjono Humardani sebagai asisten 
finansial besar artinya dalam pencapaian ini. Di bidang sosial politik, 
Soeharto menyerahkannya kepada Ali Murtopo sebagai asisten untuk 
masalah-masalah politik. Menghilangkan oposisi dengan melemahkan 
kekuatan partai politik dilakukan melalui fusi dalam sistem kepartaian.
Puncak Orde Baru
Pada masa pemerintahannya, Presiden 
Soeharto menetapkan pertumbuhan ekonomi sebagai pokok tugas dan tujuan 
pemerintah. Dia mengangkat banyak teknokrat dan ahli ekonomi yang 
sebelumnya bertentangan dengan Presiden Soekarno yang cenderung bersifat
 sosialis.  Teknokrat-teknokrat yang umumnya berpendidikan barat dan 
liberal (Amerika Serikat) diangkat adalah lulusan Berkeley sehingga 
mereka lebih dikenal di dalam klik ekonomi sebagai Mafia Berkeley di 
kalangan Ekonomi, Industri dan Keuangan Indonesia. Pada masanya, 
Indonesia mendapatkan bantuan ekonomi dan keuangan dari negara-negara 
donor (negara-negara maju) yang tergabung dalan IGGI yang diseponsori 
oleh pemerintah Belanda. Namun pada tahun 1992, IGGI dihentikan oleh 
pemerintah Indonesia karena dianggap turut campur dalam urusan dalam 
negeri Indonesia, khususnya dalam kasus Timor Timur pasca Insiden Dili. 
Peran IGGI ini digantikan oleh lembaga donor CGI yang disponsori 
Perancis.  Selain itu, Indonesia mendapat bantuan dari lembaga 
internasional lainnya yang berada dibawah PBB seperti UNICEF, UNESCO dan
 WHO. Namun sayangnya, kegagalan manajemen ekonomi yang bertumpu dalam 
sistem trickle down effect (menetes ke bawah) yang mementingkan 
pertumbuhan dan pengelolaan ekonomi pada segelintir kalangan serta 
buruknya manajemen ekonomi perdagangan industri dan keuangan (EKUIN) 
pemerintah, membuat Indonesia akhirnya bergantung pada donor 
Internasional terutama paska Krisis 1997.  Dalam bidang ekonomi juga, 
tercatat Indonesia mengalami swasembada beras pada tahun 1984. Namun 
prestasi itu ternyata tidak dapat dipertahankan pada tahun-tahun 
berikutnya. Kemudian kemajuan ekonomi Indonesia saat itu dianggap sangat
 signifikan sehingga Indonesia sempat dimasukkan dalam negara yang 
mendekati negara-negara Industri Baru bersama dengan Malaysia, Filipina 
dan Thailand, selain Singapura, Taiwan dan Korea Selatan.
Di bidang politik, Presiden Soeharto 
melakukan penyatuan partai-partai politik sehingga pada masa itu dikenal
 tiga partai politik yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan 
Karya (Golkar) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dalam upayanya 
menyederhanakan kehidupan berpolitik di Indonesia sebagai akibat dari 
politik masa presiden Soekarno yang menggunakan sistem multipartai yang 
berakibat pada jatuh bangunnya kabinet dan dianggap penyebab mandeknya 
pembangunan. Kemudian dikeluarkannnya UU Politik dan Asas tunggal 
Pancasila yang mewarnai kehidupan politik saat itu. Namun dalam 
perjalanannya, terjadi ketimpangan dalam kehidupan politik di mana 
muncullah istilah “mayoritas tunggal” di mana GOLKAR dijadikan partai 
utama dan mengebirikan dua parpol lainnya dalam setiap penyelenggaraan 
PEMILU. Berbagai ketidakpuasan muncul, namun dapat diredam oleh sistem 
pada masa itu.
Seiring dengan naiknya taraf pendidikan 
pada masa pemerintahannya karena pertumbuhan ekonomi, muncullah berbagai
 kritik dan ketidakpuasan atas ketimpangan ketimpangan dalam 
pembangunan. Kesenjangan ekonomi, sosial dan politik memunculkan 
kalangan yang tidak puas dan menuntut perbaikan. Kemudian pada masa 
pemerintahannya, tercatat muncul peristiwa kekerasan di masyarakat yang 
umumnya sarat kepentingan politik, selain memang karena ketidakpuasan 
dari masyarakat.
Beberapa catatan atas tindakan represif Orde Baru
Presiden Soeharto dinilai memulai 
penekanan terhadap suku Tionghoa, melarang penggunaan tulisan Tionghoa 
tertulis di berbagai material tertulis, dan menutup organisasi Tionghoa 
karena tuduhan simpati mereka terhadap komunis. Walaupun begitu, 
Soeharto terlibat persahabatan yang akrab dengan Lee Kuan Yew yang 
pernah manjadi Perdana Menteri Singapura yang beretnis Tionghoa.
Pada 1970 Soeharto melarang protes 
pelajar setelah demonstrasi yang meluas melawan korupsi.  Sebuah komisi 
menemukan bahwa korupsi sangat umum. Soeharto menyetujui hanya dua kasus
 dan kemudian menutup komisi tersebut. Korupsi kemudian menjadi sebuah 
endemik.  Dia memerintah melalui kontrol militer dan penyensoran media. 
Dia menguasai finansial dengan memberikan transaksi mudah dan monopoli 
kepada saudara-saudaranya, termasuk enam anaknya.  Dia juga terus 
memainkan faksi berlainan di militer melawan satu sama lain, dimulai 
dengan mendukung kelompok nasionalis dan kemudian mendukung unsur Islam.
Pada 1973 dia memenangkan jangka 
lima-tahun berikutnya melalui pemilihan “electoral college”. dan juga 
terpilih kembali pada 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Soeharto 
mengubah UU Pemilu dengan mengizinkan hanya tiga partai yang boleh 
mengikuti pemilihan, termasuk partainya sendiri, Golkar.  Oleh karena 
itu semua partai Islam yang ada diharuskan bergabung menjadi Partai 
Persatuan Pembangunan, sementara partai-partai non-Islam (Katholik dan 
Protestan) serta partai-partai nasionalis digabungkan menjadi Partai 
Demokrasi Indonesia.
Pada 1975, dengan persetujuan bahkan 
permintaan Amerika Serikat dan Australia, ia memerintahkan pasukan 
Indonesia untuk memasuki bekas koloni Portugal Timor Timur setelah 
Portugal mundur dan gerakan Fretilin memegang kuasa yang menimbulkan 
kekacauan di masyarakat Timor Timur Sendiri, serta kekhawatiran Amerika 
Serikat atas tidakan Fretilin yang menurutnya mengundang campur tangan 
Uni Sovyet. Kemudian pemerintahan pro integrasi dipasang oleh Indonesia 
meminta wilayah tersebut berintegrasi dengan Indonesia. Pada 15 Juli 
1976 Timor Timur menjadi provinsi Timor Timur sampai wilayah tersebut 
dialihkan ke administrasi PBB pada 1999.  Korupsi menjadi beban berat 
pada 1980-an. Pada 5 Mei 1980 sebuah kelompok yang kemudian lebih 
dikenal dengan nama Petisi 50 menuntut kebebasan politik yang lebih 
besar. Kelompok ini terdiri dari anggota militer, politisi, akademik, 
dan mahasiswa. Media Indonesia menekan beritanya dan pemerintah mecekal 
penandatangannya. Setelah pada 1984 kelompok ini menuduh bahwa Soeharto 
menciptakan negara satu partai, beberapa pemimpinnya dipenjarakan.  
Catatan hak asasi manusia Soeharto juga semakin memburuk dari tahun ke 
tahun. Pada 1993 Komisi HAM PBB membuat resolusi yang mengungkapkan 
keprihatinan yang mendalam terhadap pelanggaran hak-hak asasi manusia di
 Indonesia dan di Timor Timur. Presiden AS Bill Clinton mendukungnya.
Pada 1996 Soeharto berusaha 
menyingkirkan Megawati Soekarnoputri dari kepemimpinan Partai Demokrasi 
Indonesia (PDI), salah satu dari tiga partai resmi. Di bulan Juni, 
pendukung Megawati menduduki markas besar partai tersebut. Setelah 
pasukan keamanan menahan mereka, kerusuhan pecah di Jakarta pada tanggal
 27 Juli 1996 (peristiwa Sabtu Kelabu) yang dikenal sebagai “Peristiwa 
Kudatuli” (Kerusuhan Dua Tujuh Juli).
Soeharto turun takhta
Pada 1997, menurut Bank Dunia, 20 sampai
 30% dari dana pengembangan Indonesia telah disalahgunakan selama 
bertahun-tahun.   Krisis finansial Asia di tahun yang sama tidak membawa
 hal bagus bagi pemerintahan Presiden Soeharto ketika ia dipaksa untuk 
meminta pinjaman, yang juga berarti pemeriksaan menyeluruh dan mendetail
 dari IMF.
Mekipun sempat menyatakan untuk tidak 
dicalonkan kembali sebagai Presiden pada periode 1998-2003, terutama 
pada acara Golongan Karya, Soeharto tetap memastikan ia terpilih kembali
 oleh parlemen untuk ketujuh kalinya di Maret 1998. Setelah beberapa 
demonstrasi, kerusuhan, tekanan politik dan militer, serta berpuncak 
pada pendudukan gedung DPR/MPR RI, Presiden Soeharto mengundurkan diri 
pada 21 Mei 1998 untuk menghindari perpecahan dan meletusnya 
ketidakstabilan di Indonesia.  Pemerintahan dilanjutkan oleh Wakil 
Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie. Dalam pemerintahannya yang 
berlangsung selama 32 tahun lamanya, telah terjadi penyalahgunaan 
kekuasaan termasuk korupsi dan pelanggaran HAM. Hal ini merupakan salah 
satu faktor berakhirnya era Soeharto.
Kasus dugaan korupsi
Soeharto memiliki dan mengetuai tujuh 
buah yayasan, yaitu Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Supersemar, 
Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais), Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti
 (Dakab), Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong 
Royong Kemanusiaan, Yayasan Trikora. Pada 1995, Soeharto mengeluarkan 
Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 1995. Keppres ini menghimbau para 
pengusaha untuk menyumbang 2 persen dari keuntungannya untuk Yayasan 
Dana Mandiri.
Hasil penyidikan kasus tujuh yayasan 
Soeharto menghasilkan berkas setebal 2.000-an halaman. Berkas ini berisi
 hasil pemeriksaan 134 saksi fakta dan 9 saksi ahli, berikut ratusan 
dokumen otentik hasil penyitaan dua tim yang pernah dibentuk Kejaksaan 
Agung, sejak tahun 1999.  Menurut Transparency International, Soeharto 
menggelapkan uang dengan jumlah terbanyak dibandingkan pemimpin dunia 
lain dalam sejarah dengan perkiraan 15–35 miliar dolar AS. selama 32 
tahun masa pemerintahannya.
Pada 12 Mei 2006, bertepatan dengan 
peringatan sewindu Tragedi Trisakti, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh 
mengeluarkan pernyataan bahwa pihaknya telah mengeluarkan Surat 
Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP) perkara mantan Presiden 
Soeharto, yang isinya menghentikan penuntutan dugaan korupsi mantan 
Presiden Soeharto pada tujuh yayasan yang dipimpinnya dengan alasan 
kondisi fisik dan mental terdakwa yang tidak layak diajukan ke 
persidangan.  SKPP itu dikeluarkan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan pada
 11 Mei 2006, namun SKPP ini lalu dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan 
Negeri Jakarta Selatan pada 12 Juni 2006.
10  George Walker Bush
George
 Walker Bush (lahir di New Haven, Connecticut, 6 Juli 1946; umur 62 
tahun) adalah Presiden Amerika Serikat ke-43 yang saat ini sedang 
menjabat. Ia dilantik 20 Januari 2001 setelah terpilih lewat pemilu 
presiden tahun 2000 dan terpilih kembali pada pemilu presiden tahun 
2004.  Jabatan kepresidenan kedua kalinya akan berakhir pada 20 Januari 
2009. Sebelumnya, ia adalah Gubernur Texas ke-46 (1995-2000). Jabatan 
ini ditinggalkan sesaat setelah dirinya terpilih sebagai presiden.
Dalam sejarahnya, Keluarga Bush adalah 
bagian dari Partai Republik dan politik Amerika. Bush adalah anak tertua
 mantan Presiden Amerika Serikat George H. W. Bush. Ibunya adalah 
Barbara Bush. Kakeknya, Prescott Bush adalah mantan Senator Amerika 
Serikat dari Connecticut. Sedang, adiknya, Jeb Bush adalah mantan 
Gubernur Florida. Menyusul Serangan 11 September 2001, Bush mengumumkan 
Perang melawan terorisme secara menyeluruh. Sepanjang Oktober 2001, dia 
memerintahkan invasi ke Afganistan untuk melumpuhkan kekuatan Taliban 
dan al-Qaeda.  Pada Maret 2003, Bush memerintahkan penyeranganan ke Irak
 dengan alasan bahwa Irak telah melanggar Resolusi PBB no. 1441 mengenai
 senjata pemusnah massal dan karenanya harus dilucuti dengan kekerasan. 
 Setelah digulingkannya rezim Saddam Hussein, Bush bertekad memimpin 
Amerika Serikat  untuk menegakkan demokrasi di Timur tengah, yang 
dimulai dengan Afganistan dan Irak.  Namun hingga kini situasi di Irak 
semakin tidak stabil karena pertikaian yang berkepanjangan antara 
kelompok Sunni, yang di masa Saddam Hussein praktis berkuasa atas 
kelompok mayoritas Syi’ah, yang kini ganti berkuasa.
Bush pertama-tama dipilih pada tahun 
2000, dan menjadi presiden keempat dalam sejarah AS yang dipilih tanpa 
memenangkan suara rakyat setelah 1824, 1876, dan 1888. Bush yang 
menggambarkan dirinya sebagai “presiden perang”, terpilih kembali pada 
2004 setelah kampanye pemilihan yang sengit dan panas.  Dalam kampanye 
ini, keputusannya untuk mengadakan Perang melawan Terorisme dan Perang 
Irak dijadikan isu sentral.  Bush menjadi kandidat pertama yang 
memperoleh kemenangan mayoritas suara rakyat sejak ayahnya menang 16 
tahun sebelumnya.  Dalam tiga pemilihan umum sebelumnya, penampilan 
kandidat partai ketiga yang hebat telah menghalangi pemenang suara 
rakyat, Gore dan Clinton, untuk memperoleh suara mayoritas rakyat.
Presiden AS
Bush merupakan orang kedua menjadi 
presiden yang mengikuti jejak ayahnya George H. W. Bush, Presiden 
Amerika Serikat yang ke-41, setelah John Adams, Presiden kedua, dan John
 Quincy Adams, yang keenam, merupakan bapak dan anak. Terdapat juga 
pasangan kakek dan cucu, William Henry Harrison dan Benjamin Harrison.
Masa jabatan pertama
Masa jabatannya sebagai presiden 
didominasi “perang melawan terorisme”, yang mencuat setelah terjadinya 
Peristiwa 9/11 (serangan terhadap WTC). Serangan tersebut dijadikannya 
alasan untuk memerintahkan invasi terhadap Afganistan pada tahun 2001 
untuk membebaskan Afganistan dari rezim Taliban dan Irak pada tahun 2003
 untuk menjatuhkan pemerintah Saddam Hussein. Bush menyatakan kemenangan
 Amerika Serikat dalam invasi Irak pada 1 Mei 2003, namun hingga kini 
(Agustus 2006) konflik di Irak masih belum berakhir akibat 
serangan-serangan dari para pemberontak.
Masa jabatan kedua
Meskipun banyak pihak yang menentang 
kedua peristiwa tersebut (khususnya dari luar Amerika Serikat), ia 
memenangkan Pemilu Presiden Amerika 2004 dengan selisih 3% dengan 
saingan utamanya John Kerry. Masa jabatan keduanya masih dipenuhi 
masalah di Irak, karena korban dari pasukan Amerika Serikat terus 
berjatuhan, mencapai lebih dari 2.500 orang hingga 3 Agustus 2006.
Peristiwa penting lain pada masa jabatan
 kedua ini adalah Badai Katrina pada Agustus 2005. Bush dianggap lambat 
dalam menangani peristiwa ini, yang memakan korban ribuan jiwa. 
 Kejadian ini juga memperlihatkan jurang ekonomi yang jelas antara kaum 
kulit putih dan kulit hitam di Amerika. Dalam acara penandatanganan 
peraturan bioetik alternatif yang dihadiri 18 keluarga dengan 20-an 
batita yang lahir dari embrio sumbangan sisa dari prosedur fertilisasi 
in vitro, untuk pertama kalinya ia menggunakan hak vetonya untuk 
menghalangi RUU bagi pengembangan riset sel induk embrionik. Pada saat 
ini jabatan Kepala Staf Gedung Putih dipegang oleh Joshua B. Bolten dan 
Wakil Kepala Stafnya dijabat oleh Karl Rove.
Tidak ada komentar:
Write komentar